Khalayak atau pembaca dapat terpengaruh oleh segala sesuatu yang ditayangkan dalam surat kabar. Selanjutnya
surat kabar pada perkembangannya juga berperan sebagai alat kontrol sosial yang
konstruktif.
24
3. Karakteristik Surat Kabar
Surat kabar sebagai media massa memiliki beberapa karakteristik. Pertama, publisitas yaitu penyebarannya pada publik di berbagai tempat.
Hal ini agar berita-berita yang dicetak penting untuk diketahui publik dan menarik bagi khalayak luas. Ke dua, periodesitas yang menunjuk pada
keteraturan terbitnya seperti harian, mingguan, dan sebagainya. Ke tiga, universalitas yang menunjuk pada isi beritanya yang beragam meliputi
seluruh aspek kehidupan, seperti sosial, politik, ekonomi, budaya, agama, dan sebagainya. Ke empat, aktualitas beritanya yang menunjuk pada
kekinian atau berita terbaru. Dan yang ke lima, beritanya selalu terdokumentasikan setiap terbit.
25
C. Pluralisme dan Pluralitas 1.
Pengertian Pluralisme dan Pluralitas
Istilah pluralisme memiliki pengertian yang beragam, bahkan saling bertolak belakang di berbagai kalangan. Sehingga masih sering
diperdebatkan dan menimbulkan salah faham karena masih mengandung pengertian yang kabur, meskipun istilah ini begitu populer dan banyak
disambut baik secara luas.
24
Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007, h. 112.
25
Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 112-114.
Secara etimologis kata pluralisme berasal dari bahasa Inggris dari dua kata yaitu plural dan isme. Plural berarti jamak atau banyak.
26
Dan isme berarti ide atau faham. Pluralisme dalam kamus bahasa Inggris
mempunyai tiga pengertian. Pertama, pengertian kegerejaan yaitu orang yang memegang lebih dari satu jabatan dalam struktur kegerejaan,
memegang satu atau lebih secara bersamaan baik bersifat kegerejaan maupun non kegerejaan.
Ke-dua, pengertian filosofis berarti sistem pemikiran yang mengakui adanya landasan pemikiran mendasar yang lebih dari satu.
Sedangkan yang ke-tiga, pengertian sosio-politis ialah suatu sistem yang mengakui koeksistensi keanekaragaman kelompok baik yang bercorak ras,
suku, aliran maupun partai dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat karakteristik di antara kelompok-kelompok
tersebut.
27
Maka dari ketiga pengertian tersebut dapat disederhanakan dalam satu makna pluralisme yaitu, koeksistensinya sebagai kelompok atau
keyakinan di satu waktu dengan tetap terpeliharanya perbedaan-perbedaan dan karakteristik masing-masing.
28
Dari pengertian ini dapat juga dipahami bahwa pluralisme adalah paham yang menyadari suatu kenyataan tentang
adanya kemajemukan, keragaman sekaligus memberikan penghormatan
26
John M. Echols dan Hassan Shadily, ed, “Plural,” Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2002 Cet. Ke-26, h. 435.
27
Lihat “Pluralism” dalam The Shorter Oxford English Dictionary on Historical Principles, revised and edited by C.T. Onions Oxford: The Calendron Press, 1952.
28
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, Jakarta: Perspektif, 2005, Cet. Ke-1, h. 12.
dan saling toleransi terhadap perbedaan tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sedangkan pluralitas dapat berarti keanekaragaman, sehingga pluralitas merupakan kondisi objek dalam suatu masyarakat yang terdapat
sejumlah grup saling berbeda, baik strata ekonomi, ideologi, keimanan maupun latar belakang etnis.
Namun dari segi konteks “pluralisme” khususnya pluralisme agama sering digunakan dalam studi-studi dan wacana-wacana diskusi pada
saat ini telah menunjukkan definisi yang berbeda dari definisi etimologisnya. Berikut berbagai definisi pluralisme dari beberapa tokoh:
John Hick menegaskan bahwa: “Pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama-agama
besar dunia merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang, dan secara bertepatan merupakan respons yang beragam
terhadap Yang Real atau Yang Maha Agung dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi; dan bahwa transformasi wujud
manusia dari pemusatan-diri menuju pemusatan-Hakikat terjadi secara nyata dalam setiap masing-masing pranata kultural manusia
tersebut, dan terjadi sejauh yang dapat diamati, sampai pada batas
yang sama.”
29
Nurcholis Madjid berpendapat bahwa: “Pluralisme agama adalah semua agama adalah jalan kebenaran
menuju Tuhan. ”
30
Dia menyatakan bahwa keragaman agama tidak hanya sekadar realitas sosial, tetapi keragaman agama justru
menunjukkan bahwa kebenaran memang beragam. Tidak ada seseorang pun yang berhak memonopoli kebenaran Tuhan karena
hal ini akan menjadi bibit permusuhan terhadap agama lain.
29
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, Jakarta: Perspektif, 2005, Cet. Ke-1, h. 15.
30
Umi Sumbulah, Islam “Radikal” Dan Pluralisme Agama: Studi Konstruksi Sosial
Aktivis Hizb al-Tahrir dan Majelis Mujahidin di Malang tentang Agama Kristen dan Yahudi, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010, h. 49.