Hipotesis yang Diajukan Pembelajaran Membaca Cerpen dalam Kurikulum Tingkat Satuan Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. III, 2007, h. 46

5

F. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, penulis mengharapkan adanya hasil yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkaitan, di antaranya: 1. Manfaat bagi guru, yaitu untuk memperkaya khasanah metode dan strategi dalam pembelajaran membaca, serta untuk dapat memperbaiki metode mengajar yang selama ini digunakan, agar dapat menciptakan kegiatan belajar mengajar yang menarik dan tidak membosankan, dan dapat mengembangkan kemampuan guru Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya dalam menerapkan pembelajaran membaca pemahaman cerita pendek. 2. Manfaat bagi siswa, yaitu menumbuhkan minat baca dan memberi solusi untuk memudahkan siswa dalam memahami dan mengingat isi buku- buku yang ia baca, dengan menggunakan metode SQ3R dalam hal ini menggunakan media cerpen. 3. Manfaat bagi penulis, yaitu dapat memperkaya wawasan dan mendapatkan data yang faktual mengenai keterampilan membaca pemahaman cerpen dengan metode SQ3R, dan mengetahui hambatan - hambatan yang dihadapi oleh siswa dalam membaca cerpen dengan metode SQ3R.

G. Hipotesis yang Diajukan

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Penggunaan metode SQ3R efektif dalam meningkatkan keterampilan membaca pemahaman cerpen siswa kelas IX A MTs. Mathla‟ul Anwar 2 Kota Bogor. 2. Adanya hambatan atau kendala yang dialami siswa kelas IX A MTs. Mathla‟ul Anwar 2 Kota Bogor pada penggunaan metode SQ3R dalam meningkatkan keterampilan membaca pemahaman cerpen. 6 BAB II KAJIAN TEORETIS

A. Hakikat Keterampilan Membaca

Keterampilan adalah sebuah usaha untuk mengetahui dan atau memperoleh ilmu pengetahuan. Menurut Ahmad Sutardi, pada hakikatnya keterampilan adalah cara seseorang untuk melakukan sesuatu, 2 sedangkan dalam KBBI, keterampilan adalah kecakapan orang untuk memahami bahasa dalam menulis, membaca, menyimak atau berbicara. 3 Dengan demikian keterampilan adalah cara seseorang untuk dapat memahami apa yang ia ingin ketahui dari proses menulis, membaca, menyimak atau berbicara. Membaca adalah salah satu keterampilan berbahasa untuk menambah wawasan serta membina daya nalar seseorang. Brigid Smith berpendapat bahwa “reading began to be regarded as a whole language activity in which context, prediction and meaning were as important as the structure of the sentence or the discrete parts of the words .“ 4 Artinya: “membaca dapat didefinisikan sebagai kegiatan berbahasa secara keseluruhan yang di dalamnya terdapat konteks, prediksi dan makna yang sama pentingnya dengan struktur kalimat atau bagian-bagian dari struktur kata. ” Tarigan menyatakan bahwa “Membaca adalah suatu yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-katabahasa tulis. ” 5 Sedangkan menurut Novi Resmini “Membaca adalah suatu interaksi; suatu komunikasi dengan pengarang.” 6 Jadi dalam kegiatan membaca harus ada interaksi antara pembaca dan penulis. Interaksi tersebut tidak langsung tetapi bersifat komunikatif, komunikasi antara pembaca dan penulis akan semakin baik jika 2 Ahmad Sutardi, Mahasiswa tidak Memble Siap Ambil Alih Kekuasaan Nasional, Jakarta: 2010 h. 10 3 Dendy Sugono dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Empat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 1447 4 Brigid Smith. Through Writing to Reading: Classroom Strategies for Supporting Literacy, New York: Routledge, 1997, h. 7 5 Henry Guntur Tarigan. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung: Angkasa, Cet. V, 1990, h. 7 6 Novi Resmini, Membaca dan Menulis di SD Teori dan Pengajarannya, Bandung: UPI Press, Cet. I, 2006, h. 2 7 pembaca memiliki kemampuan yang lebih baik. Pembaca dapat berkomunikasi dengan karya tulis yang digunakan oleh penulis sebagai media untuk memahami gagasan, perasaan, dan pengalaman. Soedarso mendefinisikan membaca adalah “Aktivitas yang kompleks dengan mengarahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Meliputi orang harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati, dan mengingat- ingat.” 7 Sedangkan menurut Caroline, “Reading is a set of skills that involves making sense and deriving meaning from the printed word. In order to read, we must be able to decode sound out the printed words and also comprehend what we read. ” 8 Artinya: “Membaca adalah seperangkat keterampilan yang meliputi sesuatu yang masuk akal dan kata yang mempunyai makna dari kata yang dicetak. Agar bisa membaca kita harus mampu mengucapkan kata-kata yang dicetak dan juga mengerti apa yang kita baca. ” Dengan demikian pembaca harus mampu melafalkan kata-kata dalam buku yang akan dibaca dan mampu menyusun makna yang tertuang dalam kalimat-kalimat yang disajikan oleh penulis, kemudian mengembangkan pengertian-pengertian sesuai dengan kemampuan berpikirnya sendiri secara luas dan mendalam dari apa yang telah dibaca. Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa keterampilan membaca adalah suatu perlakuan atau kegiatan yang dilakukan dengan indera penglihatan yang digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis, dan pembaca harus memiliki beberapa kemampuan agar dapat menyusun kalimat-kalimat yang tertuang dalam bacaan sehingga mampu memahaminya. 7 Soedarso. Speed Reading Sistem Membaca Cepat dan Efektif, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Cet. XIV, 2010, h. 4 8 Caroline T. Linse. Practical English Language Teaching Young Learners,New York: McGraw-Hill, 2006, h. 69 8

