Menurut Agama Islam Tinjauan Umum Tentang Perkawinan Beda Agama Ditinjau dari Sudut

43 musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya perintah-perintah-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. ” Al Baqarah2 : 221 Mazhab Hanafi dan Syafi’i serta mazhab yang lainnya memasukan perempuan murtad kedalam golongan perempuan musyrik dan tidak ada seorang muslim yang boleh mengawininya karena dia telah meninggalkan agama Islam, kesimpulannya tidak boleh menikahi perempuan yang tidak termasuk ahli kitab, seperti watsaniyyah dan majusiyyah. Sedangkan perkawinan seorang wanita muslimah dan laki-laki kafir hukumnya haram karena dalam perkawinannya dikhawatirkan perempuan yang beriman jatuh kedalam kekafiran. As-Sayyid Sabiq menyebutkan beberapa argumen tentang diharamkannya wanita muslim menikah dengan laki-laki nonmuslim sebagai berikut : a. Orang kafir tidak boleh menguasai orang Islam berdasarkan QS.an-Nisa [4]: 141:….dan Allah takan memberikan jalan orang kafir itu mengalahkan orang mukmin. b. Laki-laki kafir dan Ahli kitab tidak akan mau mengerti agama istrinya yang muslimah, malah sebaliknya ia akan mendustakan kitab dan mengingkari ajarannya. c. Dalam rumah tangga campuran, pasangan suami istri tidak mungkin tinggal dan hidup bersama karena perbedaan yang jauh. 4 4 As-Sayyid Sabiq, Fiqih As-Sunnah , Juz 2, Beirut: Da’r al-Kitab al-A’rabi, 1985, h. 99. 44 Imam Al-Qurthu bi berkata “janganlah menikahkan wanita muslimah dengan orang musyrik”, dan umat ini telah berijma bahwa laki-laki musyrik itu tidak boleh menggauli wanita muslimah bagaimanapun bentuknya karena perbuatan itu sama saja penghinaan terhadap umat Islam. Dan para ulama mengemukakan larangannya dengan mengucapkan kata musyrik atau kafir, karena itu sudah cukup jelas kata kafir mencangkup ahli kitab. Disamping itu tidak ada ayat atau hadist yang membolehkannya setelah turunnya ayat 10 surat al-Mumtahanah. 5 Secara umum, pada dasarnya kitab fiqih seperti kitab Al- Fiqh „ala al- Madzahib al- Arba’ah karya Abdurrahman al-Jaziri, kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd 6 dan kitab Fiqih as-Sunnah karya Sayid Sabiq, mengharamkan perkawinan muslim dengan non muslim. Hanya saja ada beberapa pengecualian, terutama akibat ketentuan khusus dari QS.al-Maidah ayat 5, menjadi pergeseran dari tingkat hukum haram menjadi makruh, mubah atau lainnya pada kasus laki-laki muslim mengawini perempuan ahli kitab. 7 Ada beberapa golongan yang berpendapat tentang status perkawinan ini antara lain : 5 Hartono Ahmad Jaiz, Wanita Antara Jodoh, Poligami dan Perselingkuhan, Jakarta:, Pustaka Al-Kautsar, 2007, h. 100-101. 6 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid , Juz 2, Beirut: Da’r al-Fikr, t.t dalam konteks atau kasus ini ia tidak banyak berbeda dengan fuqaha yang lain. 7 Suhadi, Kawin Lintas Agama Perspektif Nalar Islam, Yogyakarta: LKIS Yoyakarta, 2006, h. 36-37. 45 a. Golongan pertama Golongan ini termasuk jumhur ulama berpendapat bahwa pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan Ahl al-kitab 8 diperbolehkan mereka beralasan dengan ayat al- qur’an al-Maa’idah ayat 5 ;                          Artinya : Pada hari Ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan sembelihan orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. dan dihalalkan mangawini wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita- wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, al- Maa’idah : 5 Bahwa alasan dari pendapat dari golongan pertama mengemukakan al-Q ur’an surat al-Baqarah ayat 221 beserta Asbabun Nuzulnya diterima secara bulat tetapi itu pengecualian yang datur oleh Allah dalam surat al- Maidah ayat 5 yaitu mepertahankan laki-laki muslim dengan wanita YahudiNasrani tetapi jika wanitanya muslim menikah dengan laki-laki YahudiNasrani tetap di tolak, sesuai dengan pendapat Prof. Mahmud Junus. 9 Selain itu sejarah telah menunjukan bahwa beberapa sahabat 8 Perempuan ahli kitab adalah perempuan yang percaya terhadap agama samawi agama yang memiliki kitab yang diturunkan, serta memiliki nabi dan rosul 9 Moh.Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama Memurut Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h 63. 46 Rosullulah seperti Thalhah Ibn Ubaidiyah, pernah mengawini perempuan kitabiyah. 10 Menurut golongan mayoritas jumhur ini, walapun aqidah ketuhanan ahli-kitab tidak sepenuhnya sama dengan akidah Islam, al- Qur’an tidak menyebutkan mereka yang menganut Yahudi dan Nasrani sebagai orang musyrik QS al-Bayyinah [98] : 1 dan 6 ; al-Hajj [22]: 17. Dengan demikian ahli-kitab tidak termasuk orang musyrik dan oleh karena itu larangan menikahi waita musyrik sebagai mana di tegaskan QS al- Baqarah tidak berlaku atas perempuan kitabiyah. 11 b. Golongan kedua Golongan ini berpendapat bahwa menikahi wanita non muslim itu haram hukumnnya. Salah satu sahabat Rosulullah yang mengharamkan mengawini wanita non muslim adalah Abdullah bin Umar. Ketika beliau ditanya tentang perkawinan dengan wanita Yahudi dan Nasrani ia menjawab “sesungguhnya Allah telah megharamkan wanita-wanita musyrik bagi kaum muslimin, aku tidak tahu syirik manakah yang lebih besar daripada seorang perempuan yang berkata bahwa tuhannya adalah Isa, sedangkan Isa adalah hamba Allah ”. 12 Dan golongan ini pun berpegang pada surat al-Baqarah ayat 221 dan surat al-Mutahannah : 10 10 Bsiq Djalil, Pernikahan Lintas Agama Dalam Perspektif Pikih dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Dalbun Salam, 2005, h. 129. 11 Maria Ulfah Anshor. dkk, Tafsir Ulang Lintas Agama Perspektif Perempuan dan Pluralisme, Jakarta: Kapal Perempuan, 2004, h. 44. 12 Budi Handrianto, Perkawinan Beda Agama dalam Syariat Islam, Jakarta: Khairul Bayan, 2003, h.54. 47 “dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali perkawinan dengan wanita- wanita kafir” dan golongan ini juga berpendapat bahwa al-Baqarah ayat 221 yang melarang menikahi wanita musyrik hingga ia beriman turun lebih akhir dari surat al-Maidah ayat 5 yang membolehkan mengawini wanita-wanita al-Kitab yang baik dengan demikian surat al-Baqarah ayat 221 menasakh ayat 5 surat al-Maidah. 13 c. Golongan ketiga Golongan ini berpendapat bahwa mengawini wanita non muslim itu hukumnya makhruh, men urut mazhab Hanafi dan Syafi’i serta menurut Maliki dalam salah satu pendapatnya, seorang muslim makruh menikah dengan perempuan ahli-kitab dan ahli dzhimah. Sedang mazhab Hambali berpendapat perkawinan dengan perempuan ahli-kitab adalah makhruh. 14 Sayyid Sabiq mengatakan sekalipun kawin dengan wanita ahli kitab dibolehkan tapi dianggap makhruh, hal ini dikarenakan tidak adanya rasa aman dan ketentraman iman. Muhammad meriwayatkan atsar ini dalam kitabnya al-aatsaar yang berisi tentang umar yang mengirim surat kepada hudzaifah agar menceraikan istrinya yang beragama Yahudi, dengan alasan bahwa kekhawatiran orang-orang muslim mengikuti perbuatannya. Kemudian mereka memilih perempuan ahli dzimah karena kecantikannya, 13 Basiq Djalil, Pernikahan Lintas Agama dalam Perspektif Pikih dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Dalbun Salam, 2005, h. 134. 14 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, Jakarta: Gema Insane dan Darul Fikir, 2011, Jilid Ke-9, h. 149-150. 48 dengan demikian mereka akan jadi fitnah bagi para istri kaum muslimin. Dari atsar tersebut jelas ada larangan mengawini wanita ahli-kitab dikarenakan keburukan yang ada di dalamnya yaitu bisa jadi terjatuh kedalam perkawinan dengan pelacur dari mereka atau bisa jadi mereka akan mengikuti jejaknya untuk menikah dengan wanita ahli-kitab dan membiarkan perempuan muslimah menjadi perawan tua. Di dalam Kompilasi Hukum Islam KHI aturan tentang perkawinan lintas agama atau antar agama sudah sangat jelas dan rinci, KHI menempatkan perkawinan antar agama pada larangan perkawinan yang tertuang pada Pasal 40 c dan Pasal 44 dan berikut bunyi pasalnya: 15 Pasal 40 c; Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu; c seorang wanita yang tidak beragama Islam. Pasal 40 huruf c di atas secara eksplisit melarang terjadinya perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita non-muslim baik Ahl al-Kitab maupun non Ahl al-Kitab Pasal 44 : Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. Kedua pasal tersebut sejalan yakni melarang orang Islam melangsungkan perkawinan dengan non-muslim tanpa mengklasifikasikan antara musyrik dan kitabiyah. 15 Lihat Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Focus Media, 2010, h. 16. 49 Skema Perkawinan Antar Agama Menurut Fiqih dan KHI 16

