5
F. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, penulis mengharapkan adanya hasil yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkaitan, di antaranya:
1. Manfaat bagi guru, yaitu untuk memperkaya khasanah metode dan
strategi dalam pembelajaran membaca, serta untuk dapat memperbaiki metode mengajar yang selama ini digunakan, agar dapat menciptakan
kegiatan belajar mengajar yang menarik dan tidak membosankan, dan dapat mengembangkan kemampuan guru Bahasa dan Sastra Indonesia
khususnya dalam menerapkan pembelajaran membaca pemahaman cerita pendek.
2. Manfaat bagi siswa, yaitu menumbuhkan minat baca dan memberi solusi
untuk memudahkan siswa dalam memahami dan mengingat isi buku- buku yang ia baca, dengan menggunakan metode SQ3R dalam hal ini
menggunakan media cerpen. 3.
Manfaat bagi penulis, yaitu dapat memperkaya wawasan dan mendapatkan data yang faktual mengenai keterampilan membaca
pemahaman cerpen dengan metode SQ3R, dan mengetahui hambatan - hambatan yang dihadapi oleh siswa dalam membaca cerpen dengan
metode SQ3R.
G. Hipotesis yang Diajukan
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu: 1.
Penggunaan metode SQ3R efektif dalam meningkatkan keterampilan membaca pemahaman cerpen
siswa kelas IX A MTs. Mathla‟ul Anwar 2 Kota Bogor.
2. Adanya hambatan atau kendala yang dialami siswa kelas IX A MTs.
Mathla‟ul Anwar 2 Kota Bogor pada penggunaan metode SQ3R dalam meningkatkan keterampilan membaca pemahaman cerpen.
6
BAB II KAJIAN TEORETIS
A. Hakikat Keterampilan Membaca
Keterampilan adalah sebuah usaha untuk mengetahui dan atau memperoleh ilmu pengetahuan. Menurut Ahmad Sutardi, pada hakikatnya
keterampilan adalah cara seseorang untuk melakukan sesuatu,
2
sedangkan dalam KBBI, keterampilan adalah kecakapan orang untuk memahami bahasa
dalam menulis, membaca, menyimak atau berbicara.
3
Dengan demikian keterampilan adalah cara seseorang untuk dapat memahami apa yang ia ingin
ketahui dari proses menulis, membaca, menyimak atau berbicara. Membaca adalah salah satu keterampilan berbahasa untuk menambah
wawasan serta membina daya nalar seseorang. Brigid Smith berpendapat bahwa
“reading began to be regarded as a whole language activity in which context, prediction and meaning were as important as the structure of the
sentence or the discrete parts of the words .“
4
Artinya: “membaca dapat
didefinisikan sebagai kegiatan berbahasa secara keseluruhan yang di dalamnya terdapat konteks, prediksi dan makna yang sama pentingnya dengan struktur
kalimat atau bagian-bagian dari struktur kata. ”
Tarigan menyatakan bahwa “Membaca adalah suatu yang dilakukan
serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-katabahasa tulis.
”
5
Sedangkan menurut Novi Resmini
“Membaca adalah suatu interaksi; suatu komunikasi dengan pengarang.”
6
Jadi dalam kegiatan membaca harus ada interaksi antara pembaca dan penulis. Interaksi tersebut tidak langsung tetapi bersifat
komunikatif, komunikasi antara pembaca dan penulis akan semakin baik jika
2
Ahmad Sutardi, Mahasiswa tidak Memble Siap Ambil Alih Kekuasaan Nasional, Jakarta: 2010 h. 10
3
Dendy Sugono dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Empat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 1447
4
Brigid Smith. Through Writing to Reading: Classroom Strategies for Supporting Literacy, New York: Routledge, 1997, h. 7
5
Henry Guntur Tarigan. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung: Angkasa, Cet. V, 1990, h. 7
6
Novi Resmini, Membaca dan Menulis di SD Teori dan Pengajarannya, Bandung: UPI Press, Cet. I, 2006, h. 2
7 pembaca memiliki kemampuan yang lebih baik. Pembaca dapat
berkomunikasi dengan karya tulis yang digunakan oleh penulis sebagai media untuk memahami gagasan, perasaan, dan pengalaman.
