wilayah Indonesia Timur. Kesenjangan infrastruktur ini juga terjadi antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Hingga tahun 2003 masih terdapat 43 ribu desa 64 persen
dari total desa yang tidak memiliki fasilitas telekomunikasi. Selama tahun 1999-2003 diperkirakan jumlah pelanggan internet meningkat lebih dari 238 persen, yaitu dari
256 ribu orang menjadi 865 ribu orang, sedangkan pengguna internet meningkat dari 1 juta orang menjadi 8 juta orang, meningkat sebesar 700 persen Bappenas, 2005.
Berdasarkan kondisi pembangunan beberapa jenis infrastruktur tersebut diatas, dapat dilihat bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia selain masih berjalan
lambat, juga belum terdistribusi secara merata. Kesenjangan pembangunan infrastruktur ini bukan hanya terjadi antar desa dan kota tetapi juga dalam dimensi
yang lebih luas yaitu antar wilayah. Jika sasaran pembangunan infrastruktur adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan mengurangi
kemiskinan, maka pemerintah perlu menetapkan prioritas yang tepat dalam pembangunan infrastrukturnya. Sebagai negara agraris yang sebagian besar
masyarakatnya bekerja di sektor pertanian dan tinggal di pedesaan, serta dengan jumlah kemiskinan terbesar terdapat di pedesaan, maka seharusnya pemerintah
menaruh prioritas pada pembangunan infrastruktur pertanian dan pedesaan.
2.3 Peranan Infrastruktur Dalam Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Keberadaan infrastruktur mempunyai kaitan penting terhadap pertumbuhan ekonomi, baik dinegara maju maupun di negara miskin. Sejak akhir abad ke-18,
masyarakat Barat sudah mengenal pentingnya sarana transportasi dan jalan sebagai
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
tenaga penggerak perekonomian. Sarana-sarana publik seperti jalan, saluran air, dan jembatan dinilai penting dalam mengurangi biaya transportasi. Dan pada abad ke–20,
pembangunan infrastruktur dianggap sebagai syarat penting bagi akumulasi modal serta peningkatan produksi dan produktivitas di negara-negara Dunia Ketiga Felloni
dkk,2001. Berbagai studi telah dilakukan dan memang membuktikan pentingnya peranan
infrastruktur dalam pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan bahkan secara spesifik terhadap perkembangan sektor pertanian.
Kemudian studi lainnya juga menunjukkan bahwa investasi infrastruktur berpengaruh secara signifikan kepada pembangunan, terutama pada tahap awal pembangunan
suatu negara. Peranan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi ditemukan juga di negara-
negara Afrika, Bangladesh, China dan beberapa negara lainnya. Sebuah studi menemukan bahwa negara-negara Afrika tahun 1980 sampai 1990-an yang
melakukan pembangunan infrastruktur di bidang telekomunikasi dan energi mengalami kenaikan tingkat pertumbuhan tahunan sekitar 1,3 persen lebih tinggi
dibandingkan negara-negara di Asia Timur. Sedangkan suatu studi di Amerika Latin memperkirakan bahwa minimnya investasi infrastruktur sepanjang 1990-an telah
mengurangi pertumbuhan jangka panjang sekitar 1-3 persen. Peningkatan proyek- proyek pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh World Bank rata-rata
memberikan return terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara sekitar 20-35 persen
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
Worldbank, 2004. Melihat besarnya dampak positif yang ditimbulkan dari pembangunan infrastruktur ini, Bank Dunia menyatakan bahwa investasi di bidang
infrastruktur memiliki peranan yang jauh lebih besar daripada investasi dalam bentuk kapital lainnya Mujeri, 2002.
Studi yang dilakukan Calderon dan Serven 2004 menunjukkan adanya dampak pengembangan infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan.
Studi ini menggunakan sampel data dari 121 negara-negara pada periode 1960-2000. Hasilnya menyimpulkan bahwa: pertama, pembangunan infrastruktur yang sesuai
memberikan pengaruh positif kepada pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kedua, kualitas dan kuantitas infrastruktur yang buruk berdampak negatif pada pemerataan
equality pendapatan. Hasil ini signifikan tidak hanya secara statistik tapi juga secara ekonomi. Contohnya hampir semua negara Amerika Latin yang memperbaiki
infrastruktur dengan mempertimbangkan kualitas dan kuantitas dalam jangka panjang mengalami pertumbuhan antara 1,1 sampai 4,8 persen per tahun.
