32
aturan saksi nikah dan Pasal 25-29 tentang akad nikah. Sedang bab V berisi tentang ketentuan mahar.
26
2. Syarat dan Sah Perkawinan Menurut Hukum di Indonesia
Perkawinan itu adalah suatu perbuatan hukum, sebagai perbuatan hukum ia mempunyai akibat-akibat hukum. Sah atau tidaknya suatu perbuatan
hukum ditentukan oleh hukum positif. Hukum positif di bidang perkawinan di Indonesia sejak 2 Januari 1974 adalah Undang-Undang Perkawinan Nomor 1
Tahun 1974, dengan demikian sah tidaknya suatu perkawinan ditentukan oleh ketentuan undang-undang tersebut.
Menurut Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu”. Penjelasan Pasal
2 ayat 1 itu menjelaskan bahwa: ”Dengan perumusan pada Pasal 2 ayat 1 ini, tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Yang dimaksud bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu
sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam undang-undang ini”.
27
26
Kompilasi Hukum Islam, selanjutnya disingkat KHI merupakan Instruksi Presiden RI Nomer 1 Tahun 1991, yang memuat tiga buku. Buku I berisi tentang Hukum Perkawinan, Buku ke II
tentang Hukum Kewarisan dan Buku ke III tentang Hukum Perwakafan , Bandung, Focus Media, 2010.
27
Abdurrahman, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perkawinan, Jakarta: Akademika Presindo, 1986.
33
Dari ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 kita melihat bahwa Undang-Undang Perkawinan ini
menggantungkan sahnya suatu perkawinan kepada hukum agama dan kepercayaan masing-masing pemeluknya, berarti sudah tidak ada lagi
perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.
28
Hal ini sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: a.
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. b.
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan
beribadah menurut
agama dan
kepercayaan.
29
Syarat-syarat perkawinan di Negara Republik Indonesia diatur dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975. Syarat-syarat tersebut dikelompokan menjadi :
30
1 Syarat-syarat materil yang berlaku umum.
Syarat-syarat yang termasuk kedalam kelompok ini diatur di dalam pasal dan mengenai hal sebagai berikut :
a Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calonsuami-isteri
Pasal 6 ayat 1Undang-Undang Perkawinan.
28
Hazairin, Tinjauan UU Perkawinan Nomer 11974, Jakarta: Tintamas, 1976, h. 7.
29
Lihat UUD 1945, Jakarta, Sekretariat Jendral dan Kepanitraan,, 2011, h. 33.
30
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan No 11974, Jakarta: Dian Rakyat, 1986, h. 22.
34
b Seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapatkan ijin
dari kedua orang tuanya Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan. c
Perkawinan diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang
Perkawinan. d
Bagi wanita yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu Pasal 11 Undang-Undang Perkawinan, yaitu :
a Apabila perkawinan putus karena kematian waktu tunggu ditetapkan
130 hari. b
Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 kali suci dengan sekurang-
kurangnya 90 hari, bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 hari.
c Apabila perkawinan putus, sedangkan janda dalam keadaan hamil,
maka waktu tunggu ditetapkan sampai ia melahirkan. d
Apabila perkawinan putus karena perceraian, sedangkan antara janda dan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin, maka
tidak ada waktu tunggu. 2
Syarat materil bersifat khusus Syarat ini hanya berlaku untuk perkawinan tertentu saja dan meliputi hal-
hal sebagai berikut ; a
Tidak melanggar larangan perkawinan sebagaimana yang diatur dalam