Dengan demikian tujuan perbedaan dan keragaman atau yang lebih dikenal dengan pluralitas, pada dasarnya sebuah sistem yang mampu
menghargai perbedaan tanpa menghilangkan karakteristik masing- masing perbedaan dan keragaman tersebut agar menjadi seragam.
Sehingga terwujudlah pluralitas yang sebenarnya sesuai kehendak Allah swt dalam penciptaan alam semesta ini. Hal ini terkandung dalam al-
Qur’an surat al-Hujurat ayat 13 yang menyatakan:
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. QS. Al-Hujurat :13
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia telah berkehandak untuk menciptakan manusia beragam. Keberagaman itu tidak lain dan
tidak bukan ditujukan untuk saling kenal, saling dialog, dan saling bekerja sama. Karena, dengan mengenal, berdialog, dan bekerja sama akan
tercipta keselarasan dan keharmonisan dalam kehidupan umat manusia.
4. Pluralitas di Indonesia
Indonesia telah memiliki keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan sejak masa silam. Hal ini merupakan salah satu kekayaan
yang layak dibanggakan oleh bangsa ini. Namun, di sisi lain pluralitas ini bagaikan pisau bermata dua. Apabila pluralitas tersebut dikelola dengan
baik dan benar tentu akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi Indonesia. Tetapi sebaliknya , jika pluralitas tersebut tidak dikelola dengan
tepat, maka akan menimbulkan konflik yang mengarah pada perpecahan bangsa.
Konflik bernuansa SARA tersebut setidaknya terjadi di 40 kota yang disebabkan oleh ketidakpuasan dan kemarahan yang telah ditekan dan
tidak disalurkan dengan cara yang konstruktif sejak tahun 1997. Bermula di Pontianak Kalimantan Barat terjadi konflik antara Dayak dan Madura
dari provinsi Jawa Timur sejak awal 1997. Pada pertengahan-1997 di Makassar, Sulawesi, ratusan toko Cina dibakar. Kemudian pada Januari
1999, ribuan orang Kristen dan Muslim telah tewas, ratusan tempat ibadah dibakar, dan ribuan non-Maluku melarikan diri kembali ke tanah asal
mereka, menyusul konflik etnis-agama di Maluku.
53
Data yang diperoleh dari Andi Faisal Bakti menyebutkan bahwa: “Pada awal tahun 2000, ratusan baik Muslim dan Kristen
kehilangan nyawa mereka dalam konflik serupa di Poso, Sulawesi Tengah. Sementara Timor Timur telah merdeka sejak tahun 1999,
sedangkan Aceh di Sumatera melalui Gerakan Aceh Merdeka menuntut kemerdekaan, sampai pada 15 Agustus 2005 terjadi
kesepakatan damai yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. Begitu juga Papua Irian Jayans dan minoritas lainnya yang
tidak puas dengan pemerintah pusat.
”
54
Andi Faisal Bakti mengatakan bahwa: “Hal ini juga diperparah oleh faktor-faktor sejarah yang membuat
Indonesia rentan terhadap konflik-konflik bernuansa SARA. Ada 7 tujuh faktor utama yang terkait konflik pluralitas tersebut, yaitu
53
Andi Faisal Bakti, “Communication and Violence: Communicating Human Integrity Characteristics is Necessary for Horizontal Conflict Resolution in Indonesia, Identity, Culture and
Politics an afro-asian dialogue; ” Vol. 9, no. 1 Juli 2008: h. 75.
54
Andi Faisal Bakti, “Communication and Violence: Communicating Human Integrity Characteristics is Necessary for Horizontal Conflict Resolution in Indonesia,” h. 75.