Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbagai kekerasan, penyimpangan dan eksploitasi terhadap anak akhir-akhir ini kian merebak sehingga sudah sangat meresahkan dan mengkhawatirkan bagi terpenuhinya perlindungan hukum untuk anak. Meskipun Undang-undanng Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak selanjutnya disebut Undang-undang Perlindungan Anak telah diberlakukan tetapi kekerasan terhadap anak tidak menyurut bahkan semakin meningkat dari tahun ke tahun Apabila kita cermati, sesungguhnya anak merupakan anggota keluarga yang paling rentan karena anak kerap kali menjadi korban kekerasan dari keluarga maupun lingkungan. Keluarga mempunyai potensi yang sangat besar untuk menekan anak dalam segala hal. Anak kerap kali ditelantarkan, diperlakukan kasar dan menjadi korban penyimpangan pengasuhan. Padahal masa depan mereka terletak pada seberapa maksimal perhatian kita terhadap anak, karena anak adalah aset orang tua, keluarga, dan lebih dari itu anak juga aset bangsa yang kelak akan menjadi tokoh utama yang akan menjalankan lokomotif pembangunan. Kasus kekerasan yang menimpa anak tidak hanya terjadi didaerah perkotaan tetapi juga banyak melanda daerah pedesaan. 2 Kita telah memiliki berbagai macam peraturan yang semua itu dapat dijadikan payung hukum bagi pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak anak, tetapi ternyata usaha perlindungan hukum dan HAM terhadap anak tidak hanya cukup dengan konsep tetapi harus diterapkan dalam praktek yang nyata. Adanya berbagai peraturan tentang hak anak belum menjamin pelaksanaan upaya perlindungan hukum bagi anak, khususnya bagi anak yang menjadi korban tindak kekerasan dalam rumah tangga yang kesemuanya itu adalah menjadi tanggung jawab kita bersama karena anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, selaras, dan seimbang. 1 Oleh karena itu terhadap anak perlu dilakukan pendidikan, pembinaan, dan upaya perlindungan serta mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya agar pertumbuhan dan perkembangan fisik,mental dan sosial anak dapat terjaga dari kemungkinan-kemungkinan yang akan membahayakan mereka. Sebagaimana yang telah digariskan dalam UUD 1945 dan tujuan bangsa Indonesia bahwa pemerintah Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum, 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak 3 mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari landasan hukum inilah diambil patokan berpijak untuk mengatur segi-segi hukum perlindungan anak di Indonesia. Dalam hukum Islam, secara naluriah setiap makhluk yang hidup dialam ini selalu berusaha untuk mendidik, membesarkan dan melindungi anak-anaknya dengan rasa kasih sayang dan menerima anak sebagaimana adanya. Karena setiap anak yang dilahirkan kedunia ini merupakan buah hati yang sangat dinantikan dan dirindukan oleh kedua orang tuanya khususnya suami dan isteri dalam sebuah rumah tangga dan keluarga, tentunya harus melalui proses pernikahan yang sah menurut hukum yang berlaku. Setiap anak yang terlahir kedunia ini adalah terlahirkan dalam keadaan fitrah suci, bahkan didalam segi ideologi atau paham kehidupannya semua akan terlindungi dengan jelas oleh orang tuanya sebagaimana dalam hadis nabi SAW; ـق ـ ع َ ا ـض ــ ـ أ ـع : ـس ـ ع َ ا ـص ـ َ ا ـق : ـ ـ ـطف ـ ع ـ َّ ـ . ــسج أ ا ــص أ ــ ا ا ــف . جــت ت ــ ك ـ ـ أ ـق ـث ء ـع ج ـ ـ ـ ا : ّ ـ ع س ـ ا ـطف ـتَا َ ا ـطف ق ا ـ ا كـ ا قـ ـ ت ـ ا ا 2 Artinya: “Dan Abu Hurairah R.A., ia berkata; Rasulullah SAW bersabda; tidak ada bayi yang dilahirkan melainkan lahir diatas fitrah, maka ayah bundannya yang menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi. Bagaikan lahirnya seekor binatang yang lengkapsempurna. Fitrah Allah yang manusia diciptakan Allah atas fitrah itu, tidak ada perubahan terhadap apa yang diciptakan Allah. Itulah agama yang lurus.H.R. Bukhori 2 Muhammad fuad abdul Baqi, Al- Lu’lu’ wa al-marjan, juz. II, hlm. 1010 4 Dari hadits diatas dapat disimpulkan bahwa keluargalah yang mempunyai peranan terpenting dalam tumbuh kembang anak termasuk dalam hal memberikan perlindungan. Masalah anak perlu mendapat perhatian serius baik oleh masyarakat luas maupun masyarakat ilmiah agar mereka mendapat perlindungan hukum yang layak. Memang harus kita akui bahwa