Soedarso mendefinisikan membaca adalah “Aktivitas yang kompleks
dengan mengarahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Meliputi orang harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati, dan
mengingat- ingat.”
7
Sedangkan menurut Caroline, “Reading is a set of skills
that involves making sense and deriving meaning from the printed word. In order to read, we must be able to decode sound out the printed words and
also comprehend what we read. ”
8
Artinya: “Membaca adalah seperangkat
keterampilan yang meliputi sesuatu yang masuk akal dan kata yang mempunyai makna dari kata yang dicetak. Agar bisa membaca kita harus
mampu mengucapkan kata-kata yang dicetak dan juga mengerti apa yang kita baca.
” Dengan demikian pembaca harus mampu melafalkan kata-kata dalam buku yang akan dibaca dan mampu menyusun makna yang tertuang dalam
kalimat-kalimat yang disajikan oleh penulis, kemudian mengembangkan pengertian-pengertian sesuai dengan kemampuan berpikirnya sendiri secara
luas dan mendalam dari apa yang telah dibaca. Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa
keterampilan membaca adalah suatu perlakuan atau kegiatan yang dilakukan dengan indera penglihatan yang digunakan oleh pembaca untuk memperoleh
pesan yang disampaikan penulis, dan pembaca harus memiliki beberapa kemampuan agar dapat menyusun kalimat-kalimat yang tertuang dalam
bacaan sehingga mampu memahaminya.
7
Soedarso. Speed Reading Sistem Membaca Cepat dan Efektif, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Cet. XIV, 2010, h. 4
8
Caroline T. Linse. Practical English Language Teaching Young Learners,New York: McGraw-Hill, 2006, h. 69
8
1. Tujuan Membaca
Menurut Cahyani, “Tujuan utama dalam membaca adalah untuk
mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan.”
9
Ada beberapa tujuan membaca di antaranya: 1.
Mendapat alat tertentu instrumental effect, yaitu membaca untuk tujuan memperoleh sesuatu yang bersifat praktik;
misalnya cara membuat masakan, cara membuat topi, cara memperbaiki bola lampu, dan sebagainya.
2. Mendapat hasil yang berupa prestise prestige effect, yaitu
membaca dengan tujuan ingin mendapat rasa lebih self image dibandingkan
dengan orang
lain dalam
lingkungan pergaulannya. Misalnya, seseorang akan merasa lebih
bergengsi bila bacaannya majalah-majalah yang terbit di luar negeri.
3. Memperkuat nilai-nilai pribadi atau keyakinan, misalnya
membaca untuk mendapat kekuatan keyakinan pada partai politik yang kita anut, memperuat, memperkuat keyakinan
agama, mendapat nilai-nilai baru dari sebuah buku filsafat, dan sebagainya.
4. Mengganti pengalaman estetik yang sudah using, misalnya
penikmatan emosional bahan bacaan buku cerita, novel, roman, cerita pendek, cerita criminal, biografi tokoh terkenal,
dan sebagainya.
5. Membaca untuk menghindarkan diri dari kesulitan, ketakutan
atau penyakit tertentu ”.
10
Namun Tarigan berpendapat bahwa ada tujuh tujuan membaca di antaranya, yaitu:
1. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-
penemuan yang telah dilakukan oleh sang tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh
khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh sang tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk
memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta reading for details or facts.
2. Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik
yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang dialami sang tokoh, dan
merangkum hal-hal yang dilakukan oleh sang tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca
untuk memperoleh ide-ide utama reading main for ideas.
9
Isah Cahyani, Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar , Bandung: UPI Press, Cet. I, 2007, h. 99
10
Nurhadi, Membaca Cepat Dan Efektif, Malang: Sinar Baru, Cet. IV, 2008, h. 136
9 3.
Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama,
kedua, dan ketigaseterusnya. Setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian,
kejadian buat dramatisasi. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau suasana, organisasi cerita reading for
sequence or organization.
4. Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para
tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperhatikan oleh sang pengarang kepada para pembaca,
mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Ini
disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi reading for inference.
5. Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang
tidak bisa, tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini
disebut membaca untuk mengelompokkan atau membaca untuk mengklasifikasikan reading to classify.
6. Membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau
hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh sang tokoh, atau bekerja
seperti sang tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca untuk menilai atau mengevaluasi reading to
evaluate.
7. Membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh
berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan,
bagaimana sang tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan
reading to compare or contrast, menurut Anderson dalam Tarigan.
11
Dari beberapa pendapat di atas, penulis berpendapat bahwa tujuan membaca yaitu untuk mengetahui informasi-informasi yang tertuang dalam sebuah
tulisan, dapat memahami isi dan maknanya secara detail juga dapat mengevaluasi isi tulisan tersebut untuk menambah pengetahuan.
11
Henry Guntur Tarigan, Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung: Angkasa, Cet. V, 1990, h. 9-10.
10
2. Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman adalah bagian keterampilan membaca yang bertujuan untuk memahami isi bahan bacaan secara mendalam. M.E. Suhendar
berpendapat bahwa membaca pemahaman adalah membaca bahan bacaan dengan menangkap pokok-pokok pikiran yang lebih tajam dan dalam,
sehingga terasa ada kepuasan tersendiri setelah bahan bacaan itu dibaca sampai sele
sai”.
12
Sedangkan menurut Henry Guntur Tarigan “Membaca
pemahaman adalah sejenis kegiatan membaca yang berupaya menafsirkan pengalaman; menghubungkan informasi baru dengan yang telah diketahui;
menemukan jawaban pertanyaan-pertanyaan kogitif dari bahan bacaan tertulis”.
13
Dengan demikian membaca pemahaman merupakan kegiatan mengungkapkan pokok pikiran untuk menafsirkan suatu informasi baru dan
menghubungkannya dengan yang telah diketahui. Caroline T. Linse mendefinisikan
“Reading comprehension refers to reading for meaning, understanding, and entertainment.
”
14
Artinya: “Membaca pemahaman mengacu pada membaca untuk memahami makna,
dan sebagai hiburan. ” Menurut Tarigan dalam Kholid Harras membaca
pemahaman dapat didefinisikan sebagai “sejenis membaca yang bertujuan
untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan literary standards, resensi kritis critical review, drama tulis primed drama serta
pola-pola fiksi pattenrs of fiction. ”
15
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman yaitu untuk mendapatkan
pokok pikiran secara mendalam hasil dari proses membaca yang telah dilakukan, terutama dalam membaca teks sastra.
12
M.E. Suhendar dan Pien Supinah, Pengajaran dan Ujian Keterampilan Membaca dan Keterampilan Menulis Bandung: CV. Pionir Jaya, Cet. I, 1992 h. 27
13
Henry Guntur Tarigan, Metodologi Pembelajaran Bahasa, Bandung: Angkasa, Cet. II, 2009, h. 43
14
Caroline T. Linse. Practical English Language Teaching Young Learners,New York: McGraw-Hill, 2006, h. 71
15
Kholid Harras, Membaca 1, Jakarta: Universitas Terbuka, Cet. II, 2007, h. 229
11
B. Pengertian Cerita Pendek
Keindahan suatu karya sastra tercermin dari keserasian, keharmonisan antara keindahan bentuk dan keindahan isi. Dengan kata lain, suatu karya
sastra dikatakan indah kalau bentuknya maupun isinya sama-sama indah, terdapat keserasian, keharmonisan di antara keduanya. Untuk itu diperlukan
norma-norma estetik, sastra, dan moral. Salah satu bentuk karya satra yaitu cerita pendek cerpen.
Menurut Tarigan “Cerita pendek adalah cerita yang pendek, dan
merupakan suatu kebulatan ide. Dalam kesingkatan dan kepadatannya itu, sebuah cerpen adalah lengkap, bulat, dan singkat. Semua bagian dari sebuah
cerpen harus terkait pada suatu kestuan jiwa: pendek, padat, dan lengkap. Tidak ada bagian yang boleh dikatakan
“lebih” dan bisa dibuang Rosidi dalam Tarigan.