1. Tujuan Membaca

Menurut Cahyani, “Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan.” 9 Ada beberapa tujuan membaca di antaranya: 1. Mendapat alat tertentu instrumental effect, yaitu membaca untuk tujuan memperoleh sesuatu yang bersifat praktik; misalnya cara membuat masakan, cara membuat topi, cara memperbaiki bola lampu, dan sebagainya. 2. Mendapat hasil yang berupa prestise prestige effect, yaitu membaca dengan tujuan ingin mendapat rasa lebih self image dibandingkan dengan orang lain dalam lingkungan pergaulannya. Misalnya, seseorang akan merasa lebih bergengsi bila bacaannya majalah-majalah yang terbit di luar negeri. 3. Memperkuat nilai-nilai pribadi atau keyakinan, misalnya membaca untuk mendapat kekuatan keyakinan pada partai politik yang kita anut, memperuat, memperkuat keyakinan agama, mendapat nilai-nilai baru dari sebuah buku filsafat, dan sebagainya. 4. Mengganti pengalaman estetik yang sudah using, misalnya penikmatan emosional bahan bacaan buku cerita, novel, roman, cerita pendek, cerita criminal, biografi tokoh terkenal, dan sebagainya. 5. Membaca untuk menghindarkan diri dari kesulitan, ketakutan atau penyakit tertentu ”. 10 Namun Tarigan berpendapat bahwa ada tujuh tujuan membaca di antaranya, yaitu: 1. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan- penemuan yang telah dilakukan oleh sang tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh sang tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta reading for details or facts. 2. Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang dialami sang tokoh, dan merangkum hal-hal yang dilakukan oleh sang tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama reading main for ideas. 9 Isah Cahyani, Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar , Bandung: UPI Press, Cet. I, 2007, h. 99 10 Nurhadi, Membaca Cepat Dan Efektif, Malang: Sinar Baru, Cet. IV, 2008, h. 136 9 3. Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan ketigaseterusnya. Setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian, kejadian buat dramatisasi. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau suasana, organisasi cerita reading for sequence or organization. 4. Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperhatikan oleh sang pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi reading for inference. 5. Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak bisa, tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelompokkan atau membaca untuk mengklasifikasikan reading to classify. 6. Membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh sang tokoh, atau bekerja seperti sang tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca untuk menilai atau mengevaluasi reading to evaluate. 7. Membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, bagaimana sang tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan reading to compare or contrast, menurut Anderson dalam Tarigan. 11 Dari beberapa pendapat di atas, penulis berpendapat bahwa tujuan membaca yaitu untuk mengetahui informasi-informasi yang tertuang dalam sebuah tulisan, dapat memahami isi dan maknanya secara detail juga dapat mengevaluasi isi tulisan tersebut untuk menambah pengetahuan. 11 Henry Guntur Tarigan, Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung: Angkasa, Cet. V, 1990, h. 9-10. 10

