58
Untuk dan dan kepentingan orang-orang dimana penggugat menjadi walinya maka penggugat Amini Nurdin mengajukan gugatan kepada tergugat karena tergugat tidak
mengembalikan harta kekayaan milik orang-orang dimana penggugat menjadi walinya. Oleh karena itu gugatan juga tidak dapat dipandang sebagai obscuur libel
karena gugatan ditujukan kepada para pihak yang telah menahan harta kekayaan berupa tiga batang emas murni milik dari anak-anak bernama Viviani, Vincent dan
Vernia Everlim dan oleh karenanya maka objek gugatan yang disengketakan oleh penggugat cukup jelas dalam perkara gugatan perdata tersebut.
3. Mahkamah Agung a. Pertimbangan
Majelis Hakim
Mahkamah Agung
dalam Putusan
Nomor 2161 KPDT2011
Hakim pada Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam memutus perkara pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur pada WNI keturunan
Tionghoa tersebut mendasarkan pertimbangan hukumnya terhadap alat bukti surat yaitu surat tanda terima penitipan barang dimana terbukti bahwa Tergugat I Lim
Agek alias Agek pada tanggal 18 Juli 2008 telah menerima 3 tiga batang emas murni dari Amini Nurdin penggugat, emas batangan tersebut terinci masing-masing
atas nama Penggugat Viviani 185 gram, berikut surat aslinya, Vincent 179 gram, berikut surat aslinya dan atas nama Vernia 179 gram, berikut surat aslinya dengan
janji akan dikembalikan paling lambat 1 satu bulan sejak tanggal penerimaan. Ternyata Tergugat I tidak mengembalikan, bahkan diserahkan kepada Tergugat II,
karenanya Tergugat I telah melakukan wanprestasi.
Universitas Sumatera Utara
59
Dari pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Amini
Nurdin tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 76Pdt2010PTR tanggal 31 Agustus 2010 yang menguatkan putusan Pengadilan
Negeri Pekanbaru Nomor 79Pdt.G2009PN.Pbr tanggal 27 Januari 2010 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana
yang akan disebutkan dibawah ini ; Oleh karena para tergugatterbanding berada di pihak yang kalah, maka ia
harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan ; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009,
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan peraturan perundang-undang lainnya maka
Mahkamah Agung memutuskan mengambulkan kasasi dari pemohon kasasi yaitu Amini Nurdin tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru
Nomor 76Pdt2010PTR tanggal 31 Agustus 2010 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 79Pdt.G2009PN.Pbr, tanggal 27 Januari
2010. Selanjutnya Mahkamah Agung menolak eksepsi dari para tergugat terbanding
dan selanjutnya Mahkamah Agung dalam amar putusannya : 1. Mengggabulkan
gugatan PenggugatPembandingPemohon
Kasasi untuk
sebagian;
Universitas Sumatera Utara
60
2. Menyatakan Para TergugatPara TerbandingPara Termohon Kasasi telah melakukan perbuatan ingkar janji wanprestasi;
3. Menghukum Para TergugatPara TerbandingPara Termohon Kasasi dan atau pihak lain untuk mengembalikan dan atau menyerahkan 1 satu potong emas
murni batangan seberat 185 gram atas nama Viviani berikut surat aslinya, 1 satu potong emas murni batangan seberat 179 gram atas nama Vincent berikut surat
aslinya dan serta 1 satu potong emas murni batangan seberat 179 gram atas nama Vernia Everlim
berikut surat aslinya kepada Penggugat Pembanding Pemohon Kasasi segera dan seketika;
Menghukum Para TergugatPara TerbandingPara Termohon Kasasi untuk
membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp.500.000,- lima ratus ribu Rupiah;
b. Analisa Putusan Mahkamah Agung Nomor 2161 KPDT2011
Putusan yang dijatuhkan oleh hakim harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Putusan yang
tidak memenuhi ketentuan tersebut dikategorikan putusan yang tidak cukup pertimbangan atau onvoldoende gemotiveerd. Alasan yang dijadikan pertimbangan
dapat berupa pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi atau doktrin hukum
69
. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa, “putusan pengadilan
69
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 798.
Universitas Sumatera Utara
61
selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis
yang dijadikan dasar untuk mengadili”. Bahkan menurut Pasal 308 ayat 1 RBG, Hakim karena jabatannya wajib mencukupkan segala alasan hukum yang tidak
dikemukakan para pihak yang berperkara. Untuk memenuhi kewajiban itulah Pasal 5 Undang-Undang Kekuasan
Kehakiman memerintahkan hakim untuk menggali nilai-nilai, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Hakim sebagai wakil Tuhan di dunia harus sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan. Hakim dalam memeriksa perkara harus berdasarkan
pembuktian dengan tujuan untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan atau untuk memperkuat kesimpulan
hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah.
70
Sebagai manusia biasa tentunya hakim juga bisa melakukan kesalahan sehingga perlu adanya mekanisme yang jelas untuk menguji kembali putusan hakim.
Maka oleh karena itu demi kebenaran dan keadilan setiap putusan hakim perlu dimungkinkan untuk pemeriksaan ulang, agar kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi
pada putusan dapat diperbaiki. Bagi setiap putusan hakim pada umumnya tersedia upaya hukum, yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan
dalam suatu putusan.
71
70
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 232.
71
Ibid, hal.232.
Universitas Sumatera Utara
62
Dasar pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam memutuskan perkara pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur pada WNI keturunan
Tionghoa dimana Amini Nurdin sebagai pemohon kasasi, dahulu penggugat pembanding melawan Lim Agek alias Agek dan Lim Asiong alias Asiong sebagai
para termohon kasasi dahulu para tergugat pembanding adalah : 1. Didasarkan kepada bahwa Amini Nurdin sebagai pemohon kasasi adalah wali
yang sah
berdasarkan penetapan
Pengadilan Negeri
Medan Nomor
371Pdt.P2005PN.Mdn tertanggal 20 Oktober 2005, yang juga merupakan
nenek dari anak-anak bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim, yang kedua orangtuanya telah meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat Mandala Airline.
