11
B. Pengertian Cerita Pendek
Keindahan suatu karya sastra tercermin dari keserasian, keharmonisan antara keindahan bentuk dan keindahan isi. Dengan kata lain, suatu karya
sastra dikatakan indah kalau bentuknya maupun isinya sama-sama indah, terdapat keserasian, keharmonisan di antara keduanya. Untuk itu diperlukan
norma-norma estetik, sastra, dan moral. Salah satu bentuk karya satra yaitu cerita pendek cerpen.
Menurut Tarigan “Cerita pendek adalah cerita yang pendek, dan
merupakan suatu kebulatan ide. Dalam kesingkatan dan kepadatannya itu, sebuah cerpen adalah lengkap, bulat, dan singkat. Semua bagian dari sebuah
cerpen harus terkait pada suatu kestuan jiwa: pendek, padat, dan lengkap. Tidak ada bagian yang boleh dikatakan
“lebih” dan bisa dibuang Rosidi dalam Tarigan.
”
16
Suharma mendefinisikan “Cerpen ialah kisah fiksi yang
menceritakan kehidupan tokoh dengan penceritaan singkat. ”
17
Sedangkan Hoerip dalam Atar Semi mendefinisikan bahwa c
erpen adalah “sebuah karakter yang „dijabarkan‟ lewat rentetan kejadian daripada kejadian-kejadian
itu sendiri satu persatu. Apa yang “terjadi” di dalamnya lazim merupakan
suatu pengalaman atau penjelajahan. ”
18
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud cerita pendek
cerpen adalah salah satu karya sastra bagian dari prosa berupa cerita rekaan yang dibaca sekali habis, memiliki ruang lingkup kecil, padat, lengkap, dan
singkat serta ditulis berdasarkan peristiwa kehidupan manusia yang dapat menimbulkan efek perasaan pada pembacanya.
1. Ciri-ciri Cerita Pendek
Cerpen adalah cerita pendek yang alur ceritanya simple dan padat, dengan tokoh-tokoh yang cukup terbatas dan dapat dibaca hanya sekali duduk.
Nurgiantoro dalam Tarigan berpendapat bahwa cerpen adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan yang
16
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, Cet. I, 2011, h. 180
17
Suharma dkk., Bahasa dan Sastra Indonesia, Bogor: Yudistira, Cet. I, 2010, h. 6
18
M. Atar Semi, Anatomi Sastra, Padang: Angkasa Raya, Cet. I, 1988, h. 34
12 tunggal pada jiwa pembaca. Cerita pendek tidak boleh dipenuhi dengan hal-
hal yang tidak perlu.
19
Adapun ciri-ciri cerpen menurut Tarigan, yaitu sebagi berikut: 1.
Ciri-ciri utama cerpen adalah: singkat, padat, intensif, brevity, unity, intensity.
2. Unsur-unsur utama dalam cerpen: adegan, tokoh, dan gerak
scence, character, dan action. 3.
Bahasa cerpen haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian insicivi,suggestive, alart.
4. Cerita pendek harus mengandung interpretasi pengarang
tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Sebuah cerita pendek harus menimbulkan satu efek dalam
pikiran pembaca. 6.
Cerpen harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik perasaan, dan baru
kemudian pikiran pembaca. 7.
Cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilah dengan sengaja, dan yang bisa menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca. 8.
Cerpen harus mempunyai seorang pelaku utama. 9.
Cerpen bergantung pada satu situasi. 10.
Cerpen memberikan impresi tunggal. 11.
Cerpen memberikan suatu kebulatan efek. 12.
Cerpen menyajikan satu emosi. 13.
Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerpen biasanya di bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata.
20
2. Unsur-unsur Cerita Pendek
a. Unsur-unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah bagian pondasi penting dalam sebuah karya sastra, yang dimana sekema cerita sebuah karya sastra dapat dilihat dari unsur
intrinsik tersebut. Burhan Nurgiantoro berpendapat bahwa “unsur intrinsik
adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur
19
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, Cet. I, 2008, h. 179
20
Ibid. h. 180-181
13 yang secara fak
tual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.”
