Batasan dan Keterbatasan Penelitian

1.5 Batasan dan Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini bersifat empirik dibanding teoritik. Keterbatasan yang pertama adalah bahwa penelitian ini hanya mengambil data realisasi kesantunan di dalam rapat DPRD dalam pelaksanaan fungsi DPR dalam menentukan anggaran dan melaksanakan pengawasan. Peneliti tidak mengambil data dari pelaksanaan fungsi yang ketiga yakni fungsi legislasi karena keterbatasan waktu. Data ujaran yang diambil hanya data ujaran berupa tanggapan yang dikemukakan anggota DPRD setelah mendengarkan sajian eksekutif dan pihak-pihak yang diundang. Tanggapan eksekutif dan pihak-pihak yang diundang di dalam rapat tidak turut dikaji karena keterbatasan dalam hal mentranskripsi dan menganalisis ujaran. Alasan lainnya adalah struktur sidang pada rapat DPRD mengatur interaksi komunikasi antara anggota DPRD dan eksekutif sedemikian rupa sehingga hampir tidak ada kesempatan bagi kedua belah pihak untuk memberikan respon secara langsung sebagaimana halnya percakapan non-formal. Dengan adanya jeda yang kadang-kadang lumayan panjang antara pernyataan seorang eksekutif dengan respon yang diberikan anggota DPRD pada pernyataan dimaksud, atau sebaliknya, ditambah lagi dengan respon dimaksud sering sekali ditujukan kepada lembaga bukan kepada individu eksekutif tertentu, secara teknis hal ini mempersulit pencocokan satu tanggapan ke satu pernyataan. Dari seluruh tindak tutur yang mungkin terjadi di rapat DPRD, hanya dipilih dua tindak tutur saja yakni tindak tutur meminta penjelasan dan tindak tutur memberikan pendapat. Alasannya adalah karena berdasarkan observasi yang dilakukan, dua tindak tutur ini lah yang terlihat paling dominan di rapat DPRD. Tidak semua data ujaran terekam secara sempurna karena alasan-alasan yang bersifat teknis seperti ketika berbicara anggota DPRD kadang-kadang tidak terlalu dekat dengan pengeras suara. Oleh karena itu, sebagian ujaran tidak dapat didengar dengan jelas sehingga tidak dapat ditranskripsi secara sempurna. Hal ini merupakan keterbatasan lain dalam penelitian ini. Tidak dilakukan penghitungan atas frekuensi kemunculan tiap-tiap strategi kesantunan linguistik. Alasannya adalah karena penggunaan satu strategi cenderung ditentukan oleh konteks sehingga penghitungan frekuensi penggunaan dipandang kurang relevan. Hal ini sejalan dengan Sinar 43 yang menyatakan bahwa penggunaan bahasa adalah kontekstual khususnya dalam arti bahwa secara kontekstual bahasa terikat kepada konteks. Demikian juga Reiter 44 menyatakan bahwa kesantunan bukan merupakan sebuah karakteristik yang melekat kepada sebuah tindakan tetapi dibentuk oleh hubungan interaksi yang didasarkan kepada norma yang diyakini bersama, dibangun, dan diproduksi ulang oleh sekelompok orang di dalam sebuah kelompok sosial. Konteks yang dimaksudkan di dalam hal ini adalah konteks perilaku normatif 43 Tengku Silvana Sinar, Teori Analisis Wacana Pendekatan Sistemik-Fungsional Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008. 44 Rosina Márquez Reiter, op. cit, p.3 di rapat DPRD sebab di atas tataran perilaku normatif ini lah perilaku santun dipraktekkan. Hal yang juga termasuk dalam keterbatasan penelitian ini adalah bahwa kajian kesantunan dalam ranah rapat DPRD tidak dikaitkan dengan faktor-faktor yang bersifat sosiologis seperti agama, jenis kelamin, etnis, ideologi partai, dll. Hal ini tidak dimaksudkan untuk menafikan agama Bertrand 45 , dan Balda 46 dan nasionalisme Anderson 47 , 1983 sebagai penanda identitas kelompok termasuk identitas partai- partai politik di Indonesia yang sangat kuat dan peka. Beberapa penelitian mengenai kesantunan mengaitkan faktor-faktor di atas ke dalam kajian mereka sebagai