Ciri-ciri Cerita Pendek Langkah-langkah Dalam Metode SQ3R

11

B. Pengertian Cerita Pendek

Keindahan suatu karya sastra tercermin dari keserasian, keharmonisan antara keindahan bentuk dan keindahan isi. Dengan kata lain, suatu karya sastra dikatakan indah kalau bentuknya maupun isinya sama-sama indah, terdapat keserasian, keharmonisan di antara keduanya. Untuk itu diperlukan norma-norma estetik, sastra, dan moral. Salah satu bentuk karya satra yaitu cerita pendek cerpen. Menurut Tarigan “Cerita pendek adalah cerita yang pendek, dan merupakan suatu kebulatan ide. Dalam kesingkatan dan kepadatannya itu, sebuah cerpen adalah lengkap, bulat, dan singkat. Semua bagian dari sebuah cerpen harus terkait pada suatu kestuan jiwa: pendek, padat, dan lengkap. Tidak ada bagian yang boleh dikatakan “lebih” dan bisa dibuang Rosidi dalam Tarigan. ” 16 Suharma mendefinisikan “Cerpen ialah kisah fiksi yang menceritakan kehidupan tokoh dengan penceritaan singkat. ” 17 Sedangkan Hoerip dalam Atar Semi mendefinisikan bahwa c erpen adalah “sebuah karakter yang „dijabarkan‟ lewat rentetan kejadian daripada kejadian-kejadian itu sendiri satu persatu. Apa yang “terjadi” di dalamnya lazim merupakan suatu pengalaman atau penjelajahan. ” 18 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud cerita pendek cerpen adalah salah satu karya sastra bagian dari prosa berupa cerita rekaan yang dibaca sekali habis, memiliki ruang lingkup kecil, padat, lengkap, dan singkat serta ditulis berdasarkan peristiwa kehidupan manusia yang dapat menimbulkan efek perasaan pada pembacanya.

1. Ciri-ciri Cerita Pendek

Cerpen adalah cerita pendek yang alur ceritanya simple dan padat, dengan tokoh-tokoh yang cukup terbatas dan dapat dibaca hanya sekali duduk. Nurgiantoro dalam Tarigan berpendapat bahwa cerpen adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan yang 16 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, Cet. I, 2011, h. 180 17 Suharma dkk., Bahasa dan Sastra Indonesia, Bogor: Yudistira, Cet. I, 2010, h. 6 18 M. Atar Semi, Anatomi Sastra, Padang: Angkasa Raya, Cet. I, 1988, h. 34 12 tunggal pada jiwa pembaca. Cerita pendek tidak boleh dipenuhi dengan hal- hal yang tidak perlu. 19 Adapun ciri-ciri cerpen menurut Tarigan, yaitu sebagi berikut: 1. Ciri-ciri utama cerpen adalah: singkat, padat, intensif, brevity, unity, intensity. 2. Unsur-unsur utama dalam cerpen: adegan, tokoh, dan gerak scence, character, dan action. 3. Bahasa cerpen haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian insicivi,suggestive, alart. 4. Cerita pendek harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 5. Sebuah cerita pendek harus menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca. 6. Cerpen harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik perasaan, dan baru kemudian pikiran pembaca. 7. Cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilah dengan sengaja, dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca. 8. Cerpen harus mempunyai seorang pelaku utama. 9. Cerpen bergantung pada satu situasi. 10. Cerpen memberikan impresi tunggal. 11. Cerpen memberikan suatu kebulatan efek. 12. Cerpen menyajikan satu emosi. 13. Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerpen biasanya di bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata. 20