2. Membaca Pemahaman

Membaca pemahaman adalah bagian keterampilan membaca yang bertujuan untuk memahami isi bahan bacaan secara mendalam. M.E. Suhendar berpendapat bahwa membaca pemahaman adalah membaca bahan bacaan dengan menangkap pokok-pokok pikiran yang lebih tajam dan dalam, sehingga terasa ada kepuasan tersendiri setelah bahan bacaan itu dibaca sampai sele sai”. 12 Sedangkan menurut Henry Guntur Tarigan “Membaca pemahaman adalah sejenis kegiatan membaca yang berupaya menafsirkan pengalaman; menghubungkan informasi baru dengan yang telah diketahui; menemukan jawaban pertanyaan-pertanyaan kogitif dari bahan bacaan tertulis”. 13 Dengan demikian membaca pemahaman merupakan kegiatan mengungkapkan pokok pikiran untuk menafsirkan suatu informasi baru dan menghubungkannya dengan yang telah diketahui. Caroline T. Linse mendefinisikan “Reading comprehension refers to reading for meaning, understanding, and entertainment. ” 14 Artinya: “Membaca pemahaman mengacu pada membaca untuk memahami makna, dan sebagai hiburan. ” Menurut Tarigan dalam Kholid Harras membaca pemahaman dapat didefinisikan sebagai “sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan literary standards, resensi kritis critical review, drama tulis primed drama serta pola-pola fiksi pattenrs of fiction. ” 15 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman yaitu untuk mendapatkan pokok pikiran secara mendalam hasil dari proses membaca yang telah dilakukan, terutama dalam membaca teks sastra. 12 M.E. Suhendar dan Pien Supinah, Pengajaran dan Ujian Keterampilan Membaca dan Keterampilan Menulis Bandung: CV. Pionir Jaya, Cet. I, 1992 h. 27 13 Henry Guntur Tarigan, Metodologi Pembelajaran Bahasa, Bandung: Angkasa, Cet. II, 2009, h. 43 14 Caroline T. Linse. Practical English Language Teaching Young Learners,New York: McGraw-Hill, 2006, h. 71 15 Kholid Harras, Membaca 1, Jakarta: Universitas Terbuka, Cet. II, 2007, h. 229 11

B. Pengertian Cerita Pendek

Keindahan suatu karya sastra tercermin dari keserasian, keharmonisan antara keindahan bentuk dan keindahan isi. Dengan kata lain, suatu karya sastra dikatakan indah kalau bentuknya maupun isinya sama-sama indah, terdapat keserasian, keharmonisan di antara keduanya. Untuk itu diperlukan norma-norma estetik, sastra, dan moral. Salah satu bentuk karya satra yaitu cerita pendek cerpen. Menurut Tarigan “Cerita pendek adalah cerita yang pendek, dan merupakan suatu kebulatan ide. Dalam kesingkatan dan kepadatannya itu, sebuah cerpen adalah lengkap, bulat, dan singkat. Semua bagian dari sebuah cerpen harus terkait pada suatu kestuan jiwa: pendek, padat, dan lengkap. Tidak ada bagian yang boleh dikatakan “lebih” dan bisa dibuang Rosidi dalam Tarigan. ” 16 Suharma mendefinisikan “Cerpen ialah kisah fiksi yang menceritakan kehidupan tokoh dengan penceritaan singkat. ” 17 Sedangkan Hoerip dalam Atar Semi mendefinisikan bahwa c erpen adalah “sebuah karakter yang „dijabarkan‟ lewat rentetan kejadian daripada kejadian-kejadian itu sendiri satu persatu. Apa yang “terjadi” di dalamnya lazim merupakan suatu pengalaman atau penjelajahan. ” 18 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud cerita pendek cerpen adalah salah satu karya sastra bagian dari prosa berupa cerita rekaan yang dibaca sekali habis, memiliki ruang lingkup kecil, padat, lengkap, dan singkat serta ditulis berdasarkan peristiwa kehidupan manusia yang dapat menimbulkan efek perasaan pada pembacanya.

