Kesantunan linguistik dalam Tindak Tutur Meminta Penjelasan Penelitian Terdahulu

d menggunakan penanda kesantunan linguistik lain yang bersifat strategis dan individual. Dari diagram 2.3 dan penjelasan di atas telah tergambar, sebagaimana dinyatakan Mills 123 , bahwa kesantunan linguistik sangat erat dengan masyarakat praktisi tertentu yang kemungkinan besar berbeda dengan kesantunan linguistik yang digunakan di dalam masyarakat praktisi lainnya. Demikian juga pernyataan Watts bahwa kajian kesantunan linguistik pada sebuah kelompok sosial pengguna bahasa hanya dapat dilakukan manakala standar yang lazim di dalam komunitas tersebut telah lebih dahulu dirumuskan, telah tergambar pada diagram 2.3 di atas.

2.6 Kesantunan linguistik dalam Tindak Tutur Meminta Penjelasan Penelitian Terdahulu

Tindak tutur meminta adalah tindak tutur yang mengawali tindakan yang dinginkan dilakukan oleh petutur. Bowed dan Martin 124 2007: 16 misalnya, mendefinisikan tindak tutur meminta sebagai sebuah isi proposisi yang bertujuan untuk meminta petutur melakukan sesuatu the propositional content in which the uttering of a request aims to bring about a future act of the hearer. Selanjutnya, Bach dan Harris di dalam Reiter 2000: 35 membagi tindak tutur meminta request dalam beberapa sub kategori yakni meminta aksi request for 123 Sara Mills, op. cit. p. 9. 124 H. J.,Bowe Martin, K. Communication across cultures : Mutual understanding in a global world. Cambridge ; New York: Cambridge University Press, 2007,p. 16. action, meminta informasi request for information, meminta perhatian request for attention, dan meminta simpati request for symphathy. Keempatnya memiliki kesamaan yakni meminta seseorang untuk melakukan sesuatu. Tindak tutur meminta terdiri setidaknya dari dua unsur. Dalam definisi Searle dalam Kallia 125 yang menyatakan tindak tutur meminta sebagai the conditions that the predicated act is to be performed by the hearer propositional content condition and that the speaker wants the hearer to perform the act sincerity condition secara eksplisit dinyatakan bahwa tindak tutur meminta terdiri dari dua unsur yakni isi proposisi yaitu tindakan yang diinginkan dan tujuan proposisi yakni keinginan agar tindakan tersebut dilakukan. Hal yang sama diungkap dalam Reiter 126 yang menyatakan bahwa tindak tutur meminta terdiri dari head act atau core request yakni klausa utama yang berisi permintaanpermohonan dimaksud dan peripheral elements. Secara lebih jelas, kedua elemen berikut contoh ujarannya digambarkan dalam diagram berikut: Request Tindak tutur memintamemohon 125 A. Kallia, Directness as a source of misunderstanding: The case of requests and suggestions. In R. T. Lakoff, S. Ide Eds., Broadening the horizon of linguistic politeness pp. 235-244. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company, 2005 p. 235. 126 Rosina Márquez Reiter, op. cit, p. 36 Unsur Inti Unsur Pendukung Langsung Tidak langsung konvensional Tidak langsung non-konvensional I’m thirsty Get me a glass of Would it be possible to have a glass of water, Diagram 2.4 Inti permintaan dan elemen pendukung dalam tindak tutur meminta Sejalan dengan pemikiran Reiter di atas, dalam mengekspresikan tindak tutur memintamemohon secara santun, Holtgraves 127 membagi strateginya atas dua bagian yakni: a permintaan tidak langsung yang bersifat konvensional conventional indirect request; dan b permintaan tidak langsung yang bersifat tidak konvensional non- conventional indirect request. Ciri-ciri permintaan tidak langsung yang bersifat konvensional adalah: a menyatakan atau menanyakan keadaan yang memungkinkan dilakukannya perminta; b Ujaran berisi isi proposisi