Studi lain yang dilakukan untuk menganalisis hubungan antara pembangunan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi adalah studi Querioz dan Guatam yang
mengkombinasikan sebuah analisis cross-section dari data 98 negara dengan sebuah analisis time series dari data nasional AS tahun 1950 sampai 1988. Hasil studi ini
memperlihatkan bahwa kepadatan jalan km jalan per kapita memberikan efek yang positif terhadap pendapatan nasional.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
Sementara itu, studi yang menganalisis hubungan antara infrastruktur dengan pertanian dilakukan oleh Antle. Antle melakukan pendekatan fungsi produksi dengan
menggunakan data dari 66 negara pada tahun 1965. Variabel terikat yang digunakan adalah pendapatan nasional bruto dari produk pertanian, sementara variabel
penjelasannya adalah lahan pertanian, masyarakat pertanian aktif, konsumsi pupuk kimia dan jumlah stok hewan, rasio pendaftaran sekolah menengah, serta produk
nasional bruto dari industri transportasi dan komunikasi per unit lahan sebagai ukuran bagi infrastruktur. Hasilnya menunjukkan bahwa semua variabel, kecuali
tingkat pendidikan, menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Penelitian-penelitian sejenis terus dilakukan, dan semakin banyak bukti
menunjukkan bahwa peran infrastruktur memang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Di bawah ini akan diuraikan pengalaman
beberapa negara dalam pembangunan infrastruktur, dan kita akan melihat peranan infrastruktur dalam masing-masing negara tersebut.
Bangladesh merupakan negara dengan pendapatan per kapita rendah sekitar 370 pada tahun 2001, dimana satu dari tiga orang penduduknya hidup di bawah
garis kemiskinan 1 per hari. Bangladesh juga merupakan negara dengan surplus tenaga kerja yang besar. Tingkat pertumbuhan negaranya tidak mampu menyerap
kelebihan tenaga kerja yang ada. Bertahun-tahun lamanya pemerintah Bangladesh berupaya menciptakan lapangan kerja untuk menyerap kelebihan tenaga kerja
tersebut melalui program-program pekerjaan publik maupun program pembangunan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
infrastruktur berbasis tenaga kerja. Program-program ini terbukti mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin, dan bahkan mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi Bangladesh melalui infrastruktur-infrastruktur yang dibangun tersebut.
Jadi jelas, pembangunan infrastruktur tidak hanya memberikan dampak positif bagi para pekerja yang terlibat langsung dalam kegiatan pembangunan infrastruktur
tersebut, tetapi juga berdampak luas pada perekonomian desa keseluruhan. Karena itu, pembangunan infrastruktur merupakan kunci penting penunjang pembangunan
ekonomi dan sosial pedesaan. Program-program yang dicanangkan pemerintah Bangladesh dalam upaya
pembangunan infrastruktur dan penciptaan lapangan kerja antara lain program- program pekerjaan publik dan program pembangunan infrastruktur berbasis tenaga
kerja. Dari program-program tersebut berhasil dibangun berbagai infrastruktur seperti jalan, sekolah, sumber air dan irigasi, serta infrastruktur-infrastruktur desa lainnya.
Pada tahun 1971, Bangladesh hanya memiliki jaringan jalan raya primer dan skunder sepanjang 4000 km. Tetapi pada tahun 2002, jaringan jalan raya di Bangladesh sudah
hampir mencapai 223.000 km, mencakup jalan-jalan besar dan kecil, serta jalan desa. Program Infrastruktur berbasis tenaga kerja ini menghasilkan infrastruktur dengan
kualitas yang lebih baik karena diiringi dengan sistem perencanaan, monitoring dan pemeliharaan yang memadai. Infrastruktur yang dihasilkan juga dapat bertahan lama
dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Di samping itu, program
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
ini juga merupakan investasi yang efektif dalam hal pembiayaan, antara lain: ekonomis dalam pemanfaatan sumber-sumber yang langka, manajemen yang lebih
baik, pemanfaatan sumber daya lokal, dan penyerapan tenaga kerja dari segmen masyarakat yang paling miskin di daerah pedesaan.
