67
Haranggaol menempatkan benih ikan dekat sopo, ukuran pembenihan ini adalah 5×5 meter yang dibagi menjadi 2 sekat dengan jaring pelampung.
Pemindahan benih ikan ke kolam yang habis dipanen tanpa adanya jedah waktu akan mengakibatkan turunnya kualitas air. Pemberian makan
sehari selama 6 jam dengan banyaknya pakan sekitar 5-8 kg pellet. Dapat dibayangkan sisa pakan yang tertinggal di dalam air. Belum lagi tidak
adanya durasi jedahnya kolam setelah panen, ketika pagi panen siang hari kolam yang kosong akan diisi dengan ikan lain. Jadi tidak ada kolam yang
kosong paskah panen, para petani sangat tergiur dengan keuntungan yang diperoleh sehingga tidak membiarkan masa istirahat. Sebenarnya
pengelolaan yang seperti ini akan semakin memperburuk keadaan lingkungan Danau Toba.
3.2.1 Syarat Mendirikan Keramba
Dalam mendirikan bangunan telah ditetapkan oleh aturan-aturan secara normatif dari pemerintah. Aturan itu dicantumkan dalam undang-undang RI
melalui Menteri kelautan dan perikanan Nomor KEP. 02MEN2004 tentang perizinan usaha perikanan, pasal 5 ayat 1 yang menyebutkan:
“setiap warga Negara Republik Indonesia atau badan hukum Indonesia termasuk koperasi yang melakukan usaha pembudidayaan
ikan sebagaimana yang dimaksudkna dalam pasal 2 usaha pembdidayaan ikan meliputi: pembudidayaan ikan di air tawar,
pembudidayaan ikan di air tawar, pembudidayan ikan di air paya, pembudidayaan ikan di laut wajib memiliki izin usaha perikanan”
Universitas Sumatera Utara
68
Dan pasal 17 ayat 2 juga menyebutkan: a.
Pembenihan dengan areal lahan tidak lebih dari 0,75 Ha b.
Pembenihan dengan areal lahan air tenang tidaklebih dari 2 Ha, kolam air deras tidak lebih dari 5 unit 1 unit=100 m², keramba
jaring apung tidak lebih dari 4 unit dengan ketentuan 1 unit = 4×7×7×2,5 m³, keramba tidak lebih dari 50 buah 1buah keramba
berukuran 4×2×1,5m³
Namun, sepertinya undang-undang tersebut tidak berlaku pada masyarakat sekitar Haranggaol. Syarat mendirikan keramba jaring apung di lokasi ini cukup mudah,
sebab belum ada aturan yang jelas tentang siapa yang berhak membuat keramba di Pantai Haranggaol dan bagaimana ketentuannya. Jadi, asalkan masih berada di
kedua zonasi
27
yang ditetapkan pemerintah silahkan mendirikan keramba. Tetapi, keramba yang baru tidak boleh mengganggu milik orang lain yang sudah lebih
dahulu mendirikan.
Dahulu banyak investor asing yang menanam modal untuk pembuatan keramba jaring apung. Karena memang tidak ada aturan yang jelas, hal ini
menjadi sah ditambah investor tersebut adalah kerabat penduduk Haranggaol atau pemuda Haranggaol yang merantau di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan,
Pekan Baru, Medan dan Siantar bahkan Kalimantan. Mereka yang menanam modal ini kemudian bekerja sama dengan penduduk katakan saja kerabat mereka.
dengan sistem pembagian 2080. Artinya ketika panen orang yang bekerja mendapat 20 dari hasil panen dan selebihnya adalah milik pemodal. pembagian
27
Zonasi yang dtetapkan pemerintah adaah 100 meter dari bibir pantai dan berada dikawasan Tuktuk Sipalu dan Simarbabi yang melintasi tiga desa di Haranggaol yakni Haranggaol Pekan,
Tangga Batu dan Purba Saribu
Universitas Sumatera Utara
69
yang seperti ini adalah pembagian pertama yakni awal masa panen. Setelah panen kedua, ketika modal pembuatan kolam selesai maka pembagian menjadi 4060.
Akan tetapi sistem yang seperti itu tidak ditemukan lagi saat ini, menurut informasi yang ditemukan para investor tersebut urung kembali memiliki kolam
paska terjadi serangan virus koi herves. Saat itu para investor merugi besar, modal yang ditanam tidak kembali. Sehingga kolam-kolam yang didirikan diserahkan
kepada para kerabatnya yang mengelola. Pemberian kolam ini dianggap sebagai hadiah dari hasil panen yang telah dicapai selama mendirikan keramba. Jadi para
investor ini tidak merasa dirugikan.
Untuk para perantau yang memilih pulang ke kampung halaman, mereka akan mendirikan keramba sendiri atau membagi dua kolam yang telah
sebelumnya dipasangnya. Misalnya pada saat kolam diperkerjakan oleh kerabatnya, mereka memiliki 6 unit berarti mereka memiliki 12 lobang kolam.
Maka mereka membaginya menjadi 6040 atau bahkan ada yang membagi 5050. Semua itu tergantung pembicaraan mereka. Dari data tersebut memang
pengelolaan kolam ini sifatnya tidak baku. Semua tergantung kedekatan yang terjalin antara investor dengan pekerja.
Itu sebabnya saat ini aturan dan pengelolaan keramba jaring apung di Haranggaol masih bersifat meluas. Tidak terikat dengan aturan pemerintah, tidak
pula ada aturan baku seperti lubuk larangan di Tapanuli Selatan dan ongko-ongko di Sulawesi. Meskipun aturan yang seperti itu bersifat lokal namun ada secara
lisan dan disepakati secara umum bagi komunitas yang mengalami. Sementara
Universitas Sumatera Utara
70
Haranggaol aturan dan ketentuannya bersifat individual, tergantung individu dengan individu yang bersangkutan.
Kini hampir semua masyarakat yang memiliki kolam adalah penduduk lokal, mereka bertempat tinggal dan besar di Haranggaol. Jadi sekarang aturan
mendirikan keramba adalah mereka yang memiliki modal, dan jika memungkinkan semua petani harus putra daerah. Masalah berapa jumlah keramba
yang boleh didirikan, dimana didirikan menjadi urusan pribadi para petani. Kuncinya adalah tidak mengganggu kolam yang sudah berdiri bahkan dalam
sebuah percakapan para petani menawarkan untuk mendirikan kolam, menurut mereka hal itu sah karena penulis adalah ornag Batak. Secara tidak langsung para
petani sebenarnya menginginkan petani adalah orang Batak, terbukti memang seluruh petani yang terdapat di Haranggaol adalah orang Batak.
3.2.2 Kepemilikan