permintaan; c sisipan preverbal ‘tolong’. Yang tidak memenuhi ketiga ciri ini disebut dengan permintaan tidak langsung yang bersifat tidak konvensional non-conventional indirect request. Salah satu 127 T. Holtgraves, op. cit. p. 32. contohnya adalah pernyataan negatif mengenai situasi negative state remark seperti “panas sekali di sini”. Beda antara tindak tutur meminta yang bersifat konvensional dan yang tidak konvensional menurut Holtgraves adalah pada tindak tutur meminta yang tidak konvensional terdapat ciri-ciri: a tidak ada proposisi mengenai tindakan yang diminta; b tidak ada sisipan kata ‘tolong’; dan c tidak menanyakan apakah tindakan mungkin dilakukan. Sebagai konsekuensinya, permintaan yang bersifat tidak konvensional memerlukan inferensi petutur. Dalam kaitannya dengan kesantunan linguistik, tindak tutur meminta yang bersifat tidak konvensional terdiri dari ujaran-ujaran yang bersifat semi formulaik yang membuatnya terbuka kepada interpretasi kesantunan linguistik. Dengan demikian, inferensi menjadi salah satu alat yang digunakan untuk menginterpretasi kesantunan linguistik dimaksud. Hal ini sejalan dengan pendapat Garnham 128 yang menyatakan bahwa inferensi berfungsi untuk berbagai hal antara lain: a mengidentifikasi kata yang diujarkan secara tidak jelas unclearly pronounced word; b mengatasi ambiguitas yang ditimbulkan sebuah kata to resolve a lexical ambiguity; c menentukan rujukan pronomina yang digunakan to determine the referent of a pronoun, dan d memperkirakan maksud yang diinginkan dari makna literal to compute an intended message from a literal meaning. Inferensi dalam 128 A. Garnham, Inference in language understanding: What, when, why and how. In R. Dietrich, C. F. Graumann Eds., Language processing in social context North-Holland Linguistic Series 54 ed., pp. 153-172 Amsterdam: North Holland. 1989, 153. tindak tutur meminta untuk menginterpretasi kesantunan linguistik dengan demikian dapat mencakup semua aspek di atas. Salah satu strategi kesantunan linguistik yang ditempuh dalam tindak tutur meminta adalah dengan mengajukan permintaan dalam seperangkat langkah move 129 . Artinya tindak tutur meminta tidak direalisasi dalam ujaran yang lugas dan langsung tetapi melalui sejumlah tahapan. Hal yang sama juga ditemukan pada Comrie 1984. Dia menemukan bahwa dalam Bahasa Inggeris dan Rusia, tindak tutur memintamemohon secara santun direalisasikan ke dalam seperangkat langkah namun dengan struktur wacana yang berbeda. Dia menggambarkan, di dalam Bahasa Inggeris, tindak tutur meminta secara santun direalisasikan dalam tahapan dengan menanyakan a keinginan petutur melalui elemen linguistik ‘willwould’; dan b kemampuan petutur melalui elemen linguistik ‘cancould’; Di dalam Bahasa Rusia tindak tutur meminta secara santun direalisasikan dengan: a menanyakan keinginan petutur; b menanyakan kemampuan petutur; c menanyakan niat petutur dalam kalimat future tense; dan d menggunakan interogatif negatif. Kedua temuan penelitian Holtgraves dan Comrie mengimplikasikan bahwa identifikasi dan interpretasi kesantunan linguistik dapat dilakukan pada tataran wacana. Identifikasi dan interpretasi kesantunan linguistik dalam tindak tutur memohonmeminta request juga dapat dilakukan pada tataran modus. Fraser dan Nolen 130 melakukan penelitian tentang bentuk linguistik yang digunakan oleh penutur 129 T. Holtgraves, op. cit, p. 36 130 B. Fraser, Nolen William, op. cit, p. 103. bahasa Spanyol dan Inggeris dalam tindak tutur ini. Mereka menemukan bahwa: a modus kondisional dianggap lebih menunjukkan penghormatan dibanding modus indikatif; b modus interogatif dinilai lebih menunjukkan penghormatan