”
16
Suharma mendefinisikan “Cerpen ialah kisah fiksi yang
menceritakan kehidupan tokoh dengan penceritaan singkat. ”
17
Sedangkan Hoerip dalam Atar Semi mendefinisikan bahwa c
erpen adalah “sebuah karakter yang „dijabarkan‟ lewat rentetan kejadian daripada kejadian-kejadian
itu sendiri satu persatu. Apa yang “terjadi” di dalamnya lazim merupakan
suatu pengalaman atau penjelajahan. ”
18
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud cerita pendek
cerpen adalah salah satu karya sastra bagian dari prosa berupa cerita rekaan yang dibaca sekali habis, memiliki ruang lingkup kecil, padat, lengkap, dan
singkat serta ditulis berdasarkan peristiwa kehidupan manusia yang dapat menimbulkan efek perasaan pada pembacanya.
1. Ciri-ciri Cerita Pendek
Cerpen adalah cerita pendek yang alur ceritanya simple dan padat, dengan tokoh-tokoh yang cukup terbatas dan dapat dibaca hanya sekali duduk.
Nurgiantoro dalam Tarigan berpendapat bahwa cerpen adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan yang
16
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, Cet. I, 2011, h. 180
17
Suharma dkk., Bahasa dan Sastra Indonesia, Bogor: Yudistira, Cet. I, 2010, h. 6
18
M. Atar Semi, Anatomi Sastra, Padang: Angkasa Raya, Cet. I, 1988, h. 34
12 tunggal pada jiwa pembaca. Cerita pendek tidak boleh dipenuhi dengan hal-
hal yang tidak perlu.
19
Adapun ciri-ciri cerpen menurut Tarigan, yaitu sebagi berikut: 1.
Ciri-ciri utama cerpen adalah: singkat, padat, intensif, brevity, unity, intensity.
2. Unsur-unsur utama dalam cerpen: adegan, tokoh, dan gerak
scence, character, dan action. 3.
Bahasa cerpen haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian insicivi,suggestive, alart.
4. Cerita pendek harus mengandung interpretasi pengarang
tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Sebuah cerita pendek harus menimbulkan satu efek dalam
pikiran pembaca. 6.
Cerpen harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik perasaan, dan baru
kemudian pikiran pembaca. 7.
Cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilah dengan sengaja, dan yang bisa menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca. 8.
Cerpen harus mempunyai seorang pelaku utama. 9.
Cerpen bergantung pada satu situasi. 10.
Cerpen memberikan impresi tunggal. 11.
Cerpen memberikan suatu kebulatan efek. 12.
Cerpen menyajikan satu emosi. 13.
Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerpen biasanya di bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata.
20
2. Unsur-unsur Cerita Pendek
a. Unsur-unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah bagian pondasi penting dalam sebuah karya sastra, yang dimana sekema cerita sebuah karya sastra dapat dilihat dari unsur
intrinsik tersebut. Burhan Nurgiantoro berpendapat bahwa “unsur intrinsik
adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur
19
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, Cet. I, 2008, h. 179
20
Ibid. h. 180-181
13 yang secara fak
tual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.”
21
Adapun yang termasuk ke dalam unsur-unsur intrinsik yaitu:
1 Tema
Menurut KBBI, “tema adalah pokok pikiran; dasar cerita yang
dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang. ”
22
Menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro berpendapat bahwa tema theme adalah makna
yang dikandung oleh sebuah cerita.
23
Dengan demikian tema adalah sebuah pokok pikiran dasar pada sebuah cerita yang di dalamnya terkandung inti dari
apa yang ingin di sampaikan pengarang kapada pembaca.
2 Penokohan
Menurut Suharma,
”Penokohan ialah cara penulis cerita menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh dalam cerita.”
24
Untuk memberikan gambaran mengenai tokoh-tokoh dalam sebuah karya fiksi
dibedakan ke dalam beberapa jenis berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, yaitu:
a. Berdasarkan segi peranan tokoh
1. Tokoh utama
Yaitu yang diutamakan penceritaannya. Tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga
mendominasi sebagian besar cerita.
2. Tokoh tambahan
Yaitu tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita.
b. Berdasarkan fungsi penampilan
1. Tokoh protagonis baik
2. Tokoh antagonis jahat
c. Berdasarkan perwatakannya
1. Tokoh sederhana
Tokoh yang hanya memiliki satu karakter pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja.