Pasal 359 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “semua minderjarige anak-anak dibawah umur yang tidak berada dibawah kekuasaan orangtua dan yang diatur
perwaliannya secara sah akan ditunjuk seorang wali oleh pengadilan”. Pasal 359 KUH Perdata inilah yang dijadikan dasar pertimbangan oleh hakim bahwa Amini
Nurdin merupakan wali yang sah menurut hukum yang berlaku dan oleh karena itu berhak dalam hal pengurusan harta kekayaan anak-anak di bawah umur yang
telah ditinggalkan oleh kedua orangtuanya karena meninggal dunia. 2. Dalam persidangan terbukti bahwa emas batangan yang merupakan milik dari
anak di bawah umur bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim, yang berasal dari peninggalan orangtuanya Kartini dan Sui Liong alias A Hok alias Suriadi
Suwandi yang diperoleh dengan cara pembagian harta berupa emas murni batangan yang dipesan ditoko emas Gemar beralamat di jalan Hasyim Ashari
Universitas Sumatera Utara
63
Nomor 12 A Pekanbaru masih berada ditangan Lim Agek alias Agek dan Lim Asiong alias Asiong yang merupakan bibi dan paman dari anak-anak di bawah
umur tersebut dan belum diserahkan kepada Amini Nurdin selaku wali yang sah mengurus harta kekayaan anak di bawah umur tersebut.
3. Tindakan termohon kasasi I dan termohon kasasi II dalam hal ini Lim Agek alias Agek dan Lim Asong alias Asiong dinilai oleh hakim Mahkamah Agung sebagai
tindakan wanprestasi ingkar janji sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang berbunyi, “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak
dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika
sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.” Maka oleh karena termohon
kasasi I dan termohon kasasi II melakukan wanprestasi ingkar janji maka terhadap
kedua tergugat
tersebut majelis
hakim Mahkamah
Agung memerintahkan untuk menyerahkan harta warisan yang berupa 3 tiga potong
emas murni batangan milik anak-anak di bawah umur bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim kepada wali yang sah menurut hukum yaitu Amini Nurdin.
4. Akibat termohon kasasi I dan termohon kasasi II tidak bersedia mengembalikan
dan atau menyerahkan 3 tiga potong emas murni batangan sebagaimana tersebut di atas maka pemohon kasasi mengalami kerugian materil, oleh karena itu dalam
pertimbangan hukumnya Majelis Hakim Mahkamah Agung memutuskan
Universitas Sumatera Utara
64
termohon kasasi I dan termohon kasasi II wajib mengembalikan 3 tiga potong emas murni batangan tersebut kepada pemohon kasasi.
Dari pertimbangan yang diambil Majelis Hakim Mahkamah Agung tersebut di atas dapat dikatakan bahwa termohon kasasi I dan termohon kasasi II yakni Lim
Agek alias Agek dan Lim Asiong alias Asiong dinyatakan bersalah melakukan perbuatan wanprestasi ingkar janji atas perbuatannya tidak mengembalikan 3 tiga
potong emas murni batangan tersebut kepada wali yang sah yaitu Amini Nurdin. Oleh karena itu dalam amar putusannya Majelis Hakim Mahkamah Agung
memutuskan memerintahan termohon kasasi I dan termohon kasasi II untuk mengembalikan harta kekayaan milik anak-anak di bawah umur tersebut kepada
walinya yang sah menurut hukum dalam hal pengurusan harta kekayaan anak-anak di bawah umur tersebut yakni Amini Nurdin melalui penetapan pengadilan.
Dalam pertimbangan
hukum Pengadilan
Negeri Pekanbaru
maupun Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Mahkamah Agung berpendapat bahwa kedua
pengadilan tersebut telah melakukan Judex Factie tidak cermat mempertimbangkan alat bukti penggugat onvoldeonde gemotiveerd dan oleh karena itu Mahkamah
Agung membatalkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru dan putusan Tinggi Pekanbaru yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Universitas Sumatera Utara
65
Ketidakcermatan dalam
mempertimbangkan alat
bukti penggugat
sebagaimana di atas kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah:
72
1 Hakim tidak mempunyai cukup pengetahuan hukum tentang masalah yang sedang ditangani. Namun secara normatif seharusnya hal ini tidak boleh terjadi, karena
Hakim dapat memerintahkan setiap pihak untuk menyediakan ahli yang akan memberikan keterangan dan menjelaskan pokok persoalannya di dalam
persidangan. 2 Hakim menggunakan dalil hukum yang tidak benar atau tidak semestinya karena
adanya faktor lain seperti adanya tekanan pihak-pihak tertentu, suap, dan faktor- faktor lain yang mempengaruhi independensi Hakim yang bersangkutan.
3 Hakim tidak memiliki cukup waktu untuk menuliskan semua argumen hukum yang baik disebabkan karena terlalu banyaknya perkara yang harus diselesaikan
dalam kurun waktu yang relatif singkat. 4 Hakim enggan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasannya, sehingga
berpengaruh terhadap kualitas putusan yang dibuatnya. Faktor ini merupakan faktor yang pengaruhnya tidak langsung, namun cukup menentukan kualitas
putusan. Suatu putusan harus secara total dan menyeluruh memeriksa dan mengadili
setiap segi gugatan yang diajukan.
73
Tidak boleh hanya memeriksa dan memutus
72
Bernard L.M, Tanya, Penegakan Hukum Dalam Terang Etika, Genta Publishing, Jakarta, 2011, hal. 29
Universitas Sumatera Utara
66
sebagian saja dan mengabaikan gugatan selebihnya. Cara mengadili yang demikian bertentangan dengan asas yang digariskan oleh undang-undang.
Aturan selanjutnya bagi Hakim dimuat dalam Pasal 178 ayat 3 HIRPasal 189 ayat 3 RBG dan Pasal 50 RV yang mengatur bahwa putusan tidak boleh
mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan. Larangan itu
disebut ultra petitum partium. Hakim yang mengabulkan posita maupun petitum gugatan, dianggap telah melampaui batas wewenang atau ultra vires yakni bertindak
melampaui wewenangnya. Apabila putusan mengandung ultra petitum, harus dinyatakan cacat invalid meskipun hal itu dilakukan hakim dengan itikad baik good
faith maupun sesuai dengan kepentingan umum public interest. Mengadili dengan cara mengabulkan melebihi dari apa yang di gugat dapat dipersamakan dengan
tindakan yang tidak sah illegal meskipun dilakukan dengan itikad baik.
74
Majelis Hakim memutuskan bahwa perbuatan TergugatTermohon Kasasi adalah suatu perbuatan ingkar janji wanprestasi namun tidak mewajibkan
TergugatTermohon Kasasi untuk membayar ganti kerugian. Di dalam penerapan ketentuan hukum perdata terdapat perbedaan esensial antara tuntutan ganti kerugian
yang didasarkan pada wanprestasi dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum.
Tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada wanprestasi maka para pihak harus terlebih dahulu terikat suatu perjanjian kesepakatan. Antara Penggugat
73
Pasal 178 ayat 2 HIRPasal 189 ayat 2 RBG dan Pasal 50 RV
74
Ibid, hal.801-802.