Karena berbagai keunggulannya, program infrastruktur berbasis tenaga kerja ini telah bertahun-tahun menjadi program penting dalam penyediaan lapangan kerja bagi
masyarakat miskin, di samping menciptakan infrastruktur pedesaan yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Beberapa studi telah mencatat hubungan yang erat antara pengeluaran infrastruktur pedesaan atau stok infrastruktur dengan perubahan pendapatan dan
kualitas hidup di pedesaan. Diantaranya adalah studi yang dilakukan oleh Ahmed dan Hossain 1990, dengan survey yang dilakukan pada 129 desa. Hasilnya
menunjukkan bahwa desa-desa yang infrastruktur transportasinya berkembang, memperoleh keuntungan yang signifikan dibandingkan dengan desa-desa yang
infrastruktur transportasinya belum berkembang. Sementara itu, hasil penelitian yang dilakukan World Bank 2004 menunjukkan
bahwa pembangunan infrastruktur jalan telah mempengaruhi arus lalu lintas di Bangladesh. Jumlah kendaraan di desa meningkat dengan signifikan. Kondisi ini
telah menciptakan lapangan kerja di bidang jasa transportasi desa. Seiring dengan itu, investasi di bidang alat - alat transportasi desa menjadi hal yang menarik. Sejalan
dengan perkembangan kondisi jalanan desa menjadi jalan beraspal, jenis transportasi juga berkembang menjadi jenis transportasi mekanik. Pada Tabel 2-1 dapat dilihat
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
rata-rata jumlah jenis kendraan sebelum dan sesudah pengembangan jalan dari jalan tanah menjadi jalan beraspal dengan sampel pada 12 proyek jalan di Bangladesh
Tabel 2-1 : Perkembangan Lalu Lintas di Bangladesh Annual averange daily traffic on FRB road
Type of Vihicle Before
Development Earth Road
After Development Paved Road
Change
A.Motorized -Auto Rickshow
-Jeep -Motorcycle
-Pickup-Van -Bus
-Truck 4
2 32
2 14
9 3
84 5
15 18
125 50
163 150
… 73
B.Non-Motorized -Bicycle
-Bullacksaw -Rickshaw
-Rickshaw-Van 404
92 48
124 1046
33 226
314 159
-64 362
176 C.On-Foot
-Pedestrian with Head-load
-Pedestrian Without head-load
410 736
582 1530
44 106
Source: World Bank 1998
Dari tabel tersebut terlihat bahwa pertumbuhan jumlah kendaraan, baik yang bermotor maupun yang tidak bermotor cukup signifikan, namun pertumbuhan yang
lebih besar terlihat pada jenis kendaraan bermotor. Pengembangan jalan ternyata juga berpengaruh pada peningkatan jumlah pejalan kaki. Dengan melihat peningkatan arus
lalu lintas akibat pembangunan infrastruktur jalan, dapat disimpulkan bahwa pembangunan infrastruktur jalan dapat meningkatkan aktivitas sosial masyarakat,
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
yang kemudian dapat meningkatkan aktivitas ekonomi, komunikasi, dan akhirnya dapat meciptakan berbagai lapangan kerja baru.
Selanjutnya bagaimana peranan infrastruktur terhadap perkembangan ekonomi di China, dapat dikemukakan sebagai berikut: Sejarah perkembangan perekonomian di
China dapat dibagi dalam dua periode besar yaitu: periode ekonomi terpusat tahun 1949 - 1978 dan periode reformasi yang berorientasi pasar mulai tahun 1978 sampai
sekarang. Sebelum periode reformasi, China masih merupakan negara miskin dengan infrastruktur yang minim. Pertumbuhan ekonomi dari tahun 1952 sampai 1977 rata-
rata 5, 43 persen per tahun. Namun sejak pemerintahan China menerapkan kebijakan pintu terbuka, perekonomian China tumbuh dengan pesat. Dari tahun 1978 sampai
tahun 1983 pertumbuhan ekonomi China mencapai rata-rata 7, 83 persen per tahun. Kemudian dari tahun 1984 sampai 1991 pertumbuhan ekonomi naik mencapai 8, 59
persen per tahun. Dan dari tahun 1992 sampai 2002, pertumbuhan ekonomi China mencapai 9, 02 persen per tahun. Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia dan
negara-negara Asia lainnya, perekonomian China tetap tumbuh pada tingkat 7 - 9 persen per tahun antara tahun 1998 sampai 2002 Fan dan Kang, 2004
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di China tidak terlepas dari peran pembangunan infrastrukturnya. Sebelum periode reformasi, infrastruktur di China
masih sangat minim. Memasuki awal periode reformasi, pemerintah mulai memperhatikan pembangunan infrastrukturnya, meskipun masih terbatas karena
kebijakan fiskal dan moneter lebih diarahkan untuk mengatasi inflasi dan pertumbuhan sektor industri. Pertumbuhan ekonomi yang tidak diikuti oleh
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
pembangunan infrastruktur yang memadai ini akhirnya menimbulkan berbagai masalah, diantaranya hambatan transportasi dan kemacetan lalu lintas yang luar biasa
Fan dan Kang, 2004 Sejak tahun 1985, pembangunan infrastruktur mulai menjadi perhatian
pemerintah China. Bahkan mulai tahun 1990, pembangunan infrastruktur menjadi prioritas nasional. Sejak itu, pembangunan infrastruktur di China meningkat pesat.