21
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet, VI, 2007, h. 23
22
Dendy Sugono dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Empat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 1429
23
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet, VI, 2007, h. 67
24
Suharma dkk., Bahasa dan Sastra Indonesia, Bogor: Yudistira, Cet. I, 2010, h. 10
14 2.
Tokoh kompleks atau tokoh bulat Tokoh
yang memiliki
dan diungkapkan
berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati
dirinya. d.
Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan 1.
Tokoh statis Tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan
dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa yang terjadi.
Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tidak berkembang sejak awal sampai akhir cerita.
2. Tokoh berkembang
Tokoh cerita mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan
peristiwa dan plot yang dikisahkan.
e. Berdasarkan pencerminan tokoh
1. Tokoh tipikal
Tokoh yang
hanya sedikit
ditampilkan keadaan
individualnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. Tokoh tipikal merupakan
penggambaran, pencerminan, atau penunjukan terhadap orang atau kelompok orang yang terkait dalam sebuah
lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga yang ada di dunia nyata.
2. Tokoh netral
Tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri dan merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan
bereksistensi dalam dunia fiksi, dihadirkan semata-mata demi cerita atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita,
pelaku cerita dan yang diceritakan.
25
3 Alur
Alur atau plot terkadang disebut juga denga jalan cerita, ialah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun secara logis. Kenny dalam
Nurgiantoro menyatakan bahwa, “Alur pada hakikatnya adalah apa yang
dilakukan oleh tokoh dan peristiwa apa yang terjadi dan dialami tokoh. ”
26
Alur atau plot dalam sebuah cerita harus bersifat padu antara peristiwa yang satu dengan yang lain. Kaitan antara peristiwa hendaknya jelas, logis,
25
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 176-193
26
Ibid. h. 75
15 dapat dikenali hubungan antar alur cerita yang terdapat di awal, tengah atau
akhir dalam cerita. Plot yang memiliki sifat keutuhan dan kepaduan, akan menyuguhkan cerita yang bersifat utuh dan padu pula.
Me nurut Abrams dalam Nurgiantoro mengemukakan bahwa “sebuah
plot haruslah terdiri dari tahap awal beginning, tahap tengah middle, dan tahap akhir.
1. Tahap Awal
Tahap awal sebuah cerita biasanya sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan berisi sejumlah informasi penting yang
berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya.
2. Tahap Tengah
Tahap tengah cerita disebut sebagai tahap pertikaian, menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai
dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Bagian tengah cerita
merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari karya fiksi yang bersangkutan. Pada bagian ini cerita disajikan, tokoh-
tokoh memainkan peran, peristiwa penting fungsional dikisahkan,
konflik berkembang
semakin meruncing,
menegangkan, dan mencapai klimaks. 3.
Tahap Akhir Tahap akhir sebuah cerita dapat disebut sebagai tahap
peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Tahap akhir berisi bagaimana kesudahan cerita atau
menyarankan pada hal bagaimana akhir sebuah cerita.
27
Sedangkan Tasrif dalam Nurgiantoro membedakan tahapan plot ke dalam lima bagian, yaitu:
1. “Tahap Situasional Tahap Penyituasian
Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan berfungsi melandastumpai cerita yang
dikisahkan pada tahap berikutnya.
2. Tahap Generating Circumstances Tahap Pemunculan
Konflik Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan
konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
27
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 142-145
16 3.
Tahap Rising Action Tahap Peningkatan Konflik Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya
semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensinya. 4.
Tahap Climax Tahap Klimaks Konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang
dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan
dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama.
5. Tahap Denoument Tahap Penyelesaian
Konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendurkan, dan diberi jalan keluar.
”
28
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suatu kejadian ada karena adanya sebab. Suatu kejadian merupakan sebuah alur cerita, bila di dalamnya
terdapat perkembangan kejadian dan perkembangan itu dapat terjadi kalau terdapat konflik dalam cerita yang diusung oleh pengarang dalam karya
sastranya.
4 Latar
Latar adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi atau keterangan mengenai waktu, ruangtempat dan suasana dalam suatu cerita. Haryono
berpendapat bahwa latarsetting adalah penggambaran situasi tempat, waktu, serta suasana terjadinya peristiwa. Latar berfungsi sebagai pendukung alur
dan perwatakan .”