Universitas Sumatera Utara
67
Pemohon Kasasi dengan Tergugat ITermohon Kasasi terjadi suatu kesepakatan yang didasarkan pada Tanda Terima Penitipan Barang tertanggal 18 Juli 2008.
Perjanjian adalah sebagai perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal atau tidak
melakukan sesuatu hal dengan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.
75
Menurut Subekti Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu.
76
Menurut Van Dunne perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
77
Sedangkan pengertian Perjanjian dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata diatur dalam
Pasal 1313 yaitu : suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap 1 satu orang lain atau lebih.
78
Dari definisi perjanjian tersebut terlihat bahwa suatu perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji atau kesanggupan oleh para pihak,
baik secara lisan maupun secara tertulis untuk melakukan sesuatu atau menimbulkan akibat hukum.
Akibat hukum yang timbul dari penitipan barang tersebut terhadap Tergugat I Lim Agek alias Agek adalah wajib menyerahkan kembali 3 tiga potong emas murni
batangan tersebut dalam jangka waktu 1 satu bulan kemudian. Tergugat Termohon
75
Wirjono Pradjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung, Bandung, 1986, hal.19
76
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Penerbit Intermasa, Jakarta, 1998, hal 1
77
Salim HS, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding MoU, Cetakan Kedua, PT Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 8
78
R.Subekti, R Tjitrosudibio, Op.cit, hal 338
Universitas Sumatera Utara
68
Kasasi dianggap telah melakukan wanprestasi karena tidak melakukan kewajibannya untuk melakukan prestasi yaitu menyerahkan kembali 3 tiga potong emas murni
batangan yang menjadi objek perkara kepada PenggugatPemohon Kasasi sesuai dengan kesepakatan.
TergugatTermohon Kasasi dianggap melakukan wanprestasi karena tidak melakukan prestasi kewajibannya terhadap PenggugatPemohon Kasasi. Adapun
bentuk-bentuk wanprestasi dapat berupa:
79
1 Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali; 2 Debitur terlambat dalam memenuhi prestasi;
3 Debitur prestasi tidak sebagaimana mestinya. Dalam jawabannya TergugatTermohon Kasasi membantah bahwa perbuatan
TergugatTermohon Kasasi merupakan perbuatan ingkar janji wanprestasi karena menurut TergugatTermohon Kasasi 3 tiga potong emas murni batangan tersebut
akan diserahkan kepada 3 tiga orang anak yang merupakan Ahli Waris tersebut setelah mereka dewasa. Hal itu tidak sesuai lagi dengan kesepakatan Penggugat
Pemohon Kasasi dengan TergugatTermohon Kasasi yang akan menyerahkan objek perkara tersebut dalam jangka waktu 1 satu bulan kemudian sejak tanggal penitipan
berarti selambat-lambatnya tanggal 18 Agustus 2008. Surat tanda Terima Penitipan barang yang menjadi objek perkara tersebut
dilakukan antara PenggugatPemohon Kasasi dengan TergugatTermohon Kasasi
79
Retno Wulan Sutantio, Hukum Acara Perdata Dalam teori dan praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 93
Universitas Sumatera Utara
69
sedangkan pengurusan objek perkara dilakukan oleh Tergugat II yaitu Lim A Siong alias Asiong.
Di Pengadilan, pembuktian suatu perbuatan ingkar janji wanprestasi, harus dibuktikan hal-hal apa sajakah yang dilanggar dalam perjanjian oleh Tergugat,
sedangkan dalam perbuatan melawan hukum yang harus dibuktikan adalah kesalahan yang telah diperbuat Tergugat sehingga menimbulkan kerugian.
80
Pengurusan secara tidak sah benda milik orang lain merupakan perbuatan melawan hukum.
81
Artinya pengurusan yang dilakukan oleh Tergugat II atas objek perkara adalah suatu perbuatan melawan hukum bukanlah wanprestasi
karena Tergugat II bukanlah pihakorang yang turut menanda-tangani Surat Tanda Terima
Penitipan Barang tertanggal 18 Juli 2008 tersebut. Selanjutnya pernyataan “dalam lapangan harta kekayaan” dimaksudkan untuk
membatasi bahwa perjanjian yang dimaksudkan disni adalah perjanjian yang berkaitan dengan harta kekayaan seseorang sebagaimana dijamin dengan ketentuan
pasal 1131 KUH-Perdata yang berbunyi segala kebendaan milik debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan
ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan. Dengan konstruksi dan akibat hukum tersebut, berarti setiap pihak yang
membuat perjanjian, tidak hanya pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan prestasi berdasarkan perjanjian tersebut, yang harus mengetahui secara pasti setiap
80
Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan Perikatan yang lahir dari perjanjian dan dari undang-undang, Mandar Maju, Bandung, 1994, Hal.11.
81
Munir Fuady, Op.Cit, hal.58.
Universitas Sumatera Utara
70
konsekuensi dari pembuatan perjanjian, melainkan pihak yang berhak atas pemenuhan prestasi, juga wajib mengetahui secara pasti kapan dan bagaimana suatu
perjanjian yang telah dibuatnya tersebut dipaksakan pelaksanaan prestasinya.
82
Akibat yang sangat penting dari tidak dipenuhinya perikatan ialah bahwa kreditur dapat minta ganti rugi atas ongkos, rugi dan bunga yang dideritanya. Untuk
adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur maka undang-undang menentukan bahwa debitur
harus terlebih
dahulu dinyatakan
berada dalam
keadaan lalai,
ingebrekestelling Lembaga pernyataan lalai ini adalah merupakan upaya hukum untuk sampai
kepada suatu fase, dimana debitur dinyatakan ingkar janji wanprestasi , hal ini dapat dibaca dalam Pasal 1243 KUH-Perdata yang mengatakan Penggantian biaya, rugi dan
bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya dalam tenggang waktu tertentu telah
dilampauinya. Jadi maksud berada dalam keadaan lalai ialah peringatan atau pernyataan dari
kreditur tentang selambat-lambatnya debitur wajib memenuhi prestasi, apabila saat ini dilampauinya waktu debitur ingkar janji wanprestasi. Pasal 1238 KUH-Perdata
mengatur cara pemberitahuan itu dilakukan, dalam hal apakah pernyataan lalai diperlukan dalam hal seseorang meminta ganti rugi atau meminta pemutusan
perikatan dilakukan dengan membuktikan adanya ingkar janji. Menurut ilmu hukum
82
Kartini Mulyadi, Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,: Rajawali Pers, Jakarta, 2002, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
71
perdata jika kreditur menuntut adanya pemenuhan, maka lembaga pernyataan lalai tidak diperlukan, maka hak untuk mendapatkan pemenuhan itu sudah ada dalam
perikatan itu sendiri sedangkan hak untuk meminta ganti rugi atau pemutusan, dasarnya ialah sudah dilakukannya wanprestasi oleh kreditur. Karena itu disini
lembaga pernyataan lalai diperlukan, namun demikian kenyataannya didalam pengadian atau yurisprudensi apabila kreditur menuntut pemenuhan, lembaga
pernyataan lalai diperlukan juga. Sebab diperlukan karena untuk menjaga kemungkinan agar debitur tidak
merugikan kreditur, misalnya debitur digugat di peradilan karena wanprestasi, sedangkan sebelumnya tidak ada lembaga itu, maka debitur dapat mengatakan bahwa
sebelumnya terhadap debitur belum dilakukan pemberitahuan oleh kreditur. Apa yang dapat kita simpulkan dari uraian di atas ialah bahwa lembaga pernyataan lalai perlu
dilakukan dalam hal kreditur menuntut ganti rugi dari debitur.
