Status Anak Dalam Rumah Tangga Menurut Hukum Positif.

30 benda, hak miliknya; karena ia membutuhkan orang lain yang akan mengawasi penyusunan dan pengasuhannya, dalam periode kehidupannya yang pertama itu. Maka dari itu, perwalian yang berlaku terhadap seorang anak, sesudah ia lahir ada 3 tiga macam yaitu, pertama, perwalian terhadap pengasuhan dan menyusukannya. Kedua, perwalian terhadap diri anak yang dilaksanakan untuk menjaga kesejahteraan anak itu sendiri, dan untuk mengawasi hal-hal yang berhubungan dengan dirinya dan segala macam kesejahteraan yang belum dapat dikelolanya sendiri. Ketiga, perwalian terhadap hak milik anak mencakup transaksi dan „aqad yang berhubungan dengan hak milik anak yang diwalikan diantaranya menjual, membeli, mempersewakan, meminjamkan dan sebagainya; urusan itu semuanya dilaksanakan oleh wali karena anak belum sanggup mengurus hak miliknya itu sendiri. 27

C. Status Anak Dalam Rumah Tangga Menurut Hukum Positif.

Dalam hukum positif terdapat beberapa pengertian tentang anak. Pengertian anak dalam bidang keperdataan berhubungan erat dengan kedewasaan bagi anak tersebut. Terdapat perbedaan –perbedaan antara batas seorang anak yang belum dewasa dan yang sudah dewasa, terutama dalam segi pembatasan usia. 1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW Pasal 330 berbunyi: “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin”. 27 Ibid, hlm. 106-113 31 2. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, terdapat pasal-pasal khusus mengenai ketentuan seseorang digolongkan sebagai anak, tetapi tidak tersurat secara tegas namun tersirat dalam beberapa pasal yang mengisyaratkan batas-batas dimana seseorang dinyatakan belum dewasa atau sudah dewasa. Pasal 7 ayat 1, memuat batasan minimal ketentuan kawin bagi pria adalah 19 tahun dan bagi wanita adalah 16 tahun. Pasal 47 ayat 1, memuat ketentuan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekusaannya. 3. Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Kesejahteraan Anak 4. Anak adalah orang yang dalam perkara anak telah mencapai usia 8 tahun tetapi belum mencapai usia 18 tahun. Undang-undang Peradilan Anak 5. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pasal 1 Bab 1 Undang-undang Perlindungan Anak Dari berbagai pengertian tentang anak, ada yang menyatakan batas umur kedewasaan seorang anak adalah 18 tahun atau 21 tahun. Walaupun demikian jika berpatokan dengan batasan umur tersebut dalam hal-hal tertentu masih mengandung permasalahan. Tetapi untuk hal perlindungan anak, hak anak dan kesejahteraannya 32 sudah cukup jelas dan nyata mengenai kedewasaan anak, yaitu sesuai dan sebagaimana tertera dalam Undang-undang Perlindungan Anak. Batas usia 18 tahun ditetapkan berdasarkan dimana kematangan sosial, pribadi dan mental seorang anak dicapai pada umur tersebut. Dalam hal ini digunakan sepanjang memiliki keterkaitan dengan anak secara umum, kecuali untuk kepentingan tertentu. Ada 3 tiga proses perkembangan anak menurut Wagianti Soetedjo, yaitu: 28 1. Fase pertama adalah dimulai pada usia 0 sampai 7 tahun yang biasa disebut sebagai masa anak kecil dan masa perkembangan kemampuan mental, pengembangan fungsi-fungsi tubuh. 2. Fase kedua adalah dimulai dari 7 sampai 14 tahun disebut sebagai masa kanak-kanak, dimana dapat digolongkan kedalam dua periode: a Masa anak sekolah dasar dimulai dari 7 sampai 12 tahun adalah periode intelektual, yaitu masa belajar awal dimulai dengan memasuki masyarakat diluar keluarga b Masa remaja atau pra pubertas atau pubertas awal. Pada periode ini, terdapat kematangan fungsi jasmaniyah ditandai dengan berkembangnya tanda fisik yang melimpah-limpah yang menyebabkan tingkah laku anak menjadi kasar, brandal, kurang sopan, dan lain-lain. 28 Wagianti Soetedjo, Hukum Pidana Anak Jakarta: PT. Refika Aditama, 2006, Cet. II, hlm. 7-8 33 3. Fase ketiga adalah 14 sampai 21 tahun yaitu dinamakan masa remaja dalam arti sebenarnya yaitu masa pubertas dan adolescent, dimana terdapat masa penghubung dan peralihan dari anak menjadi orang dewasa. Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media masa, atau lembaga pendidikan. Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas harus dipersiapkan sedini mungkin, bahkan semenjak masih berada dalam kandungan. Mereka sudah membutuhkan perlindungan agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmani, rohani, maupun sosialnya, sehingga kelak menjadi pewaris masa depan yang berkualitas. Hal ini dapat terwujud apabila anak mendapatkan jaminan perlindungan dan kesejahteraan yang memadai terutama terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan untuk kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya. Setiap manusia berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi. Maka dari itu, upaya penyelenggaraan hukum bagi anak harus selalu ditegakkan dan dilaksanakan dengan seksama demi terwujudnya sebuah keadilan terhadap anak. Dalam Bab IX Undang-undang Perlindungan Anak disebutkan bahwa penyelenggaraan perlindungan hukum bagi anak meliputi: Agama, Kesehatan, Pendidikan, dan Sosial. 1. Agama 34 Dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 Bab XI Pasal 29 ayat 2 secara tegas Negara menjamin seseorang untuk memeluk agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Termasuk seorang anak pun diberi kebebasan untuk memilih agama sesuai dengan keinginannya. Namun kebebasan yang diberikan tersebut bukan berarti memberikan kebebasan yang penuh sehingga anak memeluk agama yang dapat menyesatkan dirinya. Dalam hal ini Negara, pemerintah, masyarakat dan orang tua pada khususnya wajib memberikan perlindungan bagi anak. Perlindungan yang dimaksud disini adalah upaya orang tua untuk memberikan pembinaan dan bimbingan sesuai dengan keinginan anak. Bahkan hal ini juga sudah diatur dalam Undang-undang Perlindungan Anak, setiap anak mendapat perlindungan untuk beribadah menurut agamanya. Pasal 42 ayat 1 Dalam pasal 43 ayat 1 menyatakan bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungan anak dalam memeluk agamanya, sebagaimana yang dimaksud dengan perlindungan anak dalam memeluk agamanya meliputi pembinaan, pembimbingan, dan pengamalan ajaran agama bagi anak. Dalam islam pun Allah SWT telah memberikan suatu bentuk kebebasan tanpa adanya paksaan dalam memeluk dan memilih agama. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 256: 35                            ـق ا 2 : 256 Artinya: “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam; Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”QS. Al-Baqarah 2: 256 2. Kesehatan Dalam upaya membentuk anak Indonesia yang berkualitas, sehat, berakhlak mulia, dan sejahtera maka penyelenggaraan perlindungan bagi anak dalam hal kesehatan sangat diperlukan, bukan saja menjadi tanggungjawab orang tua dan keluarga tetapi juga kepada pemerintah dan Negara. Dalam Undang- undang Perlindungan Anak pun sudah diatur mengenai perlindungan kesehatan bagi anak. Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajad kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan pasal 44 ayat 1. Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan kesehatan didukung oleh peran serta masyarakat pasal 44 ayat 2. 36 Upaya kesehatan tersebut meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan dasar kesehatan maupun rujukan pasal 44 ayat 3. Dan diselenggarakan secara Cuma-Cuma bagi keluarga yang tidak mampu pasal 44 ayat 4. Orang tua dan keluarga bertanggungjawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan pasal 45 ayat 1. Tetapi ketika orang tua dan keluarga tidak memenuhinya maka pemerintah wajib memenuhinya pasal 45 ayat 2. Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup danatau menimbulkan kecacatan. pasal 46 Penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan menimbulkan kecacatan misalnya HIVAIDS, TBC, kusta, polio. Negara, pemerintah, keluarga dan orang tua wajib melindungi anak dari upaya transplantasi organ tubuhnya untuk pihak lain seperti: pasal 47 ayat 1 dan 2 a. Pengambilan organ tubuh anak danatau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak; b. Jual beli organ danatau jaringan tubuh anak; dan 37 c. Penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizin orang tua dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak, 3. Pendidikan Orang tua wajib memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya, tetapi pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak bukan saja sekedar kewajiban menyerahkan anak kepada lembaga pendidikan sekolah tetapi lebih jauh dari itu. Orang tua harus bisa menjadi guru yang paling utama untuk anak. Orang tua tidak hanya memberikan pengetahuan-pengetahuan yang mereka tahu kepada anak atau sekedar menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh anak, tetapi orang tua harus menjadi suri teladan yang baik untuk anak-anaknya. Melalui keteladanan dan kebiasaan orang tua, anak-anak bisa meniru dan menarik pelajaran berharga sebagaimana yang termuat dalam Undang-undang Perlindungan Anak. Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 sembilan tahun untuk semua anak. pasal 48 Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. pasal 49 Pendidikan sebagaimana dimaksud diatas diarahkan pada: pasal 50 38 a. Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal; b. Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi; c. Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa, dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yang berbeda- beda dari peradaban sendiri; d. Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggungjawab; dan e. Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup. Anak yang menyandang cacat fisik danatau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa. pasal 51 Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus. pasal 52 Pemerintah bertanggungjawab untuk memberikan biaya pendidikan danatau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang brtempat tinggal didaerah terpencil. pasal 53 ayat 1 39 Anak didalam dan dilingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah, atau teman- temannya didalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainya pasal 54 4. Sosial Penyelenggaraan perlindungan anak dalam masalah sosial termuat dalam pasal 55-56 Undang-undang Perlindungan Anak. Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga. pasal 55 ayat 1 Penyelenggaraan pemeliharaan tersebut dapat dilakukan oleh lembaga masyarakat. pasal 55 ayat 2 Untuk menyelenggarakan hal tersebut, lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat dapat mengadakan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait. pasal 55 ayat 3 Dalam hal penyelenggaraan dan perawatan tersebut pengawasannya dilakukan oleh menteri sosial. pasal 55 ayat 4 Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan membantu anak, agar anak dapat: pasal 56 ayat 1 a. Berpartisipasi; 40 b. Bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya; c. Bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan anak; d. Bebas berserikat dan berkumpul; e. Bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi, dan berkarya seni budaya; dan f. Memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan. Upaya sebagaimana dimaksud diatas dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkat kemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak menghambat dan mengganggu perkembangan anak. pasal 56 ayat 2

D. Hak Anak Dalam Rumah Tangga Menurut Hukum Positif