21
Adapun yang termasuk ke dalam unsur-unsur intrinsik yaitu:
1 Tema
Menurut KBBI, “tema adalah pokok pikiran; dasar cerita yang
dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang. ”
22
Menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro berpendapat bahwa tema theme adalah makna
yang dikandung oleh sebuah cerita.
23
Dengan demikian tema adalah sebuah pokok pikiran dasar pada sebuah cerita yang di dalamnya terkandung inti dari
apa yang ingin di sampaikan pengarang kapada pembaca.
2 Penokohan
Menurut Suharma,
”Penokohan ialah cara penulis cerita menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh dalam cerita.”
24
Untuk memberikan gambaran mengenai tokoh-tokoh dalam sebuah karya fiksi
dibedakan ke dalam beberapa jenis berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, yaitu:
a. Berdasarkan segi peranan tokoh
1. Tokoh utama
Yaitu yang diutamakan penceritaannya. Tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga
mendominasi sebagian besar cerita.
2. Tokoh tambahan
Yaitu tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita.
b. Berdasarkan fungsi penampilan
1. Tokoh protagonis baik
2. Tokoh antagonis jahat
c. Berdasarkan perwatakannya
1. Tokoh sederhana
Tokoh yang hanya memiliki satu karakter pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja.
21
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet, VI, 2007, h. 23
22
Dendy Sugono dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Empat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 1429
23
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet, VI, 2007, h. 67
24
Suharma dkk., Bahasa dan Sastra Indonesia, Bogor: Yudistira, Cet. I, 2010, h. 10
14 2.
Tokoh kompleks atau tokoh bulat Tokoh
yang memiliki
dan diungkapkan
berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati
dirinya. d.
Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan 1.
Tokoh statis Tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan
dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa yang terjadi.
Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tidak berkembang sejak awal sampai akhir cerita.
2. Tokoh berkembang
Tokoh cerita mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan
peristiwa dan plot yang dikisahkan.
e. Berdasarkan pencerminan tokoh
1. Tokoh tipikal
Tokoh yang
hanya sedikit
ditampilkan keadaan
individualnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. Tokoh tipikal merupakan
penggambaran, pencerminan, atau penunjukan terhadap orang atau kelompok orang yang terkait dalam sebuah
lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga yang ada di dunia nyata.
2. Tokoh netral
Tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri dan merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan
bereksistensi dalam dunia fiksi, dihadirkan semata-mata demi cerita atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita,
pelaku cerita dan yang diceritakan.
25
3 Alur
Alur atau plot terkadang disebut juga denga jalan cerita, ialah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun secara logis. Kenny dalam
Nurgiantoro menyatakan bahwa, “Alur pada hakikatnya adalah apa yang
dilakukan oleh tokoh dan peristiwa apa yang terjadi dan dialami tokoh. ”
26
Alur atau plot dalam sebuah cerita harus bersifat padu antara peristiwa yang satu dengan yang lain. Kaitan antara peristiwa hendaknya jelas, logis,
25
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 176-193
26
Ibid. h. 75
15 dapat dikenali hubungan antar alur cerita yang terdapat di awal, tengah atau
akhir dalam cerita. Plot yang memiliki sifat keutuhan dan kepaduan, akan menyuguhkan cerita yang bersifat utuh dan padu pula.
Me nurut Abrams dalam Nurgiantoro mengemukakan bahwa “sebuah
plot haruslah terdiri dari tahap awal beginning, tahap tengah middle, dan tahap akhir.
1. Tahap Awal
Tahap awal sebuah cerita biasanya sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan berisi sejumlah informasi penting yang
berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya.
2. Tahap Tengah
Tahap tengah cerita disebut sebagai tahap pertikaian, menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai
dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Bagian tengah cerita
merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari karya fiksi yang bersangkutan. Pada bagian ini cerita disajikan, tokoh-
tokoh memainkan peran, peristiwa penting fungsional dikisahkan,
konflik berkembang
semakin meruncing,
menegangkan, dan mencapai klimaks. 3.
Tahap Akhir Tahap akhir sebuah cerita dapat disebut sebagai tahap
peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Tahap akhir berisi bagaimana kesudahan cerita atau
menyarankan pada hal bagaimana akhir sebuah cerita.