83
Apabila debitur hanya menuntut pemenuhan prestasi, ataupun menuntut agar debitur secara patut memenuhi perikatan, maka lembaga pernyataan lalai tidak
diperlukan.
84
Prinsipnya dalam hal debitur wanprestasi kreditur berhak atas ganti rugi. Ganti rugi bisa diminta sebagai pengganti prestasi pokok debitur maupun dituntut
disamping prestasi pokok. Dengan demikian orang dapat tetapi tidak harus menuntut ganti rugi bersama-sama dengan tuntutan pemenuhan, tetapi ganti rugi disini bukan
83
Mariam Darus Badrulzaman,
KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan
Penjelasannya, Alumni, Bandung, 2011, hal.24
84
Ibid, hal. 25
Universitas Sumatera Utara
72
sebagai pengganti prestasi pokok, disamping prestasi pokoknya masih dituntut pemenuhannya. Tetapi disamping prestasi pokok misalnya ganti rugi karena
terlambat berprestasi. Jadi prestasi pokoknya diterima, tetapi disertai dengan protes dan karenanya disamping itu minta sejumlah uang ganti rugi.
85
Perbuatan melawan
hukum tidak
hanya mencakup
perbuatan yang
bertentangan dengan undang-undang saja tetapi juga jika perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan
perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.
Setiap perbuatan pidana selalu dirumuskan secara seksama dalam undang- undang, sehingga sifatnya terbatas. Sebaliknya pada perbuatan melawan hukum
adalah tidak demikian. Undang-undang hanya menetukan satu pasal umum, yang memberikan akibat-akibat hukum terhadap perbuatan melawan hukum.
86
Wanprestasi dan perbuatan melawan hukum merupakan dua pengaturan dalam hukum yang seringkali sulit untuk dibedakan oleh kebanyakan orang. Ada
yang menganggap wanprestasi merupakan bagian dari perbuatan melawan hukum dan ada pula yang menganggap perbuatan melawan hukum adalah bagian dari
wanprestasi. Hal ini merupakan hal yang wajar karena dalam wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum terdapat pihak yang dirugikan dan pihak yang
85
Satrio, Hukum Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1999, hal. 148
86
Rachmat Setiawan, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung, 1982, hal.15.
Universitas Sumatera Utara
73
menyebabkan kerugian
tersebut dituntut
untuk mengganti
kerugian yang
disebabkannya. Sebagaimana telah diketahui bahwa pada dasarnya terdapat perbedaan dasar
antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum terletak pada sumber hukumnya, yaitu wanprestasi dapat terjadi karena terdapat suatu perjanjian sebelumnya, dengan
demikian untuk menyatakan bahwa seseorang telah melakukan wanprestasi harus terlebih dahulu terdapat perjanjian yang telah dibuat dan disepakati oleh para pihak.
Wanprestasi dapat terjadi karena terdapat pihak yang ingkar janji atau lalai dalam melakukan prestasi seperti yang telah disepakati dalam perjanjian. Sedangkan
perbuatan melawan hukum dapat terjadi karena undang-undang sendiri yang menentukannya. Di dalam KUH-Perdata dinyatakan bahwa, “Perikatan yang
dilahirkan demi undang-undang, bukan karena berdasarkan perjanjian dan perbuatan melawan hukum merupakan perbuatan manusia yang ditentukan sendiri oleh undang-
undang.”
87
Pada dasarnya terdapat perbedaan-perbedaan dasar antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, yaitu dilihat dari sumber, pembuktian dan proses
penuntutan. Perbedaan mengenai sumbernya adalah bahwa suatu perbuatan ingkar janji wanprestasi terjadi karena terdapat suatu perjanjian sebelumnya sedangkan
perbuatan melawan
hukum terjadi
karena undang-undang
sendiri yang
menentukannya.
87
Pasal 1352 KUH Perdata
Universitas Sumatera Utara
74
Pasal 1352 KUH Perdata menyatakan bahwa, “perikatan yang dilahirkan demi undang-undang, bukan karena berdasarkan perjanjian dan perbuatan melawan hukum
merupakan perbuatan manusia yang ditentukan sendiri oleh undang-undang”. Perbedaan selanjutnya adalah dalam hal pembuktian. Pembuktian adalah
usaha untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dimuatkan dalam suatu sengketa. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau
guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah hak orang lain, menunjukkan pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau persitiwa tersebut.
88
Menurut pasal 1866 KUH Perdata, alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari:
1 Bukti tulisan 2 Bukti dengan saksi-saksi
3 Persangkaan-persangkaan 4 Pengakuan
5 Sumpah.
Pembuktian dalam hal wanprestasi, maka yang harus dibuktikan di pengadilan adalah hal-hal apa sajakah yang dilanggar dalam perjanjian oleh tergugat, sedangkan
dalam perbuatan melawan hukum yang harus dibuktikan adalah kesalahan yang telah diperbuat tergugat sehingga menimbulkan kerugian.
Di dalam hal mengenai proses penuntutan, seseorang yang dinyatakan melakukan wanprestasi harus terlebih dahulu dinyatakan dalam keadaan lalai dengan
memberikan somasi. Hal ini dituangkan dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang mengatakan bahwa “Penggantian biaya rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya
88
Pasal 1865 KUH Perdata
Universitas Sumatera Utara
75
suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan
atau dibuatnya dalam tenggang waktu tertentu telah dilampauinya.” Ketentuan mengenai ganti rugi dalam KUH-Perdata diatur dalam Pasal 1243
KUH-Perdata sampai dengan Pasal 1252 KUH-Perdata. Dari ketentuan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ganti rugi adalah
sanksi yang dapat dibebankan kepada pihak yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu prestasi dalam suatu perikatan untuk memberikan penggantian biaya, rugi dan
bunga.