2. Unsur-unsur Cerita Pendek

a. Unsur-unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah bagian pondasi penting dalam sebuah karya sastra, yang dimana sekema cerita sebuah karya sastra dapat dilihat dari unsur intrinsik tersebut. Burhan Nurgiantoro berpendapat bahwa “unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur 19 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, Cet. I, 2008, h. 179 20 Ibid. h. 180-181 13 yang secara fak tual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.” 21 Adapun yang termasuk ke dalam unsur-unsur intrinsik yaitu: 1 Tema Menurut KBBI, “tema adalah pokok pikiran; dasar cerita yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang. ” 22 Menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro berpendapat bahwa tema theme adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. 23 Dengan demikian tema adalah sebuah pokok pikiran dasar pada sebuah cerita yang di dalamnya terkandung inti dari apa yang ingin di sampaikan pengarang kapada pembaca. 2 Penokohan Menurut Suharma, ”Penokohan ialah cara penulis cerita menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh dalam cerita.” 24 Untuk memberikan gambaran mengenai tokoh-tokoh dalam sebuah karya fiksi dibedakan ke dalam beberapa jenis berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, yaitu: a. Berdasarkan segi peranan tokoh 1. Tokoh utama Yaitu yang diutamakan penceritaannya. Tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga mendominasi sebagian besar cerita. 2. Tokoh tambahan Yaitu tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita. b. Berdasarkan fungsi penampilan 1. Tokoh protagonis baik 2. Tokoh antagonis jahat c. Berdasarkan perwatakannya 1. Tokoh sederhana Tokoh yang hanya memiliki satu karakter pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja. 21 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet, VI, 2007, h. 23 22 Dendy Sugono dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Empat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 1429 23 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet, VI, 2007, h. 67 24 Suharma dkk., Bahasa dan Sastra Indonesia, Bogor: Yudistira, Cet. I, 2010, h. 10 14 2. Tokoh kompleks atau tokoh bulat Tokoh yang memiliki dan diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. d. Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan 1. Tokoh statis Tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa yang terjadi. Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tidak berkembang sejak awal sampai akhir cerita. 2. Tokoh berkembang Tokoh cerita mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan. e. Berdasarkan pencerminan tokoh 1. Tokoh tipikal Tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau penunjukan terhadap orang atau kelompok orang yang terkait dalam sebuah lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga yang ada di dunia nyata. 2. Tokoh netral Tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri dan merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi, dihadirkan semata-mata demi cerita atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita dan yang diceritakan. 25 3 Alur Alur atau plot terkadang disebut juga denga jalan cerita, ialah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun secara logis. Kenny dalam Nurgiantoro menyatakan bahwa, “Alur pada hakikatnya adalah apa yang dilakukan oleh tokoh dan peristiwa apa yang terjadi dan dialami tokoh. ” 26 Alur atau plot dalam sebuah cerita harus bersifat padu antara peristiwa yang satu dengan yang lain. Kaitan antara peristiwa hendaknya jelas, logis, 25 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 176-193 26 Ibid. h. 75 15 dapat dikenali hubungan antar alur cerita yang terdapat di awal, tengah atau akhir dalam cerita. Plot yang memiliki sifat keutuhan dan kepaduan, akan menyuguhkan cerita yang bersifat utuh dan padu pula. Me nurut Abrams dalam Nurgiantoro mengemukakan bahwa “sebuah plot haruslah terdiri dari tahap awal beginning, tahap tengah middle, dan tahap akhir. 1. Tahap Awal Tahap awal sebuah cerita biasanya sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya. 2. Tahap Tengah Tahap tengah cerita disebut sebagai tahap pertikaian, menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari karya fiksi yang bersangkutan. Pada bagian ini cerita disajikan, tokoh- tokoh memainkan peran, peristiwa penting fungsional dikisahkan, konflik berkembang semakin meruncing, menegangkan, dan mencapai klimaks. 3. Tahap Akhir Tahap akhir sebuah cerita dapat disebut sebagai tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Tahap akhir berisi bagaimana kesudahan cerita atau menyarankan pada hal bagaimana akhir sebuah cerita. 27 Sedangkan Tasrif dalam Nurgiantoro membedakan tahapan plot ke dalam lima bagian, yaitu: 1. “Tahap Situasional Tahap Penyituasian Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan berfungsi melandastumpai cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. 2. Tahap Generating Circumstances Tahap Pemunculan Konflik Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. 27 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 142-145 16 3. Tahap Rising Action Tahap Peningkatan Konflik Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensinya. 4. Tahap Climax Tahap Klimaks Konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. 5. Tahap Denoument Tahap Penyelesaian Konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendurkan, dan diberi jalan keluar. ” 28 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suatu kejadian ada karena adanya sebab. Suatu kejadian merupakan sebuah alur cerita, bila di dalamnya terdapat perkembangan kejadian dan perkembangan itu dapat terjadi kalau terdapat konflik dalam cerita yang diusung oleh pengarang dalam karya sastranya. 4 Latar Latar adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi atau keterangan mengenai waktu, ruangtempat dan suasana dalam suatu cerita. Haryono berpendapat bahwa latarsetting adalah penggambaran situasi tempat, waktu, serta suasana terjadinya peristiwa. Latar berfungsi sebagai pendukung alur dan perwatakan .” 29 Pada dasarnya, latar mutlak dibutuhkan untuk menggarap tema dan plot, karena untuk menghasilkan cerita yang sempurna, padat, dan berkualitas latar harus bersatu dengan tema dan alur. Menurut Burhan Nurgiantoro unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu: 1. Latar Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, dan lokasi tertentu tanpa nama jelas. 28 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 149-150 29 Hariyono, Bahasa Indonesia SMP Kelas 9, Bogor: BP, 2008, h. 130 17 Tempat dengan nama tertentu adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata. 2. Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. 3. Latar Sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial berhubungan juga dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya: rendah, menengah, atau atas. 30 5 Sudut Pandang Sudut padang adalah visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh bercerita. Sang pengarang haruslah dapat menjelaskan kepada para pembaca bahwa dia selaku narator atau pencerita mempunyai tempat berpijak tertentu dalam hubungannya dengan cerita itu. Menurut Maryani dan Sutopo sudut pandang dibagi ke dalam lima macam kelompok yaitu: 1. Sudut pandang orang pertama Pengarang mengambil posisi sebagai pelaku utama. Biasanya ditandai dengan pemakaian kata ganti orang pertama: aku atau saya. 2. Sudut pandang orang ketiga Pengarang mengambil posisi sebagai pengamat yang menceritakan segala hal yang dilihatnya. Biasanya ditandai dengan pemakaian kata ganti orang ketiga : ia, dia, nya. 31