27
Sedangkan Tasrif dalam Nurgiantoro membedakan tahapan plot ke dalam lima bagian, yaitu:
1. “Tahap Situasional Tahap Penyituasian
Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan berfungsi melandastumpai cerita yang
dikisahkan pada tahap berikutnya.
2. Tahap Generating Circumstances Tahap Pemunculan
Konflik Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan
konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
27
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 142-145
16 3.
Tahap Rising Action Tahap Peningkatan Konflik Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya
semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensinya. 4.
Tahap Climax Tahap Klimaks Konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang
dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan
dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama.
5. Tahap Denoument Tahap Penyelesaian
Konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendurkan, dan diberi jalan keluar.
”
28
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suatu kejadian ada karena adanya sebab. Suatu kejadian merupakan sebuah alur cerita, bila di dalamnya
terdapat perkembangan kejadian dan perkembangan itu dapat terjadi kalau terdapat konflik dalam cerita yang diusung oleh pengarang dalam karya
sastranya.
4 Latar
Latar adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi atau keterangan mengenai waktu, ruangtempat dan suasana dalam suatu cerita. Haryono
berpendapat bahwa latarsetting adalah penggambaran situasi tempat, waktu, serta suasana terjadinya peristiwa. Latar berfungsi sebagai pendukung alur
dan perwatakan .”
29
Pada dasarnya, latar mutlak dibutuhkan untuk menggarap tema dan plot, karena untuk menghasilkan cerita yang sempurna, padat, dan berkualitas
latar harus bersatu dengan tema dan alur. Menurut Burhan Nurgiantoro unsur latar dapat dibedakan ke dalam
tiga unsur pokok, yaitu: 1.
Latar Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama
tertentu, inisial tertentu, dan lokasi tertentu tanpa nama jelas.
28
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 149-150
29
Hariyono, Bahasa Indonesia SMP Kelas 9, Bogor: BP, 2008, h. 130
17 Tempat dengan nama tertentu adalah tempat yang dijumpai
dalam dunia nyata. 2.
Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. 3.
Latar Sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial berhubungan juga
dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya: rendah, menengah, atau atas.
30
5 Sudut Pandang
Sudut padang adalah visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh bercerita. Sang pengarang haruslah dapat
menjelaskan kepada para pembaca bahwa dia selaku narator atau pencerita mempunyai tempat berpijak tertentu dalam hubungannya dengan cerita itu.
Menurut Maryani dan Sutopo sudut pandang dibagi ke dalam lima macam kelompok yaitu:
1. Sudut pandang orang pertama
Pengarang mengambil posisi sebagai pelaku utama. Biasanya ditandai dengan pemakaian kata ganti orang pertama: aku atau
saya.
2. Sudut pandang orang ketiga
Pengarang mengambil posisi sebagai pengamat yang menceritakan segala hal yang dilihatnya. Biasanya ditandai
dengan pemakaian kata ganti orang ketiga : ia, dia, nya.
31
b. Unsur-unsur Ekstrinsik
Segi kedua dari unsur karya sastra dalam hal ini cerpen adalah unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik itu merupakan latar belakang dan sumber
informasi bagi karya sastra dan tidak dapat diabaikan karena mempunyai nilai dan pengaruh. Mnurut Haryono, unsur ekstrinsik sastra adalah unsur yang
membangun karya sastra yang berasal dari luar karya sastra itu, meliputi
30
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 227-234
31
Maryati dan Sutopo, Bahasa dan Sastra Indonesia3Untuk SMPMTs Kelas IX, Bandung: Pusat Perbukuan
Depdiknas, 2009, h. 39
18 keadaan lingkungan, sosial, atau budaya saat karya tersebut dibuat, serta latar
belakang pengarang.
32
Dengan demikian struktur ekstrinsik ini, merupakan unsur atau bagian yang secara fungsional berhubungan dengan sebuah karya sastra satu sama
lainnya. Bila stuktur ekstrinsik dengan sebuah karya sastra itu tidak saling berhubungan maka tidak dapat dikatakan struktur. Struktur itu sendiri harus
dilihat dari satu titik pandang tertentu. Struktur ekstrinsik dianggap sebagai bagian dari struktur yang membangun cerita pendek bila ia dianggap memberi
pengaruh terhadap keseluruhan struktur cerpen itu, terutama bila cerpen itu
dianggap sebagai pencerminan kehidupan atau interperensi tentang kehidupan. C.
Metode SQ3R
Metode SQ3R adalah salah satu metode yang dikemukakan oleh Francis P. Robinson pada tahun 1941. Metode SQ3R ini mencakup lima tahap
yaitu: S = Survey menyelidikipenelitian pendahuluan
Q = Question menanyakanmengajukan pertanyaan tentang isi bacaan R = Read membaca
R = Recite mendarasmenceritakan dengan kata-kata sendiri R = Review mengulangi
33
Metode SQ3R ini tujuannya digunakan untuk membantu siswa untuk dapat mengingat apa yang mereka baca, dan dapat membantu proses belajar
mengajar di kelas yang dilaksanakan dengan kegiatan membaca buku secara umum.
1. Langkah-langkah Dalam Metode SQ3R
1 Survey atau Menyelidiki.
Dalam langkah pertama ini siswa memeriksa halaman-halaman bab yang akan di pelajari. Bacalah pertanyaan-pertanyaan atau rangkuman
32
Hariyono, Bahasa Indonesia SMP Kelas 9, Bogor: BP, 2008, h. 132
33
A. Widyamartaya, Seni Membaca untuk Studi, Yogyakarta: Kanisius, Cet. I, 1992, h. 60
19 pada akhir bab kalau ada. Semua itu bertujuan untuk memperoleh
kesan atau gagasan umum tentang isinya. Penyelidikan ini kita lakukan dengan membaca selintas skimming.
2 Question atau Menanyakan.
Dalam langkah kedua ini siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum mulai membaca seluruh babmateri yang akan dibaca.
Pertanyaan-pertanyaan didasarkan atas bahan yang sudah siswa baca selintas tadi, misalnya dengan mengubah judul-judul paragraf menjadi
berbentuk pertanyaan cukup dalam pikiran saja. Pertanyaan- pertanyaan itu akan membangkitkan keingintahuan siswa, akan
membantu siswa untuk membaca dengan tujuan mencari jawaban- jawaban yang penting relevan, dan akhirnya akan meningkatkan
pemahaman dan mempercepat penguasaan seluruh isi babmateri yang dibaca.
3 Read atau Membaca.
Dalam langkah ketiga ini siswa membaca untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Sita akan dapat membaca lebih
cepat apabila siswa telah melaksanakan langkah pertama dan kedua di atas.
4 Recite atau Mendaras.
Dalam langkah keempat ini siswa berusaha untuk memperkokoh perolehan dari hasil membaca. Pada akhir tiap paragraf atau bagian
dalam bab, buatlah ringkasan isi paragrafbagian itu dan daraslah kepada diri Anda hal-hal yang penting jawaban-jawaban yang telah
Anda peroleh dengan lantang. Pendarasan ini akan lebih baik lagi apabila didukung dengan pembuatan catatan pada lembar catatan.
20 5
Review atau Mengulangi. Setelah tiap paragraf atau bagian dalam bab yang siswa pelajari selesai
di baca menurut langkah ketiga dan keempat, siswa harus mengulang kembali dan mengingat-ingat segenap isi ringkas yang penting dari
seluruh bab tersebut. Dengan langkah kelima ini, siswa berusaha untuk memperoleh penguasaan bulat, menyeluruh, dan kokoh atas bahan yang
telah dibaca, agar kemudian kita dapat mengingat-ingat kembali apa yang kita cari dari teks bacaan.
D. Pembelajaran Membaca Cerpen dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan KTSP
Menurut E. Mulyasa mendefinisikan “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar,
dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan
tujuan pendidikan. ”
34
Dengan demikian, dalam kurikulum terdapat pengaturan-pengaturan mengenai tujuan, materi standar, dan bahkan
pengajaran serta cara-cara penggunaannya agar dalam kegiatan pembelajaran tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
E. Mulyasa berpendapat bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.
penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang
dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP.
35
Menurut E. Mulyasa pula mendefinisikan bahwa silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema
tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
34
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. III, 2007, h. 46
35
Ibid, h. 19-20