Iman kepada Takdir Baik dan Buruk
“Demi Allah, aku tidak mau menjadi orang yang seperti itu. Aku tidak mau melihat sahabat-sahabat yang nyata membutuhkan cahaya hidup
dipandang dengan cara yang rendah dan hina. Sebagaiman aku yang memiliki hal untuk menjadi baik, mereka pun punya hak yang sama.” h. 130.
Kemudian di dalam novel ini juga digambarkan bagaimana kesalehan Iqbal untuk menjaga kehormatannya sebagai orang yang beriman, yaitu ketika
Indri kekasih Firman mencoba untuk menggoda Iqbal untuk berbuat zina. Tetapi Iqbal mencoba untuk tidak tergoda dan terjerumus dengan kecantikan
dan rayuan Indri. Hal ini digambarkan dalam kutipan : “Sungguh, beruntung sekali kekasih mas itu. Bolehkah aku rebahan di
paha mas?” Dengan pelan-pelan, aku mendorong kepalanya itu. Kuminta dengan halus agar dia tidak melakukan hal yang demikian itu.” h. 214.
“Marilah kita hanya berbicara tentang boleh-tidaknya aku merebahkan diri dipangkuanmu.
Sekali tidak boleh, tetap tidak boleh. Kalau aku memaksa?
Aku terpaksa akan meninggalkanmu. Kalau aku berteriak keras bahwa kamu akam memperkosaku? Dan
orang-orang akan mendatangi kita dan memukulimu? Itu lebih baik daripada kamu merebahkan diri di pangkuanku.
Setegar itukah kamu ini, mas? Sehebat itukah dirimu?.”h. 216. “Benarkah aku menolak kemauan Indri kemarin karena takut kepada-
Mu? Aku berlindung kepada-Mu dari tarian nafsuku, ya Allah? Aku benar- benar berlindung kepada-Mu. Kau telah selamatkan aku dari ujian cinta
seperti ini.”h. 218. Kemudian sifat pemaaf yang didasarkan pada Rukun Iman, juga
ditujukan dan digambarkan kembali kepada Iqbal, di mana Iqbal yang sudah teraniaya oleh sahabatnya Firman karena kesalahpahaman yang menuduh
Iqbal telah berbuat zina dengan Indri kekasih Firman di dalam sebuah kamar.
Bahkan peristiwa naas tersebut hampir menyebabkan kebutaan pada penglihatan Iqbal. Hal ini dapat terlihat dalam kutipan sebuah percakapan
Iqbal dan para sahabatnya di rumah sakit: “Firman…dia ke mana? Apa dia baik-bak saja? Ah, aku bersalah
kepadanya. Ke mana dia?” tanyaku kepada orang-orang ini. Sungguh mulia hatimu, mas, “kata Parno. “kami saja sudah
membencinya, kok kamu yang tega-teganya disakiti dia masih saja menanyakannya.”h. 278.
“Jangan kamu benci dia. Aku takut apabila kamu dan para sahabat membencinya, dia semakin jauh dari dirinya sendiri. Yang dia butuhkan
sekarang ini pastilah bukan kebencian, tetapi ketulusan hati untuk mencintainya.”h. 279.
Dari kutipan-kutipan di atas maka dapatlah digambarkan bahwa Iqbal adalah seorang yang mempunyai jiwa penolong juga pemaaf, sekalipun dia
sudah teraniaya karena cintanya seorang Iqbal dengan Tuhan-nya iman kepada Allah SWT, yang tidak boleh membenci makhluk ciptaan-Nya.
Contoh-contoh diatas, adalah gambaran bahwa Iqbal dan para sahabatnya mempercayai adanya takdir baik dan buruk.