Iman kepada Allah SWT dengan Mengakui Eksistensi dan ke-Esa-an
Artinya: “Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu
melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka? Dan tiada satu
pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” QS. Fathir : 44.
Kemudian Iqbal mencoba mengulanginya, dan dia pun menemukan ayat Al-
Qur’an yang memfirmankan :
Artinya: “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu
mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka mendengar? Karena
sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang di dalam dada.” QS.Al-Hajj : 46.
Dengan petunjuk ayat-ayat tersebut yang diyakini Iqbal adalah merupakan petunjuk dari Tuhan yang harus dijalani, maka Iqbal memilih
untuk menyerahkan sepenuhnya kepada kekuasaan Tuhan dan terus tetap berjalan sampai ia menemukan apa yang ia cari selama ini. Seperti ungkapan
Iqbal yang dikutip dalam sebuah novel :
“Demi Allah, aku yakin sekarang. Aku benar-benar yakin. Inilah jawaban Allah kepadaku. Dengan kitab-Nya aku beristikharah dan dengan
ayat-Nya aku memperoleh keputusan bahwa aku harus berjalan. Berjalan mentafakkuri diri dan semesta ciptaan-
Nya.” h. 20. Hal yang serupa juga terjadi pada Firman sahabat Iqbal, ketika Firman
mengalami kegelisahan yang dahsyat dalam pencarian kebenaran dan keadilan Tuhan. Kekecewaan Firman begitu dalam terhadap orang-orang yang telah
memperkosa dan membunuh adiknya membuat Firman tertekan, hingga akhirnya dia berpaling dari Tuhan mempertanyakan dimana kekuasaan-Nya
ketika adiknya mati terbunuh. Bahkan sampai saat itu pembunuh adiknya masih bebas berkeliaran. Hal ini dapat juga dilihat dalam kutipan percakapan
antara Iqbal dan Firman dalam sebuah novel Musafir Cinta : “Seandainya mas adalah Tuhan, aku bertanya kepadamu: kenapa kamu
biarkan adikku tenggelam dalam pergaulan bebas? Dan Tuhan sendiri tahu bahwa karena kematian adikkulah aku
menjadi seperti ini. Apa dosa dan salahku? Apa dosa dan salah kedua orang tuaku?.” h. 170.
“Dia yang Esa. Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Yang tidak ada seorang pun yang
setara dengan-Nya. Dia membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada
yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar neraka itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia
.” h. 171. “Dialah yang mengharamkan api neraka terhadap orang-orang yang
bertauhid. Dialah yang telah berfirman : “…Sesungguhnya orang yang mempersekutukan sesuatu dengan
Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah
neraka, tidaklah ada bagi orang- orang zhalim itu seorang penolong pun.” QS.
Al-Maidah:72 h.172. Digambarkan pula karena keimanan dan ketaqwaan yang dimiiki
Iqbal, bagaimana dia begitu takut untuk melanggar ajaran agama, dia berusaha menghindar dan meninggalkan masa Jahiliyahnya dulu, ketika dia masih
bergelimpang dengan dosa. Iqbal terus mencoba selalu berada dalam jalan yang diridhoi Tuhan. Meski disekitarnya terlalu banyak godaan-godaan dari
orang-orang yang dia kenal, yaitu ketika teman-teman Iqbal sedang melakukan pesta mabuk-mabukan. Gambaran ini dapat dilihat dalam kutipan :
“Mereka beramai-ramai menghisap marijuana. Menikmatinya hingga sedotan yang terakhir.
Aku tak dihiraukan oleh mereka seakan-akan aku bukanlah manusia di kamar ini. Seakan-akan aku tidak ada di antara mereka. Ini menguntungkan
bagiku, sebab akan sulit bagiku menjelaskan pada mereka bagaimana aku tidak ingin lagi menghisap bedebah tengik itu.”h. 155.
Kutipan-kutipan di atas merupakan petunjuk bahwa adanya sebuah
tauhid akan ke-Esa-an Tuhan, yang mana hanya kepada Tuhan-lah sebagai tempat menyembah, memohon perlindungan, dan bergantung dengan Dzat-
Nya.