berikutnya adalah berdasarkan hasil percobaan dengan level yang diperoleh dari pergerakan steepest descent dengan jumlah cacat paling rendah.
3.5. Model Orde Kedua
Model orde kedua adalah persamaan polinomial yang memiliki pangkat dua atau berbentuk kuadrat. Bentuk umum dari model orde kedua untuk 3 variabel
adalah sebagai berikut: Y = b
x + b
1
x
1
+ b
2
x
2
+ b
3
x
3
+b
11
x
1 2
+ b
22
x
2 2
+ b
33
x
3 2
+ b
12
x
1
x
2
+ b
13
x
1
x
3
+ b
23
x
2
x
3
Dimana: Y = Respon x
i
= prediktor b
i
= koefisien prediktor Tujuan dari pembuatan model orde kedua adalah untuk menentukan titik
yang memberikan respon yang optimum. Alasan pembuatan model orde kedua dibangun karena percobaan pertama yang dilakukan sebelumnya bertujuan untuk
mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen berikutnya sehingga wilayah optimum yang diperkirakan akan dieksplorasi lebih jauh dapat
diperkirakan dengan model yang lebih kompleks. Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde
kedua antara lain: a.
Melakukan eksperimen dengan Central composite Design b.
Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model orde kedua.
Universitas Sumatera Utara
Untuk membangun model orde kedua, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan desain eksperimen.Untuk menentukan koefisien regresi
pada model orde kedua, tiap variabel xi harus memiliki sekurang-kurangnya 3 level berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa desain eksperimen faktorial 3k
dapat digunakan, dimana tiga level dikodekan sebagai -1, 0 dan 1. Akan tetapi ada kerugian dari penggunaan desain faktorial 3k yaitu dengan lebih dari 3 x-variabel,
percobaan menjadi sangat besar.Untuk alasan tersebut Box dan Wilson mengembangkan suatu desain yang dapat cocok dengan desain model orde
kedua.Pengembangan desain eksperimen untuk membangun model orde kedua dinamakan Central Composite Design, dimana terdapat beberapa kombinasi
perlakukan tambahan yang ditambahkan kedalam desain eksperimen 2k.
3.6. Central Composite Design
Central Composite Design adalah suatu rancangan percobaan dengan faktor yang terdiri dari 2 level yang diperbesar titik-titik lebih lanjut yang
memberikan efek kuadratik11 . Desain ini dimulai dengan level yang sama dengan desain 2k + 2k +1, dimana k adalah jumlah faktor.
Centre points yang dimaksud pada desain ini adlah level pada titik 0,0,0 dan
star points α ditentukan oleh rumus : α = 2k4 Ilustrasi central composite design dapat dilihat pada gambar 3.1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1. Central Composite Design
● = Titik level desain 2k x = Titik tambahan untuk central composite design
o = Center Points Titik origin α = Star Points
Secara umum, CCD terdiri dari beberapa titik antara lain : 1.
Titik Cube, jumlah titik yaitu: 2k dan membentuk koordinat ±1, ±1, ±1 2.
Titik star, jumlah titik yaitu: 2k membentuk koordinat ± α,0,0,0, ± α,0 dan
0,0, ± α
3. Titik centre, jumlah titik yaitu: ne0 + ns0 dan membentuk koordinat 0,0,0.
ne0 adalah jumlah blok cube dan nso adalah jumlah blok star. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan jumlah titik
centre antara lain: 1.
Menghasilkan desain yang bagus untuk informasi fungsi. 2.
Meminimasi error.
Universitas Sumatera Utara
3. Memberikan deteksi yang bagus untuk uji ketidaksesuain model orde tiga
4. Memberikan rangsangan terhadap desain robust.
Setelah desain eksperimen dilakukan, data yang dikumpulkan akan digunakan untuk menaksir koefisien bo,b1,…,bi. Cara yanakan untuk menentukan
koefisien prediktor sama dengan cara yang digunakan sewaktu menentukan koefisien predictor pada model orde pertama.
Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde
kedua.Ketidaksesuaian menyataka deviasi respon terhadap model yang dibangun.Dalam uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah
dilakukan. Uji ketidaksesuaian dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Tabel 3.3.Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua Df
SS MS
Fhit Ftabel
Model pertama
K � ����
� �=1
��
�
��
�
��
�
�
�
�
1.
�
2
Model Orde Kedua
Kk+12 �
�
+ ∑
�
��
��� +
� �=1
∑ �
��
��� +
��
�
2
� ��
�
��
�
��
�
�
�
�
1.
�
2
Ketidaksesuai an
n2-kk+32 Melalui
pengurangan ��
1
��
�
��
�
�
�
�
1.