29
Pada dasarnya, latar mutlak dibutuhkan untuk menggarap tema dan plot, karena untuk menghasilkan cerita yang sempurna, padat, dan berkualitas
latar harus bersatu dengan tema dan alur. Menurut Burhan Nurgiantoro unsur latar dapat dibedakan ke dalam
tiga unsur pokok, yaitu: 1.
Latar Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama
tertentu, inisial tertentu, dan lokasi tertentu tanpa nama jelas.
28
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 149-150
29
Hariyono, Bahasa Indonesia SMP Kelas 9, Bogor: BP, 2008, h. 130
17 Tempat dengan nama tertentu adalah tempat yang dijumpai
dalam dunia nyata. 2.
Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. 3.
Latar Sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial berhubungan juga
dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya: rendah, menengah, atau atas.
30
5 Sudut Pandang
Sudut padang adalah visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh bercerita. Sang pengarang haruslah dapat
menjelaskan kepada para pembaca bahwa dia selaku narator atau pencerita mempunyai tempat berpijak tertentu dalam hubungannya dengan cerita itu.
Menurut Maryani dan Sutopo sudut pandang dibagi ke dalam lima macam kelompok yaitu:
1. Sudut pandang orang pertama
Pengarang mengambil posisi sebagai pelaku utama. Biasanya ditandai dengan pemakaian kata ganti orang pertama: aku atau
saya.
2. Sudut pandang orang ketiga
Pengarang mengambil posisi sebagai pengamat yang menceritakan segala hal yang dilihatnya. Biasanya ditandai
dengan pemakaian kata ganti orang ketiga : ia, dia, nya.
31
b. Unsur-unsur Ekstrinsik
Segi kedua dari unsur karya sastra dalam hal ini cerpen adalah unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik itu merupakan latar belakang dan sumber
informasi bagi karya sastra dan tidak dapat diabaikan karena mempunyai nilai dan pengaruh. Mnurut Haryono, unsur ekstrinsik sastra adalah unsur yang
membangun karya sastra yang berasal dari luar karya sastra itu, meliputi
30
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjahmada University Press, Cet. VI, 2007, h. 227-234
31
Maryati dan Sutopo, Bahasa dan Sastra Indonesia3Untuk SMPMTs Kelas IX, Bandung: Pusat Perbukuan
Depdiknas, 2009, h. 39
18 keadaan lingkungan, sosial, atau budaya saat karya tersebut dibuat, serta latar
belakang pengarang.
32
Dengan demikian struktur ekstrinsik ini, merupakan unsur atau bagian yang secara fungsional berhubungan dengan sebuah karya sastra satu sama
lainnya. Bila stuktur ekstrinsik dengan sebuah karya sastra itu tidak saling berhubungan maka tidak dapat dikatakan struktur. Struktur itu sendiri harus
dilihat dari satu titik pandang tertentu. Struktur ekstrinsik dianggap sebagai bagian dari struktur yang membangun cerita pendek bila ia dianggap memberi
pengaruh terhadap keseluruhan struktur cerpen itu, terutama bila cerpen itu
dianggap sebagai pencerminan kehidupan atau interperensi tentang kehidupan. C.
Metode SQ3R
Metode SQ3R adalah salah satu metode yang dikemukakan oleh Francis P. Robinson pada tahun 1941. Metode SQ3R ini mencakup lima tahap
yaitu: S = Survey menyelidikipenelitian pendahuluan
Q = Question menanyakanmengajukan pertanyaan tentang isi bacaan R = Read membaca
R = Recite mendarasmenceritakan dengan kata-kata sendiri R = Review mengulangi
33
Metode SQ3R ini tujuannya digunakan untuk membantu siswa untuk dapat mengingat apa yang mereka baca, dan dapat membantu proses belajar
mengajar di kelas yang dilaksanakan dengan kegiatan membaca buku secara umum.