b. Unsur-unsur Ekstrinsik

Segi kedua dari unsur karya sastra dalam hal ini cerpen adalah unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik itu merupakan latar belakang dan sumber informasi bagi karya sastra dan tidak dapat diabaikan karena mempunyai nilai dan pengaruh. Mnurut Haryono, unsur ekstrinsik sastra adalah unsur yang membangun karya sastra yang berasal dari luar karya sastra itu, meliputi 30 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 227-234 31 Maryati dan Sutopo, Bahasa dan Sastra Indonesia3Untuk SMPMTs Kelas IX, Bandung: Pusat Perbukuan Depdiknas, 2009, h. 39 18 keadaan lingkungan, sosial, atau budaya saat karya tersebut dibuat, serta latar belakang pengarang. 32 Dengan demikian struktur ekstrinsik ini, merupakan unsur atau bagian yang secara fungsional berhubungan dengan sebuah karya sastra satu sama lainnya. Bila stuktur ekstrinsik dengan sebuah karya sastra itu tidak saling berhubungan maka tidak dapat dikatakan struktur. Struktur itu sendiri harus dilihat dari satu titik pandang tertentu. Struktur ekstrinsik dianggap sebagai bagian dari struktur yang membangun cerita pendek bila ia dianggap memberi pengaruh terhadap keseluruhan struktur cerpen itu, terutama bila cerpen itu dianggap sebagai pencerminan kehidupan atau interperensi tentang kehidupan. C. Metode SQ3R Metode SQ3R adalah salah satu metode yang dikemukakan oleh Francis P. Robinson pada tahun 1941. Metode SQ3R ini mencakup lima tahap yaitu: S = Survey menyelidikipenelitian pendahuluan Q = Question menanyakanmengajukan pertanyaan tentang isi bacaan R = Read membaca R = Recite mendarasmenceritakan dengan kata-kata sendiri R = Review mengulangi 33 Metode SQ3R ini tujuannya digunakan untuk membantu siswa untuk dapat mengingat apa yang mereka baca, dan dapat membantu proses belajar mengajar di kelas yang dilaksanakan dengan kegiatan membaca buku secara umum.

1. Langkah-langkah Dalam Metode SQ3R

1 Survey atau Menyelidiki. Dalam langkah pertama ini siswa memeriksa halaman-halaman bab yang akan di pelajari. Bacalah pertanyaan-pertanyaan atau rangkuman 32 Hariyono, Bahasa Indonesia SMP Kelas 9, Bogor: BP, 2008, h. 132 33 A. Widyamartaya, Seni Membaca untuk Studi, Yogyakarta: Kanisius, Cet. I, 1992, h. 60 19 pada akhir bab kalau ada. Semua itu bertujuan untuk memperoleh kesan atau gagasan umum tentang isinya. Penyelidikan ini kita lakukan dengan membaca selintas skimming. 2 Question atau Menanyakan. Dalam langkah kedua ini siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum mulai membaca seluruh babmateri yang akan dibaca. Pertanyaan-pertanyaan didasarkan atas bahan yang sudah siswa baca selintas tadi, misalnya dengan mengubah judul-judul paragraf menjadi berbentuk pertanyaan cukup dalam pikiran saja. Pertanyaan- pertanyaan itu akan membangkitkan keingintahuan siswa, akan membantu siswa untuk membaca dengan tujuan mencari jawaban- jawaban yang penting relevan, dan akhirnya akan meningkatkan pemahaman dan mempercepat penguasaan seluruh isi babmateri yang dibaca. 3 Read atau Membaca. Dalam langkah ketiga ini siswa membaca untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Sita akan dapat membaca lebih cepat apabila siswa telah melaksanakan langkah pertama dan kedua di atas. 4 Recite atau Mendaras. Dalam langkah keempat ini siswa berusaha untuk memperkokoh perolehan dari hasil membaca. Pada akhir tiap paragraf atau bagian dalam bab, buatlah ringkasan isi paragrafbagian itu dan daraslah kepada diri Anda hal-hal yang penting jawaban-jawaban yang telah Anda peroleh dengan lantang. Pendarasan ini akan lebih baik lagi apabila didukung dengan pembuatan catatan pada lembar catatan. 20 5 Review atau Mengulangi. Setelah tiap paragraf atau bagian dalam bab yang siswa pelajari selesai di baca menurut langkah ketiga dan keempat, siswa harus mengulang kembali dan mengingat-ingat segenap isi ringkas yang penting dari seluruh bab tersebut. Dengan langkah kelima ini, siswa berusaha untuk memperoleh penguasaan bulat, menyeluruh, dan kokoh atas bahan yang telah dibaca, agar kemudian kita dapat mengingat-ingat kembali apa yang kita cari dari teks bacaan.

D. Pembelajaran Membaca Cerpen dalam Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan KTSP Menurut E. Mulyasa mendefinisikan “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan. ” 34 Dengan demikian, dalam kurikulum terdapat pengaturan-pengaturan mengenai tujuan, materi standar, dan bahkan pengajaran serta cara-cara penggunaannya agar dalam kegiatan pembelajaran tujuan yang diinginkan dapat tercapai. E. Mulyasa berpendapat bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP. 35 Menurut E. Mulyasa pula mendefinisikan bahwa silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi 34

E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. III, 2007, h. 46

35 Ibid, h. 19-20

Dokumen yang terkait

Pengaruh Metode OK5R terhadap Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman Cerpen pada Siswa Kelas VII 3 MTs Attaqwa Pusat Putra Bekasi Tahun Pelajaran 2012/2013

15 124 136

Efektivitas metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran aqidah akhlak DI MTs Mathla’ul Anwar Cemplang Desa Sukamaju Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor

0 28 98

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA CERPEN DENGAN METODE P2R DAN MODEL BERPIKIR BERPASANGAN BERBAGI PADA SISWA KELAS IX F SMP NEGERI 2 KUDUS

3 54 318

Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman melalui Penerapan Metode SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) pada Siswa Kelas V MI Unwaanunnajah Pondok Aren Tahun Ajaran 2014/2015

4 26 187

Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Dengan Metode SQ3R Pada Siswa Kelas VII D SMP Negeri 2 Gatak, Sukoharjo

0 3 17

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN MELALUI METODE SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) PADA Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman Melalui Metode SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 03 Rejosari

0 1 11

PENERAPAN METODE SQ3R SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN HASIL KETRAMPILAN MEMBACA DAN Penerapan Metode Sq3r Sebagai Upaya Peningkatan Hasil Ketrampilan Membaca Dan Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas V SDN Pereng, Prambanan, Klaten Tahun Pelajaran 2012 / 2013.

0 1 12

PENERAPAN METODE SQ3R SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN HASIL KETRAMPILAN MEMBACA DAN HASIL BELAJAR IPS Penerapan Metode Sq3r Sebagai Upaya Peningkatan Hasil Ketrampilan Membaca Dan Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas V SDN Pereng, Prambanan, Klaten Tahun Pelaja

1 1 13

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN PENGGUNAAN METODE SQ3R PADA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN PENGGUNAAN METODE SQ3R PADA MATA PELAJARAN IPS (Survey pada siswa kelas IX.PK SMP Muhammadiyah 7 Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011)

0 1 15

Peningkatan Ketrampilan Membaca Pemahaman pada

0 1 7