Pada akhir tahun 1995, panjang jalan raya mencapai 11, 57 x km, jalur kereta api
mencapai 6,26 x km. Dan lebih dari 100 bandara dibuka untuk lalu lintas
penerbangan sipil, sementara rute pelayanan udara mencapai 1, 13 x km. Pipa-
pipa saluran air mencapai lebih dari 43 x ton per tahun. Jumlah saluran telepon
mencapai 59, 993x saluran. Dan sembilan puluh enam persen desa memperoleh
pelayanan pos China Development Gateway, 2000.
8
10
4
10
6
10
10
10
6
10
Pada pertengahan tahun 1980-an, strategi pembangunan China diorientasikan untuk mengurangi kemiskinan. Pada saat bersamaan, pemerintah juga mendorong
program pengembangan China bagian barat yang ditujukan untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah dan meningkatkan pemerataan pembangunan. Untuk
mengimplementasikan strategi ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan pembangunan infrastruktur transportasi di pedesaan. Peningkatan investasi di bidang transportasi
dilakukan antara lain melalui program Food-for-Work dan sistem tranfer keuangan Dong Y, dan Fan Hua, 2004.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
Pada tahun 1984, pemerintah China membangun irigasi, proyek konservasi air, dan jalan raya melalui program Food-for-Work. Tetapi program ini lebih
diorientasikan untuk pembangunan transportasi, terutama jalan raya yang lebih mudah diakses oleh masyarakat pedesaan dibandingkan dengan sarana transportasi
lainnya. Seperti halnya di Bangladesh, program ini membangun infrastruktur di pedesaan dan memberikan pekerjaan jangka pendek bagi masyarakat miskin.
Pemerintah menyediakan makanan, kapas, dan produk-produk industri sebagai upah bagi pekerja-pekerja proyek.
Mulai tahun 1994, dalam rangka program pengurangan kemiskinan nasional yang menargetkan untuk mengangkat 80 juta penduduk keluar dari kemiskinan
dalam jangka waktu 7 tahun dari tahun 1994 sampai tahun 2000, pemerintah China mengeluarkan dana sekitar 0, 7 miliar yuan per tahun dari tahun 1994 sampai 2000
untuk program Food-for-Work. Program ini berhasil dijalankan di 529 kabupaten, di 21 provinsi di China.
China merupakan negara yang luas dengan keadaan geografis yang beragam. Wilayah pesisir Timur merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam dan kondisi
geografis yang lebih baik dibanding wilayah lainnya. Akibatnya, wilayah ini lebih berkembang dibandingkan wilayah lainnya. Kebijakan pemerintah China di masa lalu
yang cenderung bias perkotaan dan pesisir juga turut mempengaruhi kesenjangan perkembangan antar wilayah serta antar desa dan kota. Investasi publik yang selama
ini lebih besar di wilayah pesisir dan perkotaan telah memperparah kesenjangan pertumbuhan perekonomian di China Fan dan Kang, 2004
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
Kesenjangan perekonomian ini juga terlihat dari PDBR China, dimana PDBR tahun 2002 di China Timur dan Utara mencapai 10.000 - 12.000 yuan, dua kali lebih
besar dari PDBR di China bagian Barat Barat Daya dan Barat Laut yang hanya mencapai 5000 - 6000 yuan. Ini menunjukkan sumber perekonomian utama di
wilayah China bagian barat masih berasal dari sektor pertanian. Sementara itu, akibat dari kebijakan pemerintah yang bias perkotaan, kesenjangan pendapatan dan
produktivitas antara perkotaan dengan pedesaan terus meningkat. Pada tahun 2002, pendapatan per kapita pedesaan hanya sepertiga dari pendapatan per kapita di
perkotaan Fan dan Kang, 2004 Selain kesenjangan pertumbuhan ekonomi, penyebaran kemiskinan antar wilayah
di China juga tidak merata. Angka kemiskinan tertinggi terdapat di China bagian Barat. Pada tahun 1996, persentase penduduk miskin di China bagian Barat mencapai
masing-masing 19 persen dan 11 persen di Barat Laut dan Barat Daya. Sementara persentase kemiskinan di China bagian Timur hanya sekitar 1, 2 persen sampai 2, 6
