86
BAB IV BERBAGAI ATURAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN KERAMBA
JARING APUNG
4.1 Aturan Pemerintah Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Danau
Danau Toba merupakan sumber daya air yang memiliki nilai sangat penting dan strategis baik ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi, ekonomi
maupun estetika. Hal ini berkaitan dengan manfaat Danau Toba sebagai habitat dari berbagai jenis organisme air, sebagai sumber air minum bagi masyarakat
sekitarnya, sarana transportasi, sumber air pertanian, media perikanan perikanan budi daya maupun perikanan tangkap, sebagai sumber air bagi PLTA Sigura-
gura, dan yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai obyek wisata andalan di Provinsi Sumatera Utara yang sudah dikenal luas ke berbagai manca negara.
Sebagai suatu ekosistem secara umum fungsi-fungsi tersebut sangat tergantung satu sama lain, khususnya tergantung pada kondisi parameter kualitas
badan air danau itu sendiri. Bila terjadi penurunan kualitas badan air danau, maka fungsi danau tersebut akan mengalami penurunan bahkan dapat menghilang
dengan sendirinya. Salah satu permasalahan yang pada saat ini banyak menarik perhatian adalah keberadaan limbah yang terbuang ke perairan danau seperti
limbah kegiatan pertanian, limbah rumah tangga, limbah minyak dari kegiatan transportasi air dan limbah kegiatan budidaya ikan keramba jaring apung KJA.
Universitas Sumatera Utara
87
Permasalahan yang diungkapkan diatas menjadi sebuah dilema bagi pemerintah, terbukti hingga saat ini tidak kunjung terselesaikan. Masalah yang
paling pelik dihadapi saat ini ialah budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung. Di Haranggaol sendiri hingga kini terdapat 10.010 petak keramba. Dan
menurut kepala Desa Haranggaol bapak Janes Sitanggang jumlah pembuatan kermba jaring apung tersebut naik 7-8 pertahunnya. Pertumbuhan tersebut
memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan perairan, asumsi tersebut dihasilkan dari pakan ikan dan fases ikan yang dibudidayakan. Seperti yang
disebutkan oleh seorang informan dilapangan yang tidak ingin identitasnya disebutkan:
“Ikan jelas memerlukan pakan, bayangkan saja jika perharinya perlobang kolam diberikan makan 5-8 kghari, berapa jumlah residu
yang ditinggalkannya dalam air? Itu masih sisa pakan, belum kotoran yang perlobang kolam diisi dengan dua ribu ikan paling
sedikit. Jadi bisa kamu bayangkan bagaimana pencemaran yang terjadi. Itu kalo mau ngbahas pencemaran. Semua kegiatan pasti
ada plus minusnya jadi jangan lihat pencemarannya aja, lihatlah juga penghasilan mereka yang punya kolam. Fasilitas orang itu
lengkap sekarang dirumah. Itu yang seharusnya dipikirkan oleh pemerintah Simalungun ini.”
Secara hierarkis, pemerintah sudah memiliki peraturan dan perundang- undangan pengelolaan lingkungan hidup yang diatur oleh UUD 1945 yakni pada
pasal 33 dengan isi “ Segenap Sumber daya alam perikanan harus dikelola agar dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat”, kemudian pengelolaannya dan
kelestariannya harus tetap dijaga demi kepentingan generasi sekarang dan
Universitas Sumatera Utara
88
generasi yang akan datang Pasal 4 UU No 23 Tahun 1997. Namun tampaknya undang-undang ini belum diterapkan secara tegas di wilayah perairan Indonesia.
Terbukti dari beberapa penelitian menunjukkan tingkat kemiskinan berada di pesisir pantai dan laut Indonesia didominasi oleh nelayan.
Tidak hanya kedua undang-undang tersebut, pemerintah juga memiliki beberapa undang-undang lain untuk meminimalkan permasalahan lingkungan.
Melalui 1 UU No. 5 Tahun 1960 tentang ketentuan dasar pokok-pokok Agraria UUPA, 2 UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, 3 Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang analisis dampak lingkungan. 4 PP No. 15 Tahun 1990 tentang Perizinan Usaha Perikanan, 5
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dimana kawasan Danau Toba dan sekitarnya ditetapkan sebagai
kawasan Strategis Nasional, sehingga usaha yang dilakukan di sekitar wilayah Danau Toba agar selalu berwawasan lingkungan.
Aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah sepertinya tidak memberikan hasil secara maksimal bagi penanggulangan pencemaran yang terjadi di sekitar
Danau Toba. Di Haranggaol tampak nyata ketidaksiapan diterimanya Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
dimana kawasan Danau Toba sekitarnya ditetapkan sebagai kawasan Strategis Nasional dan menjadi geopark Sumatera Utara. Sehingga pengaplikasian
peraturan seharusnya menjaga kelestarian lingkungan danau, pengaturan jenis mata pencaharian dan meminimalkan dampak lingkungan yang terjadi akibat
usaha yang terdapat di Danau Toba.
Universitas Sumatera Utara
89
Melalui peraturan pemerintah tersebut bapak JR Saragih selaku Bupati Kabupaten Simalungun melakukan kunjungan kerja ke Haranggaol, pada 23
September 2013. Beliau disambut oleh dinas setempat dan dimeriahkan pula oleh kehadiran anak SD dengan pakaian adat Simalungun. Acara yang digelar di
pekan Desa Haranggaol yang tidak dipakai selain hari Senin ini bersifat terbuka.
Dalam kesempatan tersebut beliau memberikan pengarahan kepada masyarakat Haranggaol khususnya petani keramba agar memperhatikan aspek
lingkungan dalam kegiatan budidaya ikan keramba jaring apungnya. Pemberian arahan oleh bupati Simalungun kembali mengingatkan masyarakat mengenai
keindahan alam Danau Toba yang terdapat di Simalungun, hamparan pegunungan, pantai-pantai yang indah dan kejayaan pariwisata yang pernah
terjadi di Haranggaol.
Pada saat yang sama beliau berjanji akan memperbaiki infrastruktur di Haranggaol jika masyarakat kembali kepada Pariwisata. Beliau juga menghimbau
camat, kepala desa, tokoh masyarakat untuk membangun Haranggaol bukan hanya untuk sentra perikanan. Sebab Haranggaol belum memiliki aturan daya
dukung lingkungan untuk meminimalkan penurunan kualitas air oleh sisa pakan dan fases. Jangan sampai kejadian virus koi herves terjadi lagi. Jika sudah
demikian sudah terlambat untuk meminimalkan persoalan yang terjadi.
Pengarahan tersebut tampaknya hanya semacam agenda kerja untuk masyarakat Haranggaol karena menurut mereka bupati hanya memberikan janji
palsu seperti penaikan jumlah wisatawan jika keramba tidak ada. Memang beliau
Universitas Sumatera Utara
90
tidak mengatakan penutupan keramba secara terang-terangan akan tetapi beliau seperti memberikan isyarat penting kepada peserta yang hadir. Beliau
memberikan pilihan kepada masyarakat ingin dijadikan pariwisata atau sentra perikanan Haranggaol?
Menanggapi hal tersebut, beberapa petani di lapangan memberikan respon: “dari dulu sewaktu keramba belum ada mengapa tidak menaikkan jumlah
kunjungan wisatawan?”. Jika permasalahannya adalah keramba, petani kira itu keliru. Sebab karena keramba setiap weekend dan hari libur nasional banyak
wisatawan yang berkunjung kepantai-pantai Haranggaol hanya untuk sekedar memancing dan membakar ikan sambil menikmati hamparan keramba. Kemudian
jika memang sudah berniat membangun Desa Haranggaol menjadi baik melalui infrastruktur mengapa harus mengorbankan mata pencaharian yang sudah jelas
pendapatannya menyejahterakan. Mengapa tidak membuat wisata keramba misalnya? Menutup kolam bukan solusi untuk memecahkan persoalan yang ada.
Mari membangun perikanan dan pariwisata sejalan, beritahu kami berapa kapasitas dan daya dukung perikanan di desa ini agar dapat meminimalkan
dampak lingkungan, begitu kira-kira saran dari para petani untuk pemerintah Kabupaten Simalungun.
Pemerintah melalui menteri lingkungan hidup juga memiliki aturan perundang-undangan untuk kelestarian danau dan waduk diantaranya Nomor 28
Tahun 2009 mengenai daya tampung beban pencemaran air danau dan atau waduk. Dimana dalam pasal ini disebutkan banyak hal yang harus diperhatikan
untuk menjaga kelestarian danau tanpa mengorbankan mata pencaharian yang ada
Universitas Sumatera Utara
91
di sekitarnya. Daya tampung merupakan kriteria penting yang harus diselesaikan untuk menyelesaikan persoalan keramba jaring apung Haranggaol. Melalui daya
tampung ini dapat ditentukan apakah mata pencaharian keramba jaring apung adalah jenis mata pencaharian yang berkelanjutan. Meskipun daya tampung ini
persoalan yang penting, sepertinya masyarakat seakan menutup mata. Terbukti dengan berdirinya ribuan jaring apung di Haranggaol padahal luas keramba jaring
apung hanya sekitar 245 Hektar.