2. Menurut Agama Kristiani

Dalam agama Kristen ada dua aliran pertama keristen Katolik dan kedua Kristen Protestan. Agama Katolik sendiri menganggap nikah sebagai satu sakramen. Gereja Roma Katolik mendasarkan ajaranya itu pada Efasus 5:25- 33, hukum gereja Katolik merumuskan perkawinan sebagai perjanjian dengan nama pria dan wanita membentuk antara mereka kebersamaan seluruh hidup dari sifat kodratnya terarah pada kesejahteraan serta pada kelahiran anak dan pendidikanya oleh Kristus tuhan antara orang yang di baptis diangkat ke 16 Basiq Djalil, Pernikahan Lintas Agama dalam Perspektif Pikih dan Kompilasi HukumIslam,Jakarta: Dalbun Salam, 2005, h. 188. 50 martabat sakramen. Kan 1055:1. 17 Pada tanggal 31 Maret 1970 Paus Paulus mengeluarkan surat Apostolic Matrimonia Mixta, 18 terkait pertanyaan tentang perkawinan campuran. Di dalam surat tersebut di sebutkan bahwa perkawinan campuran adalah perkawinan antara pria dan wanita dimana salah satu pihaknya adalah bukan non Katolik. Dalam definisi tersebut ada perbedaan yang mana non Katolik Kristen Protestan sedang non baptis beragama lain, Paus Paulus menyatakan bahwa perkawinan tersebut menimbulkan banyak permaslahan karena perbedaan iman dan agama. Oleh karena itu sebisa mungkin umat Katolik menghindari perkawinan campuran. 19 Menurut hukum kanon gereja ada sejumlah halangan yang membuat tujuan perkawinan tidak dapat diwujudkan, misalnya adanya ikatan nikah Kanon 1085, adanya tekanan baik secara fisik ataupun psikis Kanon 1089 dan 1103, juga karena perbedaan gereja Kanon 1124 maupun agama Kanon 1086 20 . 17 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan No 11974,Jakarta: Dian Rakyat, 1986, h. 35. 18 Matrimonia mixta berisi penjelasan tentang perkawinan campur. “Perkawinan campur yakni perkawinan antara pihak katolik dan pihak bukan katolik baik yang dibaptis maupun tidak dibaptis…”. Pengertian perkawinan campur secara rinci: perkawinan antara pihak katolik dan pihak bukan katolik dibaptis. Yang disebut dengan perkawinan campur beda gereja mixta religio dan perkawinan antara orang katolik dengan orang non katolik tidak dibaptis disparitas cultus. Pada intinya perkawinan campur adalah perkawinan antara orang katolik dan orang bukan katolik. 19 Agung Prihartana, Pendidikan Iman Anak dalam Kawin Campur Beda Agama, Yogyakarta: Kanisius, h. 37. 20 Maria Ulfah Anshor, dkk, Tafsir Ulang Lintas Agama Perspektif Perempuan dan Pluralism,Jakarta: KapalPerempuan, 2004, h. 53. 51 Namun dengan demikian tidak di pungkiri bagi mereka yang tetap mempertahankan cintanya, pejabat gereja yang berwenang yaitu Uskup dapat memberikan dispensasi pengecualian dari aturan umum untuk suatu keadaan yang khusus untuk tetap melakukan perkawinan asalkan memenuhi syarat yakni yang beragama Katolik berjanji kanon:1125 21 : a. Akan tetap setia pada iman Katolik b. Berusaha mempermandikan dan mendidik semua anak-anak mereka secara Katolik, c. Yang tidak beragama Katolik berjanji menerima perkawinan secara Katolik, d. Tidak akan menceraikan yang beragama Katolik, e. Tidak akan menghalangi pihak yang beragama Katolik untuk beribadah, dan f. Bersedia mendidik anak-anaknya secara Katolik, Kendatipun diberi dispensasi sebenarnya Katolik memandang perkawinan berbeda agama akan menimbulkan konflik dan pertentangan sehingga merusak esensi dan tujuan dari perkawinan itu sendri, dan sebaiknya dihindari. Sedangkan menurut agama Protestan, Gustrude Nystrom mengatakan yang m enjadi dasar utama dari perkawinan dalam alkitab adalah “kasih” yang tulus dari dua orang sehingga mereka menentukan untuk hidup bersatu suka 21 Mohammad Daud Al, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, h. 60.