89
Ganti rugi menurut Pasal 1246 KUH-Perdata memperincikan ke dalam 3 kategori yaitu:
1 Biaya, artinya setiap cost yang harus dikeluarkan secara nyata oleh pihak yang dirugikan, dalam hal ini adalah sebagai akibat dari adanya tindakan
wanprestasi. 2 Kerugian, artinya keadaan merosotnya berkurangnya nilai kekayaan
Kreditor sebagai akibat dari adanya tindakan wanprestasi dari pihak Debitor. 3 Bunga, adalah keuntungan yang seharusnys diperoleh tetapi tidak jadi
diperoleh oleh pihak Kreditur, dikarenakan adanya tindakan wanprestasi dari pihak Kreditur.
90
Di dalam gugatan PenggugatPemohon Kasasi terdapat tuntutan ganti kerugian immateriil berupa uang sejumlah Rp.1.000.000.000,- satu milyar Rupiah
untuk rasa malu yang telah ditanggung PenggugatTermohon Kasasi adalah merupakan ganti kerugian berupa pemulihan kehormatan yang diperbolehkan dan
dimuat di dalam Pasal 1365 KUH-Perdata.
89
Ibid, hal.22.
90
R. Subekti dan R.Tjitrosudibyo, Op.Cit, hal.325.
Universitas Sumatera Utara
76
Pengurusan 3 tiga potong emas murni batangan oleh Tergugat II adalah suatu perbuatan yang salah dan menimbulkan kerugian terhadap PenggugatPemohon
Kasasi, baik dari segi materiil maupun immateriil. Kerugian materiil berupa uang dan harta benda yang telah dikorbankan oleh
PenggugatPemohon Kasasi untuk kepentingan pengurusan perkara tersebut karena pengurusan perkara itu telah menghabiskan dana yang tidak sedikit. Sedangkan
kerugian immateriil adalah berupa nama baik PenggugatPemohon Kasasi telah dicemarkan karena telah menjadi pihak yang bersengketa di Pengadilan yang oleh
sebagian orang adalah suatu perbuatan yang tidak baik. Terhadap ganti rugi yang diajukan dalam kasus ini, dalam putusan yang
dikeluarkan oleh pengadilan ternyata tidak dikabulkan sama sekali, padahal sesuai dengan teori penggantian kerugian sebagaimna diatur dalam KUH Perdata
memungkinkan untuk dikenakan kepada pihak Tergugat Termohon Kasasi untuk dikenakan membayar ganti rugi yang diajukan oleh Penggugat. Akan tetapi dalam
putusan yang diberikan oleh pengadilan tidak dipertimbangkan sama sekali dan juga tidak ada alasan-alasan hukum yang dimuat dalm pertimbangan hukum dalam
mengambil keputusan, sehingga putusan ini kurang mencerminkan rasa keadilan. Selama ini ada kesan, sebagai hakim untuk tidak peduli kritik dari suatu
pendapat umum yang berkembang, walaupun memang ada kalanya pendapat tersebut didasari adanya suatu kepentingan tertentu. Hakim memang tidak harus tunduk pada
pendapat umum atau tunduk pada tekanan.Tetapi paling tidak, hakim harus peka terhadap masalah-masalah yang mendapat perhatian publik, sehingga hakim dalam
Universitas Sumatera Utara
77
membuat suatu putusan dituntut kecermatan, kehati-hatian dan pertimbangan yang matang. Hakim harus mampu menggali nilai-nilai hukum dan keadilan yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat. Kecerobohan hakim dalam membuat putusan akan menambah ketidakpercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
91
C. Penerapan Hukum Terhadap Pengurusan Harta Warisan Anak Angkat Di Bawah Umur
Penerapan hukum terhadap pengurusan harta warisan anak angkat di bawah umur dalam hukum perdata dalam suatu proses persidangan di pengadilan wajib
mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku di dalam hukum acara perdata. Proses persidangan dalam hal pengurusan harta warisan anak angkat di bawah umur pada
kasus penelitian ini di awali dengan pembuktian kebenaran adanya harta milik anak angkat tersebut.
Masalah pembuktian dalam Hukum Perdata adalah salah satu yang esensial untuk mendapatkan kebenaran materil dalam suatu proses penyelesaian sengketa di
pengadilan. Dalam beberapa definisi perihal bukti, membuktikan dan pembuktian, dapat ditarik kesimpulan bahwa bukti merujuk pada alat-alat bukti termasuk barang
bukti yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Sementara itu pembuktian merujuk pada suatu proses terkait mengumpulkan bukti, memperlihatkan bukti
sampai pada penyampaian bukti tersebut di sidang pengadilan.
91
Harifin A Tumpa, Varia Peradilan Majalah Hukum XXVII Nomor 323 Kontraversi Putusan Hakim , IKAHI, Jakarta, 2012 , hal. 14
Universitas Sumatera Utara
78
Mengenai pengertian
Hukum Pembuktian,
M.Yahya Harahap
tidak mendefinisikan Hukum Pembuktian, melainkan memberikan definisi Hukum
Pembuktian yaitu “Ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang tata
cara yang dibenarkan Undang-undang. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan mengatur mengenai alat
bukti yang boleh digunakan Hakim guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan”.
92
Yang dimaksud dengan membuktikan ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.
93
Dengan demikian bahwa pembuktian itu hanya diperlukan dalam persengketaan atau perkara
dimuka pengadilan. Dalam ilmu hukum pembuktiannya tidak dapat secara mutlak dan tidak logis melainkan pembuktiannya bersifat kemasyarakatan, karena walaupun
sedikit ada ketidakpastian. Jadi kebenaran yang dicapai merupakan kebenaran yang relatif. Pembuktian harus memberikan keyakinan terhadap fakta-fakta yang
dikemukakan itu agar masuk akal yaitu apa yang dikemukakan dengan fakta-fakta itu harus selaras dengan kebenaran.
Hukum pembuktian juga bermakna suatu rangkaian peraturan tata tertib yang harus dipedomani hakim dalam proses persidangan untuk menjatuhkan putusan bagi
pencari keadilan atau suatu proses dalam hukum acara perdata maupun acara lainnya yakni penggunaan prosedur kewenangan Hakim untuk menilai fakta atau pernyataan
yang dipersengketakan di pengadilan untuk dapat dibuktikan kebenarannya.