�
2
Error n1-1
��
1 �
− �
�
�
2
��
�
Total n1+n2-1
� �
� 2
− �
2
�
� �=1
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: df = degree of freedom derajat kebebasan, diasosiasikan dengan bagian yang
dibutuhkan dalam membangun model. SS = sum of square jumlah kuadrat menyatakan jumlah kuadrat pengaruh suatu
perlakuan berhubungan hasil pengamatan MS = Mean Square rata kuadarat, menyatakan perbandingan SS dengan df
k = jumlah variabel independen ; N = jumlah perlakuan
n1 = jumlah perlakuan di titik pusat ; yiu = respon perlakuan titik pusat
n2 = jumlah perlakuan titik cube titik α ; ���= rata-rata respon dititik pusat
bi = koefisien b ke I ; yu = respon perlakuan ke u
iy = hasil perkalian X’Y ; v1 = df pembilang
G = jumlah hasil percobaan CCD ; v2 = dferror
Setelah uji ketidaksesuaian maka dilakukan penentuan titik optimum dari model orde kedua. Penentuan tititk optimum ataupun variabel predictor adalah
sebagai berikut : Y = b
x + b
1
x
1
+ b
2
x
2
+ b
3
x
3
+b
11
x
1 2
+ b
22
x
2 2
+ b
33
x
32
+ b
12
x
1
x
2
+ b
13
x
1
x
3
+ b
23
x
2
x
3
�� ��
1
= �
1
+ 2 �
11
�
1
+ �
12
�
2
+ �
13
�
3
= 0 ��
��
2
= �
2
+ 2 �
22
�
2
+ �
22
�
2
+ �
23
�
3
= 0 ��
��
3
= �
3
+ 2 �
13
�
1
+ �
23
�
2
+ �
33
�
3
= 0
Universitas Sumatera Utara
Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan pendekatan matriks sehingga dapat membentuk persamaan matriks sebagai berikut:
� 2
�
11
�
12
�
13
�
12
�
22
�
23
�
13
�
23
2 �
33
� � �
1
�
2
�
3
�=� −�
1
−�
2
−�
1
�
� �
1
�
2
�
3
� = � 2
�
11
�
12
�
13
�
12
�
22
�
23
�
13
�
23
2 �
33
�
−1
x �
−�
1
−�
2
−�
1
�
Ada hal yang harus dilakukan ketika model yang dibangun terdapat ketidaksesuaian sebelum dilanjutkan dengan penentuan titik optimum yaitu:
Pemilihan ulang faktor dalam eksperimen dimana faktor yang dipilih adalah faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap respon, dan dengan
melakukan transformasi respon, dimana transformasi respon dapat secara serempak menyederhanakan hubungan fungsional dan memperbaiki kebutuhan
yang berkenaan dengan asumsi distribusi. Beberapa transformasi yang sering digunakan antara lain :
1. logaritma
Y’ = log Y Digunakan apabila efek-efek bersifat multiplikatif atau apabila simpangan baku
berbanding lurus dengan rata-rata. 2.
Akar kuadrat Y’=
√�atau Y’ = √� + 1
Universitas Sumatera Utara
Digunakan apabila ragam berbanding lurus dengan rata-rata misalnya jika data asli Y merupakan sampel dari populasi berdistribusi Poisson
3. Arc sinus
Y’ = arc sin √�
Jika μ = rata-rata populasi dan ragam berbanding lurus dengan μ 1- μ misalnya jika data asli merupakan sampel dari populasi berdistribusi
binomial. 4.
Kebalikan Y’ = 1Y
Digunakan jika simpangan baku berbanding lurus dengan rata-rata kuadrat. Berikut ini adalah penelitian terdahulu mengenai pengendalian kualitas
menggunakan Response Surface Methodology dalam aplikasi pemecahan masalah yang dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Penelitian Terdahulu No
Jurnal Penulis Variabel
1. Aplikasi Response Surface Methodology Pada
Optimalisasi Kondisi Proses Pengolahan Alkali Treated Cottonii ATC
Sitti Nurmiah, Jurusan Ilmu Pangan Fakultas Pertanian IPB
− Konsentrasi KOH
− Suhu
− Waktu
2. Metode Permukaan Respon Dan Aplikasinya
Pada Optimasi Eksperimen Kimia Nuryanti, Pusat Pengembangan Energi Nuklir-
Batan −
Suhu −
Tekanan −
pH
3. Optimasi Kualitas Warna Minyak Goreng dengan
Metode Response Surface −
Suhu −
Waktu pengadukan −
Carbon Active
Universitas Sumatera Utara
Didik Wahyudi, Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Petra
3.7. Teori Desain Eksperimen