Rambu-rambu Tingkah Laku Berbahasa yang Berterima di Rapat Dewan Perwakilan Rakyat

kaitannya dengan fungsi kemitraan yang bersifat kolaboratif dan fungsi pengawasan yang mempersyaratkan distansikompetisi, kesantunan linguistik di rapat DPR dinilai dilakukan sebagai upaya menyeimbangkan keduanya sehingga ujaran di rapat DPR tidak mengisyaratkan kecenderungan yang berat sebelah kepada salah satu dari dua faktor dimaksud yakni tidak condong kepada faktor kolaboratif saja atau kepada faktor distantifkompetitif saja.

2.5 Rambu-rambu Tingkah Laku Berbahasa yang Berterima di Rapat Dewan Perwakilan Rakyat

Sebagaimana diungkap terdahulu, interpretasi kesantunan linguistik di dalam kelompok sosial tertentu hanya dapat dilakukan manakala kajian terhadap hal-hal yang berterima dan bersifat lazim di dalam kelompok sosial terebut telah dilakukan terlebih dahulu. Merujuk kepada Watts hal-hal yang bersifat lazim dimaksud disebut dengan “politic behavior”. “Politic behavior” adalah tingkah laku yang dinilai memenuhi kriteria kelaziman dan berterima di dalam sebuah kelompok sosial atau yang di dalam disertasi ini disebut dengan perilaku normatif. Berdasarkan kajian atas Tata Tertib DPRD yang mengatur hubungan eksternal anggota DPR dengan eksekutif ditambah dengan hasil interview yang dilakukan pada beberapa anggota DPR dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: Pertama, salah satu elemen penting dan utama dalam tuturan yang lazim dan berterima di dalam rapat DPR dengan eksekutif adalah sikap kritis yang bersifat adil, profesional, dan proporsional. Ciri-ciri tindak tutur yang bersifat kritis adalah berbahasa lugas dan langsung kepada pokoksubstansi persoalan. Hal ini menjadi ciri pertama dari tuturan yang lazim dan berterima di dalam rapat DPR. Kedua, ciri-ciri tuturan yang bersifat adil, profesional, dan proporsional adalah tuturan yang didukung argumentasi dan data-data yang relevan. Hal ini menjadi ciri kedua dari tuturan yang lazim dan berterima di dalam rapat DPR. Ketiga, hal yang paling mendasar dari larangan untuk menggunakan jabatan sebagai anggota DPR untuk mencapai kepentingan-kepentingan yang bersifat pribadi bermakna bahwa anggota DPR tetap konsisten dalam menjalankan fungsi pengawasan yang diembannya. Berdasarkan hasil interview dengan anggota DPR diperoleh masukan bahwa anggota DPR yang secara terang-terangan memuji pribadi, bukan kinerja organisasi, sering dinilai memiliki maksud-maksud tersembunyi untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, hal ketiga yang menjadi ciri tuturan yang lazim dan berterima di dalam rapat DPR adalah tidak memberikan pujian yang bersifat pribadi. Namun sebaliknya, sikap profesionalitas anggota DPR dipelihara dengan tidak mengaitkan perdebatan dengan hal-hal yang bersifat pribadi pula. Dengan kata lain, kelemahan organisasi eksekutif tidak dipandang sebagai kelemahan pribadi tetapi kelemahan lembaga. Dengan demikian, fokus pembahasan tetap kepada lembaga bukan pribadi. Oleh karena itu, aturan lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang berterima di rapat DPR adalah tidak mengkritik atau menyerang pribadi. Ciri ini merupakan ciri keempat dari tuturan yang lazim dan berterima di dalam rapat DPR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sedikitnya ada empat ciri utama yang menjadi struktur komunikasi tuturan yang lazim dan berterima di dalam rapat DPR yakni: a tuturan yang bersifat lugas dan langsung kepada pokoksubstansi persoalan; b tuturan yang didukung argumentasi dan data-data yang relevan; c tuturan yang tidak memuji pribadi; dan d tuturan yang tidak menyerang atau menyinggung pribadi. Selanjutnya struktur komunikasi yang lazim dan berterima di dalam rapat DPR dapat digambarkan dalam diagram 2.3: P a g a r p e n g a w a sa n : T id a k m e n y e ra n g ib d i Didukung argumentasi dan data Meminta penjelasan Memberikan pendapat Berbicara lugas dan langsung kepada pokok substansi persoalan F u n g si D P R D Fokus Kebijakan P a g a r k e m itr a a n : T id a k m e m u ji p rib a d i Diagram 2.3 Struktur Komunikasi yang Berterima di Rapat DPR Ketidak - santunan Kesantuna n linguistik Standar Komunikasi yang berterima di dalam Sidang DPRD Dari diagram 2.3 terlihat bahwa keempat pilar yang membentuk struktur komunikasi pada rapat DPR sekaligus membentuk empat pilar yang memagari hal-hal yang lazim dan berterima di dalam rapat DPR yakni tuturan yang: a bersifat lugas dan langsung kepada pokoksubstansi persoalan; b didukung argumentasi dan data- data yang relevan; c tidak memuji pribadi; dan d tidak menyerang atau menyinggung pribadi. Dengan menggunakan Watts sebagai landasan teoritis, penelitian ini menggunakan konsep “perilaku normatif” untuk “politic behavior” dan “perilaku santun” untuk “polite behavior”. Apabila tuturan anggota DPR berada di dalam kawasan keempat pilar di atas, tuturan tersebut dinilai sebagai tuturan perilaku normatif yakni yang bersifat lazim dan berterima di dalam rapat DPR atau yang mengikat secara sosial di dalam konteks rapat DPR. Selanjutnya apabila tuturan anggota DPR tidak memenuhi kriteria kelaziman di atas atau kurang dari kriteria kelaziman tersebut, maka tuturan tersebut bermakna ketidaksantunan. Sebaliknya apabila tuturan anggota DPR melebihi kriteria kelaziman yang ditandai dengan adanya upaya strategis individu untuk memberdayakan sumber daya linguistik tertentu dengan tujuan mempertimbangkan orang lain maka tuturan dimaksud merupakan ungkapan kesantunan linguistik atau perilaku santun. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap rapat-rapat DPR, rambu- rambu tingkah laku berbahasa yang berterima di dalam rapat DPR dapat juga dicermati dari isyarat-isyarat yang dikirimkan melalui ujaran-ujaran yang digunakan pimpinan sidang. Di dalam pembukaan rapat misalnya, pimpinan sidang mengisyaratkan rambu-rambu tersebut baik kepada eksekutif yang diundang maupun kepada anggota DPR. Kembali kepada diagram 2.3 di atas, dalam kaitannya dengan disertasi ini fokus kajian ditujukan khusus kepada pilar pertama yakni berbicara lugas dan langsung kepada pokoksubstansi persoalan karena hal ini dipandang langsung berkaitan dengan kajian kesantunan linguistik. Pada kajian mengenai perilaku normatif akan ditemukan bagaimana realisasi linguistik dari berbicara lugas dan langsung ini. Pada tataran perilaku santun juga akan ditemukan bagaimana upaya lebih yang dilakukan sebagai hal yang bersifat surplus terhadap berbicara lugas dan langsung kepada pokoksubstansi persoalan ini. Secara umum, struktur komunikasi yang lazim pada rapat DPR dapat diterangkan sebagai berikut: 1 Tindak tutur meminta penjelasan dan memberi pendapat bukan merupakan sesuatu yang mengancam muka namun sebaliknya merupakan sebuah hal yang lazim karena merupakan bagian dari fungsi rapat DPR, yakni fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. 2 Tindak tutur meminta penjelasan dan memberikan pendapat hanya difokuskan kepada kebijakan yang diambil yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak memperhatikan kepentingan rakyat. Dengan demikian kedua tindak tutur tidak difokuskan kepada hal-hal yang bersifat pribadi baik yang bersifat menyerang maupun sebaliknya memuji. 3 Bahasa yang digunakan bersifat lugas dan langsung kepada pokoksubstansi persoalan serta harus didukung data dan argumentasi. 4 Berkaitan dengan hal tersebut di atas, struktur linguistik yang digunakan bersifat ritual dan formulaik, yang antara lain ditandai dengan: a menggunakan modus interogatif dan imperatif dalam tindak tutur meminta penjelasan; b menggunakan modus deklaratif dalam memberikan pendapat; c menggunakan pronomina ‘saya’ untuk mengungkapkan pribadi penutur dan ‘saudara’ bagi petutur; d menggunakan pemarkah kesantunan linguistik lain yang lazim dalam rapat formal. Selanjutnya, struktur linguistik yang dinilai melebihi komunikasi yang lazim di dalam rapat DPR dan bertujuan untuk mempertimbangkan orang lain dan dilakukan dengan cara memperlunak dampak perlokusi ujaran disebut sebagai kesantunan linguistik di rapat DPR. Hal ini antara lain dikenali dari penggunaan strategi komunikasi yang bersifat non-ritual dan semi-formulaik. Sejumlah kemungkinan strategi yang digunakan adalah: a menggunakan modus deklaratif dalam tindak tutur meminta penjelasan; b menggunakan modus interogatif dan imperatif dalam memberikan pendapat; c menggunakan pronomina ‘kita’ untuk merujuk petutur; d menggunakan penanda kesantunan linguistik lain yang bersifat strategis dan individual. Dari diagram 2.3 dan penjelasan di atas telah tergambar, sebagaimana dinyatakan Mills 123 , bahwa kesantunan linguistik sangat erat dengan masyarakat praktisi tertentu yang kemungkinan besar berbeda dengan kesantunan linguistik yang digunakan di dalam masyarakat praktisi lainnya. Demikian juga pernyataan Watts bahwa kajian kesantunan linguistik pada sebuah kelompok sosial pengguna bahasa hanya dapat dilakukan manakala standar yang lazim di dalam komunitas tersebut telah lebih dahulu dirumuskan, telah tergambar pada diagram 2.3 di atas.

2.6 Kesantunan linguistik dalam Tindak Tutur Meminta Penjelasan Penelitian Terdahulu

Dokumen yang terkait

Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa lahan (studi kasus: sengketa lahan antara PT sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun)

1 100 105

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Simalungun Periode 2009-2014)

0 56 76

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

3 64 152

Persepsi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan Tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan Tahun 2013

5 57 111

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi Terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Simalungun Periode 2009-2014)

0 22 77

Hubungan Wakil dengan yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Periode 1999-2004 dengan Periode 2004-2009)

1 45 101

Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Korelasinya Dengan Pelaksanaan Teori Kedaulatan Rakyat.

8 114 110

Minat Menonton anggota Dewan Perwakilan Daerah Tapanuli Selatan terhadap Berita Politik Di Metro TV ( Studi Korelasi Tentang Tayangan Berita Politik Dan Minat Menonton Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tapanuli Selatan Terhadap Metro TV )

1 39 143

Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009

0 44 152

SITUASI BERBAHASA KOMPETITIF DALAM RANAH RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PROPINSI SUMATERA UTARA.

0 1 8