Bentuk Kekerasan Terhadap Anak

54

B. Bentuk Kekerasan Terhadap Anak

Untuk mengenali bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak sesungguhnya tidaklah jauh dari sekitar kita. Realitas kekerasan yang dialami anak-anak sampai saat ini masih menjadi masalah yang cukup besar di Indonesia. Lihat saja pemberitaan pada media masa seperti media cetak dan elektronik mengenai kekerasan terhadap anak dapat dijumpai setiap hari. Bentuk dan modusnya pun cukup beragam. Menurut Siti Musdah Mulia, dkk, membagi kekerasan dalam beberapa bentuk meliputi: 40 1. Kekerasan fisik Bentuknya; memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ketubuh korban, menginjak, melukai dengan tangan kosong, atau alat, atau senjata, membunuh. 2. Kekerasan psikologis Bentuknya; berteriak-teriak, menyumpah, mengancam, merendahkan, mengatur, menguntit dan memata-matai, tindakan lain yang menimbulkan rasa takut termasuk diarahkan kepada orang-orang dekat korban, misalnya keluarga, teman terdekat, dan lain-lain. 3. Kekerasan seksual 40 Siti Musdah Mulia, et. al., Merentas Jalan Kehidupan Manusia, Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender dan The Ford Faundation, 2003, Cet. I, hlm.123-124 55 Melakukan tindakan yang mengarah kepada ajakan atau desakan seksual, seperti menyentuh, meraba, mencium, danatau melakukan tindakan lain yang tidak dikehendaki korban, memaksa korban menonton produk pornografi, gurauan-gurauan seksual yang tidak dikehendaki korban, ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin atau seks korban, memaksa hubungan seks tanpa persetujuan korban dengan kekerasan fisik ataupun tidak, pornografi. 4. Kekerasan finansial Mengambil uang korban, menahan atau tidak memberikan pemenuhan kebutuhan finansial korban, mengendalikan dan mengawasi pengeluaran uang sampai sekecil-kecilnya dengan maksud untuk dapat mengendalikan tindakan korban. 5. Kekerasan spiritual Merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa korban untuk meyakini hal-hal yang tidak diyakininya, memaksa korban mempraktikan ritual dan keyakinan tertentu. Bentuk-bentuk kekerasan juga diatur dalam Undang-undang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu: 1. Kekerasan Fisik 56 Kekerasan fisik adalah perbuatan yang ditujukan terhadap fisik seseorang yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. 2. Kekerasan Psikis Kekerasan psikis adalah perbuatan yang tidak ditujukan kepada fisik seseorang, namun mengakibatkan ketakutan, hilangnya percaya diri, hilangnya kemampun untuk bertindak, rasa tidak berdaya, danatau penderitaan psikis berat pada seseorang. 3. Kekerasan Seksual Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berkaitan dengan masalah seksual yang bersifat pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar, danatau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil, danatau tujuan tertentu. Apapun alasannya bahwa perlakuan salah diatas merupakan pelanggaran dari hak anak, berarti pelanggaran juga terhadap hak asasi manusia. Sebab berdasarkan ketentuan KHA, hak anak merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hak asasi manusia. Oleh karena itu, semua orang diwajibkan untuk menghentikan segala bentuk kekerasan dan penyiksaan terhadap anak. Masyarakat pada umumnya memandang bahwa apabila orang tua memperlakukan kekerasan terhadap anak, hal itu dianggap sebagai hak orang tua dan masyarakat tidak diperkenankan ikut campur tangan. Sebab oleh sebagian masyarakat kita, 57 anak selalu ditempatkan bukan sebagai nomor satu, maksudnya, anak dapat diperlakukan apa saja oleh orang tuanya sendiri. Pandangan ini sesungguhnya adalah keliru. Sebab sesuai dengan pandangan theologis anak merupakan titipan dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, dalam ketentuan konvensi Hak Anak KHA maupun ketentuan umum Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 menetapkan bahwa anak adalah seseorang berusia dibawah 18 tahun termasuk anak dalam kandungan, oleh karenanya setiap orang tua, masyarakat, pemerintah dan Negara mempunyai kewajiban melindungi anak agar terhindar dari segala bentuk kekerasan dan penyiksaan. Namun ironisnya, meskipun pemerintah Indonesia telah meratifikasi KHA pada tahun 1990 dan secara yuridis dan politis terikat dalam konvensi internasional tersebut, pada hakekatnya Negara kita belum mampu mencegah dan melindungi anak dari segala bentuk kejahatan, penyiksaan, diskriminasi, penelantaran dan eksploitasi.

C. Dampak Yang Ditimbulkan Dari Kekerasan Terhadap Anak