1. Ciri-ciri Cerita Pendek

Cerpen adalah cerita pendek yang alur ceritanya simple dan padat, dengan tokoh-tokoh yang cukup terbatas dan dapat dibaca hanya sekali duduk. Nurgiantoro dalam Tarigan berpendapat bahwa cerpen adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan yang 16 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, Cet. I, 2011, h. 180 17 Suharma dkk., Bahasa dan Sastra Indonesia, Bogor: Yudistira, Cet. I, 2010, h. 6 18 M. Atar Semi, Anatomi Sastra, Padang: Angkasa Raya, Cet. I, 1988, h. 34 12 tunggal pada jiwa pembaca. Cerita pendek tidak boleh dipenuhi dengan hal- hal yang tidak perlu. 19 Adapun ciri-ciri cerpen menurut Tarigan, yaitu sebagi berikut: 1. Ciri-ciri utama cerpen adalah: singkat, padat, intensif, brevity, unity, intensity. 2. Unsur-unsur utama dalam cerpen: adegan, tokoh, dan gerak scence, character, dan action. 3. Bahasa cerpen haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian insicivi,suggestive, alart. 4. Cerita pendek harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 5. Sebuah cerita pendek harus menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca. 6. Cerpen harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik perasaan, dan baru kemudian pikiran pembaca. 7. Cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilah dengan sengaja, dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca. 8. Cerpen harus mempunyai seorang pelaku utama. 9. Cerpen bergantung pada satu situasi. 10. Cerpen memberikan impresi tunggal. 11. Cerpen memberikan suatu kebulatan efek. 12. Cerpen menyajikan satu emosi. 13. Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerpen biasanya di bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata. 20