1. Langkah-langkah Dalam Metode SQ3R
1 Survey atau Menyelidiki.
Dalam langkah pertama ini siswa memeriksa halaman-halaman bab yang akan di pelajari. Bacalah pertanyaan-pertanyaan atau rangkuman
32
Hariyono, Bahasa Indonesia SMP Kelas 9, Bogor: BP, 2008, h. 132
33
A. Widyamartaya, Seni Membaca untuk Studi, Yogyakarta: Kanisius, Cet. I, 1992, h. 60
19 pada akhir bab kalau ada. Semua itu bertujuan untuk memperoleh
kesan atau gagasan umum tentang isinya. Penyelidikan ini kita lakukan dengan membaca selintas skimming.
2 Question atau Menanyakan.
Dalam langkah kedua ini siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum mulai membaca seluruh babmateri yang akan dibaca.
Pertanyaan-pertanyaan didasarkan atas bahan yang sudah siswa baca selintas tadi, misalnya dengan mengubah judul-judul paragraf menjadi
berbentuk pertanyaan cukup dalam pikiran saja. Pertanyaan- pertanyaan itu akan membangkitkan keingintahuan siswa, akan
membantu siswa untuk membaca dengan tujuan mencari jawaban- jawaban yang penting relevan, dan akhirnya akan meningkatkan
pemahaman dan mempercepat penguasaan seluruh isi babmateri yang dibaca.
3 Read atau Membaca.
Dalam langkah ketiga ini siswa membaca untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Sita akan dapat membaca lebih
cepat apabila siswa telah melaksanakan langkah pertama dan kedua di atas.
4 Recite atau Mendaras.
Dalam langkah keempat ini siswa berusaha untuk memperkokoh perolehan dari hasil membaca. Pada akhir tiap paragraf atau bagian
dalam bab, buatlah ringkasan isi paragrafbagian itu dan daraslah kepada diri Anda hal-hal yang penting jawaban-jawaban yang telah
Anda peroleh dengan lantang. Pendarasan ini akan lebih baik lagi apabila didukung dengan pembuatan catatan pada lembar catatan.
20 5
Review atau Mengulangi. Setelah tiap paragraf atau bagian dalam bab yang siswa pelajari selesai
di baca menurut langkah ketiga dan keempat, siswa harus mengulang kembali dan mengingat-ingat segenap isi ringkas yang penting dari
seluruh bab tersebut. Dengan langkah kelima ini, siswa berusaha untuk memperoleh penguasaan bulat, menyeluruh, dan kokoh atas bahan yang
telah dibaca, agar kemudian kita dapat mengingat-ingat kembali apa yang kita cari dari teks bacaan.
D. Pembelajaran Membaca Cerpen dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan KTSP
Menurut E. Mulyasa mendefinisikan “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar,
dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan
tujuan pendidikan. ”
34
Dengan demikian, dalam kurikulum terdapat pengaturan-pengaturan mengenai tujuan, materi standar, dan bahkan
pengajaran serta cara-cara penggunaannya agar dalam kegiatan pembelajaran tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
E. Mulyasa berpendapat bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.
penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang
dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP.
35
Menurut E. Mulyasa pula mendefinisikan bahwa silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema
tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
34
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. III, 2007, h. 46
35
Ibid, h. 19-20
21 pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang
dikembangkan oleh satuan pendidikan.
36
Kegiatan pembelajaran dalam KTSP dirancang untuk memberikan pengalaman yang melibatkan mental dan fisik melalui interaksi antara peserta
didik dan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Adapun tujuan kurikulum tingkat satuan
pendidikan KTSP yang mengacu kepada tujuan umum pendidikan menengah adalah untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri. Kurikulum tingkat satuan pendidikan pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia mencakup empat aspek, yaitu: menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Pembelajaran membaca cerpen merupakan salah satu dari aspek-
aspek tersebut. Pembelajaran merupakan suatu proses yang terjadi secara sistematis yang setiap kompetennya mempunyai peranan penting bagi
keberhasilan siswa dalam belajar. Dalam keterampilan membaca, materi yang diberikan yaitu untuk
menumbuhkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Materi dalam membaca yang disajikan hendaknya dapat menarik minat dan dapat memotivasi siswa
untuk mempelajari lebih lanjut dalam menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga siswa memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan
membaca mereka.
E. Tinjauan Pustaka