Secara khusus norma pengelolaan sumber daya alam perikanan diatur dalam undang-undang perikanan. Berdasarkan undang-undang ini pengelolaannya
dikembalikan kepada pemerintah untuk menetapkan berbagai hal misalnya: 1.
Alat-alat tangkap, 2.
Syarat-syarat teknis perikanan bagi kapal perikanan dengan tidak mengurangi ketentuan tentang keselamatan pelayaran untuk laut,
3. Jumlah yang boleh ditangkap dan jenis serta ukuran ikan yang ditangkap
4. Daerah, jalur dan waktu atau musim penangkapan
5. Setiap orang atau badan hukum yang melakukan usaha perikanan wajib
memiliki izin usaha perikanan. Menyangkut izin usaha perikanan yang sering disebut dengan IUP berlaku selama tiga tahun dan wajib
diperbaharui atau diperpanjang lagi perda No 81987.
Dalam kenyataannya pengelolaan IUP ini tidak diberlakukan di Haranggaol, itulah sebabnya jumlah keramba di desa ini terus bertambah.
Meskipun terjadi dilema di Haranggaol antara keberlanjutan usaha keramba jaring apung dan kelestarian alam, masyarakat masih mendapat dukungan dari dinas
Universitas Sumatera Utara
92
perikanan. Hal ini disebutkan oleh Gerhad Saragih yang menghadiri sebuah diskusi terbatas yang diadakan oleh Radio Komunitas Langgiung di Sigunggung,
Haranggaol 2011 lalu.
Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Simalungun tidak mendukung dilakukan penghapusan keramba jaring apung di Danau Toba khususnya di
Haranggaol. Kami tetap berada di pihak masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu membuat studi kelayakan untuk memperkuat argumentasi mempertahankan
keramba jaring apung di sini, kata Ir.Angela, Kasubbag Perencanaan Program Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Simalungun
31
. Meskipun demikian, mereka menghimbau masyarakat agar memperhatikan aspek kelestarian
lingkungan sehingga mata pencaharian ini terus berlanjut.
Pada saat itu juga dinas perikanan mendorong masyarakat agar menyetujui perelokasian yang di atur oleh pemerintah demi menjaga keindahan serta
kelestarian lingkungan Haranggaol. itulah sebabnya masyarakat pada tahun 2012 memenuhi aturan pemerintah untuk merelokasi keramba jaring apungnya sejauh
250 meter dari bibir pantai.
Masyarakat Haranggaol mengerti aturan undang-undang dan berbangga hati dengan geopark taman bumi yang disandang oleh Danau Toba khususnya
daerah Samosir. Akan tetapi peraturan yang mereka buat sendiri untuk mengelola Danau Toba lebih besar manfaatnya. Memberikan dampak perekonomian yang
nyata daripada program pemerintah yang janji tinggal janji.
31
Sumber: httpwww.suara komunitas.html diakses 24 april 2014
Universitas Sumatera Utara
93
Pernyataan beberapa informan tersebut memang terbukti bahwa setelah kunjungan tersebut tidak ada lagi pembicaraan mengenai kelanjutan program yang
dicanangkan tersebut. Hingga saat ini masyarakat Haranggaol belum memiliki perizinan usaha keramba jaring apung. Meskipun secara hukum ini merugikan
mereka, karena kapan saja pemerintah dengan kekuatan yang otoriter mampu mendesak masyarakat menghapuskan keramba jaring apung di Haranggaol. Akan
tetapi, di lain sisi ini menguntungkan mereka sebab tidak ada pajak yang harus ditanggung dan tidak menambah daftar pengeluaran petani.
Untuk permasalahan daya dukung lingkungan diperlukan keseriusan pemerintah Kabupaten Simalungun. Sampai saat peneliti melakukan penelitian
belum ada keputusan resmi mengenai daya dukung lingkungan, hingga masyarakat mengelola keramba berdasarkan pengetahuan yang didapatnya
langsung.
4.2 Aturan Masyarakat