dibanding modus imperatif, dan c modus modal positif dinilai lebih menunjukkan penghormatan dibanding modus modal negatif. Penggunaan modus interogatif dalam merelisasikan kesantunan linguistik dalam tindak tutur meminta juga ditemukan dalam Bahasa Inggeris dan Rusia Comrie, 1984. Dia menemukan bahwa dalam kedua bahasa, tindak tutur memintamemohon secara santun direalisasikan antara lain ke dalam modus interogatif. Penggunaan modus interogatif dalam merelisasikan kesantunan linguistik dalam tindak tutur meminta juga ditemukan dalam Bahasa Georgia 131 . Menurutnya ada tiga pola modus interogatif yang dapat digunakan untuk melembutkan tindak tutur meminta yakni: a kalimat tanya dasar simple yes-no question; b menanyakan keinginan atau kemampuan petutur; dan c konstruksi kalimat interogatif tertentu yang menggunakan kata tanya Q-word. Penggunanan sumber daya linguistik berupa modus sebagai ciri kesantunan linguistik juga ditemukan pada penelitian mengenai tindak tutur meminta dalam 131 B. Comrie, Russian. In W. S. Chisholm Jr. Ed., Interrogativity a colloquium on the grammar, typology and pragmatics of questions in seven diverse languages TSL Volume 4 ed., pp. 7- 46. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company, 1984, pp. 4. hubungannya dengan kesantunan linguistik yang dilakukan Blum-Kulka dkk 132 . Mereka meneliti hubungan ketidaklangsungan ujaran dengan kesantunan linguistik. Para responden yakni penutur Bahasa Inggeris dan penutur Bahasa Jahudi diminta untuk meranking seperangkat tindak tutur meminta yang diurut secara acak yang berkaitan dengan lima situasi yang berbeda dalam hal kelangsungan dan kesantunan linguistiknya. Mereka menemukan bahwa ujaran dengan modus imperatif dinilai kedua penutur bahasa berbeda sebagai yang paling langsung dan pada saat yang sama yang paling rendah kadar kesantunan linguistiknya. Demikian juga Reiter 133 mengkaji kesantunan linguistik pada tindak tutur memintamemohon request dan meminta maaf apology pada masyarakat Britain dan Uruguay. Dia menemukan dalam kedua bahasa, tindak tutur meminta direalisasi ke dalam berbagai modus yakni modus imperatif, interogatif, negatif interogatif, dan deklaratif. Holtgraves 134 menyatakan bahwa dalam tindak tutur meminta, orang yang memiliki kekuasaan lebih, memilih modus yang bersifat direktif. Ujaran bermakna ganda yang diungkapkannya pun akan lebih difahami sebagai direktif. Sebaliknya orang yang berkedudukan lebih rendah tidak mungkin mengungkapkan ujaran yang bersifat direktif. Apabila tindak tutur meminta harus dilakukan seseorang yang 132 Blum-Kulka, Soshana, Juliane House, and Gabriele Kasper ed., “Investigating cross- cultural pragmatics: an introductory overview.” Cross Cultural Pragmatics: Requests and Apologies. Volume XXXI in the series advances in Discourse Processes Roy O. Freedle, editor. New Jersey: Ablex Publishing Corporation, 198. 133 Rosina Márquez Reiter, op. cit, p.36. 134 T. Holtgraves, op. cit, p. 32 memiliki kedudukan lebih rendah kepada seseorang yang memiliki kedudukan lebih tinggi menurut penelitian Goody 135 permintaan itu dikemas dalam modus interogatif. Selanjutnya, Tsuzuki et.al 136 mengkaji bagaimana tindak tutur request direalisasi secara santun dalam pada masyarakat berbahasa Inggris dan China. Dia menemukan bahwa tindak tutur ini direalisasikan ke dalam modus imperatif dan interogatif pada kedua bahasa untuk mencapai kesantunan linguistik. Mereka juga menemukan bahwa modus imperatif lebih sesuai digunakan di dalam tindak tutur meminta bila petutur adalah teman dekat sedangkan bila petutur memiliki status lebih tinggi maka penggunaan kalimat tanya lebih sesuai. Dengan kata lain, pada