persen Fan dan Kang, 2004. Karena kesenjangan pertumbuhan perekonomian antara desa dan kota, sebagian besar penduduk desa masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Sejak tahun 1990-an pemerintah mulai menggalakkan program pembangunan infrastruktur untuk mengurangi kemiskinan di pedesaan dan mengurangi kesenjangan
antar wilayah. Penduduk di China bagian Barat kebanyakan bekerja di sektor pertanian, sementara kondisi pertanian dan infrastruktur pertanian di wilayah ini
masih sangat buruk. Salah satu infrastruktur yang mendapat perhatian penting untuk dikembangkan adalah infrastruktur transportasi. Infrastruktur transportasi meliputi
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
jalan raya, jalur kereta api, pelabuhan, dan bandar udara. Tetapi karena jalan raya lebih mudah diakses oleh seluruh masyarakat China, maka jalan raya memegang
peranan yang lebih besar dalam pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di pedesaan. Persentase kota praja dan perkampungan yang memiliki jalan raya
pedesaan juga meningkat dari masing-masing 98 persen dan 80 persen pada tahun 1995 menjadi 99, 5, persen dan 92, 3 persen pada tahun 2001 Dong Y dan Gan Hua,
2004. Banyak penelitian dilakukan untuk melihat dampak pembangunan infrastruktur
terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di China. Di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Felloni, dkk pada tahun 2001 dengan
menggunakan data dari 83 negara dan memakai model ekonometrik yang berdasarkan pada fungsi produksi Cobb - Douglas. Hasil penelitian ini menunjukkan bukti empiris
pentingnya infrastruktur bagi pertanian, dimana produk nasional bruto dari sektor transportasi dan energi memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai agregat
produksi pertanian. Dalam penelitian ini, data dan indikator cross-country dari infrastruktur fisik juga dimasukkan untuk menganalis produktivitas lahan dan tenaga
kerja. Hasilnya menunjukkan bahwa infrastruktur jalan dan listrik berpengaruh nyata terhadap produktivitas lahan.
Dalam penelitian ini, Felloni, dkk juga mengumpulkan data cross-sectional dari provinsi-provinsi di China untuk melihat pengaruh infrastruktur terhadap produksi
pertanian dan produktivitas lahan serta tenaga kerja di China.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
Penelitian lain dilakukan oleh Fan dan Kang 2004. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur jalan berkualitas rendah banyak
terdapat di pedesaan menunjukkan rasio benefitcost empat kali lebih besar dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur jalan berkualitas tinggi terdapat di
perkotaan, dimana pembangunan jalan berkualitas tinggi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan PDBR pertanian. Sementara pembangunan
jalan berkualitas rendah atau jalan pedesaan memberikan pengaruh yang signifikan dimana setiap satu yuan yang diinvestasikan dapat menghasilkan peningkatan PDBR
pertanian sebesar 1, 57 yuan. Investasi di jalan pedesaan ini juga meningkatkan PDBR sektor non pertanian di pedesaan. Setiap satu yuan yang diinvestasikan dapat
meningkatkan lebih 5 yuan PDBR non pertanian di pedesaan. 2.4 Pembangunan Infrastruktur di Indonesia
Kebijakan pembangunan infrastruktur di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda, khususnya pada bidang pengairan dengan diterbitkannya Algemeene
Water Reglement AWR tahun 1936 dan disusul dengan Algemeene Waterbeheer sverordening tahun 1937 dan Provinciale Water Reglement Jawa Timur dan Jawa
Barat tahun 1940. Pada periode pasca kemerdekaan, ketentuan-ketentuan perundang- undangan tersebut masih diberlakukan sesuai dengan aturan peralihan UUD 1945.
