Definis Perkawinan Menurut Hukum Positif di Indonesia
23
membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari bunyi Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 tersimpul bahwa suatu rumusan dan tujuan dari perkawinan. “arti” perkawinan yang dimaksud diatas adalah ikatan lahir batin
antara pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dan tujuanya tersirat dalam membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhahan
Yang Maha Esa. Pengertian perkawinan sepeti yang tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 bila dipeirincikan sebagai
berikut : a.
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara pria dengan seorang wanita sebagai suami istri.
b. Ikatan lahir batin itu ditunjukan untuk membentuk keluarga rumah
tangga yang bahagia, kekal dan sejahtera. c.
Ikatan lahir dan tujuan bahagia yang kekal itu berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
11
Menurut Kitab Undang-Udang Hukum Perdata KHUPer atau Burgerlijk Wetboek BW secara tegas tidak mengatur tetang definisi
perkawinan namun dalam Pasal 26 BW memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata saja.
12
Dalam konsep hukum perdata barat, perkawinan itu dipandang dalam hubungan keperdataan saja maksudnya
11
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, , 1987 Cet. Pertama, h. 3.
12
Libertus Jehani, Perkawinan Apa Resiko Hukumnya, Jakarta: Forum Sahabat, 2008, h. 5.
24
undang-undang tidak ikut campur dalam keterkaitan dengan adat istiadat atau agama, undang-undang hanya mengenal perkawinan yang dilangsungkan
dihadapan pegawai catatan sipil. Perbedaan mengenai pengertian perkawinan pada Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan dengan pengertian perkawinan
yang terdapat didalam Pasal 26 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu bahwa di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perkawinan
merupakan ikatan yang bersifat lahiriah namun tidak memperhatikan urusan batiniah, sedangkan Undang-Undang Perkawinan, mengartian perkawinan
sebagai ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri. Maksud dari ikatan lahir bathin ialah bahwa ikatan tersebut tidak
cukup diwujudkan dengan ikatan lahir saja, tetapi harus terwujud pula ikatan bathin yang mana keduanya harus terpadu erat menjadi satu kesatuan.
Pada umumnya perkawinan menurut hukum agama perkawinan adalah perbuatan yang suci sakramen, perkawinan yang di lakukan di Pengadilan
ataupun di Kantor Catatan Sipil tanpa dilakukan terlebih dahulu menurut hukum agama tertentu berarti tidak sah. Perkawinan yang dilakukan oleh
hukum adat atau aliran kepercayaan yang bukan agama, dan tidak dilakukan menurut tata cara agama yang di akui pemerintah berarti tidak sah.
13
Menurut hukum adat sendiri perkawinan bukan saja perikatan adat
14
melainkan
13
Wahjadi Darmabrata dan Adhi Wibowo Nurhidayat, Psikiatri Forensic, Jakarta: Kedokteran EGC, 2003, h. 96.
14
Perikatan adat adalah perkawinan yang mempunyai akibat hukum adat yang berlakudalam masyarakat yang bersangkutan.
25
perikatan kekeluargaan. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam KHI perkawinan adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
15
Perkawinan adalah suatu pernikahan yang merupakan akad yang sangat baik untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaanya adalah merupakan ibadah.
kata mitssaqan ghalidzan ini ditarik dari firman Allah yang terdapat pada surat an-Nisa ayat 21 yang berbunyi :
Arti nya : “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian
kamu Telah bergaul bercampur dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka isteri-isterimu Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.
” an-Nisa : 21
16
Di dalam Undang-Undang Perkawinan UUP dan Kompilasi Hukum Islam KHI, perkawinan itu diartikan sebagai akad dan kontrak, sering
disebut perkawinan adalah “marriagein Islam is purely civil contract” perkawinan merupakan perjanjian semata-mata.
15
Lihat Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Focus Media, 2010, h. 7.
16
Amiur Nurudin dan Azhari Trigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fiqih, UU No 1 Tahun 1974 Sampai KHI , Jakarta: Kencana,
2006, h. 43.
26