perlindungan hukum terhadap anak masih kurang jika dibandingkan dengan orang dewasa. Pemerintah Indonesia untuk itu telah memberikan perhatian yang serius terhadap hak-hak anak, terbukti dengan adanya berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kesejahteran anak dan ditandatanganinya konvensi tentanng hak-hak anak Convention of The Right of The Child sebagai hasil sidang umum PBB pada tanggal 26 Januari 1990 dan telah disahkan dengan Keputusan Presiden RI Nomor 36 Tahun 1990 yang menyatakan bahwa:” Semua anak tanpa pengecualian apapun memiliki hak yang tercantum dalam deklarasi, tanpa perbedaan atau diskriminasi atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, paham politik atau paham lainnya, asal kebangsaan atau asal sosial, kekayaan, kelahiran, atau status lainnya dan dirinya atau dari keluarganya. Disamping itu semua anak berhak dalam perlindungan khusus, kesempatan dan fasilitas yang diperlukan bagi pertumbuhannya dengan cara yang sehat dan dalam suasana yang bebas dan terhormat”. Masalah perlindungan anak adalah sesuatu yang kompleks dan menimbulkan berbagai macam permasalahan lebih lanjut yang tidak selalu dapat diatasi secara 5 perorangan, tetapi harus secara bersama-sama, dan yang penyelesaiannya menjadi tanggung jawab kita bersama. Perlindungan anak adalah hasil interaksi karena adanya interaksi antara fenomena yang ada dan saling memperngaruhi. 3 Hukum mengenai perlindungan anak sebagai suatu kajian di Indonesia adalah relatif baru, sekalipun kelahiran perlindungan anak itu sendiri telah lahir bersama lahirnya hak-hak anak secara universal yang diakui dalam sidang umum PBB tanggal 20 November 1959 Declaration of The Rights of The Child, yang didalam mukadimahnya tersirat kewajiban memberikan perlindungan yang terbaik bagi anak, dan dalam era pembangunan hukum yang mempunyai kaitan dengan kehidupan anak atau remaja, demi mencapai kesejahteraan bagi mereka. 4 Berbicara masalah perlindugan anak pada dasarnya tidak berarti baru ada setelah lahirnya Undang-undang Perlindungan Anak, sebelum lahirnya Undang- undang ini masalah perlindungan anak sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan baik yang sifatnya umum atau secara khusus mengatur masalah anak. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang- undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan terakhir dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga telah dicantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban tanggungjawab orang tua, 3 Arif Gosita, Kumpulan Karangan Masalah Korban Kejahatan Jakarta: Akademika Pressindo, 1989, edisi ke-2, hlm. 220 4 Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak Jakarta: Bumi Aksara, 1990, hlm. 5 6 keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara, namun perlindungan terhadap hak-hak anak masih memerlukan penanganan yang serius manakala ada hal-hal yang sifatnya spesifik. Manakala terjadi kekerasan yang menimpa anak terutama yang terjadi dilingkungan rumah tangga dan dilakukan oleh orang-orang terdekat dari anak tersebut, diperlukan perangkat hukum yang dapat melindungi hak-hak anak karena kekerasan terhadap anak adalah tindak kejahatan yang terselubung. Kebanyakan kasus sering tidak terlihat dan tidak dilaporkan, kalaupun terungkap biasanya jika sudah ada yang mengalami perlakuan yang parah atau bahkan meninggal. Pelaku kekerasan biasanya adalah orang-orang yang dekat dengan anak sehingga sulit untuk memantau apa yang terjadi. Perlindungan anak adalah suatu usaha yang melindungi anak untuk melaksanakan hak dan kewajiban secara seimbang dan manusiawi. 5 Bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. 