Perluasan Wilayah Kerajaan Mataram Islam

pertempuran. Pemimpinnya yang bernama Pangeran Jayalengkara pun menyerah pada pihak Mataram yang dipimpin Tumenggung Mangun- oneng. Beberapa waktu kemudian, Jayalengkara meninggal dikarenakan usianya yang sudah tua. Sementara putranya yang bernama Pangeran Pekik diasingkan ke Ampel. Surabaya pun resmi menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Tumenggung Sepanjang sebagai bupati. 131 Sasaran Mataram berikutnya setelah Surabaya jatuh adalah Banten yang ada di ujung Barat pulau Jawa. Akan tetapi posisi Batavia yang menjadi penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram. Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut ditolak pihak VOC sehingga Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang. 132 Maka pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahureksa, bupati Kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja, cucu dari Ki Juru Martani. Total semuanya adalah 10.000 prajurit. Perang besar terjadi di benteng Holandia. Pasukan Mataram mengalami kehancuran karena kurang perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Agung bertindak tegas, ia mengirim algojo untuk menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC menemukan ratusan mayat orang Jawa berserakan dan sebagian mayatnya tanpa kepala. 133 Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur berangkat pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun 131 Ibid., 97 132 Abimanyu,op. cit., h. 385. 133 Ibid., h. 385. pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya. Walaupun kembali mengalami kekalahan, serangan kedua Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut. 134 Kekalahan di Batavia menyebabkan daerah-daerah bawahan Mataram berani memberontak untuk merdeka. Diawali dengan pemberontakan para ulama Tembayat yang berhasil ditumpas pada tahun 1630. Kemudian Sumedang dan Ukur memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang masih setia berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang tahun 1632. 135 Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya pemberontakan Giri Kedaton yang tidak mau tunduk kepada Mataram. Karena pasukan Mataram merasa segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka anggap keturunan Sunan Giri, maka yang ditugasi melakukan penumpasan adalah Pangeran Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari adik Sultan Agung pada tahun 1633. Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri tersebut pada tahun 1636. 136 Pada tahun 1636 Sultan Agung mengirim Pangeran Selarong saudara seayah Sultan Agung, putra Panembahan Hanyakrawati dan selir Lung Ayu dari Panaraga untuk menaklukkan Blambangan di ujung timur Pulau Jawa. Meskipun mendapat bantuan dari Bali, negeri Blambangan tetap dapat dikalahkan pada tahun 1640. 137 Pemerintahan kerajaan Mataram selanjutnya dilanjutkan oleh putra Sultan Agung. Namun pada masa ini terjadi penurunan kekuasaaan Mataram dikarenakan terjadi pemberontakan dan perselisihan didalam internal kerajaan. Amangkurat I juga berselisih dengan putra 134 Ibid. 135 H.J. de Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung, op.cit., h. 201. 136 Ibid., h. 220. 137 Ibid., 262 mahkotanya, yaitu Raden Mas Rahmat yang menjadi Adipati Anom. Perselisihan ini dilatarbelakangi oleh berita bahwa jabatan Adipati Anom akan dipindahkan kepada Pangeran Singasari Pada tahun 1661 Mas Rahmat melancarkan aksi kudeta tetapi gagal. Amangkurat I menumpas seluruh pendukung putranya itu. Sebaliknya, Amangkurat I juga gagal dalam usaha meracun Mas Rahmat tahun 1663. Perselisihan memuncak tahun 1668 saat Mas Rahmat merebut calon selir ayahnya yang bernama Rara Oyi. Amangkurat I menghukum mati Pangeran Pekik mertuanya sendiri, yang dituduh telah menculik Rara Oyi untuk Mas Rahmat. Mas Rahmat sendiri diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri. 138 Mas Rahmat yang sudah dipecat dari jabatan Adipati Anom berkenalan dengan Raden Trunajaya menantu Panembahan Rama alias Raden Kajoran tahun 1670. Kemudian mereka merencanakan pemberotakan terhadap Mataram. 139 Pertempuran demi pertempuran terjadi di mana kekuatan para pemberontak semakin besar. Diperkirakan terjadi perselisihan antara Trunajaya dan Amangkurat II, sehingga Trunajaya tidak jadi menyerahkan kekuasaan kepada Amangkurat II sebagaimana yang direncanakan sebelumnya dan malah melakukan penjarahan terhadap istana Kartasura. Mas Rahmat yang tidak mampu lagi mengendalikan Trunajaya pun berbalik kembali memihak ayahnya. 140 Puncaknya, tanggal 28 Juni 1677 Trunajaya berhasil merebut istana Plered. Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri ke barat. Babad Tanah Jawi menyatakan, bahwa dengan jatuhnya istana Plered menandai berakhirnya Kesultanan Mataram. Setelah mengambil rampasan perang dari istana, Trunajaya kemudian meninggalkan keraton Mataram dan kembali ke pusat kekuasaannya di Kediri, Jawa Timur. 141 138 Abimanyu,op. cit., h. 401. 139 Ibid., h. 401-402. 140 H.J. De Graaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I, op.cit., h. 26 141 Abimanyu,op. cit., h. 402.