92
Eddy OS Haries, Teori dan hukum Pembuktian, Erlanggga, Jakarta, 2012, hal.4
93
R. Subekti. Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 2010, hal.1
Universitas Sumatera Utara
79
Keyakinan bahwa sesuatu hal memang benar-benar terjadi harus dapat diciptakan dan dapat diterima oleh pihak lainnya, karena apabila hanya dapat diciptakan tanpa diikuti
dengan dapat diterimanya oleh pihak lain akan tidak mempunyai arti. Menurut kamus hukum arti bukti dan pembuktian sesuatu yang digunakan
untuk menyatakan kebenaran tentang sesuatu peristiwa
94
, peristiwa yang dimaksud adalah bentrokan kepentingan dalam istilah hukum disebut dengan perkara.
Bentrokan mengenai kepentingan perdata yang semata-mata penyelesaiannya merupakan kewenangan dari pengadilan. Hanya pengadilan yang dapat memberikan
penyelesaian bentrokan itu. Tidak semua peristiwa atau kejadian harus dibuktikan oleh para pihak kepada hakim, tetapi hal-hal yang menjadi perselisihan yang harus
dibuktikan. Di dalam membuktikan adanya suatu peristiwa atau adanya sesuatu hak
pertama-tama digunakan bukti tulisan. Apabila bukti tulisan tidak ada atau tidak cukup maka digunakan bukti surat, bukti saksi, apabila bukti saksi tidak cukup maka
digunakan bukti persangkaan, jika bukti tulisan ditambah bukti saksi dengan bukti pengakuan. Jika dengan bukti-bukti tersebut juga belum mencukupi maka ditambah
lagi dengan bukti sumpah. Menurut buku keempat tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Burjerlijke Wetboek tentang pembuktian pada bab pertama mengenai pembuktian pada umumnya yakni terdapat dalam Pasal 1865 yang menyatakan Setiap orang yang
mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri
94
M. Marwan, Dictoinary of law complete edition. Realiti Publisher, Surabaya, 2009, hal .496
Universitas Sumatera Utara
80
maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
Hukum pembuktian dalam perkara perdata yang merupakan bagian dari Hukum Acara Perdata ialah hukum yang mengatur macam-macam alat bukti yang
sah, syarat-syarat dan tata cara mengajukan alat bukti, dan kewenangan hakim untuk menerima atau menolak serta menilai hasil pembuktian. Dalam proses perdata secara
keseluruhan maka proses pembuktian merupakan satu bagian dan tahap dari proses tersebut, karenanya tujuan serta prinsip-prinsip yang berlaku baginya juga berlaku
bagi pembuktian. Hukum pembuktian hanya berlaku dalam perkara yang mengadili suatu sengketa dengan jalan memeriksa para pihak dalam sengketa tersebut.
Tugas Hakim atau pengadilan sebagaimana dilukiskan di atas adalah menetapkan hukum untuk suatu keadaan tertentu, atau menerapkan hukum atau
undang-undang. Dalam sengketa yang berlangsung dimuka hakim, masing-masing pihak mengajukan dalil-dalil yang saling bertentangan. Hakim harus memeriksa dan
menetapkan dalil-dalil manakah yang tidak benar, dan juga dalam melaksanakan pemeriksaan tadi hakim haruslah mengindahkan aturan-aturan tentang pembuktian
yang merupakan Hukum Pembuktian, jika tidak terdapat hukum pembuktian maka ketidak pastian hukum serta kesewenang-wenangan akan timbul oleh hakim dalam
melaksanakan tugasnya, walaupun keyakinan hakim juga merupakan bagian dari pembuktian, keyakinan hakim yang didasarkan pada suatu hal dalam undang-undang
dinamakan dengan alat bukti. Dengan alat bukti masing-masing pihak berusaha
Universitas Sumatera Utara
81
membuktikan dalil-dalilnya atau pendiriannya yang dikemukakan kepada hakim yang diwajibkan memutus perkara tersebut.
Dalam hal membuat suatu keputusan hukum harus mengindahkan aturan- aturan
yang menjamin
keseimbangan dalam
pembebanan kewajiban
untuk membuktikan hal-hal yang menjadi perselisihan itu, pembebanan yang berat sebelah
menjerumuskan satu pihak dalam kekalahan dan akan menimbulkan perasaan teraniaya pada yang dikalahkan itu.
Tugas hakim dalam proses perdata yang menyelidiki apakah benar suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar atau tidak, adanya hubungan
hukum tersebut harus terbukti apabila Penggugat menginginkan kemenangan dalam suatu perkara, jika tidak berhasil membuktikannya maka gugatan akan ditolak,
sebaliknya jika berhasil membuktikannya maka gugatan diterima. Sebagai pedoman pembagian beban pembuktian digariskan dalam Pasal 163
HIR, Pasal 283 RBG dan Pasal 1865 KUH Perdata yang menegaskan bahwa setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna menegakkan
haknya sendiri maupun membantah sesuatu hak orang lain, menunjukkan pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
Ketentuan Pasal 163 HIR Pasal 283 RBG terdapat asas siapa yang mendalilkan sesuatu dia harus membuktikannya, akan tetapi tidak selalu salah satu
pihak saja yang membuktikan, akan tetapi harus dilihat secara kasus demi kasus,
Universitas Sumatera Utara
82
menurut keadaan yang konkrit dan pembuktian tersebut hendaknya diwajibkan kepada pihak yang paling sedikit diberatkan.
95
Yang dimaksud dengan mempunyai sesuatu hak dalam Pasal 163 HIR Pasal 283 RBG adalah misalnya, Penggugat maupun Tegugat menyatakan bahwa ia berhak
atas sawah sengketa tersebut, oleh karena ia memperolehnya itu berdasarkan pembelian dari seseorang, yang dimaksud sesuatu perbuatan misalnya bahwa ia
diangkat sebagai anak almarhum. Perkataan untuk meneguhkan haknya berarti bahwa Penggugat atau Tergugat yang mendalilkan adanya hak atau kejadian tersebut, yang
berkewajiban untuk membuktikan dalilnya tersebut, dan Penggugat atau Tergugat membantah hal tersebut.