Untuk pembangunan ketenagalistrikan, setelah kemerdekaan dibentuk Djawatan Listrik dan Gas pada tanggal 27 Oktober 1945. Pembangunan ketenagalistrikan mulai
berkembang sejak dasawarsa 1950 - an, yaitu ketika pusat-pusat pembangkit listrik
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
pemerintah dan swasta pada masa penjajahan dinasionalisasikan dan dikuasai oleh negara. Pembangunan tenaga listrik semakin berkembang sejak dibentuknya Badan
Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara BPU-PLN, yang merupakan cikal bakal lahirnya PT.PLN berdasarkan UU No.19 Prp1960 tanggal 30 April 1960 Jo PP
No.671961 tanggal 29 Maret 1961 yang mencakup hampir seluruh usaha ketenagalistrikan nasional Depnakertrans, 2002
Pembangunan menyeluruh pada bidang infrastruktur selanjutnya dimulai dengan disusunnya Rencana Pembangunan Lima Tahun I Repelita I periode tahun 196869-
197374, meliputi: pengairan, transportasi, dan listrik. Pembangunan perumahan, khususnya untuk masyarakat berpendapatan menengah ke bawah, yang dipelopori
oleh Perumnas yang baru dimulai pada pertengahan tahun 1970-an. Pada awal Repelita, pembangunan infrastruktur berjalan cukup baik. Pembangunan pengairan
berhasil mendorong peningkatan produksi pangan hingga mencapai swasembada pangan pada pertengahan tahun 1980-an. Pembangunan transportasi berhasil
meningkatkan akses ke berbagai daerah, terutama yang tadinya terisolir, hingga dapat mendorong kegiatan ekonomi masyarakat. Distribusi barang juga mengalami
perbaikan seperti tercermin pada relatif terkendalinya laju inflasi. Sejalan dengan makin bertambahnya jumlah penduduk, pembangunan fasilitas air minum dan
penyehatan lingkungan juga terus ditingkatkan, terutama sejak pelaksanaan Repelita III 197879-198384. Namun demikian, pembangunannya belum dapat
mengimbangi laju pertambahan penduduk sehingga hanya mampu melayani sekitar 55 persen masyarakat Depnakertrans, 2002
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
Pembangunan infrastrukur memburuk sejak terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Kebutuhan pembangunan infrastruktur yang terus meningkat
sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk tidak dapat diimbangi oleh kemampuan penyediaannya. Kondisi infrastruktur yang ada tidak dapat dipelihara
dengan baik sehingga banyak terjadi kerusakan. Tingkat kerusakan jaringan pengairan dan transportasi cukup parah. Penyediaan perumahan serta air minum dan
penyehatan lingkungan menjadi terhambat. Ketersediaan tenaga listrik menjadi mengkhawatirkan, dimana hal tersebut mengganggu daya dukung pembangunan
sosial ekonomi. Sejalan dengan mulai pulihnya perekonomian nasional, pembangunan
infrastruktur mulai dapat dilakukan lagi meskipun masih berjalan lambat. Salah satu hambatannya adalah masalah keterbatasan pendanaan. Sampai saat ini, sebagian besar
anggaran pemerintah masih dialokasikan untuk pembayaran utang. Akibatnya, kemampuan fiskal pemerintah menjadi terbatas, termasuk dalam pendanaan
infrastruktur. Lambatnya pembangunan infrastruktur ini tentu akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan sektor riil.
Selain masalah lambatnya pembangunan infrastruktur, persoalan lain yang dihadapi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah masalah kesenjangan
pembangunan infrastruktur antar desa-kota dan antar wilayah. Kesenjangan pembangunan ini merupakan akibat dari kebijakan pemerintahan di masa lalu yang
cenderung bias perkotaan dan bias kawasan barat Indonesia. Minimnya ketersediaan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara.
USU e-Repository © 2008.
infrastruktur yang memadai di pedesaan dan kawasan timur Indonesia, baik secara kualitas maupun kuantitas, telah mengakibatkan ketertinggalan pembangunan di
wilayah tersebut. Terbatasnya akses infrastruktur di pedesaan, seperti infrastruktur irigasi sumber
air, jalan, pasar, sekolah, dan fasilitas publik lainnya telah mengakibatkan penurunan produktivitas masyarakat desa, yang aktivitasnya kebanyakan di sektor pertanian.
Penurunan produktivitas ini pun akhirnya menghambat pembangunan pertanian dan pedesaan. Pada akhirnya, masalah kemiskinan pun tidak teratasi, karena itu sebagian
besar insiden kemiskinan terjadi di pedesaan.
2.5 Infrastruktur Sebagai Daya Tarik Investor