indikator pengukuran kinerja infrastruktur, yaitu provinsi Sumatera Utara oleh Bappeda Sumatera Utara yang diwakili Sub Bidang Infrastruktur wilayah, pemerintah
kabupaten-kota di Sumatera Utara, masing-masing diambil satu orang didasarkan pada fungsi kabupaten-kota tersebut , yaitu pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan
lokal. Selain dari unsur pemerintah diambil pula para stakeholder lain di luar pemerintah, seperti LSM pada bidang pembangunan kabupaten-kota, calon responden
dan para pakar dari Perguruan Tinggi. Hasil kajian dalam studi pendahuluan yang dilakukan merupakan rumusan awal
indikator kinerja infrastruktur daerah otonom kabupaten-kota. Rumusan awal yang diperoleh masih bersifat umum. Untuk merincinya menurut jenis infrastruktur,
dilakukan penyepakatan jenis infrastruktur yang akan diukur pada tahap selanjutnya.
4.2. Penggabungan Preferensi untuk Memperoleh Kesepakatan Infrastruktur Yang Akan Diukur
Untuk menentukan infrastruktur yang akan diteliti dilakukan melalui Focused Group Discusion FGD para stakeholder yang berkaitan, mulai dari pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten-kota serta stakeholder lainnya termasuk para pakar dari Perguruan Tinggi. FGD dilakukan untuk identifikasi jenis-jenis
infrastruktur yang wajib diselenggarakan di suatu kabupaten-kota selaku daerah otonom. Pada FGD ini setiap peserta dengan bebas mengutarakan preferensinya
masing-masing tentang infrastruktur mana saja yang akan diukur. Hasil identifikasi tersebut kemudian diolah kembali untuk memperoleh pembobotan dan menghasilkan
skala prioritas. Pada dasarnya, dengan menggunakan hasil FGD ini, rumusan awal
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
yang dihasilkan pada tahap pertama dimatangkan sehingga menghasilkan rumusan tentang variabel dan indikator untuk masing-masing jenis infrastruktur yang
diprioritaskan. Variasi lain dari kegiatan yang dapat dilakukan untuk tahap ini adalah melalui cara menjemput bola ke stakeholder pembangunan untuk memperoleh
gambaran jenis infrastruktur wilayah yang diukur tanpa melalui FGD. Tahapan ini akan sampai kepada kegiatan yang berupa penyepakatan indikator infrastruktur
untuk merating kabupaten-kota, yang penyempurnaannya dapat diperoleh pada saat FGD pertama yang berisi tentang kalibrasi kuesioner.
4.3. Penggabungan Preferensi Untuk Memperoleh Kesepakatan Indikator Infrastruktur
Konsepsi awal pengukuran kinerja yang dihasilkan pada langkah 2 tersebut, kemudian diproses untuk memperoleh kesepakatan variabel dan indikator serta
penentuan bobot masing-masing pada acara yang sama dengan menggunakan metode
Analytic Hierarchy Process AHP. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L Saaty, seorang ahli matematika, pada
tahun 1970. Metode ini sering digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas dalam mengambil keputusan. Metode AHP memberikan suatu ajaran melihat pokok
permasalahan sebagai suatu sistem yang menyeluruh dari pandangan yang bersifat umum. Dari sistem yang menyeluruh tersebut, dibuat struktur dari bagian yang
saling berkaitan, kemudian mensintesis setiap bagian dengan mengukur dan membuat peringkat pengaruh bagian terhadap keseluruhan sistem. Penstrukturan yang
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
dimaksud di sini adalah memecah-mecah suatu masalah ke dalam bagian-bagian komponennya, menata setiap bagian atau variabel ke dalam susunan hierarki,
memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya setiap variabel. Selain itu, metode AHP dalam kerangka pemikirannya juga
mempertimbangkan analitik dan non analitik. Kombinasi dua pertimbangan ini minimal memberikan suatu kemudahan untuk menentukan alternatif terbaik dari
beberapa alternatif yang ada. Dalam studi ini, metode AHP digunakan untuk menerjemahkan persoalan
infrastruktur ke dalam indikator-indikator dan menata indikator-indikator tersebut ke dalam susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan suryektif para
pakar tentang pentingnya indikator indikator tersebut. Dengan demikian, diharapkan dapat diidentifikasikan indikator yang paling relevan dengan kondisi saat ini.
Selebihnya, dapat menjadi materi pengembangan set indikator yang organik dalam arti berkembang dalam dimensi ruang dan waktu.
Dalam memecahkan persoalan pengambilan keputusan dengan menggunakan metode AHP, ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami, yaitu:
a. Prinsip pemecahan dekomposisi
Prinsip ini dimaksudkan untuk menyederhanakan permasalahan yang kompleks menjadi bentuk permasalahan yang lebih terstruktur berupa elemen-elemen pokok
secara hierarkis. b. Prinsip perbandingan berpasangan comparative judgement
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
Prinsip ini digunakan untuk menyusun nilai perbandingan relatif dari faktor- faktor yang berada pada suatu level dalam hierarki dalam kaitannya dengan
tingkat diatasnya. Pengisian dilakukan oleh para responden dengan metode kuesioner dalam kelompok kerja. Pengisian kuesioner ini pada dasarnya berupa
pengisian matriks perbandingan berpasangan dengan menggunakan skala tertentu seperti antara skala 1 sampai 9, sesuai dengan kesepakatan atau kebutuhan
penelitian. Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, seseorang yang akan memberikan jawaban sesuai dengan preferensinya
masing-masing perlu memiliki pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari.
Syarat untuk melakukan prinsip ini adalah pendefinisian responden harus baik, yaitu pada responden benar-benar mengerti permasalahannya.
c. Prinsip sintesis prioritas dan penilaian konsistensi Prinsip ini dimaksudkan untuk mengetahui bobot atau nilai prioritas dari setiap
elemen dalam hierarki. Dari setiap matriks perbandingan berpasangan dicari eigen vector-nya untuk mendapatkan local priority dari setiap elemen. Nilai ini
merupakan nilai yang menggambarkan prioritas suatu kriteria atau sub-kriteria dalam studi ini disebut sebagai variabel dan indikator dalam matriks. Rata-rata
nilai eigen vector dalam sebuah matriks disebut eigen value. Oleh karena matriks- matriks perbandingan berpasangan terdapat pada tiap tingkat, maka untuk
mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority. Prosedur untuk melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hierarki, diperlukan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
perhitungan Consistency Ratio CR. Apabila CR10, dapat dianggap bahwa konsistensi responden dalam memberikan penilaian bersifat valid.
4.4. Perancangan Kuesioner