49
Danatau “Jika Pengadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya ex aequo et bono”.
B. Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan 1.
Pengadilan Negeri DALAM KONPENSI
Dalam Eksepsi
Jawaban Para Tergugat, yang mengemukakan : a.
Eksepsi tentang gugatan Prematur ; b.
Eksepsi tentang gugatan salah alamat; c.
Eksepsi tentang gugatan kabur, karena objek, kerugian dan sita jaminan ; Pertimbangan Majelis Hakim dalam menjawab eksepsi para tergugat adalah
Mengenai gugatan prematur, Majelis hakim berpendapat. Bahwa pengertian prematur adalah tidak sebagaimana dimaksud dalam eksepsi para tergugat. Apa yang disebut
oleh para tergugat dalam eksepsi prematur tersebut sudah merupakan pokok perkara dan oleh karena itu harus ditolak ;
Mengenai gugatan salah alamat Majelis Hakim berpendapat, bahwa kalaupun Tergugat 2 adalah salah alamat, akan tetapi tergugat 2 datang dipersidangan dan
diwakili oleh kuasa hukumnya, oleh karena itu Majelis hakim berpendapat bahwa tergugat II mengakui bahwa apa yang disebutkan dalam surat gugatan penggugat
adalah dirinya. Mengenai eksepsi Gugatan Kabur pertimbangan Majelis Hakim bahwa eksepsi yang dimaksud oleh Para Tergugat sudah menyangkut pokok perkara.
Universitas Sumatera Utara
50
Untuk itu akan dipertimbangkan dalam pokok perkara. Dari eksepsi yang dikemuakakn oleh para tergugat maka Majelis Hakim berpendapat eksepsi para
tergugat tersebut haruslah ditolak seluruhnya. Dalam pokok perkara gugatan Penggugat pada pokoknya adalah sebagai
berikut: a.
Bahwa penggugat adalah wali dari anak yang bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim berdasarkan penetapan pengadilan;
b. Bahwa salah satu hak wali, sebagaimana dalam putusan pengadilan adalah
masing-masing anak memiliki satu potong emas murni batangan ; c.
Bahwa emas murni tersebut dititipkan kepada para tergugat dan sampai sekarang tidak diserahkan kepada Penggugat dan dengan demikian Para Tergugat telah
melakukan wanprestasi; d.
Menimbang, bahwa atas gugatan penggugat, Para Tergugat mengajukan jawaban yang pada pokoknya adalah :
e. Bahwa emas murni batangan tersebut adalah milik 5 lima orang anak dan
bukan milik 3 tiga orang anak semata ; f.
Bahwa emas murni batangan tersebut adalah hasil lebur dari perhiasan milik A Hok yang merupakan orang tua dari 5 lima orang anak tersebut;
g. Bahwa Para Tergugat akan memberikan emas murni batangan tersebut setelah
anak-anak A Hok dewasa ; Untuk membuktikan dalil gugatannya, Penggugat mengajukan 9 sembilan
bukti surat dan 2 dua orang saksi yang bernama Heman Sandra dan Aldi Haris,
Universitas Sumatera Utara
51
sedang Para Tergugat untuk menguatkan dalil bantahannya mengajukan bukti surat sebanyak 11 sebelas buah yang diberi tanda dan 3 tiga orang saksi, yang bernama
Sulaimin, Syarikat Gurusinga dan Jhoni Khoesoema Hioe. Dalam perkara ini, hal esensi yang terlebih dahulu akan dipertimbangkan
yaitu tentang objek perkara yang berupa emas murni batangan. Karena itu Majelis Hakim akan mempertimbangkan objek perkara tersebut terlebih dahulu sebelum
mempertimbangkan petitum dari gugatan penggugat. Tentang objek perkara yang berupa emas tersebut, Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:
a. Bahwa historis dari emas tersebut berdasarkan fakta dipersidangan dan bukti
yang diajukan baik oleh Penggugat, maupun oleh tergugat adalah berdasarkan surat warisan setelah meninggalnya Sui Liong atau A Hok pada tanggal 5
September 2005; b.
Bahwa Penggugat menjadi wali dari sebagian anak, yaitu 3 tiga orang anak Ahok yang lahir akibat perkawinan dengan kartini yang merupakan anak
penggugat berdasarkan
penetapan Pengadilan
Negeri Medan
Nomor 371PdtP2005PN,Mdn ;
c. Bahwa mengenai objek perkara yang berupa emas batangan yang asalnya berupa
perhiasan yang ada dalam safety box pada bank Buana Cabang Pekanbaru barulah didapatkan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor
44Pdt.G2007PN.Mdn yang diputuskan pada tanggal 10 Juli 2008 ; d.
Bahwa begitu juga berdasarkan fakta
dalam persidangan, terlihat
bahwa objek perkara sebelumnya adalah berupa perhiasan yang disimpan di safety
Universitas Sumatera Utara
52
box Bank Buana dan dibagi berdua antara Penggugat dan Para Tergugat dengan pembagian perhiasan wanita diserahkan kepada Penggugat dan perhiasan pria
dilebur menjadi 5 lima emas murni batangan dengan di atas namakan 5 lima orang anak A Hoek ;
e. Bahwa bukti-bukti yang diajukan oleh Penggugat dan Para Tergugat mengenai
emas murni batangan yang menjadi objek perkara terlihat adanya perbedaan antara bukti surat batangan emas, bukti yang diajukan Penggugat tertanggal 21
Maret 2006 dan bukti yang diajukan Para Tergugat 21 Maret 2008 ; f.
Bahwa dengan demikian, maka ada perbedaan bukti objek perkara atau dengan kata lain dalam objek perkara terdapat 2 dua surat bukti ;
g. Bahwa dengan demikian, berdasarkan fakta dan barang bukti dalam perkara ini,
Majelis Hakim berpendapat bahwa objek perkara tidak jelas ; h.
Menimbang, bahwa oleh karena objek perkara tidak jelas, maka Majelis Hakim tidak perlu lagi mempertimbangkan petitum gugatan penggugat yang lain, dan
oleh karena itu gugatan haruslah dinyatakan tidak dapat diterima ; i.
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan tidak diterima, maka Penggugat haruslah dibebani untuk membayar biaya perkara ; Mengingat peraturan
perundangan yang berlaku Pertimbangan hukum Majelis Hakim tersebut di atas berakhirnya keluarnya
suatu keputusan dalam eksepsi yaitu : a.
Menolak seluruh eksepsi dari Para Tergugat; Dalam Pokok Perkara b.
Menyatakan bahwa gugatan Penggugat tidak dapat diterima ;
Universitas Sumatera Utara
53
c. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat pertama
sebesar Rp. 194.000,- seratus sembilan empat ribu rupiah ; Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Pekanbaru pada hari : Senin, 25 Januari 2010, oleh kami Minanoer Rachman Ketua Majelis Hakim, Sigit Pradewa dan Sarah Louis Simanjuntak masing-masing
sebagai Hakim Anggota Majelis Hakim, putusan mana diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari : Rabu tanggal 27 Januari 2010, oleh Ketua
Majelis Hakim tersebut dengan didampingi oleh Anggota Majelis Hakim tersebut di atas, dibantu oleh Erlina Bahri Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri
Pekanbaru, dan dihadiri oleh Kuasa Penggugat dan Kuasa Tergugat.
2. Pengadilan Tinggi
Pengadilan tinggi setelah membaca dan memperhatikan
segala uraian-
uraian yang termuat dalam putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru tanggal 27
Januari 2010 Nomor : 79 PdtG 2009PN. PBR yang amar putusanya berbunyi menolak seluruh eksepsi dari para Tergugat dimana pengadilan tinggi menyatakan
dalam pokok perkara : 1.
Menyatakan bahwa gugatan Penggugat tidak dapat diterima ; 2.
Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat pertama sebesar Rp. 194.000,- seratus sembilan puluh empat ribu rupiah ;
Pembanding yang semula Penggugat melalui Kuasa Hukumnya telah menyatakan permohonan pemeriksaan dalam tingkat banding pada tanggal 10
Universitas Sumatera Utara
54
Februari 2010 terhadap putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru tanggal 27 Januari 2010 Nomor : 79 PdtG 2009 PN. PBR yang dibuat oleh Mahtum Saadiah.SH.MH
Panitera Pengadilan
Negeri Pekanbaru,
permohonan Banding
mana telah
diberitahukan kepada Terbanding I, II yang semula Tergugat I, II melalui Kuasa Hukumnya pada tanggal 01 Maret 2010, dengan register Nomor : 79 PdtG
2009PN. PBR secara baik dan sempurna ; Pembanding yang semula Penggugat melalui Kuasa Hukumnya telah
mengajukan Memori Banding tanggal 15 Februari 2010 Memori Banding mana telah diberitahukan dan diserahkan kepada Terbanding I, II semula Tergugat I, II melalui
Kuasa Hukumnya pada tanggal 01 Maret 2010, dengan register masing-masing Nomor : 79 PdtG 2009PN. PBR secara baik dan sempurna ;
Terbanding I, II yang semula Tergugat I, II melalui Kuasa Hukumnya telah mengajukan Kontra Memori Banding tanggal 25 Maret 2010 Kontra Memori
Banding mana telah diberitahukan dan diserahkan kepada Pembanding semula Penggugat melalui Kuasa Hukumnya pada tanggal 07 April 2010, dengan register
Nomor : 79 PdtG 2009 PN. PBR secara baik dan sempurna ; Menurut
risalah pemberitahuan
pemeriksaan berkas
perkara kepada
Pembanding yang semula Penggugat melalui Kuasa Hukumnya tanggal 07 April 2010 , Terbanding III yang semula Tergugat I, II melalui Kuasa Hukumnya tanggal
01 Maret 2010, dimana pihak-pihak yang berperkara telah diberi kesempatan yang layak serta cukup untuk merneriksa dan mempelajari berkas perkaranya di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Pekanbaru dalam tenggang waktu 14 empat belas
Universitas Sumatera Utara
55
hari, sebelum berkas perkara tersebut dikirim ke Pengadilan Pengadilan Tinggi Pekanbaru
untuk pemeriksaan dalam Tingkat Banding ;
Permohonan banding yang diajukan Pembanding yang semula Penggugat melajui Kuasa Hukumnya. tanggal 10 Februari 2010 terhadap putusan Pengadilan
Negeri Pekanbaru tanggal 27 Januari 2010 Nomor : 79 PdtG 2009 PN. PBR yang telah diberitahukan kepada Terbanding I dan II yang semula Tergugat I, Kuasa
Hukumnya pada tanggal 01 Maret 2010, telah sesuai waktu yang ditetapkan Undang- undang sehingga permohonan banding tersebut dapat diterima ;
Setelah Pengadilan Tingkat Banding memeriksa dan memperhatikan dengan seksama, berkas perkara tersebut yang terdiri dan Berita Acara Persidangan
Pengadilan Tingkat Pertama dan bukti-bukti surat serta surat-surat lainnya yang diajukan oleh kedua pihak yang berperkara, turunan resmi putusan Pengadilan Negeri
Pekanbaru tanggal 27 Januari 2010 Nomor ; 79 PdtG 2009 PN. PBR, memori banding dan kontra memori banding maka Majelis Hakim Pengadilan Tingkat
Banding berpendapat bahwa putusan Pengadilan Tingkat Pertama tersebut telah berdasarkan atas alasan - alasan serta pertimbangan hukum yang tepat dan benar, oleh
karena itu diambil alih oleh Pengadilan Tingkat Banding untuk dijadikan pertimbangannya sendiri dalam memutus
perkara ini; Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas putusan Pengadilan Negeri
Pekanbaru tanggal 27 Januari 2010 Nomor; 791 PdtG 2009 PN. PBR yang dimohonkan banding tersebut dapat dikuatkan ;
Universitas Sumatera Utara
56
Oleh karena
putusan Pengadilan
Negeri Pekanbaru tanggal 27 Januari
2010 Nomor 79PdtG2009 PN dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru, maka biaya perkara tetap dibebankan kepada Pembanding yang semula Penggugat untuk
kedua tingkat Peradilan, hal ini didasarkan kepada ketentuan Hukum Acara Perdata dan Undang-Undang lain yang bersangkutan dalam perkara ini. Berdasarkan
pertimbangan hukum di atas, maka Pengadilan Tinggi Pekanbaru memutuskan : a.
Menerima pemohonan banding dari PembandingPenggugat; b.
Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru tanggal 27 Januari 2010 Nomor : 79 PdtG 2009 PN. PBR yang dimohonkan banding tersebut;
c. Menghukum PembandingPenggugat untuk membayar biaya perkara pada kedua
tingkat peradilan yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 150.000,- seratus lima puluh ribu rupiah ;
Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 79PdtG2009PN.PBR yang menyatakan bahwa objek perkara tidak jelas dan oleh karena itu majelis hakim tidak
perlu lagi mempertimbangkan petitum gugatan penggugat yang lain dan oleh karena itu gugatan haruslah dinyatakan tidak dapat diterima. Menimbang bahwa oleh karena
gugatan tidak dapat diterima maka penggugat haruslah dibebani untuk membayar biaya perkara mengingat peraturan perundangan yang berlaku. Menghukum
penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 194.000 seratus sembilan puluh empat ribu rupiah.
Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru di atas maupun putusan pengadilan tinggi Riau Nomor 76PDT2010PTR yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri
Universitas Sumatera Utara
57
Pekanbaru tanggal 27 Januari 2010 Nomor 79PdtG2009PN.PBR yang dimohonkan banding
tersebut telah
salah menerapkan
hukum dalam
perkara perdata
tersebut. Objek perkara yang digugat oleh penggugat Amini Nurdin cukup jelas yakni 3 tiga emas murni batang dengan berat total 543 lima ratus empat puluh tiga gram.
Mengenai gugatan yang tidak dapat diterima dalam hukum acara perdata Indonesia memiliki alasan-alasan yaitu :
a. Gugatan tidak beralasan b. Gugatan mengandung cacat error in persona
c. Gugatannya melawan hak d. Gugatan diajukan kepada pengadilan diluar yuriksdiksi absolut maupun relatif
e. Gugatan obscuur libel f. Gugatan masih prematur
g. Gugatan telah daluwarsa. Dasar hukum pemberian putusan gugatan tidak dapat diterima niet
onvankelijk verklaard dapat dilihat dalam yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor
119KSip1975 tanggal 17 April 1975 jo Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 565KSip1975 tanggal 21 Agustus 1973, jo Putusan Mahkamah Agung RI
Nomor 1149KSip1979 tanggal 7 April 1979 yang menyatakan bahwa terhadap objek gugatan yang tidak jelas maka gugatan tidak dapat diterima. Dalam perkara
perdata Nomor 79PdtG2009PN.PBR bahwa objek perkara adalah cukup jelas
yang digugat oleh penggugat Amini Nurdin yaitu sebagai wali yang ditetapkan oleh penetapan pengadilan Nomor 371PdtP2005PN Medan tertanggal 20 Oktober 2005.
Universitas Sumatera Utara
58
Untuk dan dan kepentingan orang-orang dimana penggugat menjadi walinya maka penggugat Amini Nurdin mengajukan gugatan kepada tergugat karena tergugat tidak
mengembalikan harta kekayaan milik orang-orang dimana penggugat menjadi walinya. Oleh karena itu gugatan juga tidak dapat dipandang sebagai obscuur libel
karena gugatan ditujukan kepada para pihak yang telah menahan harta kekayaan berupa tiga batang emas murni milik dari anak-anak bernama Viviani, Vincent dan
Vernia Everlim dan oleh karenanya maka objek gugatan yang disengketakan oleh penggugat cukup jelas dalam perkara gugatan perdata tersebut.
3. Mahkamah Agung a. Pertimbangan
Majelis Hakim
Mahkamah Agung
dalam Putusan
Nomor 2161 KPDT2011
Hakim pada Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam memutus perkara pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur pada WNI keturunan
Tionghoa tersebut mendasarkan pertimbangan hukumnya terhadap alat bukti surat yaitu surat tanda terima penitipan barang dimana terbukti bahwa Tergugat I Lim
Agek alias Agek pada tanggal 18 Juli 2008 telah menerima 3 tiga batang emas murni dari Amini Nurdin penggugat, emas batangan tersebut terinci masing-masing
atas nama Penggugat Viviani 185 gram, berikut surat aslinya, Vincent 179 gram, berikut surat aslinya dan atas nama Vernia 179 gram, berikut surat aslinya dengan
janji akan dikembalikan paling lambat 1 satu bulan sejak tanggal penerimaan. Ternyata Tergugat I tidak mengembalikan, bahkan diserahkan kepada Tergugat II,
karenanya Tergugat I telah melakukan wanprestasi.
Universitas Sumatera Utara
59
Dari pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Amini
Nurdin tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 76Pdt2010PTR tanggal 31 Agustus 2010 yang menguatkan putusan Pengadilan
Negeri Pekanbaru Nomor 79Pdt.G2009PN.Pbr tanggal 27 Januari 2010 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana
yang akan disebutkan dibawah ini ; Oleh karena para tergugatterbanding berada di pihak yang kalah, maka ia
harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan ; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009,
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan peraturan perundang-undang lainnya maka
Mahkamah Agung memutuskan mengambulkan kasasi dari pemohon kasasi yaitu Amini Nurdin tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru
Nomor 76Pdt2010PTR tanggal 31 Agustus 2010 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 79Pdt.G2009PN.Pbr, tanggal 27 Januari
2010. Selanjutnya Mahkamah Agung menolak eksepsi dari para tergugat terbanding
dan selanjutnya Mahkamah Agung dalam amar putusannya : 1. Mengggabulkan
gugatan PenggugatPembandingPemohon
Kasasi untuk
sebagian;
Universitas Sumatera Utara
60
2. Menyatakan Para TergugatPara TerbandingPara Termohon Kasasi telah melakukan perbuatan ingkar janji wanprestasi;
3. Menghukum Para TergugatPara TerbandingPara Termohon Kasasi dan atau pihak lain untuk mengembalikan dan atau menyerahkan 1 satu potong emas
murni batangan seberat 185 gram atas nama Viviani berikut surat aslinya, 1 satu potong emas murni batangan seberat 179 gram atas nama Vincent berikut surat
aslinya dan serta 1 satu potong emas murni batangan seberat 179 gram atas nama Vernia Everlim
berikut surat aslinya kepada Penggugat Pembanding Pemohon Kasasi segera dan seketika;
Menghukum Para TergugatPara TerbandingPara Termohon Kasasi untuk
membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp.500.000,- lima ratus ribu Rupiah;
b. Analisa Putusan Mahkamah Agung Nomor 2161 KPDT2011
Putusan yang dijatuhkan oleh hakim harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Putusan yang
tidak memenuhi ketentuan tersebut dikategorikan putusan yang tidak cukup pertimbangan atau onvoldoende gemotiveerd. Alasan yang dijadikan pertimbangan
dapat berupa pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi atau doktrin hukum
69
. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa, “putusan pengadilan
69
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 798.
Universitas Sumatera Utara
61
selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis
yang dijadikan dasar untuk mengadili”. Bahkan menurut Pasal 308 ayat 1 RBG, Hakim karena jabatannya wajib mencukupkan segala alasan hukum yang tidak
dikemukakan para pihak yang berperkara. Untuk memenuhi kewajiban itulah Pasal 5 Undang-Undang Kekuasan
Kehakiman memerintahkan hakim untuk menggali nilai-nilai, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Hakim sebagai wakil Tuhan di dunia harus sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan. Hakim dalam memeriksa perkara harus berdasarkan
pembuktian dengan tujuan untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan atau untuk memperkuat kesimpulan
hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah.
70
Sebagai manusia biasa tentunya hakim juga bisa melakukan kesalahan sehingga perlu adanya mekanisme yang jelas untuk menguji kembali putusan hakim.
Maka oleh karena itu demi kebenaran dan keadilan setiap putusan hakim perlu dimungkinkan untuk pemeriksaan ulang, agar kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi
pada putusan dapat diperbaiki. Bagi setiap putusan hakim pada umumnya tersedia upaya hukum, yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan
dalam suatu putusan.
71
70
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 232.
71
Ibid, hal.232.
Universitas Sumatera Utara
62
Dasar pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam memutuskan perkara pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur pada WNI keturunan
Tionghoa dimana Amini Nurdin sebagai pemohon kasasi, dahulu penggugat pembanding melawan Lim Agek alias Agek dan Lim Asiong alias Asiong sebagai
para termohon kasasi dahulu para tergugat pembanding adalah : 1. Didasarkan kepada bahwa Amini Nurdin sebagai pemohon kasasi adalah wali
yang sah
berdasarkan penetapan
Pengadilan Negeri
Medan Nomor
371Pdt.P2005PN.Mdn tertanggal 20 Oktober 2005, yang juga merupakan
nenek dari anak-anak bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim, yang kedua orangtuanya telah meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat Mandala Airline.
Pasal 359 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “semua minderjarige anak-anak dibawah umur yang tidak berada dibawah kekuasaan orangtua dan yang diatur
perwaliannya secara sah akan ditunjuk seorang wali oleh pengadilan”. Pasal 359 KUH Perdata inilah yang dijadikan dasar pertimbangan oleh hakim bahwa Amini
Nurdin merupakan wali yang sah menurut hukum yang berlaku dan oleh karena itu berhak dalam hal pengurusan harta kekayaan anak-anak di bawah umur yang
telah ditinggalkan oleh kedua orangtuanya karena meninggal dunia. 2. Dalam persidangan terbukti bahwa emas batangan yang merupakan milik dari
anak di bawah umur bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim, yang berasal dari peninggalan orangtuanya Kartini dan Sui Liong alias A Hok alias Suriadi
Suwandi yang diperoleh dengan cara pembagian harta berupa emas murni batangan yang dipesan ditoko emas Gemar beralamat di jalan Hasyim Ashari
Universitas Sumatera Utara
63
Nomor 12 A Pekanbaru masih berada ditangan Lim Agek alias Agek dan Lim Asiong alias Asiong yang merupakan bibi dan paman dari anak-anak di bawah
umur tersebut dan belum diserahkan kepada Amini Nurdin selaku wali yang sah mengurus harta kekayaan anak di bawah umur tersebut.
3. Tindakan termohon kasasi I dan termohon kasasi II dalam hal ini Lim Agek alias Agek dan Lim Asong alias Asiong dinilai oleh hakim Mahkamah Agung sebagai
tindakan wanprestasi ingkar janji sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang berbunyi, “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak
dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika
sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.” Maka oleh karena termohon
kasasi I dan termohon kasasi II melakukan wanprestasi ingkar janji maka terhadap
kedua tergugat
tersebut majelis
hakim Mahkamah
Agung memerintahkan untuk menyerahkan harta warisan yang berupa 3 tiga potong
emas murni batangan milik anak-anak di bawah umur bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim kepada wali yang sah menurut hukum yaitu Amini Nurdin.
4. Akibat termohon kasasi I dan termohon kasasi II tidak bersedia mengembalikan
dan atau menyerahkan 3 tiga potong emas murni batangan sebagaimana tersebut di atas maka pemohon kasasi mengalami kerugian materil, oleh karena itu dalam
pertimbangan hukumnya Majelis Hakim Mahkamah Agung memutuskan
Universitas Sumatera Utara
64
termohon kasasi I dan termohon kasasi II wajib mengembalikan 3 tiga potong emas murni batangan tersebut kepada pemohon kasasi.
Dari pertimbangan yang diambil Majelis Hakim Mahkamah Agung tersebut di atas dapat dikatakan bahwa termohon kasasi I dan termohon kasasi II yakni Lim
Agek alias Agek dan Lim Asiong alias Asiong dinyatakan bersalah melakukan perbuatan wanprestasi ingkar janji atas perbuatannya tidak mengembalikan 3 tiga
potong emas murni batangan tersebut kepada wali yang sah yaitu Amini Nurdin. Oleh karena itu dalam amar putusannya Majelis Hakim Mahkamah Agung
memutuskan memerintahan termohon kasasi I dan termohon kasasi II untuk mengembalikan harta kekayaan milik anak-anak di bawah umur tersebut kepada
walinya yang sah menurut hukum dalam hal pengurusan harta kekayaan anak-anak di bawah umur tersebut yakni Amini Nurdin melalui penetapan pengadilan.
Dalam pertimbangan
hukum Pengadilan
Negeri Pekanbaru
maupun Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Mahkamah Agung berpendapat bahwa kedua
pengadilan tersebut telah melakukan Judex Factie tidak cermat mempertimbangkan alat bukti penggugat onvoldeonde gemotiveerd dan oleh karena itu Mahkamah
Agung membatalkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru dan putusan Tinggi Pekanbaru yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Universitas Sumatera Utara
65
Ketidakcermatan dalam
mempertimbangkan alat
bukti penggugat
sebagaimana di atas kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah:
72
1 Hakim tidak mempunyai cukup pengetahuan hukum tentang masalah yang sedang ditangani. Namun secara normatif seharusnya hal ini tidak boleh terjadi, karena
Hakim dapat memerintahkan setiap pihak untuk menyediakan ahli yang akan memberikan keterangan dan menjelaskan pokok persoalannya di dalam
persidangan. 2 Hakim menggunakan dalil hukum yang tidak benar atau tidak semestinya karena
adanya faktor lain seperti adanya tekanan pihak-pihak tertentu, suap, dan faktor- faktor lain yang mempengaruhi independensi Hakim yang bersangkutan.
3 Hakim tidak memiliki cukup waktu untuk menuliskan semua argumen hukum yang baik disebabkan karena terlalu banyaknya perkara yang harus diselesaikan
dalam kurun waktu yang relatif singkat. 4 Hakim enggan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasannya, sehingga
berpengaruh terhadap kualitas putusan yang dibuatnya. Faktor ini merupakan faktor yang pengaruhnya tidak langsung, namun cukup menentukan kualitas
putusan. Suatu putusan harus secara total dan menyeluruh memeriksa dan mengadili
setiap segi gugatan yang diajukan.
73
Tidak boleh hanya memeriksa dan memutus
72
Bernard L.M, Tanya, Penegakan Hukum Dalam Terang Etika, Genta Publishing, Jakarta, 2011, hal. 29
Universitas Sumatera Utara
66
sebagian saja dan mengabaikan gugatan selebihnya. Cara mengadili yang demikian bertentangan dengan asas yang digariskan oleh undang-undang.
Aturan selanjutnya bagi Hakim dimuat dalam Pasal 178 ayat 3 HIRPasal 189 ayat 3 RBG dan Pasal 50 RV yang mengatur bahwa putusan tidak boleh
mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan. Larangan itu
disebut ultra petitum partium. Hakim yang mengabulkan posita maupun petitum gugatan, dianggap telah melampaui batas wewenang atau ultra vires yakni bertindak
melampaui wewenangnya. Apabila putusan mengandung ultra petitum, harus dinyatakan cacat invalid meskipun hal itu dilakukan hakim dengan itikad baik good
faith maupun sesuai dengan kepentingan umum public interest. Mengadili dengan cara mengabulkan melebihi dari apa yang di gugat dapat dipersamakan dengan
tindakan yang tidak sah illegal meskipun dilakukan dengan itikad baik.
74
Majelis Hakim memutuskan bahwa perbuatan TergugatTermohon Kasasi adalah suatu perbuatan ingkar janji wanprestasi namun tidak mewajibkan
TergugatTermohon Kasasi untuk membayar ganti kerugian. Di dalam penerapan ketentuan hukum perdata terdapat perbedaan esensial antara tuntutan ganti kerugian
yang didasarkan pada wanprestasi dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum.
Tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada wanprestasi maka para pihak harus terlebih dahulu terikat suatu perjanjian kesepakatan. Antara Penggugat
73
Pasal 178 ayat 2 HIRPasal 189 ayat 2 RBG dan Pasal 50 RV
74
Ibid, hal.801-802.
Universitas Sumatera Utara
67
Pemohon Kasasi dengan Tergugat ITermohon Kasasi terjadi suatu kesepakatan yang didasarkan pada Tanda Terima Penitipan Barang tertanggal 18 Juli 2008.
Perjanjian adalah sebagai perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal atau tidak
melakukan sesuatu hal dengan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.
75
Menurut Subekti Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu.
76
Menurut Van Dunne perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
77
Sedangkan pengertian Perjanjian dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata diatur dalam
Pasal 1313 yaitu : suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap 1 satu orang lain atau lebih.
78
Dari definisi perjanjian tersebut terlihat bahwa suatu perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji atau kesanggupan oleh para pihak,
baik secara lisan maupun secara tertulis untuk melakukan sesuatu atau menimbulkan akibat hukum.
Akibat hukum yang timbul dari penitipan barang tersebut terhadap Tergugat I Lim Agek alias Agek adalah wajib menyerahkan kembali 3 tiga potong emas murni
batangan tersebut dalam jangka waktu 1 satu bulan kemudian. Tergugat Termohon
75
Wirjono Pradjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung, Bandung, 1986, hal.19
76
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Penerbit Intermasa, Jakarta, 1998, hal 1
77
Salim HS, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding MoU, Cetakan Kedua, PT Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 8
78
R.Subekti, R Tjitrosudibio, Op.cit, hal 338
Universitas Sumatera Utara
68
Kasasi dianggap telah melakukan wanprestasi karena tidak melakukan kewajibannya untuk melakukan prestasi yaitu menyerahkan kembali 3 tiga potong emas murni
batangan yang menjadi objek perkara kepada PenggugatPemohon Kasasi sesuai dengan kesepakatan.
TergugatTermohon Kasasi dianggap melakukan wanprestasi karena tidak melakukan prestasi kewajibannya terhadap PenggugatPemohon Kasasi. Adapun
bentuk-bentuk wanprestasi dapat berupa:
79
1 Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali; 2 Debitur terlambat dalam memenuhi prestasi;
3 Debitur prestasi tidak sebagaimana mestinya. Dalam jawabannya TergugatTermohon Kasasi membantah bahwa perbuatan
TergugatTermohon Kasasi merupakan perbuatan ingkar janji wanprestasi karena menurut TergugatTermohon Kasasi 3 tiga potong emas murni batangan tersebut
akan diserahkan kepada 3 tiga orang anak yang merupakan Ahli Waris tersebut setelah mereka dewasa. Hal itu tidak sesuai lagi dengan kesepakatan Penggugat
Pemohon Kasasi dengan TergugatTermohon Kasasi yang akan menyerahkan objek perkara tersebut dalam jangka waktu 1 satu bulan kemudian sejak tanggal penitipan
berarti selambat-lambatnya tanggal 18 Agustus 2008. Surat tanda Terima Penitipan barang yang menjadi objek perkara tersebut
dilakukan antara PenggugatPemohon Kasasi dengan TergugatTermohon Kasasi
79
Retno Wulan Sutantio, Hukum Acara Perdata Dalam teori dan praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 93
Universitas Sumatera Utara
69
sedangkan pengurusan objek perkara dilakukan oleh Tergugat II yaitu Lim A Siong alias Asiong.
Di Pengadilan, pembuktian suatu perbuatan ingkar janji wanprestasi, harus dibuktikan hal-hal apa sajakah yang dilanggar dalam perjanjian oleh Tergugat,
sedangkan dalam perbuatan melawan hukum yang harus dibuktikan adalah kesalahan yang telah diperbuat Tergugat sehingga menimbulkan kerugian.
80
Pengurusan secara tidak sah benda milik orang lain merupakan perbuatan melawan hukum.
81
Artinya pengurusan yang dilakukan oleh Tergugat II atas objek perkara adalah suatu perbuatan melawan hukum bukanlah wanprestasi
karena Tergugat II bukanlah pihakorang yang turut menanda-tangani Surat Tanda Terima
Penitipan Barang tertanggal 18 Juli 2008 tersebut. Selanjutnya pernyataan “dalam lapangan harta kekayaan” dimaksudkan untuk
membatasi bahwa perjanjian yang dimaksudkan disni adalah perjanjian yang berkaitan dengan harta kekayaan seseorang sebagaimana dijamin dengan ketentuan
pasal 1131 KUH-Perdata yang berbunyi segala kebendaan milik debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan
ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan. Dengan konstruksi dan akibat hukum tersebut, berarti setiap pihak yang
membuat perjanjian, tidak hanya pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan prestasi berdasarkan perjanjian tersebut, yang harus mengetahui secara pasti setiap
80
Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan Perikatan yang lahir dari perjanjian dan dari undang-undang, Mandar Maju, Bandung, 1994, Hal.11.
81
Munir Fuady, Op.Cit, hal.58.
Universitas Sumatera Utara
70
konsekuensi dari pembuatan perjanjian, melainkan pihak yang berhak atas pemenuhan prestasi, juga wajib mengetahui secara pasti kapan dan bagaimana suatu
perjanjian yang telah dibuatnya tersebut dipaksakan pelaksanaan prestasinya.
82
Akibat yang sangat penting dari tidak dipenuhinya perikatan ialah bahwa kreditur dapat minta ganti rugi atas ongkos, rugi dan bunga yang dideritanya. Untuk
adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur maka undang-undang menentukan bahwa debitur
harus terlebih
dahulu dinyatakan
berada dalam
keadaan lalai,
ingebrekestelling Lembaga pernyataan lalai ini adalah merupakan upaya hukum untuk sampai
kepada suatu fase, dimana debitur dinyatakan ingkar janji wanprestasi , hal ini dapat dibaca dalam Pasal 1243 KUH-Perdata yang mengatakan Penggantian biaya, rugi dan
bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya dalam tenggang waktu tertentu telah
dilampauinya. Jadi maksud berada dalam keadaan lalai ialah peringatan atau pernyataan dari
kreditur tentang selambat-lambatnya debitur wajib memenuhi prestasi, apabila saat ini dilampauinya waktu debitur ingkar janji wanprestasi. Pasal 1238 KUH-Perdata
mengatur cara pemberitahuan itu dilakukan, dalam hal apakah pernyataan lalai diperlukan dalam hal seseorang meminta ganti rugi atau meminta pemutusan
perikatan dilakukan dengan membuktikan adanya ingkar janji. Menurut ilmu hukum
82
Kartini Mulyadi, Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,: Rajawali Pers, Jakarta, 2002, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
71
perdata jika kreditur menuntut adanya pemenuhan, maka lembaga pernyataan lalai tidak diperlukan, maka hak untuk mendapatkan pemenuhan itu sudah ada dalam
perikatan itu sendiri sedangkan hak untuk meminta ganti rugi atau pemutusan, dasarnya ialah sudah dilakukannya wanprestasi oleh kreditur. Karena itu disini
lembaga pernyataan lalai diperlukan, namun demikian kenyataannya didalam pengadian atau yurisprudensi apabila kreditur menuntut pemenuhan, lembaga
pernyataan lalai diperlukan juga. Sebab diperlukan karena untuk menjaga kemungkinan agar debitur tidak
merugikan kreditur, misalnya debitur digugat di peradilan karena wanprestasi, sedangkan sebelumnya tidak ada lembaga itu, maka debitur dapat mengatakan bahwa
sebelumnya terhadap debitur belum dilakukan pemberitahuan oleh kreditur. Apa yang dapat kita simpulkan dari uraian di atas ialah bahwa lembaga pernyataan lalai perlu
dilakukan dalam hal kreditur menuntut ganti rugi dari debitur.
83
Apabila debitur hanya menuntut pemenuhan prestasi, ataupun menuntut agar debitur secara patut memenuhi perikatan, maka lembaga pernyataan lalai tidak
diperlukan.
84
Prinsipnya dalam hal debitur wanprestasi kreditur berhak atas ganti rugi. Ganti rugi bisa diminta sebagai pengganti prestasi pokok debitur maupun dituntut
disamping prestasi pokok. Dengan demikian orang dapat tetapi tidak harus menuntut ganti rugi bersama-sama dengan tuntutan pemenuhan, tetapi ganti rugi disini bukan
83
Mariam Darus Badrulzaman,
KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan
Penjelasannya, Alumni, Bandung, 2011, hal.24
84
Ibid, hal. 25
Universitas Sumatera Utara
72
sebagai pengganti prestasi pokok, disamping prestasi pokoknya masih dituntut pemenuhannya. Tetapi disamping prestasi pokok misalnya ganti rugi karena
terlambat berprestasi. Jadi prestasi pokoknya diterima, tetapi disertai dengan protes dan karenanya disamping itu minta sejumlah uang ganti rugi.
85
Perbuatan melawan
hukum tidak
hanya mencakup
perbuatan yang
bertentangan dengan undang-undang saja tetapi juga jika perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan
perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.
Setiap perbuatan pidana selalu dirumuskan secara seksama dalam undang- undang, sehingga sifatnya terbatas. Sebaliknya pada perbuatan melawan hukum
adalah tidak demikian. Undang-undang hanya menetukan satu pasal umum, yang memberikan akibat-akibat hukum terhadap perbuatan melawan hukum.
86
Wanprestasi dan perbuatan melawan hukum merupakan dua pengaturan dalam hukum yang seringkali sulit untuk dibedakan oleh kebanyakan orang. Ada
yang menganggap wanprestasi merupakan bagian dari perbuatan melawan hukum dan ada pula yang menganggap perbuatan melawan hukum adalah bagian dari
wanprestasi. Hal ini merupakan hal yang wajar karena dalam wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum terdapat pihak yang dirugikan dan pihak yang
85
Satrio, Hukum Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1999, hal. 148
86
Rachmat Setiawan, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung, 1982, hal.15.
Universitas Sumatera Utara
73
menyebabkan kerugian
tersebut dituntut
untuk mengganti
kerugian yang
disebabkannya. Sebagaimana telah diketahui bahwa pada dasarnya terdapat perbedaan dasar
antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum terletak pada sumber hukumnya, yaitu wanprestasi dapat terjadi karena terdapat suatu perjanjian sebelumnya, dengan
demikian untuk menyatakan bahwa seseorang telah melakukan wanprestasi harus terlebih dahulu terdapat perjanjian yang telah dibuat dan disepakati oleh para pihak.
Wanprestasi dapat terjadi karena terdapat pihak yang ingkar janji atau lalai dalam melakukan prestasi seperti yang telah disepakati dalam perjanjian. Sedangkan
perbuatan melawan hukum dapat terjadi karena undang-undang sendiri yang menentukannya. Di dalam KUH-Perdata dinyatakan bahwa, “Perikatan yang
dilahirkan demi undang-undang, bukan karena berdasarkan perjanjian dan perbuatan melawan hukum merupakan perbuatan manusia yang ditentukan sendiri oleh undang-
undang.”
87
Pada dasarnya terdapat perbedaan-perbedaan dasar antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, yaitu dilihat dari sumber, pembuktian dan proses
penuntutan. Perbedaan mengenai sumbernya adalah bahwa suatu perbuatan ingkar janji wanprestasi terjadi karena terdapat suatu perjanjian sebelumnya sedangkan
perbuatan melawan
hukum terjadi
karena undang-undang
sendiri yang
menentukannya.
87
Pasal 1352 KUH Perdata
Universitas Sumatera Utara
74
Pasal 1352 KUH Perdata menyatakan bahwa, “perikatan yang dilahirkan demi undang-undang, bukan karena berdasarkan perjanjian dan perbuatan melawan hukum
merupakan perbuatan manusia yang ditentukan sendiri oleh undang-undang”. Perbedaan selanjutnya adalah dalam hal pembuktian. Pembuktian adalah
usaha untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dimuatkan dalam suatu sengketa. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau
guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah hak orang lain, menunjukkan pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau persitiwa tersebut.
88
Menurut pasal 1866 KUH Perdata, alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari:
1 Bukti tulisan 2 Bukti dengan saksi-saksi
3 Persangkaan-persangkaan 4 Pengakuan
5 Sumpah.
Pembuktian dalam hal wanprestasi, maka yang harus dibuktikan di pengadilan adalah hal-hal apa sajakah yang dilanggar dalam perjanjian oleh tergugat, sedangkan
dalam perbuatan melawan hukum yang harus dibuktikan adalah kesalahan yang telah diperbuat tergugat sehingga menimbulkan kerugian.
Di dalam hal mengenai proses penuntutan, seseorang yang dinyatakan melakukan wanprestasi harus terlebih dahulu dinyatakan dalam keadaan lalai dengan
memberikan somasi. Hal ini dituangkan dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang mengatakan bahwa “Penggantian biaya rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya
88
Pasal 1865 KUH Perdata
Universitas Sumatera Utara
75
suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan
atau dibuatnya dalam tenggang waktu tertentu telah dilampauinya.” Ketentuan mengenai ganti rugi dalam KUH-Perdata diatur dalam Pasal 1243
KUH-Perdata sampai dengan Pasal 1252 KUH-Perdata. Dari ketentuan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ganti rugi adalah
sanksi yang dapat dibebankan kepada pihak yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu prestasi dalam suatu perikatan untuk memberikan penggantian biaya, rugi dan
bunga.
89
Ganti rugi menurut Pasal 1246 KUH-Perdata memperincikan ke dalam 3 kategori yaitu:
1 Biaya, artinya setiap cost yang harus dikeluarkan secara nyata oleh pihak yang dirugikan, dalam hal ini adalah sebagai akibat dari adanya tindakan
wanprestasi. 2 Kerugian, artinya keadaan merosotnya berkurangnya nilai kekayaan
Kreditor sebagai akibat dari adanya tindakan wanprestasi dari pihak Debitor. 3 Bunga, adalah keuntungan yang seharusnys diperoleh tetapi tidak jadi
diperoleh oleh pihak Kreditur, dikarenakan adanya tindakan wanprestasi dari pihak Kreditur.
90
Di dalam gugatan PenggugatPemohon Kasasi terdapat tuntutan ganti kerugian immateriil berupa uang sejumlah Rp.1.000.000.000,- satu milyar Rupiah
untuk rasa malu yang telah ditanggung PenggugatTermohon Kasasi adalah merupakan ganti kerugian berupa pemulihan kehormatan yang diperbolehkan dan
dimuat di dalam Pasal 1365 KUH-Perdata.
89
Ibid, hal.22.
90
R. Subekti dan R.Tjitrosudibyo, Op.Cit, hal.325.
Universitas Sumatera Utara
76
Pengurusan 3 tiga potong emas murni batangan oleh Tergugat II adalah suatu perbuatan yang salah dan menimbulkan kerugian terhadap PenggugatPemohon
Kasasi, baik dari segi materiil maupun immateriil. Kerugian materiil berupa uang dan harta benda yang telah dikorbankan oleh
PenggugatPemohon Kasasi untuk kepentingan pengurusan perkara tersebut karena pengurusan perkara itu telah menghabiskan dana yang tidak sedikit. Sedangkan
kerugian immateriil adalah berupa nama baik PenggugatPemohon Kasasi telah dicemarkan karena telah menjadi pihak yang bersengketa di Pengadilan yang oleh
sebagian orang adalah suatu perbuatan yang tidak baik. Terhadap ganti rugi yang diajukan dalam kasus ini, dalam putusan yang
dikeluarkan oleh pengadilan ternyata tidak dikabulkan sama sekali, padahal sesuai dengan teori penggantian kerugian sebagaimna diatur dalam KUH Perdata
memungkinkan untuk dikenakan kepada pihak Tergugat Termohon Kasasi untuk dikenakan membayar ganti rugi yang diajukan oleh Penggugat. Akan tetapi dalam
putusan yang diberikan oleh pengadilan tidak dipertimbangkan sama sekali dan juga tidak ada alasan-alasan hukum yang dimuat dalm pertimbangan hukum dalam
mengambil keputusan, sehingga putusan ini kurang mencerminkan rasa keadilan. Selama ini ada kesan, sebagai hakim untuk tidak peduli kritik dari suatu
pendapat umum yang berkembang, walaupun memang ada kalanya pendapat tersebut didasari adanya suatu kepentingan tertentu. Hakim memang tidak harus tunduk pada
pendapat umum atau tunduk pada tekanan.Tetapi paling tidak, hakim harus peka terhadap masalah-masalah yang mendapat perhatian publik, sehingga hakim dalam
Universitas Sumatera Utara
77
membuat suatu putusan dituntut kecermatan, kehati-hatian dan pertimbangan yang matang. Hakim harus mampu menggali nilai-nilai hukum dan keadilan yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat. Kecerobohan hakim dalam membuat putusan akan menambah ketidakpercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
91
C. Penerapan Hukum Terhadap Pengurusan Harta Warisan Anak Angkat Di Bawah Umur
Penerapan hukum terhadap pengurusan harta warisan anak angkat di bawah umur dalam hukum perdata dalam suatu proses persidangan di pengadilan wajib
mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku di dalam hukum acara perdata. Proses persidangan dalam hal pengurusan harta warisan anak angkat di bawah umur pada
kasus penelitian ini di awali dengan pembuktian kebenaran adanya harta milik anak angkat tersebut.
Masalah pembuktian dalam Hukum Perdata adalah salah satu yang esensial untuk mendapatkan kebenaran materil dalam suatu proses penyelesaian sengketa di
pengadilan. Dalam beberapa definisi perihal bukti, membuktikan dan pembuktian, dapat ditarik kesimpulan bahwa bukti merujuk pada alat-alat bukti termasuk barang
bukti yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Sementara itu pembuktian merujuk pada suatu proses terkait mengumpulkan bukti, memperlihatkan bukti
sampai pada penyampaian bukti tersebut di sidang pengadilan.
91
Harifin A Tumpa, Varia Peradilan Majalah Hukum XXVII Nomor 323 Kontraversi Putusan Hakim , IKAHI, Jakarta, 2012 , hal. 14
Universitas Sumatera Utara
78
Mengenai pengertian
Hukum Pembuktian,
M.Yahya Harahap
tidak mendefinisikan Hukum Pembuktian, melainkan memberikan definisi Hukum
Pembuktian yaitu “Ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang tata
cara yang dibenarkan Undang-undang. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan mengatur mengenai alat
bukti yang boleh digunakan Hakim guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan”.
92
Yang dimaksud dengan membuktikan ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.
93
Dengan demikian bahwa pembuktian itu hanya diperlukan dalam persengketaan atau perkara
dimuka pengadilan. Dalam ilmu hukum pembuktiannya tidak dapat secara mutlak dan tidak logis melainkan pembuktiannya bersifat kemasyarakatan, karena walaupun
sedikit ada ketidakpastian. Jadi kebenaran yang dicapai merupakan kebenaran yang relatif. Pembuktian harus memberikan keyakinan terhadap fakta-fakta yang
dikemukakan itu agar masuk akal yaitu apa yang dikemukakan dengan fakta-fakta itu harus selaras dengan kebenaran.
Hukum pembuktian juga bermakna suatu rangkaian peraturan tata tertib yang harus dipedomani hakim dalam proses persidangan untuk menjatuhkan putusan bagi
pencari keadilan atau suatu proses dalam hukum acara perdata maupun acara lainnya yakni penggunaan prosedur kewenangan Hakim untuk menilai fakta atau pernyataan
yang dipersengketakan di pengadilan untuk dapat dibuktikan kebenarannya.
92
Eddy OS Haries, Teori dan hukum Pembuktian, Erlanggga, Jakarta, 2012, hal.4
93
R. Subekti. Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 2010, hal.1
Universitas Sumatera Utara
79
Keyakinan bahwa sesuatu hal memang benar-benar terjadi harus dapat diciptakan dan dapat diterima oleh pihak lainnya, karena apabila hanya dapat diciptakan tanpa diikuti
dengan dapat diterimanya oleh pihak lain akan tidak mempunyai arti. Menurut kamus hukum arti bukti dan pembuktian sesuatu yang digunakan
untuk menyatakan kebenaran tentang sesuatu peristiwa
94
, peristiwa yang dimaksud adalah bentrokan kepentingan dalam istilah hukum disebut dengan perkara.
Bentrokan mengenai kepentingan perdata yang semata-mata penyelesaiannya merupakan kewenangan dari pengadilan. Hanya pengadilan yang dapat memberikan
penyelesaian bentrokan itu. Tidak semua peristiwa atau kejadian harus dibuktikan oleh para pihak kepada hakim, tetapi hal-hal yang menjadi perselisihan yang harus
dibuktikan. Di dalam membuktikan adanya suatu peristiwa atau adanya sesuatu hak
pertama-tama digunakan bukti tulisan. Apabila bukti tulisan tidak ada atau tidak cukup maka digunakan bukti surat, bukti saksi, apabila bukti saksi tidak cukup maka
digunakan bukti persangkaan, jika bukti tulisan ditambah bukti saksi dengan bukti pengakuan. Jika dengan bukti-bukti tersebut juga belum mencukupi maka ditambah
lagi dengan bukti sumpah. Menurut buku keempat tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Burjerlijke Wetboek tentang pembuktian pada bab pertama mengenai pembuktian pada umumnya yakni terdapat dalam Pasal 1865 yang menyatakan Setiap orang yang
mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri
94
M. Marwan, Dictoinary of law complete edition. Realiti Publisher, Surabaya, 2009, hal .496
Universitas Sumatera Utara
80
maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
Hukum pembuktian dalam perkara perdata yang merupakan bagian dari Hukum Acara Perdata ialah hukum yang mengatur macam-macam alat bukti yang
sah, syarat-syarat dan tata cara mengajukan alat bukti, dan kewenangan hakim untuk menerima atau menolak serta menilai hasil pembuktian. Dalam proses perdata secara
keseluruhan maka proses pembuktian merupakan satu bagian dan tahap dari proses tersebut, karenanya tujuan serta prinsip-prinsip yang berlaku baginya juga berlaku
bagi pembuktian. Hukum pembuktian hanya berlaku dalam perkara yang mengadili suatu sengketa dengan jalan memeriksa para pihak dalam sengketa tersebut.
Tugas Hakim atau pengadilan sebagaimana dilukiskan di atas adalah menetapkan hukum untuk suatu keadaan tertentu, atau menerapkan hukum atau
undang-undang. Dalam sengketa yang berlangsung dimuka hakim, masing-masing pihak mengajukan dalil-dalil yang saling bertentangan. Hakim harus memeriksa dan
menetapkan dalil-dalil manakah yang tidak benar, dan juga dalam melaksanakan pemeriksaan tadi hakim haruslah mengindahkan aturan-aturan tentang pembuktian
yang merupakan Hukum Pembuktian, jika tidak terdapat hukum pembuktian maka ketidak pastian hukum serta kesewenang-wenangan akan timbul oleh hakim dalam
melaksanakan tugasnya, walaupun keyakinan hakim juga merupakan bagian dari pembuktian, keyakinan hakim yang didasarkan pada suatu hal dalam undang-undang
dinamakan dengan alat bukti. Dengan alat bukti masing-masing pihak berusaha
Universitas Sumatera Utara
81
membuktikan dalil-dalilnya atau pendiriannya yang dikemukakan kepada hakim yang diwajibkan memutus perkara tersebut.
Dalam hal membuat suatu keputusan hukum harus mengindahkan aturan- aturan
yang menjamin
keseimbangan dalam
pembebanan kewajiban
untuk membuktikan hal-hal yang menjadi perselisihan itu, pembebanan yang berat sebelah
menjerumuskan satu pihak dalam kekalahan dan akan menimbulkan perasaan teraniaya pada yang dikalahkan itu.
Tugas hakim dalam proses perdata yang menyelidiki apakah benar suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar atau tidak, adanya hubungan
hukum tersebut harus terbukti apabila Penggugat menginginkan kemenangan dalam suatu perkara, jika tidak berhasil membuktikannya maka gugatan akan ditolak,
sebaliknya jika berhasil membuktikannya maka gugatan diterima. Sebagai pedoman pembagian beban pembuktian digariskan dalam Pasal 163
HIR, Pasal 283 RBG dan Pasal 1865 KUH Perdata yang menegaskan bahwa setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna menegakkan
haknya sendiri maupun membantah sesuatu hak orang lain, menunjukkan pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
Ketentuan Pasal 163 HIR Pasal 283 RBG terdapat asas siapa yang mendalilkan sesuatu dia harus membuktikannya, akan tetapi tidak selalu salah satu
pihak saja yang membuktikan, akan tetapi harus dilihat secara kasus demi kasus,
Universitas Sumatera Utara
82
menurut keadaan yang konkrit dan pembuktian tersebut hendaknya diwajibkan kepada pihak yang paling sedikit diberatkan.
95
Yang dimaksud dengan mempunyai sesuatu hak dalam Pasal 163 HIR Pasal 283 RBG adalah misalnya, Penggugat maupun Tegugat menyatakan bahwa ia berhak
atas sawah sengketa tersebut, oleh karena ia memperolehnya itu berdasarkan pembelian dari seseorang, yang dimaksud sesuatu perbuatan misalnya bahwa ia
diangkat sebagai anak almarhum. Perkataan untuk meneguhkan haknya berarti bahwa Penggugat atau Tergugat yang mendalilkan adanya hak atau kejadian tersebut, yang
berkewajiban untuk membuktikan dalilnya tersebut, dan Penggugat atau Tergugat membantah hal tersebut.
96
Bukti dalam pengertian sehari-hari adalah segala hal yang dipergunakan untuk meyakinkan pihak lain, dengan demikian bukti disini tidak terbatas macamnya,
asalkan barang atau alat tersebut bisa meyakinkan pihak lain tentang pendapat, peristiwa dalih atau keadaan. Pengertian bukti menurut hukum adalah alat-alat bukti
yang sudah ditentukan oleh Undang-undang untuk dipergunakan membuktikan peristiwa yang dikemukakan di muka sidang. Sedangkan sifat pembuktian dalam ilmu
hukum dan dalam ilmu pasti sangat berbeda dalam derajat kepastiannya. Dalam ilmu pengetahuan, ada beberapa teori beban pembuktian yang dapat
dipakai sebagai pedoman bagi hakim:
97
1 Teori Hak subjectiefrechtelijke theorie
95
Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Alumni, Bandung, 1979, hal. 42
96
Ibid, hal.43
97
Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata, Mandar Maju, Bandung, 2005 Hal. 35
Universitas Sumatera Utara
83
Siapa yang mengemukakan sesuatu hak yang dibantah oleh pihak lain harus membuktikannya. Teori ini tidak dapat menjawab apabila yang dikemukakan
hukum bukan hak, misalnya cerai. 2 Teori Hukum Obyektif Objectief rechtelijke theorie
Siapa yang mendalilkan sesuatu harus membuktikan adanya kaidah hukum obyektif yang menjadi dasarnya, teori ini mendapat kesulitan apabila yang
dikemukakan itu adalah berdasarkan hukum di luar kaidah hukum yang tertulis. 3 Teori kepatutan billijkheidstheorie
Teori ini membebankan pembuktian pada pihak dan dengan pihak lawannya akan lebih ringan untuk membuktikan het minst wordt bezwaard teori ini memiliki
kekurangan dan dalam praktik juga tidak selalu dipakai, karena dengan teori ini tidak ada kepastian hukum, siapa yang harus dianggap pihak yang lebih benar,
tidak ada pedoman hukum yang tegas. Pendapat hakim yang satu mungkin tidak sama dengan hakim yang lain, lagi pula satu pihak mungkin menurut segi
kepatutan dianggap pihak yang yang lain lebih diringankan, tapi dari segi lain mungkin kepadanyalah harus diperlihatkan bukti-bukti. Lain dari pada itu teori ini
membiasakan orang untuk beracara tanpa dasar. 4 Teori Pembebanan Berdasarkan Kaidah Yang Bersangkutan procesrechtelijke
teorie Menurut teori ini siapa yang dibebani untuk membuktikan ditentukan oleh kaidah
hukum yang bersangkutan itu sendiri. Misalnya menurut Pasal 1977 BW pemegang benda bergerak dianggap beritikad baik, siapa yang mengemukakan
Universitas Sumatera Utara
84
sebaliknya harus membuktikan adanya itikad jahat itu.Teori- teori ini tidak dapat dipergunakan disemua hal dan dalam praktek apabila apa yang dikemukakan itu
adalah berdasarkan hak, maka teori hak lah yang dipergunakan. Apabila yang dikemukakan
itu dasar
kaidah hukumnya
teori hukum
obyektif yang
dipergunakan. Apabila menurut kepatutan beban bukti sepatutnya dibebankan kepada pihak yang dengan itu lebih ringan dari pada jika dibebankan kepada
pihak lawannya, maka teori kepatutanl yang dipergunakan. Apabila menurut ketentuan kaidah hukum acara dalam pasal yang bersangkutan ada diatur siapa
yang seharusnya dibebankan, maka pihak yang ditentukan dalam pasal itulah yang dibebani.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum pembuktian dimaksud sebagai suatu rangkaian peraturan tata tertib yang harus diindahkan dalam
melangsungkan pertarungan dimuka hakim, yakni antara kedua pihak yang sedang mencari keadilan. Para pihak yang bersengketa itu diwajibkan membuktikan tentang
duduknya perkara, tentang bagaimana hukumnya bukanlah kewajiban mereka untuk membuktikannya karena adalah kewajiban Hakim untuk mengetahui hukum itu dan
menerapkan hukum ini sesudah ia mengetahui tentang duduk perkaranya. Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Perdata ditujukan untuk mencari
kebenaran formil formeel waarheid, sejalan dengan perkembangan peradilan dalam yurisprudensi hakim perdata tidak dilarang mencari dan menemukan kebenaran
materil meskipun asasnya adalah mencari kebenaran formal.
Universitas Sumatera Utara
85
Untuk tercapainya tujuan mencari kebenaran formal, diajukan beberapa prinsip penerapan hukum pembuktian yaitu :
1 Tugas dan peran hakim pasif
Peran pasif ini bukan sekedar menerima dan memeriksa pembuktian yang diajukan para pihak, akan tetapi berperan dan berwenang menilai kebenaran fakta
yang diajukan ke persidangan dengan prinsip pembuktian sebagai berikut :
98
a. Hakim tidak dibenarkan mengambil prakarsa aktif meminta para pihak mengajukan atau menambah pembuktian yang diperlukan.
b. Menerima setiap pengakuan dan penyangkalan yang diajukan para pihak dipersidangan, untuk selanjutnya dinilai kebenarannya oleh Hakim.
c. Pemeriksaan dan putusan Hakim terbatas pada tuntutan yang diajukan penggugat dalam gugatan.
2 Putusan berdasarkan pembuktian fakta
Pembuktian tidak dapat diterapkan tanpa ada fakta-fakta yang mendukungnya, dengan prinsip-prinsip pembuktian :
a. Fakta yang dinilai dan diperhitungkan, terbatas yang diajukan dalam persidangan.
b. Fakta yang terungkap di luar persidangan, tidak dapat di jadikan bahan penilaian dalam putusan.
c. Hanya fakta berdasarkan kenyataan yang bernilai pembuktian, artinya alat bukti yang diajukan itu mengandung fakta berkait dan relevan atau bersifat
98
Ibid hal. 43
Universitas Sumatera Utara
86
prima pasie yang keadaan atau peristiwa yang langsung berkaitan erat dengan perkara yang sedang diproses.
3 Aliran baru menentang pasif total kearah aktif argumentatif
Aliaran ini mendukung peran hakim bersifat aktif argumentatif dengan alasan- alasan sebagai berikut :
a. Hakim bukan aantreanennimes Pandangan ini berpendapat tidak layak dan tidak pantas bagi Hakim
membiarkan para pihak berlaku sewenang-wenang menyodorkan dan menyampingkan kebenaran berisi kebohongan dan kepalsuan.
b. Tujuan dan fungsi peradilan menegakkan kebenaran dan keadilan to enforce the truth an justice
Dengan prinsip tersebut maka hakim seyogianya berperan aktif untuk menolak pengajuan fakta dan bukti-bukti yang diajukan itu tidak benar dan
bahwa pihak lawan telah melakukan penyangkalan atas fakta bukti kebenaran tersebut.
Suatu masalah yang sangat penting dalam hukum pembuktian adalah masalah pembagian beban pembuktian sebagaimana sudah diterangkan pembagian beban
pembuktian itu harus dilakukan dengan adil dan tidak berat sebelah karena suatu pembagian beban pembuktian yang berat sebelah berarti a priori, menjerumuskan
pihak yang menerima beban yang terlampau berat. Soal pembagian beban pembuktian ini dianggap sebagai soal hukum atau soal yuridis yang dapat
diperjuangkan sampai tingkat kasasi di muka pengadilan kasasi, yaitu Mahkamah
Universitas Sumatera Utara
87
Agung.Melakukan pembagian beban pembuktian yang tidak adil dianggap sebagai suatu pelanggaran hukum atau undang-undang yang merupakan alasan bagi
Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan Hakim atau Pengadilan yang bersangkutan.
Dalam hal ini Hukum Materil sering kali sudah menetapkan suatu pembagian beban pembuktian misalnya :
99
1 Adanya keadaan memaksa harus dibuktikan oleh pihak debitur terdapat dalam
Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2
Siapa yang menuntut penggantian kerugian yang disebabkan suatu perbuatan melanggar hukum harus membuktikan adanya kesalahan, terdapat dalam Pasal
1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 3
Siapa yang menunjukkan tiga kuitansi yang terakhir, dianggap telah membayar semua cicilan, terdapat dalam Pasal 1394 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
4 Barang siapa menguasai suatu barang bergerak, dianggap sebagai pemiliknya,
terdapat dalam Pasal 1977 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Di dalam proses Penegakan Hukum atau Konsekuensi Yuridis dalam hukum
pembuktian terdapat beberapa proses yang berkaitan dengan tiga aspek yaitu tujuan penegakan hukum, peranan Hakim dan sistem peradilan serta Aspek Konsep
Keadilan. Tujuan penegakan hukum itu sendiri adalah untuk mengatur pergaulan hidup secara damai, serta peraturan umum dan keadilan yang menuntut supaya tiap-
tiap perkara harus ditimbang tersendiri, Hukum Adat yang merupakan peraturan tingkah laku yang lazim digunakan yaitu hukum kebiasaan yang meletakkan
kewajiban-kewajiban bagi warganya serta kebiasaan yang timbul dari pergaulan hidup sendiri.
99
Retno Wulan Sutantio, Op. Cit, hal. 94
Universitas Sumatera Utara
88
Secara umum Peranan Hakim dalam persidangan perdata adalah melakukan penilaian terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta yang memiliki hubungan klausul antara
keduanya, yang diajukan kepada pihak yang berperkara. Peranan hakim seperti itu dituangkan dalam dua tahap peradilan yaitu:
100
1. Tahap Judex factie. Yaitu peranan Hakim untuk melakukan penilaian atas barang bukti yang
dihubungkan dengan fakta hukum, peranan hakim ini dilakukan di peradilan tingkat pertama atau Pengadilan Negeri yang merupakan peradilan bawah serta
peradilan tingkat kedua yakni Pengadilan Tinggi atau peradilan Banding. Fokus sasaran peranan hakim adalah penilaian atas bukti-bukti dan fakta-fakta hukum
yang saling berkaitan. 2. Tahap judex juris.
Yaitu peranan Hakim kasasi atau Mahkamah Agung melakukan penilaian atas penerapan Hukum sesuai dengan kewenangan Hakim menjalankan fungsi Judex
factie. Dalam proses Hukum Acara Perdata, Hakim berperan menerapkan Hukum
Pembuktian dalam beberapa klarifikasi, antara lain menetapkan hubungan hukum yang sebanarnya diantara kedua pelah pihak yang disengketakan, membebankan
pembuktian kepada salah satu pihak atau kedua belah pihak, memberikan penilaian
100
H.P Panggabean, Hukum Pembuktian Teori dan Praktek Yurisprudensi, Alumni, Bandung, 2012, hal.6
Universitas Sumatera Utara
89
atas alat-alat bukti dengan hubungan hukum diantara pihak-pihak, serta menemukan hukum diantara persengketaan kedua belah pihak.
Penerapan Beban Pembuktian atau pembagian merupakan masalah yuridis atau masalah Hukum. Oleh karena merupakan masalah Yuridis, penerapannya dapat
diperjuangkan sampai ke tingkat Kasasi atau Mahkamah Agung,
101
artinya apabila Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi salah meletakkan pembagian pembebanan
pembuktian, pihak yang merasa dirugikan dapat menjadikan kesalahan penerapan itu sebagai alasan Kasasi. Hal itu menjadikan dasar oleh Mahkamah Agung dalam
tingkat Kasasi untuk membatalkan putusan Pengadilan Tinggi dalam tingkat banding, begitu juga dengan Pengadilan Tinggi juga memiliki dasar kewenangan dalam tingkat
banding jika Pengadilan Negeri salah menerapkan beban Pembuktian. Jika ditinjau dari segi Undang-undang atau ketentuan Hukum maka
pembuktian dapat didasarkan pada Pasal 163 HIR HerzieneIndonesische Reglemen atau 283 RBG reglement voor de buiten gewesten atau Pasal 1865 KUH Perdata
yang memiliki makna serta inti pokok yaitu siapa yang mengatakan mempunyai hak atau mengemukakan suatu peristiwa untuk menguatkan hak tersebut, kepadanya
dibebankan wajib bukti unuk membuktikan haknya itu. Kemudian sebaliknya siapa yang membantah hak orang lain maka kepadanya dibebankan wajib bukti untuk
membuktikan bantahan tersebut. Hal tersebut merupakan beban pembuktian yang digariskan Undang-undang.
Pedoman ini merupakan landasan ketentuan Umum general rule dalam menerapkan
101
Subekti, Op.cit, hal 15
Universitas Sumatera Utara
90
beban pembuktian tersebut, diperlukan apabila para pihak yang berperkara saling mempersengketakan dalil gugatan yang diajukan penggugat. Akan tetapi jika para
pihak memperoleh kesepakatan atau pihak lain mengakui apa yang disengketakan, pedoman pembagian beban pembuktian yang digariskan Pasal 1865 KUH-Perdata
dan Pasal 163 HIR Pasal 283 RBG tidak memiliki urgensi dan relevansi lagi, karena tidak ada lagi hak atau kepentingan yang perlu dibuktikan.
Terdapat beberapa pasal dalam KUH Perdata yang berkaitan dengan pengurusan akta kekayaa di bawah umur yang wajib dipedomani oleh waliwali
pengawas dalam menjalankan tugas dan kewajibannya melakukan pengurusan harta kekayaan anak dibawah umur tersebut. Beberapa pasal dalam Kuh Perdata yang
berkaitan dengan pengurusan harta kekayaan anak dibawah umur tersebut diantaranya adalah :
1. Pasal 335 KUH Perdata
Pasal ini menyebutkan bahwa dalam waktu satu bulan setelah perwakilan mulai berjalan atau bila sepanjang perwalian harta anak belum dewasa sangat
bertambah, dalam waktu satu bulan setelah mendapat teguran dari Balai Harta Peninggalan, setiap kali, kecuali perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut
dalam Pasal 365 KUH Perdata, atas kerelaan Balai Harta Peninggalan tersebut dan guna menjamin pengurusan mereka, wajib menaruh suatu ikatan jaminan,
memberikan hipotek gadai atau menambah jaminan yang telah ada. Hipotek itu harus didaftarkan atas permintaan Balai Harta Peninggalan. Dalam hal perbedaan
pendapat tentang cukup tidaknya jaminan yang ditaruh antara wali dan Balai Harta
Universitas Sumatera Utara
91
Peninggalan, pengadilan negeri memutuskannya atas permintaan pihak yang lebih dulu siap memintanya. Bila harta anak belum dewasa dianggap kurang, Balai Harta
Peninggalan berwenang untuk membebaskan si wali dari kewajiban tersebut dalam alinea pertama dalam pasal ini, tetapi boleh sewaktu-waktu menuntut penaruhan
jaminan menurut alinea pertama dan ketiga.
