Aturan Yang Berlaku Dalam Pengelolaan Keramba Jaring Apung

97 Jangan kamu berenang jika tidak tahu berenang,jangan mengorbankan diri untuk menunjukan kebolehanmu kepada Tuhan. Kapan saja kamu bisa hilang dan tidak terlihat lagi, dan itu menjadi tanggung jawabku. Dalam hal ini ada penghormatan terhadap naibata bahwa manusia tidak boleh menunjukan kesombongan. Karena segala yang dimiliki kapan saja bisa diambil kembali tanpa jejak dan sudah menjadi tanggung jawab sesama manusia untuk mengingatkan. Akan tetapi penghormatan terhadap alam ini tidak ditunjukan masyarakat Haranggaol dalam mengelola danau. Tidak seperti beberapa suku bangsa di Indonesia yang memiliki cara-cara tersendiri untuk menghormati keberadaan sumber daya alamnya dengan baik dalam konteks ini dapat dikatakan sebagai pemeliharanbudidaya perikanan dengan basis kearifan lokal.

4.2.2 Aturan Yang Berlaku Dalam Pengelolaan Keramba Jaring Apung

Dalam mendirikan bangunan telah ditetapkan oleh aturan-aturan secara normatif dari pemerintah. Aturan itu dicantumkan dalam undang-undang RI melalui Menteri kelautan dan perikanan Nomor KEP. 02MEN2004 tentang perizinan usaha perikanan, pasal 5 ayat 1 yang menyebutkan: “setiap warga Negara Republik Indonesia atau badan hukum Indonesia termasuk koperasi yang melakukan usaha pembudidayaan ikan sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 2 usaha pembudidayaan ikan meliputi: pembudidayaan ikan di air tawar, , pembudidayan ikan di air paya, pembudidayaan ikan di laut wajib memiliki izin usaha perikanan” Pemberlakuan undang-undang ini tidak diberlakukan di Haranggaol, sampai pada saat ini masyarakat tidak memiliki surat izin usaha perikanan. Universitas Sumatera Utara 98 Selama 15 masyarakat tidak memiliki surat izin, namun demikian mata pencaharian ini tetap bertahan bahkan mampu mendobrak perekonomian masyarakat. Izin bukanlah satu-satunya yang tidak diberlakukan, ada banyak persoalan yang terjadi di desa ini. Minimnya kesadaran dari pihak masyarakat sebagai pengelola lingkungan danau memperkeruh kondisi lingkungannya. Pada sub bab di atas telah dijelaskan mengenai peraturan pemerintah untuk mengelola Danau Toba. Akan tetapi tampaknya tidak berjalan dengan baik, diketahui masih belum terdaftarnya keramba jaring apung sebagai jenis mata pencaharian resmi di Haranggaol. Bukan hanya itu, data resmi di kantor kelurahan pun tidak ditemukan berapa orang jumlah masyarakat yang memiliki keramba jaring apung. Data yang penulis sampaikan pada bab sebelumnya adalah hasil perhitungan dengan informan. Kebenaran data ini dikatakan oleh bapak Gerhad Saragih selaku ketua asosiasi petani keramba Haranggaaol. Asosiasi Petani keramba Dearma adalah sebuah wadah yang menampung aspirasi masyarakat Haraggaol. Mengetahui permasalahan dan melindungi hak- hak pengelolaan Haranggaol. Meskipun asosiasi ini tidak berbadan hukum dan belum memiliki agenda kerja yang jelas, setidaknya asosiasi ini sudah memiliki jumlah para petani keramba jaring apung yang tersebar di desa-desa Haranggaol. Jumlah daya dukung lingkungan di Haranggaol yang belum diketahui memperburuk keadaan seperti penurunan kualitas perairan. Air danau yang jernih dan dapat dipergunakan untuk keperluan rumah tangga tinggal kenangan, karena saat ini air danau berubah menjadi keruh, berbau amis serta terdapat tumpukan Universitas Sumatera Utara 99 enceng gondok. Penurunan kualitas lainnya adalah keadaan di atas keramba, bagi yang baru pertama kali berkunjung ke kolam akan dipusingkan oleh bau pakan, amisnya ikan sampai bangkai ikan dan bau binatang peliharaan yang ikut menjaga keamanan danau. Sejauh mata memandang danau, pendatangpengunjung akan melihat deretan keramba jaring apung. Hanya ada setapak jalur perairan yang disisakan untuk jalur para petani mengontrol ikan dikolam. Kapal bermotor merupakan sarana yang digunakan para petani untuk mencapai kolam. Luas danau yang telah digunakan untuk lokasi perikanan di Haranggaol adalah 50.050 meter², perhitungan ini dapat berubah sewaktu-waktu karena para petani bebas mendirikan keramba. Sampai peneliti meninggalkan desa ini jumlah keramba jaring apung masih pada luas tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui tabel berikut: Luas danau untuk Keramba Jaring Apung No Luas unit Jumlah unit Luas permukaan danau yang digunakan untuk keramba 1 5×5 meter 2.000 10.000 meter ² 2 5×5 meter 3.000 15.000 meter ² 3 5×5 meter 2.800 14.000 meter ² 4 5×5 meter 2.210 11.050 meter ² Universitas Sumatera Utara 100 Jumlah 10.010 50.050 meter ² Sumber: Perhitungan Pribadi bersama Informan di Lapangan Hepi Yohana, 2014 Persatu unit keramba terdiri dari dua lobang yang masing-masing lobang berukuran 5×5 meter². Total petani yang bermata pencaharian keramba jaring apung adalah 361 kepala keluarga dengan jumlah keramba yang berbeda- beda. Pada bab sebelumnya peneliti sudah mencantumkan data mengenai jumlah keramba jaring apung yang dimiliki. Aturan pengelolaan perikanan dengan budidaya secara ideal yang diterapkan oleh undang-undang tidak ditemui di Haranggaol. Melemahnya undang-undang tersebut berganti dengan kekuatan pengelolaan yang dilakukan oleh para petani. Pemberian makan ikan tanpa takaran, perawatan ikan, pembiaran bangkai ikan, sampai pada pembangunan keramba jaring apungnya dikelola berdasarkan kemampuan pribadi dan solidaritas sesama petani. Melemahnya sebuah konteks sosial dalam sebuah masyarakat mempengaruhi konteks sosial lainnya, saling mneguatkan atau bahkan saling bertolak belakang sehingga mengendurkan konteks lainnya. Moore menyebutkan hal ini sebagai semi otonom dalam hukum. Popsil 1971:97-126 menyebutkan bahwa hukum formal memang memiliki hak sah untuk melakukan pemaksaan agar hukum berjalan sebagai patokan. Akan tetapi sudah diakui pula bahwa antara negara dan individu terdapat aneka bidang sosial kecil yang terorganisasi dimana Universitas Sumatera Utara 101 individu berpartisipasi. Dalam penelitian ini bidang sosial kecil adalah para petani yang mempunyai adat kebiasaan, aturan-aturan dan cara masing-masing dalam memaksa atau mendorong perkembangan dan pengelolaan keramba jaring apung di Haranggaol. Bidang sosial yang kecil ini melonggarkan hukum normatif karena mempertahankan ekonomi sehingga pengelakan terhadap hukum normatif tidak dapat terhindarkan Weber 1954: 38 dalam Moore 151. Begitupula yang terjadi di Haranggaol, perekonomian yang menurun drastis akibat krisis moneter, penurunan jumlah wisata, pertanian yang terserang hama, sampai serangan virus koi herves dan penanganan yang tidak tepat sasaran oleh pemerintah membuat menguatnya pengaturan-pengaturan oleh individu-individu di lingkungan sosial Haranggaol. Sementara pengaturan-pengaturan oleh individu-individu ini muncul dari banyaknya pilihan transaksi yang bertumpuk menjadi nilai-nilai baru bagi para petani keramba. Universitas Sumatera Utara 102 Pilihan-pilihan inilah yang kemudian masih menguat hingga saat ini, petani mengabaikan persoalan lingkungan demi pemenuhan ekonomi. Memang jarang sekali terjadi kecendrungan memilih hukum normatif dan mengorbankan kepentingan ekonomi demi bertingkah laku sesuai hukum, kecuali kalau penegakan hukum formal yang berlaku sangat berdasarkan hukum adat yang kuat. Undang-undang perikanan dan ketetapan pemerintah melemah dan menguatkan sistem pengelolaan yang lain bernama solidaritas. Solidaritas ini disebabkan oleh rasa kekeluargaan yang dimiliki oleh para petani ikan. Karena memang desa ini adalah sebuah desa genealogis teritorial, ikatan marga menjadikan solidaritas mereka menguat disamping itu pengalaman virus koi herves pada tahun 2004 menjadikan mereka semakin sadar untuk saling berbagi informasi. Solidaritas yang dilakukan oleh para petani ikan berupa pertukaran pengalaman seperti kiat-kiat yang dilakukan dalam usaha meraih keuntungan saat panen berlangsung pengurangan intensitas kematian ikan dalam keramba, penjagaan ikan dengan menggunakan binatang peliharaan, pakan yang digunakan, pembelian bibit dan lainnya yang berhubungan dengan pembudidayaan ikan. Pertukaran pengalaman ini mereka lakukan saat pagi hari atau sore hari sesudah pulang dari kolam. Atas nama solidaritas pula, ketika ada permasalahan mengenai keramba jaring apung para petani seolah bersatu padu untuk menyelesaikannya. Hal ini terlihat ketika terjadi kesalahpahaman antara peneliti dengan isteri Toja Saragih. Universitas Sumatera Utara 103 Berita mengenai peneliti ingin mengusut perizinan keramba jaring apung sangat cepat tersebar di warung tempat kumpulnya para petani. Ada semacam ketakutan di hati mereka akan terjadinya penggusuran keramba jaring apung ini, memang hal ini sejalan dengan Moore menyebutkan bahwa meskipun bidang sosial pada arena sosial terkecil memiliki kekuatan akan tetapi ia rentan terhadap kekuatan lainnya. Kekuatan lain ini adalah pemerintah sebagai penguasa negara. Universitas Sumatera Utara 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN