Analisis Model Orde Pertama Analisis

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis Model Orde Pertama

Model orde pertama dibuat sebagai pendekatan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen. Pengumpulan data penelitian menggunakan 12 perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.4.Hasil penelitian yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan pendekatan matriks. Dari hasil pengolahan data, diperoleh model orde pertama adalah: Y= 939 – 48X 1 – 49X 2 – 49X 3 Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian model pada orde pertama dengan memperhatikan nilai lack of fit. Dari hasil pengujian yang dilakukan diketahui bahwa H diterima, hal ini dilihat dari Fhitung 2,13 yang lebih kecil dari Ftabel 9,01. H yang diterima menunjukkan bahwa tidak terdapat lack of fit dalam persamaan orde pertama.Nilai lack of fit yang tidak terdapat dalam persamaan orde pertama menunjukkan bahwa tidak terdapat penyimpangan pada model karena lack of fit merupakan nilai yang menunjukkan suatu penyimpangan atau ketidaktepatan model yang digunakan. Dengan tidak terdapatnya suatu penyimpangan pada model yang digunakan maka dengan kata lain model orde petama yang digunakan sudah tepat dan dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap Steepest Descent. Universitas Sumatera Utara

6.2. Analisis

Steepest Descent Setelah model orde pertama diperoleh, langkah selanjutnya adalah melakukan prosedur Steepest Descent dengan tujuan mencari wilayah yang memberikan nilai minimum dari fungsi model orde pertama.Hasil yang diperoleh dari prosedur ini dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Perhitungan Pergerakan Level Pada Metode Steepest Descent Pergerakan Steepest Descent X 1 X 2 X 3 Hasil Percobaan Kg Level Awal origin=0 110 0.4 150 Pergerakan Level 0+n; n=1 111 0.42 ≈ 0,4 152 1168 Pergerakan Level 0+n; n=2 112 0.44 ≈ 0,4 154 1164 Pergerakan Level 0+n; n=3 113 0.46 ≈ 0,5 156 778 Pergerakan Level 0+n; n=4 114 0.48 ≈ 0,5 158 774 Pergerakan Level 0+n; n=5 115 0.50 ≈ 0,5 160 776 Pergerakan Level 0+n; n=6 116 0.52 ≈ 0,5 162 388 Pergerakan Level 0+n; n=7 117 0.54 ≈ 0,5 164 778 Pergerakan Level 0+n; n=8 118 0.56 ≈ 0,6 166 1167 Sumber: Hasil Penelitian Hasil Tabel 6.1. menunjukkan level yang memberikan nilai jumlah outputgreen tea terendah berada pada level pergerakan n=6 yang menghasilkan green tea sebesar 388 kg dengan temperatur X 1 = 116 C, tekanan X 2 = 0,5 psi dan kecepatan X 3 = 162 rpm. Green tea dengan jumlah terendah yang dipilih pada tahap ini karena semakin kecil jumlah green tea yang dihasilkan, menunjukkan bahwa setting tersebut merupakan setting mesin terbaik.Hal ini dikarenakan setting mesin tersebut menghasilkan jumlah green tea berkualitas rendah paling sedikit dan sesuai dengan tujuan awal penelitian yaitu meminimasikan fungsi. Nilai setting ini kemudian menjadi titik origin untuk langkah selanjutnya, karena hasil steepest descent menunjukkan bahwa nilai optimum berada disekitar Universitas Sumatera Utara daerah hasil perhitungan tersebut.Untuk itulah dilakukan eksplorasi menuju wilayah optimum dengan penentuan titik di level 1 dan -1.Hasil penentuan yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 6.2. Titik ini akan digunakan sebagai titik untuk penentuan model orde kedua. Tabel 6.2. Nilai Faktor Setelah Stepest Descent Faktor -1 1 Temperatu re 111 116 121 Tekanan 0,4 0,5 0,6 Kecepatan 152 162 172 Sumber: Hasil Penelitian 6 .3. Analisis Model Orde Kedua Nilai faktor baru yang telah ditentukan dari steepest descent selanjutnya akan digunakan untuk penentuan model orde kedua menggunakan Central Composite Design CCD. Dalam CCD terdapat star points a, dimana nilai a adalah ± 1,68. Nilai setting untuk a = ± 1,68 pada masing–masing faktor dapat dilihat pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Nilai α untuk Masing-Masing Faktor α Temperatu re Tekanan Kecepatan 1,68 124 0,7 179 -1,68 108 0,3 145 Sumber: Hasil Penelitian Penggunaan CCD memiliki 20 perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.11, dimana perlakuan ini lebih banyak jika dibandingkan dengan desain model orde pertama karena bertujuan untuk eksplorasi disekitar wilayah optimum.Setting Universitas Sumatera Utara faktor yang telah ditentukan tersebut digunakan dalam pengumpulan data. Pengolahan data model orde kedua memperoleh hasil sebagai berikut: Y = 901 – 94,8X 1 + 19,4X 2 – 76,7X 3 – 80,6X 1 2 – 79,5X 2 2 - 80X 3 2 – 49X 1 X 2 - 48X 1 X 3 – 48X 2 X 3 Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde kedua. Dari hasil pengujian regresi yang dilakukan diketahui bahwa H diterima, dapat dilihat dari nilai Fhitung 0,55 yang lebih kecil dari Ftabel 3,02. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa model yang digunakan tidak memberikan pengaruh terhadap output yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengujian lack of fit diketahui bahwa H diterima, dapat dilihat dari nilai Fhitung 3,93 lebih kecil dibandingkan dengan Ftabel 5,05. Hasil ini menunjukkan tidak terdapat penyimpangan pada model yang digunakan.Model tidak memberikan efek terhadap output dan tidak terdapat suatu penyimpangan, sehingga menunjukkan bahwa model yang digunakan sudah relevan untuk menentukan titik optimum faktor.

6.4. Analisis Penentuan Titik Optimum Faktor