3. Media Perluasan Islam Masa Kerajaan Mataram Islam

Berbagai cara dilakukan dalam perluasan wilayah dan pengaruh ajaran Islam selain dengan cara kekerasan atau peperangan. Berikut cara atau media yang digunakan kerajaan Mataram Islam dalam memperluas pengaruh Islam: a. Perkawinan Pangeran Pekik yang merupakan putra dari adipati Surabaya dan masih ada hubungan kekerabatan dengan Sunan Giri, dinikahkan dengan adik Sultan Agung yaitu Ratu Pandan Sari. Kemudian Pangeran Pekik digunakan sebagai alat untuk menaklukkan Giri. Selain itu Sultan Agung juga menikahi putrid dari Cirebon agar Cirebon mau mengakui kekuasaan Mataram. 142 b. Pendidikan dan kebudayaan Sultan agung menaruh perhatian penuh terhadap kebudayaan Mataram. Ia memadukan kalender hijriah yang dipakai di pesisir utara dengan kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman yang hasilnya adalah kalender Islam Jawa sebagai pemersatu rakyat Mataram. Selain itu, Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah berbau mistik yang berjudul Sastra Gending. Dan Sultan Agung juga menetapkan bahasa bangongan yang harus dipakai agar hilangnya kesenjangan satu sama lain 143 . c. Ekonomi dan Politik Hubungan Mataram dengan Cirebon pada masa pemerintahan Panembahan Ratu tidak karena penaklukan, tetap hubungan persahabatan. Dapat terlihat pada pembangunan benteng Cirebon berkat bantuan Senapati. 144 Pada masa Sultan Agung pertanian adalah sumber ekonomi sekaligus kejayaan Mataram. Karena itu, penguasa tanah yang 142 Ibid., 382-383. 143 Ibid., h. 391. 144 Poesponegoro, op.cit., h. 56. luas berpengaruh dalam bidang ekonomi disatu pihak dan kepentingan politik dipihak lainnya. 145 Berikut adalah hasil pemetaan perluasan wilayah ketika kerajaan Banten yang tergambar dalam peta tematik dibawah ini: Gambar 4.5 Peta Perluasan Wilayah Kerajaan Islam di Jawa Periode Kerajaan Mataram Islam Gambar peta tematik di atas adalah hasil pemetaan perluasan wilayah pada masa kerajaan Mataram Islam. Pada peta tematik ini dibagi dengan tiga tipe simbol yaitu simbol titik, simbol garis dan simbol area. Untuk simbol titik terbagi menjadi dua kategori, yaitu simbol titik berwarna hijau menandakan daerah-daerah penting yang menjadi wilayah kekuasaan dan taklukan pada setiap periode kerajaan. Sedangkan untuk simbol titik segilima menandakan pusat pemerintahan dari kerajaan Mataram Islam tepatnya di Yogyakarta. Untuk simbol yang kedua yaitu simbol garis berupa anak panah 145 Abimanyu, h. 388 warna merah menandakan arah perluasan wilayah ekspansi yang dilakukan pada puncak kejayaan Mataram Islam. Dan simbol yang ketiga adalah simbol area warna ungu yang menandakan cakupan wilayah yang pernah dikuasai oleh kerajaan Mataram Islam, kecuali Batavia yang masih dikuasai oleh Belanda. 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian library research studi pustaka tentang periodisasi perluasan wilayah kerajaan Islam di Jawa, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Periodisasi perluasan wilayah Kerajaan Islam di Jawa dapat dibagi kedalam lima periode kerajaan yaitu Demak, Cirebon, Banten, Pajang, dan Mataram Islam. Perioden pertama yaitu Kerajaan Demak. Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Demak mencapai puncak kejayaan dan perluasan wilayah ketika di bawah Sultan Trenggana, Demak menguasai daerah- daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana, Tuban, Madiun, Surabaya dan Pasuruhan, dan Malang. Periode kedua yaitu Kerajaan Cirebon. Kerajaan Cirebon sangat melekat dengan Sunan Gunung Jati. Perluasan wilayah yang ia lakukan ke wilayah Talaga, Raja Galuh, Luragung dan sekitarnya. Pada masa pemerintahan Cirebon selanjutnya tidak melebarkan sayapnya ke daerah-daerah lain karena terjepit oleh dua kerajaan besar yaitu Banten dengan Mataram. Periode ketiga yaitu Kerajaan Banten. Kerajaan Banten menguasai daerah Jawa bagian barat, selain wilayah Cirebon. Dan kekuasaan Banten sampai ke pulau Sumatra, tepatnya di Bengkulu, Lampung, dan Palembang. Periode keempat yaitu kerajaan Pajang. Jaka Tingkir menjadi Raja Pajang pertama memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang. Pada masa jayanya, kerajaan Pajang menguasai wilayah seperti Madura, Sidayu Lamongan, Gresik, Pasuruan, Tuban, Wirasaba, Kediri, Ponorogo, Madiun, Blora, dan Jipang. Untuk Jipang dan Demak telah terlebih dahulu mengakui kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Jaka Tingkir. Periode kelima yaitu kerajaan Mataram Islam. Periode kerajaan Mataram menjadi suksesi