2. Pasal 366 KUH Perdata
Pasal ini menyebutkan bahwa dalam setiap perwalian yang diperintahkan didalamnya, Balai Harta Peninggalan ditugaskan sebagai wali pengawas.
3. Pasal 369 KUH Perdata
Pasal ini menyebutkan bahwa dalam segala hal, bila perwalian diperintahkan oleh hakim, Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan harus memberitahukan
secara tertulis adanya pengangkatan itu kepada Balai Harta Peninggalan, dengan keterangan, apakah pengangkatan itu terjadi dengan dihadiri oleh wali itu, atau jika
perwalian itu diperintahkan kepada perwalian, yayasan atau lembaga sosial, dengan keterangan, apakah hal itu terjadi atas permintaan atau kesungguhan sendiri. Panitera
juga wajib dengan cara yang sama memberitahukan pernyataan-pernyataan yang menurut Pasal 332a KUH Perdata diucapkan di paniteraan atau dikirimkan
kepadanya, demikian pula pengesahan dimaksudkan dalam Pasal 358 KUH Perdata.
4. Pasal 370 KUH Perdata
Pasal ini menyebutkan bahwa kewajiban wali pengawas adalah mengawali kepentingan anak belum dewasa, bila kepentingan ini bertentangan dengan
kepentingan wali tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban khusus, yang dibebankan
Universitas Sumatera Utara
92
kepada Balai Harta Peninggalan dalam surat instruksinya pada waktu Balai Harta Peninggalan itu diperintahkan memangku perwalian pengawas. Dengan ancaman
hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, wali pengawas wajib memaksa wali untuk membuat daftar atau perincian barang-barang peninggalan dalam segala
warisan yang jatuh ke tangan anak belum dewasa.
5. Pasal 371 KUH Perdata
Pasal ini menyebutkan bahwa dengan ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga, Balai Harta Peninggalan wajib melakukan segala tindakan yang ditentukan
dalam undang-undang agar setiap wali sekalipun tidak diperintahkan oleh hakim, memberikan
jaminan secukupnya
atau setidak-tidaknya
menyelenggarakan pengurusan dengan cara yang ditentukan oleh undang-undang.
6. Pasal 372 KUH Perdata
Pasal ini menyebutkan bahwa setiap tahun wali pengawas minta kepada wali kecuali bapak dan ibu supaya memberikan suatu perhitungan ringkas dan
pertanggungjawaban serta memperlihatkan kepadanya surat-surat andil dan surat- surat berharga milik anak belum dewasa. Perhitungan ringkas itu harus dibuat di atas
kertas tak bermaterai dan diserahkan tanpa suatu biaya dan tanpa suatu bentuk hukum apapun.
7. Pasal 373 KUH Perdata
Pasal ini menyebutkan bahwa bila seorang wali enggan melaksanakan ketentuan Pasal 372 KUH Perdata tersebut di atas atau bila wali pengawas dalam
perhitungan ringkas menemukan tanda-tanda kecurangan atau kealpaan besar, maka
Universitas Sumatera Utara
93
wali pengawas harus menuntut pemecatan wali itu. Demikian pula ia harus menuntut pemecatan dalam hal-hal lain yang ditentukan undang-undang.
8. Pasal 374 KUH Perdata
Pasal ini menyebutkan bahwa bila perwalian kosong atau ditinggalkan karena ketidakhadiran wali, atau bila untuk sementara waktu wali tidak mampu menjalankan
tugasnya, maka wali pengawas, dengan ancaman hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, harus mengajukan permohonan pengadilan negeri untuk mengangkat wali
baru atau wali sementara.
9. Pasal 375 KUH Perdata
Pasal ini menyebutkan bahwa perwalian pengawas mulai dan berakhir pada saat yang sama dengan mulainya dan berakhirnya perwalian.
10. Pasal 383 KUH Perdata
Pasal ini menyebutkan bahwa wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan bagi anak belum dewasa menurut harta kekayaannya dan harus mewakili
anak belum dewasa itu dalam segala tindakan perdata. Anak belum dewasa harus menghormati walinya.
11. Pasal 385 KUH Perdata
Pasal ini menyebutkan bahwa wali harus mengurus harta kekayaan anak belum dewasa laksana seorang bapak rumah tangga yang baik dan bertanggung jawab
atas biaya, kerugian dan bunga yang diperkirakan timbul karena pengurusan yang buruk. Bila kepada anak yang belum dewasa, baik dengan suatu akta antara orang-
orang yang masih hidup, maupun dengan sebuah wasiat, telah dihibahkan atau
Universitas Sumatera Utara
94
dihibah wasiatkan sejumlah harta benda dan pengurusannya itu dipercayakan kepada seorang pengurus atau lebih yang telah ditunjuk, maka ketentuan-ketentuan Pasal 307
KUH Perdata yang berlaku bagi pemangku kekuasaan orang tua berlaku juga bagi wali.
12. Pasal 386 KUH Perdata
Pasal ini menyebutkan bahwa dalam waktu 10 sepuluh hari setelah perwalian mulai berlaku, wali harus menuntut pengangkatan penyegelan, bila
penyegelan ini telah dilakukan, dan dengan dihadiri oleh wali pengawas, segera membuat atau menyuruh membuat daftar barang-barang kekayaan anak belum
dewasa. Daftar barang-barang atau inventaris itu boleh dibuat di bawah tangan, tetapi dalam segala hal keberesannya harus dikuatkan di bawah sumpah oleh wali sendiri
dihadapan harta peninggalan, bila inventaris itu dibuat di bawah tangan, inventaris itu harus diserahkan kepada Balai Harta Peninggalan.
Dari ketentuan pasal-pasal yang terdapat dalam KUH Perdata tersebut di atas mengenai pengurusan harta kekayaan anak belum dewasa anak di bawah umur, hal
terpenting yang harus ada adalah wali sebagai pengurus harta kekayaan, wali pengawas yang bertugas mengawasi wali dalam mengurus harta kekayaan anak di
bawah umur dan juga harta kekayaan anak di bawah umur yang harus didaftarkan dan diinventarisir di Balai Harta Peninggalan agar dalam pengurusan harta kekayaan anak
di bawah umur tersebut tidak terjadi kecurangan yang dapat merugikan harta kekayaan anak di bawah umur tersebut.
Universitas Sumatera Utara
95
Dalam kasus yang terdapat pada penelitian ini ada sebagian harta peninggalan yang belum berada dalam penguasaan wali yaitu 3 tiga batang emas murni milik
anak-anak di bawah umur bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim yang masih berada di bawah penguasaan tergugat yaitu tergugat I, Lim A Gek alias Agek dan
tergugat II, Lim A Siong alias Asiong. Oleh karena itu wali yang ditunjuk berdasarkan penetapan pengadilan yaitu Nyonya Amini Nurdin mengajukan gugatan
terhadap tergugat I, Lim A Gek alias Agek dan tergugat II, Lim A Siong alias Asiong agar harta warisan anak di bawah umur yang masih di tangan tergugat I dan tergugat
II dapat dikembalikan kepada wali yang sah yakni Nyonya Amini Nurdin. Dalam proses gugatan yang diajukan oleh wali yang sah yaitu Nyonya Amini Nurdin
tersebut untuk dapat mengembalikan harta warisan anak di bawah umur tersebut harus dapat menunjukkan bukti-bukti yang autentik bahwa harta tersebut adalah
benar harta warisan yang dimiliki oleh anak di bawah umur yang bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim. Pembuktian di pengadilan dilakukan oleh tergugat
dengan menunjukkan surat-surat yang berkaitan dengan kepemilikan 3 tiga batang emas murni tersebut dan juga surat-surat yang menetapkan bahwa penggugat Nyonya
Amini Nurdin adalah wali yang sah bagi ketiga anak di bawah umur tersebut. Berkaitan dengan proses pembuktian di pengadilan tersebut maka menurut
ketentuan yang berlaku dalam Pasal 489 KUH Perdata menentukan pembebanan beban wajib bukti kepada orang yang menyatakan berhak atas sesuatu barang untuk
dibuktikan. Barang tersebut diperolehnya dari seseorang dimana orang itu pada saat sekarang tidak diketahui lagi, dan pada saat dia menerima hak itu dari orang yang
Universitas Sumatera Utara
96
dimaksud, orang itu masih hidup. Dalam hal ini meskipun pada saat sekarang orang itu tidak diketahui keberadaanya apakah masih hidup atau sudah mati, namun apabila
dapat dibuktikan penerimaan hak terjadi pada saat masih hidup, pemberi dianggap membuktikan haknya atas barang itu.
Proses pengajuan bukti dan kewajiban untuk membuktikan sendiri bahwa harta kekayaan berupa 3 tiga batang emas murni tersebut adalah harta kekayaan di
bawah umur tersebut bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim, dimana walinya yang sah adalah penggugat yakni Nyonya Amini Nurdin wajib membuktikan bahwa
yang menguasai harta kekayaan anak di bawah umur tersebut berupa 3 tiga batang emas murni yaitu tergugat I, Lim A Gek alias Agek dan tergugat II, Lim A Siong
alias Asiong tidak beritikad baik. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 533 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa pemegang besit harus selalu dianggap beritikad
baik, barang siapa menuduhkan beritikat buruk harus membuktikannya. Pembuktian adalah usaha untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-
dalil yang dimuat dalam suatu sengketa. Mengenai pembuktian diatur dalam buku IV KUH Perdata BW, yaitu Pasal 1865 yang berbunyi: “Setiap orang yang mendalilkan
bahwa ia mempunyai suatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah hak orang lain, menunjukkan pada suatu peristiwa, diwajibkan
membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”.
102
Alat-alat bukti dalam perkara
102
R. Subekti dan R. Tjitrisudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1992, hal.475.
Universitas Sumatera Utara
97
perdata terdiri dari: bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, sumpah.
103
Dalam suatu perkara yang mengadili suatu sengketa di muka pengadilan juridicto
contentiosa maupun
dalam perkara-perkara
permohonan yang
menghasilkan suatu penetapan juridicto voluntair, pembuktian sangat diperlukan. Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim
yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan.
104
Hal tersebut dikarenakan dalam suatu proses perdata, salah satu tugas hakim adalah untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang
menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak. Adanya hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan itulah yang harus
terbukti apabila penggugat menginginkan kemenangan dalam suatu perkara. Apabila penggugat tidak berhasil untuk membuktikan dalil-dalil yang menjadi dasar
gugatannya, maka gugatannya tersebut akan ditolak, namun apabila sebaliknya maka gugatannya tersebut akan dikabulkan.
105
Karena ketentuan Pasal 163 HIR Pasal 283 RBG memuat bahwa barang siapa mengatakan mempunyai suatu hak atau
mengemukakan suatu perbuatan untuk meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, haruslah membuktikan adanya perbuatan itu.
103
Pasal 1866 KUH Perdata.
104
Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, PT. Citra Aditya Bakti, 2004, Bandung, hal.83.
105
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Alumni, Bandung, 1983, hal. 53.
Universitas Sumatera Utara
98
Tidak semua
dalil yang
menjadi dasar
gugatan harus
dibuktikan kebenarannya, sebab dalil-dalil yang tidak disangkal, apalagi diakui sepenuhnya oleh
pihak lawan tidak perlu dibuktikan lagi. Dalam hal pembuktian tidak selalu pihak penggugat saja yang harus membuktikan dalilnya. Hakim yang memeriksa perkara
tersebut yang akan menentukan siapa diantara pihak-pihak yang berperkara yang diwajibkan memberikan bukti, apakah pihak penggugat atau pihak tergugat. Dengan
perkataan lain hakim sendiri yang menentukan pihak yang mana akan memikul beban pembuktian. Hakim berwenang membebankan kepada para pihak untuk mengajukan
suatu pembuktian dengan cara yang seadil-adilnya.
