Kepemilikan Pengelolaan Keramba Jaring Apung

70 Haranggaol aturan dan ketentuannya bersifat individual, tergantung individu dengan individu yang bersangkutan. Kini hampir semua masyarakat yang memiliki kolam adalah penduduk lokal, mereka bertempat tinggal dan besar di Haranggaol. Jadi sekarang aturan mendirikan keramba adalah mereka yang memiliki modal, dan jika memungkinkan semua petani harus putra daerah. Masalah berapa jumlah keramba yang boleh didirikan, dimana didirikan menjadi urusan pribadi para petani. Kuncinya adalah tidak mengganggu kolam yang sudah berdiri bahkan dalam sebuah percakapan para petani menawarkan untuk mendirikan kolam, menurut mereka hal itu sah karena penulis adalah ornag Batak. Secara tidak langsung para petani sebenarnya menginginkan petani adalah orang Batak, terbukti memang seluruh petani yang terdapat di Haranggaol adalah orang Batak.

3.2.2 Kepemilikan

Kepemilikan keramba sepenuhnya adalah urusan dari pemodal. Mulai dari mendirikan, mencari lokasi sampai masalah perizinan diatur oleh pemodal. Namun yang terjadi di desa ini, izin bukanlah suatu persoalan yang harus diselesaikan sebab keramba jaring apung ini masih bersifat illegal. Sehingga petani tidak perlu mengurus surat izin, dan tidak perlu membayar retribusi seperti pajak pendapatan dan pajak usaha. Keramba jaing apung sudah menjadi mata pencaharian selama 15 tahun, namun izin resmi dari pemerintah belum ada sehingga kepemilikan keramba pun Universitas Sumatera Utara 71 bebas bagi mereka yang memiliki modal. Dahulu sebelum terjadi serangan virus koi herves pemilik kolam di Haranggaol adalah investor-investor dari luar Haranggaol seperti Jakarta ,Medan dan Siantar. Umumnya mereka memiliki keluarga di desa ini, setelah terjadi serangan virus tersebut yang melanjutkan usahanya adalah keluarga dari investor yang sebelumnya hanya menjadi anggota. Dewasa ini yang memiliki keramba di Haranggaol adalah mereka yang memiliki modal. Tanpa batasan jumlah, dan bebas mendirikan keramba dimanapun tempatnya. Asal tidak mengganggu bangunan keramba yang sudah ada, maka masyarakat bebas membangun kerambanya. Sebenarnya masyarakat tidak boleh asal mendirikan kerambanya di danau, setelah terjadi aturan pemerintah yang membuat zonasi. Zonasi ini dibagi menjadi dua yakni zona Simarbabi dan Tuktuk Sipalu. Kedua zonasi ini melewati 3 desa di Kelurahan Haranggaol yakni: Haranggaol Pekan, Tangga Batu dan Purba Saribu. Keberadaan zonasi ini tidak sepenuhnya dilanggar oleh petani, terbukti pada tahun 2010 saat ditetapkan zonasi ini para petani yang telah mendirikan keramba di dekat pantai merelokasi kerambanya sejauh 20 meter dari tepi pantai. Perelokasian ini membuat keramba tampak lebih teratur. Setelah sebelumnya keramba-keramba ini berserahkan. Dari dua zonasi ini petani lebih memilih mendirikan keramba di sekitar Simarbabi karena memang keadaan alam di zonasi ini sangat baik, tidak terlalu jauh dari rumah-rumah petani dan yang paling utama adalah arus di lokasi ini tidak sekencang seperti di Tuktuk Sipalu. Universitas Sumatera Utara 72

3.2.3 Tugas dan Pembagian Kerja