mitra sejajar tindak tutur meminta direalisasi di dalam modus imperatif sedangkan bila petutur memiliki kedudukan lebih rendah modus interogatif lah yang digunakan. Dari sejumlah penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa modus merupakan sumber daya linguistik yang dapat diberdayakan untuk mengupayakan kesantunan linguistik. Identifikasi dan interpretasi kesantunan linguistik juga dapat dilakukan dalam tataran frasa dan leksikal. Reiter 137 yang meneliti kesantunan linguistik pada masyarakat Britania dan Uruguay menemukan bahwa sumber daya linguistik yang digunakan untuk mencapai kesantunan linguistik dilakukan antara lain melalui 135 Esther N. Goody, ed.. op. cit, p. 32 136 Masako Tsuzuki, et al. Selection of linguistic forms for requests and offers comparison between english and chinese. In R. T. Lakoff, S. Ide Eds., Broadening the horizon of linguistic politeness. pp. 283-300.Amsterdam: ohn Benjamins Publishing Company, 2005, p. 283-300. 137 Rosina Márquez Reiter, op. cit, p.36. modifikasi eksternal dan internal dan pada unsur-unsur pendukung peripheral elements nya. Bentuk modifikasi eksternal yang dilakukan adalah dengan memberikan alasan reasons, pengancang preparators, pelucut disarmers, penanya enquirers, dan mengarah para-komitmen getting pre-commitments 138 . Sementara itu, Reiter juga menemukan bentuk ujaran modifikasi internal yang digunakan yakni penurun downtoner, diminutif diminutive, adverbial pelunak softening adverbial, pembujuk cajoler, berpagar hedge, dan pemarkah santun polite marker. Hal ini dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut: Elemen Pendukung dalam PermintaanPermohonan Modifikasi eksternal Modifikasi Internal - reasonsgrounders -preparators -disarmers -getting pre commitments -promises of reward Menekankan peran penutur -downtoners -diminutives -softening adverbials -cajolers -hedges Menekankan peran petutur Perspektif Diagram 2.5 Elemen pendukung dalam tindak tutur memintamemohon 138 Rosina Márquez Reiter, op. cit, p. 128. Dari diagram di atas dapat terlihat bahwa kesantunan linguistik digunakan bukan hanya pada elemen inti tetapi juga pada elemen pendukung. Perspektif yang digunakan ada dua yakni perspektif petutur yang bermakna bahwa petutur lebih diutamakan dan perspektif penutur yang bermakna peran penutur lebih ditekankan. Modifikasi yang dilakukan pada elemen pendukung dikategorikan atas 2 yakni modifikasi eksternal dan modifikasi internal. Sumber daya linguistik yang digunakan pada modifikasi eksternal adalah: alasanpengancang reasons, pengancang preparators, pelucut disarmers, mengarah pra-komitmen getting pre commitments, dan menjanjikan hadiah promises of reward. Modifikasi internal dilakukan dengan memberdayakan sumberdaya linguistik seperti: penurun downtoners, diminutif diminutives, adverbial pelunak softening adverbials, pembujuk cajolers, dan berpagar hedges. Dalam modifikasi eksternal ini, dia menemukan alasan reason sebagai sumber daya linguistik tertinggi yang dilakukan kedua masyarakat Britania dan Uruguay. Dengan kata lain, kedua masyarakat sama-sama lebih banyak menggunakan alasan reason sebagai sumber daya linguistik dalam tindak tutur meminta. Dalam modifikasi internal, kedua masyarakat menggunakan strategi yang berbeda dimana masyarakat Britain cenderung menggunakan penurun downtoner sementara masyarakat Uruguay cenderung menggunakan diminutif diminutive. Peneliti lain yakni House 139 membandingkan frekuensi penggunaan kata please dan bitte sebagai pemarkah kesantunan linguistik di masing-masing Bahasa Jerman dan Inggris. Temuan penelitiannya antara lain menunjukkan bahwa hipotesa yang menyatakan wanita lebih banyak