unsur- unsur pada konteks sosial yang memberi pengaruh terhadap strategi kesantunan yang digunakan. Di dalam penelitian ini yang disebut dengan konteks sosial bukan latar belakang sosial yang mencakup latar belakang etnis, usia, jenis kelamin, pendidikan dan lain-lain tetapi adalah konteks perilaku normatif di rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dikatakan demikian karena dalam konteks rapat DPRD, faktor-faktor yang bersifat sosiologis di atas telah melebur ke dalam formalitas sebuah rapat resmi yang memiliki ciri kedudukan kemitraan dan fungsi pengawasan. Faktor-faktor seperti usia, etnis, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan lain-lain dinilai telah melebur 45 Jacques Bertrand, “Language Policy and the Promotion of National identity in Indonesia.” Fighting Words Language Policy and Ethnic Relation in Asia. Michael Brown and Sumit Ganguly ed. London: The MIT Press, . 2003, p. 3. 46 Syamsul Balda, dkk. Politik Da’wah Partai Keadilan Jakarta: DPP Partai Keadilan, 2000. 47 Benedict Anderson, Imagined communities London: Verso, . 1983. membentuk konteks sosial baru yakni perilaku lazim yang berterima atau yang disebut dengan perilaku normatif di rapat DPRD. Ketidaksantunan tidak dikaji di dalam penelitian ini karena memiliki arah penelitian yang tidak sama dengan kajian kesantunan. Secara teoritis, menurut Mills 48 ketidaksantunan terdiri dari 2 yakni: a mock impoliteness yang bermakna secara linguistik tidak santun namun bertujuan untuk menciptakan keakraban; b pushy impoliteness, yakni secara linguistik santun namun sebetulnya tidak jujur sehingga tidak santun; Selain itu Sibarani 49 memperkenalkan taboo impoliteness, yakni yang secara linguistik tidak santun yang ditandai dengan penggunaan kata-kata yang tabu, tidak disukai, dan tidak dianjurkan dan tujuannya memang untuk menunjukkan pertentangan. Keterbatasan lain adalah kesantunan linguistik yang ditemukan dalam masyarakat praktisi rapat DPRD tidak dilanjutkan dengan penelitian yang sama di dalam masyarakat praktisi yang lain sebagai perbandingan juga karena keterbatasan waktu dan tenaga. Harapannya peneliti-peneliti berikutnya dapat melanjutkan kajian terhadap kesantunan linguistik yang dimiliki masyarakat praktisi lainnya sebagai bandingan. 48 Sara Mills, op. cit, p. 3 49 Rober Sibarani, op. cit. p. 193

1.6 Klarifikasi Istilah

Dokumen yang terkait

Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa lahan (studi kasus: sengketa lahan antara PT sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun)

1 100 105

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Simalungun Periode 2009-2014)

0 56 76

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

3 64 152

Persepsi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan Tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan Tahun 2013

5 57 111

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi Terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Simalungun Periode 2009-2014)

0 22 77

Hubungan Wakil dengan yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Periode 1999-2004 dengan Periode 2004-2009)

1 45 101

Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Korelasinya Dengan Pelaksanaan Teori Kedaulatan Rakyat.

8 114 110

Minat Menonton anggota Dewan Perwakilan Daerah Tapanuli Selatan terhadap Berita Politik Di Metro TV ( Studi Korelasi Tentang Tayangan Berita Politik Dan Minat Menonton Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tapanuli Selatan Terhadap Metro TV )

1 39 143

Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009

0 44 152

SITUASI BERBAHASA KOMPETITIF DALAM RANAH RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PROPINSI SUMATERA UTARA.

0 1 8