96
Bukti dalam pengertian sehari-hari adalah segala hal yang dipergunakan untuk meyakinkan pihak lain, dengan demikian bukti disini tidak terbatas macamnya,
asalkan barang atau alat tersebut bisa meyakinkan pihak lain tentang pendapat, peristiwa dalih atau keadaan. Pengertian bukti menurut hukum adalah alat-alat bukti
yang sudah ditentukan oleh Undang-undang untuk dipergunakan membuktikan peristiwa yang dikemukakan di muka sidang. Sedangkan sifat pembuktian dalam ilmu
hukum dan dalam ilmu pasti sangat berbeda dalam derajat kepastiannya. Dalam ilmu pengetahuan, ada beberapa teori beban pembuktian yang dapat
dipakai sebagai pedoman bagi hakim:
97
1 Teori Hak subjectiefrechtelijke theorie
95
Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Alumni, Bandung, 1979, hal. 42
96
Ibid, hal.43
97
Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata, Mandar Maju, Bandung, 2005 Hal. 35
Universitas Sumatera Utara
83
Siapa yang mengemukakan sesuatu hak yang dibantah oleh pihak lain harus membuktikannya. Teori ini tidak dapat menjawab apabila yang dikemukakan
hukum bukan hak, misalnya cerai. 2 Teori Hukum Obyektif Objectief rechtelijke theorie
Siapa yang mendalilkan sesuatu harus membuktikan adanya kaidah hukum obyektif yang menjadi dasarnya, teori ini mendapat kesulitan apabila yang
dikemukakan itu adalah berdasarkan hukum di luar kaidah hukum yang tertulis. 3 Teori kepatutan billijkheidstheorie
Teori ini membebankan pembuktian pada pihak dan dengan pihak lawannya akan lebih ringan untuk membuktikan het minst wordt bezwaard teori ini memiliki
kekurangan dan dalam praktik juga tidak selalu dipakai, karena dengan teori ini tidak ada kepastian hukum, siapa yang harus dianggap pihak yang lebih benar,
tidak ada pedoman hukum yang tegas. Pendapat hakim yang satu mungkin tidak sama dengan hakim yang lain, lagi pula satu pihak mungkin menurut segi
kepatutan dianggap pihak yang yang lain lebih diringankan, tapi dari segi lain mungkin kepadanyalah harus diperlihatkan bukti-bukti. Lain dari pada itu teori ini
membiasakan orang untuk beracara tanpa dasar. 4 Teori Pembebanan Berdasarkan Kaidah Yang Bersangkutan procesrechtelijke
teorie Menurut teori ini siapa yang dibebani untuk membuktikan ditentukan oleh kaidah
hukum yang bersangkutan itu sendiri. Misalnya menurut Pasal 1977 BW pemegang benda bergerak dianggap beritikad baik, siapa yang mengemukakan
Universitas Sumatera Utara
84
sebaliknya harus membuktikan adanya itikad jahat itu.Teori- teori ini tidak dapat dipergunakan disemua hal dan dalam praktek apabila apa yang dikemukakan itu
adalah berdasarkan hak, maka teori hak lah yang dipergunakan. Apabila yang dikemukakan
itu dasar
kaidah hukumnya
teori hukum
obyektif yang
dipergunakan. Apabila menurut kepatutan beban bukti sepatutnya dibebankan kepada pihak yang dengan itu lebih ringan dari pada jika dibebankan kepada
pihak lawannya, maka teori kepatutanl yang dipergunakan. Apabila menurut ketentuan kaidah hukum acara dalam pasal yang bersangkutan ada diatur siapa
yang seharusnya dibebankan, maka pihak yang ditentukan dalam pasal itulah yang dibebani.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum pembuktian dimaksud sebagai suatu rangkaian peraturan tata tertib yang harus diindahkan dalam
melangsungkan pertarungan dimuka hakim, yakni antara kedua pihak yang sedang mencari keadilan. Para pihak yang bersengketa itu diwajibkan membuktikan tentang
duduknya perkara, tentang bagaimana hukumnya bukanlah kewajiban mereka untuk membuktikannya karena adalah kewajiban Hakim untuk mengetahui hukum itu dan
menerapkan hukum ini sesudah ia mengetahui tentang duduk perkaranya. Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Perdata ditujukan untuk mencari
kebenaran formil formeel waarheid, sejalan dengan perkembangan peradilan dalam yurisprudensi hakim perdata tidak dilarang mencari dan menemukan kebenaran
materil meskipun asasnya adalah mencari kebenaran formal.
Universitas Sumatera Utara
85
Untuk tercapainya tujuan mencari kebenaran formal, diajukan beberapa prinsip penerapan hukum pembuktian yaitu :
1 Tugas dan peran hakim pasif
Peran pasif ini bukan sekedar menerima dan memeriksa pembuktian yang diajukan para pihak, akan tetapi berperan dan berwenang menilai kebenaran fakta
yang diajukan ke persidangan dengan prinsip pembuktian sebagai berikut :
98
a. Hakim tidak dibenarkan mengambil prakarsa aktif meminta para pihak mengajukan atau menambah pembuktian yang diperlukan.
b. Menerima setiap pengakuan dan penyangkalan yang diajukan para pihak dipersidangan, untuk selanjutnya dinilai kebenarannya oleh Hakim.
c. Pemeriksaan dan putusan Hakim terbatas pada tuntutan yang diajukan penggugat dalam gugatan.
2 Putusan berdasarkan pembuktian fakta
Pembuktian tidak dapat diterapkan tanpa ada fakta-fakta yang mendukungnya, dengan prinsip-prinsip pembuktian :
a. Fakta yang dinilai dan diperhitungkan, terbatas yang diajukan dalam persidangan.
b. Fakta yang terungkap di luar persidangan, tidak dapat di jadikan bahan penilaian dalam putusan.
c. Hanya fakta berdasarkan kenyataan yang bernilai pembuktian, artinya alat bukti yang diajukan itu mengandung fakta berkait dan relevan atau bersifat
98
Ibid hal. 43
Universitas Sumatera Utara
86
prima pasie yang keadaan atau peristiwa yang langsung berkaitan erat dengan perkara yang sedang diproses.
3 Aliran baru menentang pasif total kearah aktif argumentatif
Aliaran ini mendukung peran hakim bersifat aktif argumentatif dengan alasan- alasan sebagai berikut :
a. Hakim bukan aantreanennimes Pandangan ini berpendapat tidak layak dan tidak pantas bagi Hakim
membiarkan para pihak berlaku sewenang-wenang menyodorkan dan menyampingkan kebenaran berisi kebohongan dan kepalsuan.
b. Tujuan dan fungsi peradilan menegakkan kebenaran dan keadilan to enforce the truth an justice
Dengan prinsip tersebut maka hakim seyogianya berperan aktif untuk menolak pengajuan fakta dan bukti-bukti yang diajukan itu tidak benar dan
bahwa pihak lawan telah melakukan penyangkalan atas fakta bukti kebenaran tersebut.
