Panembahan Ratu II. Ia ditahan sampai meninggalnya dan dimakamkan di Imogiri 1667.
44
2. Perluasan Wilayah Kerajaan Cirebon
Sekitar abad ke-15 hingga abad ke-16, sebuah kerajaan di Jawa bagian barat telah berdiri. Kerajaan tersebut adalah kerajaan Cirebon.
Kerajaan Cirebon terletak di pantai utara pulau Jawa. Lokasinya di perbatasan antara Jawa Barat dengan Jawa Tengah menjadi jembatan
antara kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Sunda. Pada saat kerajaan Mataram berkuasa di Jawa, kerajaan Cirebon dijadikan sebagai
pangkalan penting untuk angkatan bersenjata dan sebagai kerajaan kegamaan saja. Selain itu Cirebon dianggap sebagai vassal daerah
taklukan dari kerajaan Mataram.
45
Kerajaan Cirebon mulai melakukan perluasan wilayah kerajaannya ketika dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Perluasan di Luragung
Kuningan berjalan secara damai dengan ikatan perkawinan. Kemudian dilanjutkan perluasan ke Talaga. Namun di Talaga proses perluasannya
dilakukan secara peperangan dikarenakan terjadi kesalahpahaman antara pengawal Sunan Gunung Jati dengan Prabu Pucukumum. Sunan Gunung
Jati berhasil menundukkan Talaga,
46
tetapi Prabu Pucukumum dan putrinya Nyai Mas Tajungrangagang melarikan diri ke Gunung
Ceremai.
47
Begitu pula di Raja Galuh Majalengka juga melalui peperangan. Akhirnya Cirebon dapat menundukkan Raja Galuh pada
tahun 1528 M.
48
Setelah Raja Galuh takluk, raja Indramayu yang bernama Arya Wiralodra dengan gelar Prabu Indrawijaya tidak hanya
menyatakan meyerah, tetapi juga menyatakan masuk Islam.
49
44
Sanggupri, op. cit., h. 33.
45
Kosoh S., Suwarno K., dan Syafel, Sejarah Daerah Jawa Barat, Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1994, h. 101.
46
Dalam buku lain “Talaga” yang dimaksud adalah Banten Girang, lihat Nina H. Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama, dan Jawara, Jakarta: Pusaka LP3ES
Indonesia, 2003, Cet I, h.
47
Adeng, dkk, op.cit., h. 29-30
48
Ibid., h. 31.
49
Sunyoto, op.cit., h. 165.
Sampai pada masa Panembahan Ratu I wilayah Cirebon kekuasaan pada waktu pemerintahannya meliputi Indramayu, Majalengka,
Kuningan, kabupaten dan kota Cirebon sekarang.
50
Pada pemerintahan selanjutnya Cirebon selalu diapit oleh kerajaan Banten dan Mataram
yang menyebabkan konflik antar ketiga kerajaan ini yang berujung pada meninggalnya Panembahan Girilaya di Kertasura. Peristiwa ini
menyebabkan kekosongan kekuasaan di Cirebon dan terpecahnya kekuasaan Cirebon mejadi tiga bagian, yang masing-masing dipimpin
oleh anak-anak dari panembahan Girilaya Pengeran Martawijaya, Pangeran Kartawijaya, Pangeran Wangsekerta.
51
Karena ketiganya sudah dilantik menjadi Sultan Cirebon, maka Sultan Banten, Ageng Tirtayasa menetapkan ketiganya sebagai raja.
Sebagai anak sulung, Pangeran Martawijaya menjadi Sultan Sepuh I yang berkuasa di Keraton Kasepuhan. Adiknya, Pangeran Kartawijaya
yang berkuasa di Keraton Kanoman dan Pangeran Wangsakerta diangkat menjadi Panembahan Cirebon tetapi tidak memiliki wilayah kekuasaan
dan keraton secara formal.
52
Dari kasus pembagian kekuasaan itu, akhirnya terhitung sejak pertengahan abad XVII di Cirebon ada tiga
kesultananan yang menempati keraton yang berbeda, yaitu Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan.
3. Media Perluasan Islam masa Kerajaan Cirebon
Berbagai cara dilakukan dalam perluasan wilayah dan pengaruh ajaran Islam selain dengan cara kekerasan atau peperangan. Cara atau
media yang digunakan kerajaan Cirebon dalam memperluas pengaruh Islam. Media dalam perluasan wilayah dalam menunjukan eksistensi
Kerajaan Cirebon lebih kepada pendidikan dan dakwah, terutama peran dari Sunan Gunung Jati. Salah satu strategi dakwah yang dilakukan untuk
memperkuat kedudukan sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh yang berpengaruh di Cirebon adalah melalui pernikahan. Sebagaimana
50
Abimanyu, op.cit., h. 449.
51
Ibid., h. 450.
52
Sanggupri op.cit., h. 34.
yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Tidak kurang terdapat enam orang perempuan dijadikan istri.
53
Berikut adalah hasil pemetaan perluasan wilayah ketika kerajaan Cirebon yang tergambar dalam peta tematik dibawah ini:
Gambar 4.2 Peta Perluasan Wilayah Kerajaan Islam di Jawa Periode Kerajaan Cirebon
Gambar peta tematik di atas adalah hasil pemetaan perluasan wilayah pada masa kerajaan Cirebon. Pada peta tematik ini dibagi dengan tiga tipe
simbol yaitu simbol titik, simbol garis dan simbol area. Untuk simbol titik terbagi menjadi dua kategori, yaitu simbol titik berwarna hijau menandakan
daerah-daerah penting yang menjadi wilayah kekuasaan dan taklukan kerajaan Cirebon. Sedangkan untuk simbol titik segilima menandakan pusat
pemerintahan. Untuk simbol yang kedua yaitu simbol garis berupa anak panah warna merah menandakan arah perluasan wilayah ekspansi yang
dilakukan selama pemerintahan Cirebon dari sebelum Banten menjadi
53
Adeng, dkk., h. 161.
kerajaan independen, sampai masa puncak perluasan Cirebon. Dan simbol yang ketiga adalah simbol area berwarna ungu yang menandakan cakupan
wilayah yang pernah dikuasai oleh kerajaan Cirebon yang menguasai Jawa barat bekas kekuasaan Hindu Pajajaran.
C. Periode Kerajaan Banten
Peletak dasar nilai keislaman di kawasan Sunda ialah Nurullah yang berasal dari Samudera Pasai. Beliau datang ke sana sekitar tahun 1525 atau
1526 atas perintah Sultan Trenggana yang merupakan Sultan Demak pada saat itu. Kedatangan Nurullah atau Syarif Hidayatullah yang kemudian
menjadi Sunan Gunung Jati di Jawa bagian barat itu dengan dua misi. Misi pertama penyebaran ajaran agama Islam dan misi kedua memperluas wilayah
kekuasaan Demak.
54
Setelah sampai di Banten, ia segera berhasil menyingkirkan bupati Sunda di situ untuk mengambil alih pemerintahan atas kota pelabuhan
tersebut dengan bantuan militer dari kerajaan Demak. Langkah selanjutnya untuk mengislamkan Jawa Barat ialah menduduki kota pelabuhan Sunda yang
sudah tua, Sunda Kelapa kira-kira tahun 1527.
55
Kemudian ia pergi ke Cirebon, kekuasaannya atas Banten diserahkan kepada putranya yaitu
Hasanuddin. Hasanuddin menikahi putri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun 1552. Ia meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam
meluaskan daerah Islam.
56
1. Raja-raja yang Pernah Memimpin Banten
a. Maulana Hasanuddin
Pada saat masih dibawah naungan Demak, pada tahun 1552 M, Banten dijadikan Negara bagian Demak dengan Maulana Hasanuddin
sebagai Sultannya.
57
Kemudian Maulana Hasanuddin memerdekakan Banten ketika kekuasaan Demak beralih ke Pajang pada tahun 1568 atau
54
M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII, Yogyakarta: Karunia Kalam Sejahtera, 1995, h. 33
55
De Graaf, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa, op. cit., h.148
56
Yatim, op. cit., h. 218
57
Lubis, h. 28.