2. Unsur-unsur Cerita Pendek

a. Unsur-unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah bagian pondasi penting dalam sebuah karya sastra, yang dimana sekema cerita sebuah karya sastra dapat dilihat dari unsur intrinsik tersebut. Burhan Nurgiantoro berpendapat bahwa “unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur 19 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, Cet. I, 2008, h. 179 20 Ibid. h. 180-181 13 yang secara fak tual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.” 21 Adapun yang termasuk ke dalam unsur-unsur intrinsik yaitu: 1 Tema Menurut KBBI, “tema adalah pokok pikiran; dasar cerita yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang. ” 22 Menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro berpendapat bahwa tema theme adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. 23 Dengan demikian tema adalah sebuah pokok pikiran dasar pada sebuah cerita yang di dalamnya terkandung inti dari apa yang ingin di sampaikan pengarang kapada pembaca. 2 Penokohan Menurut Suharma, ”Penokohan ialah cara penulis cerita menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh dalam cerita.” 24 Untuk memberikan gambaran mengenai tokoh-tokoh dalam sebuah karya fiksi dibedakan ke dalam beberapa jenis berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, yaitu: a. Berdasarkan segi peranan tokoh 1. Tokoh utama Yaitu yang diutamakan penceritaannya. Tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga mendominasi sebagian besar cerita. 2. Tokoh tambahan Yaitu tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita. b. Berdasarkan fungsi penampilan 1. Tokoh protagonis baik 2. Tokoh antagonis jahat c. Berdasarkan perwatakannya 1. Tokoh sederhana Tokoh yang hanya memiliki satu karakter pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja. 21 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet, VI, 2007, h. 23 22 Dendy Sugono dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Empat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 1429 23 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet, VI, 2007, h. 67 24 Suharma dkk., Bahasa dan Sastra Indonesia, Bogor: Yudistira, Cet. I, 2010, h. 10 14 2. Tokoh kompleks atau tokoh bulat Tokoh yang memiliki dan diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. d. Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan 1. Tokoh statis Tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa yang terjadi. Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tidak berkembang sejak awal sampai akhir cerita. 2. Tokoh berkembang Tokoh cerita mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan. e. Berdasarkan pencerminan tokoh 1. Tokoh tipikal Tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau penunjukan terhadap orang atau kelompok orang yang terkait dalam sebuah lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga yang ada di dunia nyata. 2. Tokoh netral Tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri dan merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi, dihadirkan semata-mata demi cerita atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita dan yang diceritakan. 25 3 Alur Alur atau plot terkadang disebut juga denga jalan cerita, ialah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun secara logis. Kenny dalam Nurgiantoro menyatakan bahwa, “Alur pada hakikatnya adalah apa yang dilakukan oleh tokoh dan peristiwa apa yang terjadi dan dialami tokoh. ” 26 Alur atau plot dalam sebuah cerita harus bersifat padu antara peristiwa yang satu dengan yang lain. Kaitan antara peristiwa hendaknya jelas, logis, 25 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 176-193 26 Ibid. h. 75 15 dapat dikenali hubungan antar alur cerita yang terdapat di awal, tengah atau akhir dalam cerita. Plot yang memiliki sifat keutuhan dan kepaduan, akan menyuguhkan cerita yang bersifat utuh dan padu pula. Me nurut Abrams dalam Nurgiantoro mengemukakan bahwa “sebuah plot haruslah terdiri dari tahap awal beginning, tahap tengah middle, dan tahap akhir. 1. Tahap Awal Tahap awal sebuah cerita biasanya sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya. 2. Tahap Tengah Tahap tengah cerita disebut sebagai tahap pertikaian, menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari karya fiksi yang bersangkutan. Pada bagian ini cerita disajikan, tokoh- tokoh memainkan peran, peristiwa penting fungsional dikisahkan, konflik berkembang semakin meruncing, menegangkan, dan mencapai klimaks. 3. Tahap Akhir Tahap akhir sebuah cerita dapat disebut sebagai tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Tahap akhir berisi bagaimana kesudahan cerita atau menyarankan pada hal bagaimana akhir sebuah cerita. 27 Sedangkan Tasrif dalam Nurgiantoro membedakan tahapan plot ke dalam lima bagian, yaitu: 1. “Tahap Situasional Tahap Penyituasian Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan berfungsi melandastumpai cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. 2. Tahap Generating Circumstances Tahap Pemunculan Konflik Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. 27 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 142-145 16 3. Tahap Rising Action Tahap Peningkatan Konflik Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensinya. 4. Tahap Climax Tahap Klimaks Konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. 5. Tahap Denoument Tahap Penyelesaian Konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendurkan, dan diberi jalan keluar. ” 28 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suatu kejadian ada karena adanya sebab. Suatu kejadian merupakan sebuah alur cerita, bila di dalamnya terdapat perkembangan kejadian dan perkembangan itu dapat terjadi kalau terdapat konflik dalam cerita yang diusung oleh pengarang dalam karya sastranya. 4 Latar Latar adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi atau keterangan mengenai waktu, ruangtempat dan suasana dalam suatu cerita. Haryono berpendapat bahwa latarsetting adalah penggambaran situasi tempat, waktu, serta suasana terjadinya peristiwa. Latar berfungsi sebagai pendukung alur dan perwatakan .” 29 Pada dasarnya, latar mutlak dibutuhkan untuk menggarap tema dan plot, karena untuk menghasilkan cerita yang sempurna, padat, dan berkualitas latar harus bersatu dengan tema dan alur. Menurut Burhan Nurgiantoro unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu: 1. Latar Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, dan lokasi tertentu tanpa nama jelas. 28 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 149-150 29 Hariyono, Bahasa Indonesia SMP Kelas 9, Bogor: BP, 2008, h. 130 17 Tempat dengan nama tertentu adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata. 2. Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. 3. Latar Sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial berhubungan juga dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya: rendah, menengah, atau atas. 30 5 Sudut Pandang Sudut padang adalah visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh bercerita. Sang pengarang haruslah dapat menjelaskan kepada para pembaca bahwa dia selaku narator atau pencerita mempunyai tempat berpijak tertentu dalam hubungannya dengan cerita itu. Menurut Maryani dan Sutopo sudut pandang dibagi ke dalam lima macam kelompok yaitu: 1. Sudut pandang orang pertama Pengarang mengambil posisi sebagai pelaku utama. Biasanya ditandai dengan pemakaian kata ganti orang pertama: aku atau saya. 2. Sudut pandang orang ketiga Pengarang mengambil posisi sebagai pengamat yang menceritakan segala hal yang dilihatnya. Biasanya ditandai dengan pemakaian kata ganti orang ketiga : ia, dia, nya. 31

b. Unsur-unsur Ekstrinsik

Segi kedua dari unsur karya sastra dalam hal ini cerpen adalah unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik itu merupakan latar belakang dan sumber informasi bagi karya sastra dan tidak dapat diabaikan karena mempunyai nilai dan pengaruh. Mnurut Haryono, unsur ekstrinsik sastra adalah unsur yang membangun karya sastra yang berasal dari luar karya sastra itu, meliputi 30 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 227-234 31 Maryati dan Sutopo, Bahasa dan Sastra Indonesia3Untuk SMPMTs Kelas IX, Bandung: Pusat Perbukuan Depdiknas, 2009, h. 39 18 keadaan lingkungan, sosial, atau budaya saat karya tersebut dibuat, serta latar belakang pengarang. 32 Dengan demikian struktur ekstrinsik ini, merupakan unsur atau bagian yang secara fungsional berhubungan dengan sebuah karya sastra satu sama lainnya. Bila stuktur ekstrinsik dengan sebuah karya sastra itu tidak saling berhubungan maka tidak dapat dikatakan struktur. Struktur itu sendiri harus dilihat dari satu titik pandang tertentu. Struktur ekstrinsik dianggap sebagai bagian dari struktur yang membangun cerita pendek bila ia dianggap memberi pengaruh terhadap keseluruhan struktur cerpen itu, terutama bila cerpen itu dianggap sebagai pencerminan kehidupan atau interperensi tentang kehidupan. C. Metode SQ3R Metode SQ3R adalah salah satu metode yang dikemukakan oleh Francis P. Robinson pada tahun 1941. Metode SQ3R ini mencakup lima tahap yaitu: S = Survey menyelidikipenelitian pendahuluan Q = Question menanyakanmengajukan pertanyaan tentang isi bacaan R = Read membaca R = Recite mendarasmenceritakan dengan kata-kata sendiri R = Review mengulangi 33 Metode SQ3R ini tujuannya digunakan untuk membantu siswa untuk dapat mengingat apa yang mereka baca, dan dapat membantu proses belajar mengajar di kelas yang dilaksanakan dengan kegiatan membaca buku secara umum.

1. Langkah-langkah Dalam Metode SQ3R

1 Survey atau Menyelidiki. Dalam langkah pertama ini siswa memeriksa halaman-halaman bab yang akan di pelajari. Bacalah pertanyaan-pertanyaan atau rangkuman 32 Hariyono, Bahasa Indonesia SMP Kelas 9, Bogor: BP, 2008, h. 132 33 A. Widyamartaya, Seni Membaca untuk Studi, Yogyakarta: Kanisius, Cet. I, 1992, h. 60 19 pada akhir bab kalau ada. Semua itu bertujuan untuk memperoleh kesan atau gagasan umum tentang isinya. Penyelidikan ini kita lakukan dengan membaca selintas skimming. 2 Question atau Menanyakan. Dalam langkah kedua ini siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum mulai membaca seluruh babmateri yang akan dibaca. Pertanyaan-pertanyaan didasarkan atas bahan yang sudah siswa baca selintas tadi, misalnya dengan mengubah judul-judul paragraf menjadi berbentuk pertanyaan cukup dalam pikiran saja. Pertanyaan- pertanyaan itu akan membangkitkan keingintahuan siswa, akan membantu siswa untuk membaca dengan tujuan mencari jawaban- jawaban yang penting relevan, dan akhirnya akan meningkatkan pemahaman dan mempercepat penguasaan seluruh isi babmateri yang dibaca. 3 Read atau Membaca. Dalam langkah ketiga ini siswa membaca untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Sita akan dapat membaca lebih cepat apabila siswa telah melaksanakan langkah pertama dan kedua di atas. 4 Recite atau Mendaras. Dalam langkah keempat ini siswa berusaha untuk memperkokoh perolehan dari hasil membaca. Pada akhir tiap paragraf atau bagian dalam bab, buatlah ringkasan isi paragrafbagian itu dan daraslah kepada diri Anda hal-hal yang penting jawaban-jawaban yang telah Anda peroleh dengan lantang. Pendarasan ini akan lebih baik lagi apabila didukung dengan pembuatan catatan pada lembar catatan. 20 5 Review atau Mengulangi. Setelah tiap paragraf atau bagian dalam bab yang siswa pelajari selesai di baca menurut langkah ketiga dan keempat, siswa harus mengulang kembali dan mengingat-ingat segenap isi ringkas yang penting dari seluruh bab tersebut. Dengan langkah kelima ini, siswa berusaha untuk memperoleh penguasaan bulat, menyeluruh, dan kokoh atas bahan yang telah dibaca, agar kemudian kita dapat mengingat-ingat kembali apa yang kita cari dari teks bacaan.

D. Pembelajaran Membaca Cerpen dalam Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan KTSP Menurut E. Mulyasa mendefinisikan “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan. ” 34 Dengan demikian, dalam kurikulum terdapat pengaturan-pengaturan mengenai tujuan, materi standar, dan bahkan pengajaran serta cara-cara penggunaannya agar dalam kegiatan pembelajaran tujuan yang diinginkan dapat tercapai. E. Mulyasa berpendapat bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP. 35 Menurut E. Mulyasa pula mendefinisikan bahwa silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi 34

E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. III, 2007, h. 46

35 Ibid, h. 19-20 21 pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh satuan pendidikan. 36 Kegiatan pembelajaran dalam KTSP dirancang untuk memberikan pengalaman yang melibatkan mental dan fisik melalui interaksi antara peserta didik dan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Adapun tujuan kurikulum tingkat satuan pendidikan KTSP yang mengacu kepada tujuan umum pendidikan menengah adalah untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri. Kurikulum tingkat satuan pendidikan pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mencakup empat aspek, yaitu: menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Pembelajaran membaca cerpen merupakan salah satu dari aspek- aspek tersebut. Pembelajaran merupakan suatu proses yang terjadi secara sistematis yang setiap kompetennya mempunyai peranan penting bagi keberhasilan siswa dalam belajar. Dalam keterampilan membaca, materi yang diberikan yaitu untuk menumbuhkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Materi dalam membaca yang disajikan hendaknya dapat menarik minat dan dapat memotivasi siswa untuk mempelajari lebih lanjut dalam menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga siswa memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan membaca mereka.

E. Tinjauan Pustaka

Dokumen yang terkait

Pengaruh Metode OK5R terhadap Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman Cerpen pada Siswa Kelas VII 3 MTs Attaqwa Pusat Putra Bekasi Tahun Pelajaran 2012/2013

15 124 136

Efektivitas metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran aqidah akhlak DI MTs Mathla’ul Anwar Cemplang Desa Sukamaju Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor

0 28 98

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA CERPEN DENGAN METODE P2R DAN MODEL BERPIKIR BERPASANGAN BERBAGI PADA SISWA KELAS IX F SMP NEGERI 2 KUDUS

3 54 318

Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman melalui Penerapan Metode SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) pada Siswa Kelas V MI Unwaanunnajah Pondok Aren Tahun Ajaran 2014/2015

4 26 187

Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Dengan Metode SQ3R Pada Siswa Kelas VII D SMP Negeri 2 Gatak, Sukoharjo

0 3 17

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN MELALUI METODE SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) PADA Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman Melalui Metode SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 03 Rejosari

0 1 11

PENERAPAN METODE SQ3R SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN HASIL KETRAMPILAN MEMBACA DAN Penerapan Metode Sq3r Sebagai Upaya Peningkatan Hasil Ketrampilan Membaca Dan Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas V SDN Pereng, Prambanan, Klaten Tahun Pelajaran 2012 / 2013.

0 1 12

PENERAPAN METODE SQ3R SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN HASIL KETRAMPILAN MEMBACA DAN HASIL BELAJAR IPS Penerapan Metode Sq3r Sebagai Upaya Peningkatan Hasil Ketrampilan Membaca Dan Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas V SDN Pereng, Prambanan, Klaten Tahun Pelaja

1 1 13

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN PENGGUNAAN METODE SQ3R PADA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN PENGGUNAAN METODE SQ3R PADA MATA PELAJARAN IPS (Survey pada siswa kelas IX.PK SMP Muhammadiyah 7 Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011)

0 1 15

Peningkatan Ketrampilan Membaca Pemahaman pada

0 1 7