dengan menjaga hubungan tidak simetris tetap terjaga tidak simetris. Sebagai contoh adalah hubungan atasan bawahan yang tetap dijaga oleh bawahan sebagai tidak
simetris untuk mencapai kesantunan linguistik selama proses berkomunikasi. Namun adakalanya kesantunan linguistik dicapai dengan mengubah hubungan tidak simetris
menjadi simetris. Contohnya adalah seorang atasan yang ingin menciptakan keakraban dengan bawahan. Kedua-duanya dapat dilakukan untuk mencapai kesantunan
linguistik. Hal itu dilakukan antara lain dengan menggunakan pronomina dalam bentuk jamak atau pronomina orang ketiga, penggunaan ‘inclusive we’ dan ‘exclusive
we’, dll
167
.
2.9 Ujaran yang Bersifat Semi-Formulaik
Indikator lain yang dapat digunakan untuk menilai sebuah ujaran sebagai ujaran yang terbuka terhadap interpretasi kesantunan linguistik adalah ujaran yang
bersifat semi- fromulaik. Di dalam Bahasa Inggeris menurut Watts
168
ujaran ’please’ dapat bersifat formulaik dapat juga bersifat semi-formulaik. Jawaban ’Yes, please’
untuk tawaran ’Would you like some more cofee? merupakan ujaran yang bersifat formulaik. Dikatakan demikian karena ujaran tersebut sudah bersifat keharusan dan
ritual dalam percakapan yang berterima secara sosial. Berbeda halnya dengan sisipan ’please’ pada ujaran ’Could I please have
another piece of cake’ atau ’May I please get down from the table’ bersifat semi
167
P. Mühlhäusler, Harré, R. op. cit, p. 19
168
Richard J. Watts , op. cit, p. 186.
formulaik karena merupakan pilihan penutur sendiri. Dikatakan demikian karena mengatakan ’Could I have another piece of cake’ atau ’May I get down from the
table’ merupakan ujaran yang berterima dan bersifat formulaik untuk meminta. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa sebuah ujaran juga dapat
diinterpretasi terbuka terhadap kesantunan linguistik manakala ujaran tersebut bersifat semi-formulaik yang ditandai dengan upaya individu untuk lebih memperlunak
dampak perlokusi ujaran pada petutur.
2.10 Kerangka Konseptual
Sebagaimana telah digambarkan di atas, motivasi kesantunan linguistik sangat bergantung kepada masyarakat praktisi tertentu. Rapat DPRD adalah sebuah
masyarakat praktisi yang mengakomodasi bahkan menjunjung tinggi perbedaan pendapat. Dengan demikian motivasi kesantunan linguistik di rapat DPR adalah untuk
menyeimbangkan faktor kolaboratif kemitraan dan faktor kompetitif pengawasan melalui pemberdayaan sumber daya linguistik.
Fungsi kesantunan linguistik individu di rapat DPR adalah merealisasi pilihan- pilihan santun yang bersifat strategis, sedangkan fungsi kesantunan linguistik sosial
adalah sebagai norma kesantunan linguistik yang bersifat kolektif dan lazim. Sebagai sebuah lembaga formal dengan agenda rapat yang bersifat formal pula, norma-norma
sosial yang bersifat kolektif menjadi faktor-faktor sosial yang diperhitungkan di rapat DPR. Faktor-faktor sosial lain seperti etnis, usia, jenis kelamin melebur ke dalam
faktor-faktor sosial yang bersifat kolektif. Norma-norma sosial dimaksud adalah
menggunakan bahasa nasional Bahasa Indonesia dari etnis manapun individu berasal dan setiap anggota terikat kepada tindak tutur yang bersifat formal di rapat DPR
seperti tindak tutur meminta penjelasan dan memberikan pendapat dan tidak memasukkan tindak tutur yang bersifat informal keakraban
Kajian kesantunan linguistik di rapat DPR merupakan kajian pragmatik, dengan demikian melibatkan aspek referensi dan ilokusi. Pada aspek referensi,
kesantunan linguistik dikaji dari penggunaan sumber daya linguistik. Pada aspek ilokusi, kesantunan linguistik dikaji berdasarkan interpretasi makna apakah sebuah
ujaran santun yang memuat sumber daya linguistik tertentu merupakan perilaku normatif atau perilaku santun. Karena kesantunan linguistik adalah ungkapan-
ungkapan linguistik yang memiliki makna prosedural bukan makna proposisional, maka ujaran-ujaran yang bersifat formulaik dan ritual menjadi perilaku normatif
sedangkan ujaran-ujaran yang bersifat non-ritual dan semi-formulaik menjadi perilaku santun.
Di dalam disertasi ini, kajian kesantunan linguistik difokuskan kepada dua jenis tindak tutur yakni tindak tutur meminta penjelasan dan tindak tutur memberikan
pendapat. Kesantunan linguistik di rapat DPR diidentifikasi dari taksonomi struktur kesantunan linguistik House dan Kasper yang terdapat di dalam Watts 2003 yang
telah disesuaikan dengan data yang ada. Berdasarkan pengamatan awal pada data ujaran, unsur-unsur linguistik yang dinilai dominan digunakan di rapat DPR untuk
tujuan kesantunan linguistik mencakup sebagai berikut: 1 modus;
2 pronomina; 3 pemarkah kesantunan linguistik sapaan, ’mohon’, ’tolong’;
4 pagar hedges, misal ’mungkin’ 5 perujuk diri committers, misal ’menurut saya’
6 penurun downtoner, misal ’kurang’, ’belum’
Berhubung karena jenis komunikasi yang lazim dan berterima di dalam rapat DPR adalah berbicara lugas dan langsung kepada pokoksubstansi persoalan, maka
kesantunan linguistik di dalam rapat DPR seyogyanya memuat ujaran-ujaran tidak langsung yang berupaya memperlunak dampak perlokusi pada ujaran. Sebagai ilustrasi
awal, seyogyanya modus yang digunakan dalam meminta penjelasan adalah modus interogatif yakni langsung menanyakan informasi yang dibutuhkan atau modus
imperatif yakni dengan menggunakan ungkapan ’minta dijelaskan ...’, ’mohon ... jelaskan’ atau ’tolong jelaskan ...’ yang bersifat formulaik. Kesantunan linguistik yang
mungkin terjadi adalah ketika anggota DPR menggunakan ungkapan yang bersifat tidak langsung yakni dengan menggunakan modus deklaratif dengan cara
mendeklarasikan dirinya tidak tahu tentang informasi yang dia butuhkan. Dengan demikian kesantunan linguistik di rapat DPR akan dikenali dari ketidaklangsungan
ujaran. Kesantunan linguistik di rapat DPR juga diidentifikasi melalui penggunaan
ujaran yang bersifat semi-formulaik. Kategori ini memuat pilihan strategis anggota
DPR untuk mengupayakan kesantunan linguistik yang melebihi ujaran yang bersifat formulaik.
Kesantunan linguistik di dalam rapat DPR juga diidentifikasi dari ujaran-ujaran yang telah mengalami pragmatikalisasi. Sebagai contoh, kata ’mungkin’ pada ujaran
’mungkin data ini salah’ bermakna proposisional. Tetapi ujaran ’mungkin perlu dijelaskan dulu kepada kita darimana persentasinya ini...’ jelas memiliki makna
prosedural. Dikatakan demikian karena kata ’mungkin’ pada ujaran yang kedua jelas tidak berkaitan sama sekali dengan makna ’tidak pasti’ tetapi merupakan pilihan
strategis anggota DPR untuk bersikap santun dalam meminta penjelasan.
2.11 Ringkasan