Suatu masalah yang sangat penting dalam hukum pembuktian adalah masalah pembagian beban pembuktian sebagaimana sudah diterangkan pembagian beban
pembuktian itu harus dilakukan dengan adil dan tidak berat sebelah karena suatu pembagian beban pembuktian yang berat sebelah berarti a priori, menjerumuskan
pihak yang menerima beban yang terlampau berat. Soal pembagian beban pembuktian ini dianggap sebagai soal hukum atau soal yuridis yang dapat
diperjuangkan sampai tingkat kasasi di muka pengadilan kasasi, yaitu Mahkamah
Universitas Sumatera Utara
87
Agung.Melakukan pembagian beban pembuktian yang tidak adil dianggap sebagai suatu pelanggaran hukum atau undang-undang yang merupakan alasan bagi
Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan Hakim atau Pengadilan yang bersangkutan.
Dalam hal ini Hukum Materil sering kali sudah menetapkan suatu pembagian beban pembuktian misalnya :
99
1 Adanya keadaan memaksa harus dibuktikan oleh pihak debitur terdapat dalam
Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2
Siapa yang menuntut penggantian kerugian yang disebabkan suatu perbuatan melanggar hukum harus membuktikan adanya kesalahan, terdapat dalam Pasal
1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 3
Siapa yang menunjukkan tiga kuitansi yang terakhir, dianggap telah membayar semua cicilan, terdapat dalam Pasal 1394 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
4 Barang siapa menguasai suatu barang bergerak, dianggap sebagai pemiliknya,
terdapat dalam Pasal 1977 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Di dalam proses Penegakan Hukum atau Konsekuensi Yuridis dalam hukum
pembuktian terdapat beberapa proses yang berkaitan dengan tiga aspek yaitu tujuan penegakan hukum, peranan Hakim dan sistem peradilan serta Aspek Konsep
Keadilan. Tujuan penegakan hukum itu sendiri adalah untuk mengatur pergaulan hidup secara damai, serta peraturan umum dan keadilan yang menuntut supaya tiap-
tiap perkara harus ditimbang tersendiri, Hukum Adat yang merupakan peraturan tingkah laku yang lazim digunakan yaitu hukum kebiasaan yang meletakkan
kewajiban-kewajiban bagi warganya serta kebiasaan yang timbul dari pergaulan hidup sendiri.
99
Retno Wulan Sutantio, Op. Cit, hal. 94
Universitas Sumatera Utara
88
Secara umum Peranan Hakim dalam persidangan perdata adalah melakukan penilaian terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta yang memiliki hubungan klausul antara
keduanya, yang diajukan kepada pihak yang berperkara. Peranan hakim seperti itu dituangkan dalam dua tahap peradilan yaitu:
100
1. Tahap Judex factie. Yaitu peranan Hakim untuk melakukan penilaian atas barang bukti yang
dihubungkan dengan fakta hukum, peranan hakim ini dilakukan di peradilan tingkat pertama atau Pengadilan Negeri yang merupakan peradilan bawah serta
peradilan tingkat kedua yakni Pengadilan Tinggi atau peradilan Banding. Fokus sasaran peranan hakim adalah penilaian atas bukti-bukti dan fakta-fakta hukum
yang saling berkaitan. 2. Tahap judex juris.
Yaitu peranan Hakim kasasi atau Mahkamah Agung melakukan penilaian atas penerapan Hukum sesuai dengan kewenangan Hakim menjalankan fungsi Judex
factie. Dalam proses Hukum Acara Perdata, Hakim berperan menerapkan Hukum
Pembuktian dalam beberapa klarifikasi, antara lain menetapkan hubungan hukum yang sebanarnya diantara kedua pelah pihak yang disengketakan, membebankan
pembuktian kepada salah satu pihak atau kedua belah pihak, memberikan penilaian
100
H.P Panggabean, Hukum Pembuktian Teori dan Praktek Yurisprudensi, Alumni, Bandung, 2012, hal.6
Universitas Sumatera Utara
89
atas alat-alat bukti dengan hubungan hukum diantara pihak-pihak, serta menemukan hukum diantara persengketaan kedua belah pihak.
Penerapan Beban Pembuktian atau pembagian merupakan masalah yuridis atau masalah Hukum. Oleh karena merupakan masalah Yuridis, penerapannya dapat
diperjuangkan sampai ke tingkat Kasasi atau Mahkamah Agung,
101
artinya apabila Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi salah meletakkan pembagian pembebanan
pembuktian, pihak yang merasa dirugikan dapat menjadikan kesalahan penerapan itu sebagai alasan Kasasi. Hal itu menjadikan dasar oleh Mahkamah Agung dalam
tingkat Kasasi untuk membatalkan putusan Pengadilan Tinggi dalam tingkat banding, begitu juga dengan Pengadilan Tinggi juga memiliki dasar kewenangan dalam tingkat
banding jika Pengadilan Negeri salah menerapkan beban Pembuktian. Jika ditinjau dari segi Undang-undang atau ketentuan Hukum maka
pembuktian dapat didasarkan pada Pasal 163 HIR HerzieneIndonesische Reglemen atau 283 RBG reglement voor de buiten gewesten atau Pasal 1865 KUH Perdata
yang memiliki makna serta inti pokok yaitu siapa yang mengatakan mempunyai hak atau mengemukakan suatu peristiwa untuk menguatkan hak tersebut, kepadanya
dibebankan wajib bukti unuk membuktikan haknya itu. Kemudian sebaliknya siapa yang membantah hak orang lain maka kepadanya dibebankan wajib bukti untuk
membuktikan bantahan tersebut. Hal tersebut merupakan beban pembuktian yang digariskan Undang-undang.
Pedoman ini merupakan landasan ketentuan Umum general rule dalam menerapkan
101
Subekti, Op.cit, hal 15
Universitas Sumatera Utara
90
beban pembuktian tersebut, diperlukan apabila para pihak yang berperkara saling mempersengketakan dalil gugatan yang diajukan penggugat. Akan tetapi jika para
pihak memperoleh kesepakatan atau pihak lain mengakui apa yang disengketakan, pedoman pembagian beban pembuktian yang digariskan Pasal 1865 KUH-Perdata
dan Pasal 163 HIR Pasal 283 RBG tidak memiliki urgensi dan relevansi lagi, karena tidak ada lagi hak atau kepentingan yang perlu dibuktikan.
Terdapat beberapa pasal dalam KUH Perdata yang berkaitan dengan pengurusan akta kekayaa di bawah umur yang wajib dipedomani oleh waliwali
pengawas dalam menjalankan tugas dan kewajibannya melakukan pengurusan harta kekayaan anak dibawah umur tersebut. Beberapa pasal dalam Kuh Perdata yang
berkaitan dengan pengurusan harta kekayaan anak dibawah umur tersebut diantaranya adalah :
1. Pasal 335 KUH Perdata