Dalam pelarian tersebut membuatnya jatuh sakit. Untuk mempercepat meninggalnya Mangkurat I, anaknya memberi racun kepada ayahnya.
Sebelum meninggal, ia menyerahkan beberapa pusaka kerajaan kepada putranya tersebut.
118
Mangkurat I meninggal pada tahun 1677 di desa Wanayasa, Banyumas dan berwasiat agar dimakamkan dekat gurunya
Tumenggung Danupaya di Tegal.
119
Karena tanah daerah tersebut berbau harum, maka desa tempat Mangkurat I dimakamkan kemudian
disebut Tegalwangi atau Tegalarum.
2. Perluasan Wilayah Kerajaan Mataram Islam
Pada masa kekepimpinan Senopati selain Pajang dan Demak yang sudah dikuasai Mataram, daerah Pati juga sudah tunduk secara damai.
Pati saat itu dipimpin Adipati Pragola putra Ki Panjawi. Kakak perempuannya Ratu Waskitajawi menjadi permaisuri utama di
Mataram. Hal itu membuat Pragola menaruh harapan bahwa Mataram kelak akan dipimpin keturunan kakaknya itu. Pada tahun 1590 gabungan
pasukan Mataram, Pati, Demak, dan Pajang bergerak menyerang Madiun. Adipati Madiun adalah Rangga Jumena putra bungsu Sultan
Trenggana yang telah mempersiapkan pasukan besar menghadang penyerangnya. Melalui tipu muslihat cerdik, Madiun berhasil direbut.
Rangga Jemuna melarikan diri ke Surabaya, sedangkan putrinya yang bernama Retno Dumilah diambil sebagai istri Senapati.
120
Pada tahun 1591 terjadi perebutan takhta di Kediri sepeninggal bupatinya. Putra adipati sebelumnya yang bernama Raden Senapati
Kediri diusir oleh adipati baru bernama Ratujalu hasil pilihan Surabaya. Senapati Kediri kemudian diambil sebagai anak angkat Panembahan
Senapati Mataram dan dibantu merebut kembali takhta Kediri. Perang berakhir dengan kematian bersama Senapati Kediri melawan Adipati
118
H.J. De Graaf, Runtuhnya Istana Mataram, Terj. dari De regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677. II. Opstand en Ondergang, oleh Pusaka Grafitipers
dan KITLV, Jakarta: PT Pusaka Grafitipers, 1987, Cet. I, h. 202.
119
Poesponegoro, op. cit., h. 58
120
Olthof, op.cit., h. 122-131.
Pesagi pamannya. Pada tahun 1595 adipati Pasuruan berniat tunduk secara damai pada Mataram namun dihalang-halangi panglimanya, yang
bernama Rangga Kaniten. Rangga Kaniten dapat dikalahkan Panembahan Senapati dalam sebuah perang tanding. Ia kemudian
dibunuh sendiri oleh adipati Pasuruan, yang kemudian menyatakan tunduk kepada Mataram. Setahun kemudian Tuban tunduk terhadap
Mataram.
121
Pada tahun 1600 terjadi pemberontakan Adipati Pragola dari Pati. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Retno Dumilah putri
Madiun sebagai permaisuri kedua Senapati. Pasukan Pati berhasil merebut beberapa wilayah sebelah utara Mataram. Perang kemudian
terjadi dekat Sungai Dengkeng di mana pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Senapati sendiri berhasil menghancurkan pasukan Pati.
122
Pada tahun 1609 Hanyakrawati melanjutkan usaha ayahnya, yaitu menaklukkan Surabaya, musuh terkuat Mataram. Selanjutnya melakukan
penyerangan ke arah Lamongan pada tahun 1612 dibawah komando adipati Martalaya dan Gresik pada tahun 1613. Tuban dan Pati dapat
ditaklukkan, namun serangan-serangan yang dilakukannya sampai akhir pemerintahannya tahun 1613 hanya mampu memperlemah perekonomian
Surabaya namun tidak mampu menjatuhkan kota tersebut.
123
Serangan pada tahun 1613 sempat menyebabkan pos-pos VOC di Gresik dan
Jortan ikut terbakar. Sebagai permintaan maaf, Hanyakrawati mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara. Ia juga
mencoba menjalin hubungan dengan markas besar VOC di Ambon.
124
Raden Mas Rangsang naik takhta pada tahun 1613 menggantikan ayahnya dan melanjutkan ekspansi-ekspansi ke berbagai wilayah.
Saingan besar Mataram saat itu Surabaya dan Banten. Pada tahun 1614 Sultan Agung mengirim pasukan menaklukkan sekutu Surabaya, yaitu
121
H.J. De Graaf, Awal Kebangkitan Mataram, Masa Pemerintahan Senopati, op.cit., h. 110.
122
Ibid., 125.
123
Abimanyu,op. cit., h. 365
124
Ibid.
Lumajang. Dalam perang di Sungai Andaka, Tumenggung Surantani dari Mataram tewas oleh Panji Pulangjiwa menantu Rangga Tohjiwa bupati
Malang. Lalu Panji Pulangjiwa sendiri mati terjebak perangkap yang dipasang Tumenggung Alap-Alap.
125
Pada tahun 1615 Sultan Agung memimpin langsung penaklukan Wirasaba ibukota Majapahit sekarang
Mojoagung, Jombang. Pihak Surabaya mencoba membalas. Adipati Pajang juga berniat mengkhianati Mataram namun masih ragu-ragu
untuk mengirim pasukan membantu Surabaya. Akibatnya, pasukan Surabaya dapat dihancurkan pihak Mataram pada Januari 1616 di desa
Siwalan.
126
Kemenangan Sultan Agung berlanjut di Lasem pada 1616 dan Pasuruan tahun 1617.
127
Kemudian pada tahun 1617 Pajang memberontak tapi dapat ditumpas. Adipati dan panglimanya bernama Ki
Tambakbaya melarikan diri ke Surabaya.
128
Pada tahun 1620 sampai 1625 pasukan Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik.
Sungai Mas dibendung untuk menghentikan suplai air, namun kota ini tetap mampu bertahan.
129
Sultan Agung kemudian mengirim Tumenggung Bahureksa bupati Kendal untuk menaklukkan Sukadana
Kalimantan sebelah barat daya tahun 1622. Dikirim pula Ki Juru Kiting putra Ki Juru Martani untuk menaklukkan Madura tahun 1624. Pulau
Madura yang semula terdiri atas banyak kadipaten kemudian disatukan di bawah pimpinan Pangeran Prasena yang bergelar Cakraningrat I.
130
Dengan direbutnya Sukadana dan Madura, posisi Surabaya menjadi lemah, karena suplai pangan terputus sama sekali. Kota ini
akhirnya jatuh karena kelaparan pada tahun 1625, bukan karena
125
H.J. de Graaf dan Th. G. Th. Pigeud, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung, Terj. dari De Regering van Sultan Agung, Vorts Van Mataram, 1613-1645, en Die van Zijn
Voorganger oleh Pusaka Utama Grafitipers dan KITLV Jakarta: PT. Pusaka Grafitipers, 1986, Cet. I, h. 31.
126
H.J. de Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung, op.cit., h. 33
127
Ibid., h. 41-42
128
Ibid., h. 48.
129
Ibid., h. 79.
130
Ibid., h. 81-85
pertempuran. Pemimpinnya yang bernama Pangeran Jayalengkara pun menyerah pada pihak Mataram yang dipimpin Tumenggung Mangun-
oneng. Beberapa waktu kemudian, Jayalengkara meninggal dikarenakan usianya yang sudah tua. Sementara putranya yang bernama Pangeran
Pekik diasingkan ke Ampel. Surabaya pun resmi menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Tumenggung Sepanjang sebagai
bupati.
131
Sasaran Mataram berikutnya setelah Surabaya jatuh adalah Banten yang ada di ujung Barat pulau Jawa. Akan tetapi posisi Batavia
yang menjadi penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram. Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke
Batavia untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut ditolak pihak VOC sehingga
Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang.
132
Maka pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahureksa, bupati Kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua
tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja, cucu dari Ki Juru Martani. Total semuanya adalah 10.000 prajurit. Perang besar terjadi di
benteng Holandia. Pasukan Mataram mengalami kehancuran karena kurang perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Agung bertindak
tegas, ia mengirim algojo untuk menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC menemukan ratusan
mayat orang Jawa berserakan dan sebagian mayatnya tanpa kepala.
133
Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur
berangkat pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 orang
prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun
131
Ibid., 97
132
Abimanyu,op. cit., h. 385.
133
Ibid., h. 385.