6 5 Lindawati Ginting, Anak dalam Perlindungan Bidang Hukum Perdata: Kumpulan Karya Tulis Bidang Hukum Tahun 2000 Jakarta: BPHN, 2000, hlm. 165 6 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak Bab 2 Pasal 3 7 Kekerasan terhadap anak dapat terjadi dalam lingkup keluarga, dilingkungan sekolah, dilingkungan masyarakat dan kekerasan yang dilakukan oleh Negara. Ini semua terjadi karena adanya paradigma keliru mengenai anak, baik dikalangan orang tua, pendidik, media masa, tokoh panutan maupun pejabat atau pemimpin bangsa, seolah anak boleh dilakukan apa saja, anak tidak boleh bersuara, anak tidak perlu didengar pendapatnya, anak boleh dilupakan dan akhirnya anak bisa diletakkan pada prioritas paling akhir. Kekerasan terhadap anak yang terjadi dalam lingkup rumah tangga biasanya disebabkan karena kebanyakan anggota masyarakat mempunyai persepsi bahwa anak merupakan milik orang tua, sehingga mereka harus menerima perlakuan apa saja yang dianggap wajar oleh orang tua. Kekerasan terhadap anak juga berkaitan dengan nilai-nilai budaya, termasuk pandangan bahwa kekerasan merupakan bagian dari cara mendidik dan untuk menanamkan rasa patuh anak kepada orang tua. Keluarga yang tidak harmonis merupakan salah satu faktor yang mendorong terjadinya kekerasan terhadap anak. Jadi, akar permasalahan kekerasan terhadap anak adalah adanya interpretasi yang keliru terhadap ajaran agama dan faktor budaya setempat. 7 Seorang anak secara hukum sepenuhnya dapat menjadi subjek sejumlah kekerasan yang dilakukan oleh orang tua dengan mengatasnamakan “disiplin rumah tangga”. Orang tua berhak menjatuhkan hukuman fisik “seperlunya dan layak” untuk 7 Seto mulyadi. Runtuhnya Makna dan Nilai Luhur Keluarga Media Indonesia 26 Januari 2006 8 kebaikan mereka. Adalah sah menurut hukum bagi orang tua atau seorang pengganti orang tua untuk melakukan tindakan koreksi kepada anak, dengan kasih sayang beberapa tindakan dianggap layak dilakukan dalam suatu situasi. 8 Tetapi orang tua bisa dituntut jika hukuman untuk kebaikan anak melebihi standar “yang masuk diakal”. Hukuman atau pendisiplinan bagi seorang anak menjadi suatu pelanggaran hukum jika hukuman yang diberikan untuk kepuasan atas penderitaan anak atas perwujudan kemarahan, atau jika hukuman yang diberikan tidak layak atau berlebihan, atau jika hukuman diperpanjang diluar kemampuan daya tahan anak atau dengan suatu alat yang tidak cocok untuk bertujuan penghukuman dan diperkirakan dapat membahayakan nyawa dan mencederai tubuh. 9 Kekerasan kepada anak terjadi karena lunturnya nilai-nilai hakiki tentang kemanusiaan, manusia tidak lagi dilihat sebagai ciptaan Tuhan dan anak sebagai titipan-Nya. Anak lebih dilihat dari unsur kegunaan dan asas manfaat. 10 Hal ini terjadi karena banyak pihak pada saat ini yang lebih mementingkan unsur materi dan harta benda bukan pada proses kehidupan itu sendiri, bahkan kesuksesan dalam hidup dikemudian hari lebih diukur dari sisi materi dari pada keberhasilan menjalani proses dan nilai-nilai kehidupan. Banyak orang yang tidak lagi memegang teguh nilai-nilai kehidupan dalam suatu keluarga, orang tidak lagi menganggap fungsi dan posisi 8 Purnianti dan Rita Serena Kolibonso, Menyingkap Tirai Kekerasan dalam Rumah Tangga Jakarta: Mitra Perempuan, 2003, hlm. 51 9 Ibid. 10 Mudji Sutrisno, Runtuhnya Makna dan Nilai Leluhur Keluarga Media Indonesia 26 Januari 2006, hlm. 14 9 orang tua sebagai sebuah penggilan hidup, karena itu banyak orang tua yang tidak mampu menjadikan keluarga sebagai tempat perlindungan yang aman dan tenteram bagi anak. Anak yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah biasanya terancam secara fisik dan non fisik dan ini biasanya terjadi dilingkungan terdekatnya, sehingga kebutuhan dasar anak tidak terpenuhi dengan baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Dalam kondisi demikian korban akan mengalami stress dan trauma dan apabila tidak cepat ditangani akan mengganggu kehidupannya sehari-hari. Untuk mencegah, melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan dan penindak pelaku sesuai dengan falsafah pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Negara berpendapat bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. 11 Paradigma diatas merupakan hal-hal yang melatarbelakangi mengapa penulis memilih judul “Perlindungan Hukum Bagi Anak Korban Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Analisis Komparatif Antara Hukum Islam dengan Hukum Positif ”. Penulis mencoba mengupas bahwa banyaknya peraturan perundang-undangan yang memuat hak anak belum menjamin pelaksanaan perlindungan hukum bagi anak. Substansinya mungkin sudah cukup, namun 11 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 10 kekerasan terhadap anak tetap saja terjadi. Sebenarnya apa yang salah dan mengapa anak harus terus menjadi korban.

B. Batasan dan Rumusan Masalah