menggunakan pleasebitte tidak terbukti bagi kedua penutur bahasa sebab perbedaan frekuensi penggunaan kedua kata tersebut pada lelaki dan wanita tidak signifikan. Kedua, hipotesa yang menyatakan bahwa penutur Bahasa Jerman lebih banyak menggunakan kata bitte dibanding penutur Bahasa Inggeris menggunakan kata please juga tidak terbukti. Ketiga, hipotesa yang menyatakan bahwa penutur Bahasa Jerman yang belajar Bahasa Inggeris akan menggunakan kata please lebih sering dibanding penutur Bahasa Inggris sendiri juga ditolak. Secara implisit penelitian ini menunjukkan bahwa kesantunan linguistik dalam tindak tutur meminta antara lain direalisasi dalam tataran leksikal please dan bitte. Masih berkaitan dengan analisis kesantunan linguistik dalam tindak tutur meminta memohon dan kaitannya dengan jender, Antonopoulou 140 menemukan dua jenis strategi kesantunan linguistik yang berbeda dalam penelitiannya di sebuah toko agen surat kabar. Penjual dan pembeli yang memiliki jender yang sama cenderung mengikuti norma yang ditentukan berdasarkan jenis kelamin gender determined norm, misalnya mengucapkan seluruh ujaran dengan lengkap fully verbalised 139 Juliane House, Politeness in English and German: the Functions of Please and Bitte. Cross cultural pragmatics: Requests and apologies.” Volume XXXI in the series advances in Discourse Processes Roy O. Freedle, editor. New Jersey: Ablex Publishing Corporation, 1989, p.100. 140 Eleni Antonopoulou, “Brief service encounters: Gender and Politeness.” Linguistic Politeness Across Boundaries. The case of Greek and Turkish. Arin Bayraktaroglu and Maria Sifianou ed. Philadelphia: John Benjamins North America, 201, p. 253. seperti “Saya mencari surat khabar Wall Street Journal” untuk perempuan dan permintaan ellipsis elliptical request, misal menyebut nama surat kabar saja “Wall Street Journal” untuk laki-laki. Bila yang terlibat dalam aktifitas jual beli singkat tersebut berbeda jenis kelamin, maka penjual laki-laki akan mengikuti norma ujaran perempuan dan sebaliknya penjual perempuan akan mengikuti norma ujaran laki-laki. Dalam hal ini, persepsi bahwa pembeli adalah raja direalisasi dengan cara mengakomodasi percakapan ke arah norma pembeli.

2.7 Realisasi Kesantunan linguistik dalam Tindak Tutur Memberikan Pendapat Penelitian Terdahulu

Dokumen yang terkait

Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa lahan (studi kasus: sengketa lahan antara PT sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun)

1 100 105

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Simalungun Periode 2009-2014)

0 56 76

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

3 64 152

Persepsi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan Tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan Tahun 2013

5 57 111

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi Terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Simalungun Periode 2009-2014)

0 22 77

Hubungan Wakil dengan yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Periode 1999-2004 dengan Periode 2004-2009)

1 45 101

Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Korelasinya Dengan Pelaksanaan Teori Kedaulatan Rakyat.

8 114 110

Minat Menonton anggota Dewan Perwakilan Daerah Tapanuli Selatan terhadap Berita Politik Di Metro TV ( Studi Korelasi Tentang Tayangan Berita Politik Dan Minat Menonton Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tapanuli Selatan Terhadap Metro TV )

1 39 143

Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009

0 44 152

SITUASI BERBAHASA KOMPETITIF DALAM RANAH RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PROPINSI SUMATERA UTARA.

0 1 8