5
bekerja dibagian unit pengolahan tidaklah kecil, banyak tenaga kerja bekerja langsung dilapangan yaitu di kilang minyak. Sehingga penerapan SMK3 perlu di
perhatikan agar meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi serta mencegah dan
mengurangi kecelakaan kerja dan menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul : “Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Badan Usaha Milik Negara Studi
pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai.
1.2. Fokus Masalah
Penelitian ini memiliki fokus masalah yang kemudian akan menjadi batasan peneliti dalam penelitian. Fokus masalah peneliti yaitu pada pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada salah satu Badan Usaha
Milik Negara yaitu PT. Pertamina Refinery Unit II
1.3. Perumusan Masalah
Untuk mempermudah penelitian selanjutnya dan membawa hasil yang diinginkan sesuai dengan arah penelitian, berdasarkan uraian latar belakang
6
masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah
: “Bagaimana Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai ?
I.4. Tujuan Penelitian
Sejauh mana penelitian yang dilakukakan tentu memiliki sasaran yang hendak dicapai atau menjadi tujuan penelitian. Adapun yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1.
Bagaimana implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Badan Usaha Milik Negara yaitu PT. Pertamina Refinery Unit
II Dumai. 2.
Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat PT. Pertamina dalam Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
I.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah :
1. Secara subjektif, sebagai wahana latihan pengembangan kemampuan
dalam bidang penelitian dan penerapan ilmu yang didapat pada masa
7
perkuliahan dan menambah pengetahuan yang berkaitan dengan Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara.
3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau
sumbangan pemikiran bagi PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
SMK3.
I.6. Kerangka Teori
Teori adalah seperangkat konsep, asusmsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai
organisasi Sugiyono. 2004:5. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berpikir
untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya, kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti
memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian. Arikunto. 2002:92.
8
I.6.1. Kebijakan Publik 1.6.1.1. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan berasal dari kata policy yang diartikan sebagai sebuah rencana kegiatan atau pernyataan mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau diadopsi
oleh suatu pemerintahan, partai politik dan lain-lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI kebijakan dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan
asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak. Sedangkan pengertian publik itu
sendiri bisa diartikan sebagai umum, masyarakat ataupun negara. Menurut Anderson kebijakan publik merupakan arah tindakan yang
mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini
dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan atau bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Menurut Thomas R. Dye
1981, kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Namun para ahli menganggap pengertian ini
belum bisa mendefinisikan kebijakan publik dengan rinci. Banyak para ahli yang mencoba untuk mendefinisikan pengertian kebijakan publik dengan lebih luas.
Menurut Easton 1969 dalam Hesel N. Tangkilisan 2003:2 kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang
keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari
9
sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.
Bedasarkan pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah yang dirumuskan dan dilaksanakan
untuk memecahkan masalah yang ada dimasyarakat baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga lain yang mampu mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Jadi pada dasarnya kebijakan publik berorientasi pada pemecahan masalah riil yang terjadi di tengah masyarakat.
1.6.1.2. Tahapan Kebijakan Publik
Menurut William Dunn 1998 kebijakan publik memiliki tahap-tahap yang kompleks karena memiliki banyak proses dan variabel yang harus dikaji, ada
pun yang menjadi tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut : 1.
Tahap Penyusunan Agenda Agenda Setting Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Sebelum masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk kedalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masuk
ke agenda kebijakan pada perumusan kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak tersentuh sama sekali dan beberapa yang
pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.
10
2. Tahap Formulasi Kebijakan Policy Formulation
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi kemudian didefinisikan
untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada.
3. Tahap Adopsi Kebijakan Policy Adoption
Dari sekian banyak alternatif kebijakan pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas
legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
4. Tahap Implementasi Kebijakan Policy Implementation
Program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan
yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan administrasi maupun
pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial
dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan
para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.
11
5. Tahap Evaluasi Policy Evaluation
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu
memecahkan masalah. Kebijakan publik yang dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah-masalah
yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik
telah meraih dampak yang diinginkan.
I.6.2. Implementasi Kebijakan 1.6.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan
Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program ataupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan penerapan atau
implementasi. Menurut Pressman dan Wildavsky dalam Tangkilisan, 2003 mengartikan implementasi sebagai proses interaksi antara tujuan dengan tindakan
untuk mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Berdasarkan pengertian para
ahli implentasi dapat diartikan sebagai kegiatan penerapan yang dilakukan oleh orang, kelompok ataupun badan berdasarkan suatu alternatif kebijakan.
12
1.6.2.2.Model Implementasi Kebijakan
Pelaksanaan kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa pelaksanaan suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah
dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak kebijakan yang baik, yang mampu dibuat suatu pemerintah, baik yang dirumuskan
dengan tenaga ahli dalam negeri dari suatu negara maupun tenaga ahli dari luar negeri, tetapi kemudian ternyata tidak mempunyai pengaruh apa-apa dalam
kehidupan negara tersebut karena tidak mampu dilaksanakan, atau tidak dilaksanakan. Pelaksanaan sangat penting dalam suatu pemerintahan. Menurut
Hunington perbedaan yang penting antara suatu negara dengan negara lain tidak terletak pada bentuk atau pun ideologinya, melainkan pada tingkat kemampuan
malaksanakan pemerintahan. Tingkat kemampuan dapat dilihat pada tingkat kemampuan melaksanakan setiap keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh
politbiro, kabinet atau presiden negara bersangkutan Hunington,1968:1. Model implementasi kebijakan ada 2 jenis, jenis pertama berpola dari atas
kebawah top-bottom versus dari bawah ke atas bottom-top dan jenis yang kedua berpola paksa command and control dan mekanisme pasar economic
incentive.
a. Model kebijakan Van Meter dan Van Horn
Model kebijakan Van Meter dan Van Horn berpola dari atas kebawah dan berada pada mekanisme paksa. Proses Implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau
performansi kebijakan yang pada dasarnya sengaja dilakukan untuk meraih
13
kenerja implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandalkan bahwa implementasi kebijkan
berjalan linear dari keputusan politik, pelaksana dan kinerja kebijakan publik.
Secara rinci variabel-variabel implementasi kebijakan publik model Van Meter dan Van Horn dalam Agustino: 2006 dijelaskan sebagai berikut:
1. Standar dan sasaran kebijakan ukuran dan tujuan kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada di level
pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan dan sasaran kebijakan terlalu ideal utopis, maka akan sulit direalisasikan.
2. Sumber daya
Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang
terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas
sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu
menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.
14
3. Karakteristik organisasi pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting
karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan
konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen
pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan atau luas wilayah menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.
4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, apa yang menjadi standar tujuan harus dipahami oleh para individu implementors. Yang
bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi
dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam consistency and
uniformity dari berbagai sumber informasi.
5. Disposisi atau sikap para pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal
ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil
15
formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat
mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan.
6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan
publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya
implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.
b. Model kebijakan George Edwards III