Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
176
Reaksi berlangsung karena adanya partikel ‐partikel, atom
atau molekul yang bertumbukan dan tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi, hanya tumbukan dengan
energi yang cukup yang dapat menghasilkan reaksi. Energi tersebut dikenal dengan Energi aktifasi dan
didefinisikan sebagai energi kinetik minimum yang harus dimiliki atau diberikan kepada partikel agar tumbukannya
menghasilkan sebuah reaksi. Dalam Hubungannya dengan energi atau
∆H, maka enegi aktifasi bukan bagian dari energi tersebut seperti dapat kita lihat pada dua jenis
reaksi eksoterm dan endoterm pada Gambar 10.1. Untuk lebih mudah memahami perhatikan persamaan
reaksi sebagai berikut : A
→ B Pada awal reaksi, yang ada hanya zat A, sedangkan zat B
belum terbentuk. Selama reaksi berjalan, secara perlahan
‐lahan zat A berkurang, dan zat B terbentuk atau bertambah. Secara grafik dapat kita sederhanakan pada
Gambar 10.2. Untuk lebih mudah memahami perhatikan persamaan reaksi sebagai berikut :
A → B
Pada awal reaksi, yang ada hanya zat A, sedangkan zat B belum terbentuk. Selama reaksi berjalan, secara
perlahan ‐lahan zat A berkurang, dan zat B terbentuk atau
bertambah. Secara grafik dapat kita sederhanakan pada Gambar 10.3. Sehingga kita dapat katakan bahwa
kecepatan reaksi adalah berkurangnya konsentrasi zat A dalam selang waktu tertentu, dengan persamaan :
t A
V ∆
∆ −
= ]
[
dimana V = kecepatan dalam molL.s ∆[A] = penurunan konsentrasi zat A dalam molL
∆t = Selang waktu dalam detik Kecepatan reaksi dapat kita ubah dalam satuan
konsentrasi B, yaitu bertambahnya konsentrasi zat B dalam selang waktu tertentu. Jika kita rumuskan :
t B
V ∆
∆ =
] [
dimana V = kecepatan dalam molL.s ∆[B] = pertambahan konsentrasi zat B dalam molL
∆t = selang waktu dalam detik Gambar 10.2. Perubahan
konsentrasi zat A dan meningkatnya konsentrasi dalam
selang waktu
Gambar 10.3. Perubahan konsentrasi zat A dan
meningkatnya konsentrasi dalam selang waktu
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
177
Guldenberg dan Waage mengamati kecepatan reaksi dan dan menyatakan bahwa kecepatan reaksi bergantung
pada konsentrasi dari zat yang bereaksi. Hubungan ini dirumuskan “Kecepatan reaksi pada sistem homogen
satu fase berbanding langsung dengan konsentrasi zat
‐ zat yang bereaksi dipangkatkan dengan koefisien masing
‐ masing zat yang bereaksi sesuai dengan persamaan
reaksinya” lihat Gambar 10.4. Perhatikan persamaan reaksi dibawah ini :
a A + → b B
Maka menurut Guldenberg dan Waage, kecepatan reaksi zat A dan B menjadi zat C dan D adalah:
[ ]
a
A k
V .
=
V = kecepatan reaksi k = konstanta kecepatan reaksi
[A] dan [B] = konsentrasi zat A dan zat B a dan b = koefisien zat A dan zat B dalam persamaan
reaksi.
10.2. Tahap Reaksi Berlangsungnya reaksi kimia umumnya terjadi dalam
beberapa tahap reaksi, misalnya pada oksidasi gas HBr : 4 HBr
g
+ O
2g
→ 2 H
2
O
g
+ Br
2g
Persamaan reaksi diatas menunjukan bahwa reaksi akan berlangsung apabila 4 molekul HBr bertumbukan
sekaligus dengan satu molekul O
2
. Tetapi tumbukan seperti ini kecil sekali kemungkinannya terjadi.
Tumbukan yang mungkin terjadi adalah tumbukan antara dua molekul, yaitu antara 1 molekul HBr dan 1 molekul
O
2
. Deangan cara fikir ini, maka reaksi berlangsung melalui beberapa tahap.
Dari reaksi diatas, tahapan reaksinya adalah: Tahap I : HBr + O
2
→ HOOBr lambat Tahap II : HBr + HOOBr
→ 2 HOBr cepat Tahap III : 2 HBr + 2 HOBr
→ 2 H
2
O + Br
2
cepat 4 HBr + O
2
→ 2 H
2
O + Br
2
Gambar 10.4. Kecepatan menurut Guldenberg dan Waage
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
178
Dari contoh diatas terlihat bahwa kecepatan reaksi ditentukan oleh kecepatan terbentuknya HOOBr yaitu
reaksi yang berlangsung paling lambat. Jadi dapat disimpulkan bahwa kecepatan reaksi secara keseluruhan
ditentukan oleh tahap yang paling lambat pada reaksi tersebut, tahap yang paling lambat ini disebut tahap
penentu kecepatan reaksi.
10.3. Tingkat Reaksi Definisi menurut Guldenberg dan Waage, “Kecepatan
reaksi pada sistem homogen satu fase berbanding langsung dengan konsentrasi zat
‐zat yang bereaksi dipangkatkan dengan koefisien masing
‐masing zat yang bereaksi sesuai dengan persamaan reaksinya”
Definisi ini menekankan pada konsentrasi dan pangkatnya yang berasal dari koofisien reaksi. Jumlah
dari pangkat zat ‐zat yang bereaksi disebut dengan Tingkat
reaksi. Perhatikan contoh dari persamaan reaksi dibawah ini:
H
2g
+ I
2g
→ 2 HI
g
Kecepatan reaksinya adalah: V = k [H
2
] [I
2
] Zat
‐zat yang bereaksi adalah H
2
dan I
2
masing ‐masing zat
memiliki pangkat 1. Jumlah pangkat dari kedua zat tersebut adalah 2, dan tingkat reaksinya adalah dua.
Untuk lebih mudah kita memahaminya, kita coba bahas contoh yang lannya, Misalkan diketahui kecepatan suatu
reaksi adalah:
V = [A]
2
[B]
3
Dari persamaan ini kita dapat simpulkan bahwa tingkat reaksinya adalah 5 berasal 2 + 3 dari pangkat [A] +
pangkat [B]. Secara parsial reaksi adalah tingkat dua terhadap zat A dan reaksi tingkat tiga terhadap zat B.
Pada umumnya penentuan tingkat suatu reaksi tidak dapat ditentukan langsung dari persamaan reaksinya,
tapi ditentukan melalui eksperimen, lihat Tabel 10.1.
Perhitungan kecepatan reaksi dapat dilakukan dengan melihat harga
∆[C] yang didukung oleh data eksperimen, misalnya; kecepatan reaksi sebuah reaksi meningkat 2
dua kali untuk setiap terjadi kenaikan temperatur 10
o
C, Berapa kali lebih cepat jika kita membandingkan reaksi
yang berlangsung pada suhu 100
o
C dengan 20
o
C. Tabel 10.1. Tingkat reaksi atau orde
reaksi hasil eksperimen
Persamaan reaksi Rumus
kecepatan
Reaksi Tingkat 1 satu
2 H
2
O
2
→ 2 H
2
O + O
2
V = k [H
2
O
2
]
Reaksi Tingkat 2 dua
2 HI
g
→ H
2g
+ I2
g
V = k [HI]
2
Reaksi Tingkat 3 tiga
2H
2g
+ 2NO
g
→2H
2
O
g
+ N
2g
V=k[H
2
] [NO]
2