106
Dalam melakukan pembuktian, para pihak yang berperkara dan Hakim yang memimpin pemeriksaan perkara di persidangan harus mengindahkan ketentuan-
ketentuan dalam hukum pembuktian yang mengatur tentang cara pembuktian, beban pembuktian, macam-macam alat bukti serta kekuatan alat-alat bukti tersebut, dan
sebagainya. Hukum pembuktian ini termuat dalam: 1.
HIR Herziene Indonesische Reglement yang berlaku di wilayah Jawa dan Madura, Pasal 162 sampai dengan Pasal 177;
2. RBg Rechtsreglement voor de Buitengewesten berlaku diluar wilayah Jawa
dan Madura, Pasal 282 sampai dengan Pasal 314; 3.
Stb. 1867 Nomor 29 tentang kekuatan pembuktian akta di bawah tangan; dan BW Burgerlijk Wetboek ;
4. KUHPerdata Buku IV Pasal 1865 sampai dengan Pasal 1945.
107
106
Ibid, hal.53.
107
Teguh Samudra, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992, hal.17-18.
Universitas Sumatera Utara
99
Ketika bersidang di pengadilan, khusus dalam hal jawab menjawab, pihak- pihak yang berperkara dapat mengemukakan peristiwa-peristiwa yang dapat dijadikan
dasar untuk meneguhkan hak perdatanya ataupun untuk membantah hak perdata pihak lain. Peristiwa-peristiwa tersebut tidak cukup dikemukakan secara tertulis
maupun lisan akan tetapi, harus diiringi atau disertai bukti-bukti yang sah menurut hukum agar dapat dipastikan kebenarannya. Dengan kata lain, peristiwa-peristiwa itu
harus disertai pembuktian secara yuridis. Untuk memenuhi ketentuan pembuktian, PenggugatPemohon Kasasi telah
mengajukan dan melampirkan bukti berupa surat-surat atas 3 tiga potong emas murni batangan atas nama anak-anak angkat tersebut, yang telah ditandatangani oleh
Rudi Sugianto Lau selaku pemilik Toko Mas Gemar Pekanbaru yang aslinya ada pada Tergugat IITermohon Kasasi yang juga menguasai objek perkara.
Suatu perbuatan yang bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat terhadap diri atau barang orang lain atau adalah suatu perbuatan
wanprestasi ingkar janji. Perbuatan Tergugat II yang menguasai objek perkara termasuk perbuatan yang bertentangan dengan isi perjanjian penitipan yang dibuat
oleh Penggugat terhadap Tergugat I dan II. Hal tersebut terbukti dari perbuatan Para Termohon Kasasi yang merubah bukti-bukti milik PenggugatPemohon Kasasi yang
semula masing- masing tertanggal 21-03-2006 aslinya pada para Termohon Kasasi secara diam-diam tanpa memberitahu Pemohon Kasasi, sehingga bukti T.I II.5, T.I
II.6, T.III.7 yang sama dengan bukti P-2, P-3 dan P-4 menjadi tertanggal 21-03- 2008.
Universitas Sumatera Utara
100
Bukti-bukti yang selalu dikaitkan dengan pihak tergugat disebut bukti lawan. Oleh karena itu, bukti lawan selalu diartikan sebagai bukti penyangkal contra-
enquete yang diajukan dan disampaikan oleh tergugat di persidangan untuk melumpuhkan pembuktian yang dikemukakan pihak lawan.
108
Bukti lawan yang diajukan oleh TergugatTermohon Kasasi sebagai bukti T.I II.9 adalah berupa Akta Pernyataan dan Pengakuan tertanggal 6 Januari 2010
Nomor 4 yang dibuat dihadapan Notaris Megawati SH, MKn di Pekanbaru. Meskipun bukti tersebut merupakan akta otentik akan tetapi menurut PenggugatPemohon
Kasasi harus dikesampingkan oleh karena akta dimaksud diperbuat pada waktu proses berlangsungnya pemeriksaan dalam perkara, sehingga dengan demikian bukti
T.I II.9 harus dinyatakan cacat hukum. Adapun tujuan utama pengajuan bukti lawan selain untuk membantah dan
melumpuhkan kebenaran pihak lawan, juga dimaksudkan untuk meruntuhkan penilaian hakim atas kebenaran pembuktian yang diajukan pihak lawan tersebut.
Sehubungan dengan penerapan bukti lawan, terdapat dua prinsip pokok yang harus diperhatikan. Prinsip yang pertama, semua alat bukti yang diajukan pihak lain,
dalam hal ini penggugat, dapat dibantah atau dilumpuhkan dengan bukti lawan. Bukti lawan dapat dikemukakan juga dalam hal bukti yang diberikan mempunyai daya
pembuktian wajib. Semua bukti dapat disangkal ataupun dilemahkan.
108
A. Pitlo., Pembuktian dan Daluwarsa terjemahan. , PT. Intermasa, Jakarta, 1978, hal.515.
Universitas Sumatera Utara
101
Bukti lawan adalah bukti yang sama mutunya dan sama kadarnya dengan bukti.
109
Artinya adalah bahwa alat yang dipakai untuk memberikan bukti lawan adalah sama dengan alat yang dipakai untuk memberikan bukti, dan daya alat-alat itu
sama kuatnya.
110
Prinsip selanjutnya atau prinsip yang kedua adalah bahwa tidak semua alat bukti dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan. Hal ini tergantung pada ketentuan
undang-undang. Apabila undang-undang menentukan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti itu bersifat menentukan beslissende bewijs kracht atau
memaksa dwingende bewijs kracht, maka alat bukti tersebut tidak dapat dibantah maupun dilumpuhkan dengan bukti lawan. Misalnya alat bukti berupa sumpah
pemutus beslissende eed yang dimuat dalam Pasal 1929 KUH Perdata dan Pasal 182 RBg155 HIR. Dengan demikian bukti lawan hanya dapat diajukan terhadap alat
bukti yang mempunyai nilai kekuatan bebas vrijbewijs kracht , seperti alat bukti saksi maupun alat bukti yang mempunyai nilai kekuatan sempurna volledig
bewijskracht seperti akta otentik atau akta di bawah tangan.
111
TergugatTermohon Kasasi dalam kasus ini mengajukan bukti saksi dan bukti akta otentik berjudul Pernyataan, akan tetapi akta otentik tersebut dibuat setelah kasus
ini diproses di Pengadilan sehingga akta tersebut harus dikesampingkan karena tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan sempurna di dalam kasus
ini.
109
Ibid, hal.515
110
Ibid, hal.35.
111
M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal.515.
Universitas Sumatera Utara
102
Dalam kasus tersebut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru dan Pengadilan Tinggi menyatakan bahwa gugatan Penggugat tidak dapat diterima karena
menurut pertimbangan majelis hakim bukti-bukti yang diajukan oleh Penggugat dengan Tergugat terdapat perbedaan sehingga objek perkara menjadi tidak jelas.
Hukum acara perdata menganut sistem pembuktian yang tidak bersifat stelsel negatif menurut undang-undang negatief wettelijk stelselseperti dalam proses
hukum pidana. Karena dalam proses peradilan perdata, kebenaran yang dicari dan diwujudkan hakim cukup kebenaran formil formeel waarheid . Meskipun pada
dasarnya tidak dilarang pengadilan perdata mencari dan menemukan kebenaran materiil. Akan tetapi bila kebenaran materiil tidak ditemukan, hakim dibenarkan
hukum mengambil putusan berdasarkan kebenaran formil.
112
Hakim tidak dibenarkan mengambil putusan tanpa pembuktian. Kunci ditolak atau dikabulkannya gugatan harus berdasarkan pembuktian yang bersumber dari
fakta-fakta yang diajukan para pihak. Pembuktian hanya dapat ditegakkan berdasarkan dukungan fakta-fakta. Pembuktian tidak dapat ditegakkan tanpa ada
fakta-fakta yang mendukungnya, baik berupa fakta yang dinilai dan diperhitungkan terbatas yang diajukan dalam persidangan maupun fakta yang terungkap di luar
persidangan. Para pihak diberi hak dan kesempatan menyampaikan bahan atau alat bukti,
kemudian bahan atau alat bukti tersebut diserahkan kepada hakim. Bahan atau alat
112
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 498.
Universitas Sumatera Utara
103
bukti yang dinilai membuktikan kebenaran yang didalilkan pihak manapun hanya fakta langsung dengan perkara yang disengketakan.
Apabila bahan atau alat bukti yang disampaikan di persidangan tidak mampu membenarkan fakta yang berkaitan dengan perkara yang disengketakan maka tidak
bernilai sebagai alat bukti.
113
Disamping itu fakta harus diajukan dan ditemukan dalam proses persidangan, fakta yang bernilai sebagai pembuktian, hanya terbatas pada fakta yang konkret dan
relevan yakni jelas dan nyata membuktikan suatu keadaan atau peristiwa yang berkaitan langsung dengan perkara yang disengketakan. Dengan kata lain, alat bukti
yang dapat diajukan hanyalah yang mengandung fakta-fakta konkret dan relevan atau bersifat prima facie, yaitu membuktikan suatu keadaan atau peristiwa yang langsung
berkaitan erat dengan perkara yang sedang diperiksa. Sedangkan fakta yang abstrak dalam hukum pembuktian dikategorikan sebagai hal yang semu, oleh karena itu tidak
bernilai sebagai alat bukti untuk membuktikan sesuatu kebenaran.
114
Pembuktian dalam wanprestasi berbeda dengan perbuatan melawan hukum. Wanprestasi berdasarkan perjanjian, maka yang harus dibuktikan di pengadilan
adalah hal-hal apa sajakah yang dilanggar dalam perjanjian oleh tergugat, sedangkan dalam perbuatan melawan hukum yang harus dibuktikan adalah kesalahan yang telah
diperbuat tergugat sehingga menimbulkan kerugian.
113
Ibid, hal.501
114
Ibid, hal.502.
Universitas Sumatera Utara
104
Dalam perkara yang dibahas dalam penelitian ini didasari oleh suatu perjanjian, yaitu
perjanjian penitipan barang dilakukan oleh Penggugat dengan Tergugat I. Yang menjadi objek penitipan berupa 3 tiga potong emas murni
batangan dikuasai oleh Tergugat II, hal ini pulalah yang menjadi objek perkara. Istilah penitipan barang merupakan terjemahan dari istilah bewargeving.
Penitipan barang diatur dalam pasal 1694 sampai dengan 1739 KUH-Perdata. Di dalam pasal 1694 KUH-Perdata tidak dicantumkan pengertian penitipan barang,
namun hanya disebutkan momentum terjadinya penitipan barang. Penitipan barang terjadi apabila seseorang menerima suatu
barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikan dalam wujud asalnya.
Bewargeving merupakan perjanjian untuk menyimpan barang orang lain dan mengembalikannya baik dengan maupun tanpa pembayaran, esensi defenisi ini
adalah adanya penyimpanan barang orang lain, penyimpanan barang itu dapat dilakukan tanpa adanya bayaran maupun dengan adanya bayaran.
115
115
Salim HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, 2010, Jakarta, hal.76
Universitas Sumatera Utara
105
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN