Studi Penerapan Perubahan Temperature, Tekanan, Dan Kecepatan Pada Mesin Pengolahan Green Tea Berdasarkan Hasil Response Surface Methodology
DAFTAR PUSTAKA
Cochran,W.G dan Cox, G.M. 1962. Experimental Design. New Yotk: John Wiley & Sons
Dorothea, Ariani, 2004, Pengendalian Kualitas Statistik, Yogyakarta: CV Andi Offset
G. E. P. Box. 1987. Empirical Model-Building and Response Surface. New York: John Wiley&Sons
Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sinulingga, Sukaria. 2009. Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu 2014. Rekayasa produktivitas. Medan: USU Press
(2)
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Kualitas
Pengendalian kualitas merupakan suatu sistem verifikasi dan penjagaan/perawatan dari suatu tingkat/derajat kualitas produk atau proses yang dikehendaki dengan perencanaan yang seksama, pemakaian peralatan yang sesuai, inspeksi yang terus-menerus serta tindakan korektif bilamana diperlukan. Jadi pengendalian kualitas tidak hanya kegiatan inspeksi ataupun menentukan apakah produk itu diterima (accepted) atau ditolak (rejected). Pengendalian kualitas dilakukan mulai dari proses input, transformasi dan output dari suatu kegiatan baik itu perusahaan, pabrik ataupun industri jasa lainnya.
Pangsa pasar dan tingkat profitabilitas adalah dua determinan pokok dari keberhasilan setiap perusahaan dalam menjalankan misinya di dunia bisnis.Perusahaan yang mampu memelihara pangsa pasar dan profitabilitas yang tinggi merupakan kekuatan perusahaan tersebut dalam membangun daya saing.Faktor-faktor yang sangat menentukan daya saing ialah waktu ancang-ancang, unit biaya dan mutu produk.Oleh karena itu, upaya perbaikan mutu telah mendapat perhatian semakin serius. Salah satu pendekatan yang efektif dalam perbaikan mutu produk adalah pembangunan mutu ke dalam proses dan produk secara tepat
(3)
Istilahkualitasmemang tidak terlepas dari manajemen kualitas yang mempelajari setiap era dari manajemen operasi dari perencanaan lini produk dan fasilitas, sampai penjadwalan dan memonitor hasil.Kualitas merupakan bagian dari semua fungsi usaha yang lain (pemasaran, sumber daya manusia, keuangan dan lain-lain). Selain itu, kualitas memerlukan suatu proses perbaikan yang terus menerus, yang dapat diukur, baik secara individual, organisasi, korporasi dan tujuan kinerja nasional. Dukungan manajemen, karyawan dan pemerintah untuk perbaikan kualitas adalah penting bagi kemampuan berkompetisi secara efektif di pasar global.Perbaikan kualitas lebih dari suatu strategi usaha, melainkan merupakan sumber penting kebanggaan nasional.
3.2. Response Surface Methodology (RSM)
Response surface methodology adalah suatu metodologi yang terdiri dari suatu grup teknik statistik untuk membangun model empiris dan eksploitasi model.
Suatu eksperimen yang melibatkan k buah faktor antara lain : x1, x2,…xk, dimana k buah faktor disebut sebagai variabel bebas, predictor ataupun variabel tak bebas ataupun variabel respon. Semua variabel ini dapat diukur dan diketahui bahwa y adalah merupakan respon dari x1, x2,…xk, maka dikatakan bahwa Y adalah fungsi dari x1, x2,…xk, dan secara umum ditulis dalam bentuk Y = f(x1, x2,…xk). Fungsi tersebut dikatakan sebagai response surface.
Response surface methodologhy (RSM) memiliki beberapa kegunaan antara lain :
(4)
1. Menunjukkan bagaimana variabel respon y dipengaruhi oleh variabel bebas x di wilayah yang secara tertentu diperhatikan.
2. Menentukan pengaturan variabel bebas yang paling tepat dimana akan memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dari respon yang berupa hasil, kekotoran, warna, tekstur, dan lain sebagainya.
3. Mengeksplorasi ruang dari variabel bebas x untuk mendapatkan hasil maksimum.
Untuk melaksanakan response surface methodology (RSM) ada tahap-tahap perencanaan yang dilakukan, dimana definisi perencanaan adalah proses, cara atau kegiatan merencanakan, menyusun dan menguraikan langkah-langkah pelaksanaan suatu kegiatan.
Adapun tahap-tahap perencanaan untuk memulai pelaksanaan response surface methodology (RSM) antara lain:
1. Menentukan model persamaan orde pertama, diamana suatu desain eksperimen dilakukan untuk pengumpulan data dan arah penelitian selanjutnya ditentukan dengan metode steepest descent.
2. Setelah arah penelitian selanjutnya telah diperoleh, kemudian ditentukan level faktor untuk pengumpulan selanjutnya.
3. Menentukan model persamaan orde kedua. Penentuan model dilakukan dengan melakukan desain eksperimen dengan level yang telah ditetapkan setelah metode steepest descent dilakukan.
(5)
Salah satu pertimbangan yang muncul dalam RSM adalah bagaimana menentukan faktor dan level yang dapat cocok dengan model yang akan dikembangkan jika faktor atau level yang dipilih dalam suatu eksperimen tidak tepat maka kemungkinan terjadinya ketidakcocokan model akan sangat besar jika itu terjadi maka penelitian yang dilakukan bersifat bias.
Response surface methodology (RSM) erat kaitannya dengan desain eksperimen karena dalam pelaksanaannya data yang dikumpulkan adalah melalui desain eksperimen. Beberapa alasan mengapa desain eksperimen sangat diperlukan, antara lain
1. Variabel input yang penting yang mempengaruhi respon sering merupakan salah satu variabel yang tidak akan diubah.
2. Hubungan antara variabel respon dan berbagai variabel input mungkin dipengaruhi oleh variabel yang tidak tercatat dimana variabel tersebut mempengaruhi respon dan variabel input. Hal tersebut dapat membangun suatu korelasi yang salah.
3. Data operasi masa lalu sering mengandung celah dan mengandung informasi tambahan yang penting.
3.3. Model Orde Pertama
Model orde pertama adalah persamaan polinomial yang memiliki pangkat satu atau berbentuk linier. Tahap awal dari RSM adalah menentukan model orde pertama, persamaan modelnya adalah:
(6)
Dimana : Y = Respon x1 = predictor
b1 = koefisien predictor
Tujuan dari pembuatan model orde pertama adalah sebagai pendekatan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen. Untuk membangun model pertama, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan desain eksperimen.
Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde pertama antara lain:
1. Menentukan terlebih dahulu desain eksperimen yang akan digunakan untuk kemudian dilakukan percobaan.
2. Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model orde pertama.
Desain yang digunakan sebagai desain model orde pertama adalah desain 2k hal ini didasarkan jika level faktor akan bergerak sangat lambat dalam pergerakan steepest descent. Interval yang terlalu kecil diantara level dapat membuat peneliti untuk menyimpulkan bahwa faktor yang dipilih tidak penting dan mengabaikannya dalam pertimbangan.
Desain dikatakan sebagai desain orde pertama karena memberikan kecocokan yang efisien dan pengecekan terhadap model orde pertama dari titik optimum.
(7)
Metode steepest descent pertama sekali diusulkan oleh Box dan Wilson pada tahun 1951 dan telah dikembangkan lebih lanjut oleh Box dan lainnya. Metode steepest descent adalah suatu prosedur pergerakan fungsi pada titik yang diberikan yaitu x dengan arah kemiringan negatif yang akan memberikan nilai maksimum lokal dari fungsi yang diminimasi. Setiap faktor yang dilibatkan pada penelitian awal, ketika penelitian berakhir, penafsiran polynomial terhadap fungsi respon permukaan disesuaikan terhadap hasil dan digunakan untuk memaksimalkan suatu fungsi maka dinamakan metode steepest ascent.Sedangkan apabila digunakan untuk meminimumkan suatu fungsi maka disebut steepest descent.
Sebagaimana dalam pendekatan satu faktor, nilai maksimum ditemukan melalui berbagai seri eksperimen dan hasil yang diperoleh adalah melalui percobaan terdahulu, ketika suatu percobaan telah selesai, wilayah dari percobaan yang terdahuku, ketika suatu percobaan telah selesai, wilayah dari percobaan berikutnya diubah ke level yang lain. Level selanjutnya yang dipilih adalah level yang memberikan respon yang memberikan hasil minimum.
Jika suatu titik pusat pada percobaan pertama ditetapkan pada titik awal (0,0,…,0). Masalah terletak pada pergerakan selanjutnya dari titik asal dengan koordinat (x’1,x’2,…,x’k), sehingga respon f(x’1,x’2,…x’k) akan menjadi minimum.
Dalam kalkulus minimasi nilai x’1 melalui persamaan berikut: xi = � ��
��� , dalam hal ini ��
��� adalah turunan parsialdari fungsi terhadap xi pada pergerakan steepest descent adalah proporsional terhadap bi, perhitungan
(8)
pergerakan titik level suatu percobaan pada metode steepest descent adalah sebagai berikut:
f(x) = b0x0 + = b1x1 + = b2x2 + = b3x3
Dari persamaan linear diatas diperoleh nilai bi melalui turunan parsial sebagai berikut b1 = b1; b2 = b2; b3 = b3, dimana persamaan linear diperoleh dari desain eksperimen. Faktor dan level dalam desain eksperimen dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Faktor dan Level dalam Desain Eksperimen
Faktor X1 Faktor 1 (A) X1 Faktor 2(B) X1 Faktor 3 (C)
Level -1 A
-1
-1 B-1 -1 C-1
+1 A+1 +1 B+1 +1 C+1
Perhitungan pergerakan steepest descent untuk persamaan fungsi diatas adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2. Perhitungan Pergerakan Steepest Descent
Keterangan X1 X2 X3
(1) Perubahan relatif pada unit
desain (b) b1 b2 b3
(2) unit origin (1 unit desain) (A+1- A-1)/2 (B+1- B-1)/2 (C+1- C-1)/2 (3) perubahan relatif pada
unit origin (1)1 * (2)1 (1)2 * (2)2 (1)3 * (2)3 (4) Perubahan per n pada
variabel (Δ) (3)1 * (3)1 (3)2 * (3)1 (3)3 * (3)1
Pergerakan steepest descent Hasil
percobaan
(5) Level awal (origin = 0) (A+1- A-1)/2 (B+1- B-1)/2 (C+1- C-1)/2 (6) Level pergerakan
(origin + n Δ) O1 + n Δ O2 + n Δ O3 + n Δ yn
Tujuan dari penerapan metode steepest descent adalah untuk menentukan titik origin level percobaan berikutnya. Dasar dari penentuan titik origin level
(9)
berikutnya adalah berdasarkan hasil percobaan dengan level yang diperoleh dari pergerakan steepest descent dengan jumlah cacat paling rendah.
3.5. Model Orde Kedua
Model orde kedua adalah persamaan polinomial yang memiliki pangkat dua atau berbentuk kuadrat. Bentuk umum dari model orde kedua untuk 3 variabel adalah sebagai berikut:
Y = b0x0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 +b11x12 + b22x22 + b33x32 + b12x1x2 + b13x1x3 +
b23x2x3
Dimana: Y = Respon xi = prediktor
bi = koefisien prediktor
Tujuan dari pembuatan model orde kedua adalah untuk menentukan titik yang memberikan respon yang optimum. Alasan pembuatan model orde kedua dibangun karena percobaan pertama yang dilakukan sebelumnya bertujuan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen berikutnya sehingga wilayah optimum yang diperkirakan akan dieksplorasi lebih jauh dapat diperkirakan dengan model yang lebih kompleks.
Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde kedua antara lain:
a. Melakukan eksperimen dengan Central composite Design
b. Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model orde kedua.
(10)
Untuk membangun model orde kedua, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan desain eksperimen.Untuk menentukan koefisien regresi pada model orde kedua, tiap variabel xi harus memiliki sekurang-kurangnya 3 level berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa desain eksperimen faktorial 3k dapat digunakan, dimana tiga level dikodekan sebagai -1, 0 dan 1. Akan tetapi ada kerugian dari penggunaan desain faktorial 3k yaitu dengan lebih dari 3 x-variabel, percobaan menjadi sangat besar.Untuk alasan tersebut Box dan Wilson mengembangkan suatu desain yang dapat cocok dengan desain model orde kedua.Pengembangan desain eksperimen untuk membangun model orde kedua dinamakan Central Composite Design, dimana terdapat beberapa kombinasi perlakukan tambahan yang ditambahkan kedalam desain eksperimen 2k.
3.6. Central Composite Design
Central Composite Design adalah suatu rancangan percobaan dengan faktor yang terdiri dari 2 level yang diperbesar titik-titik lebih lanjut yang memberikan efek kuadratik11 . Desain ini dimulai dengan level yang sama dengan desain 2k + 2k +1, dimana k adalah jumlah faktor.
Centre points yang dimaksud pada desain ini adlah level pada titik (0,0,0) dan star points (α) ditentukan oleh rumus : α = 2k/4
(11)
Gambar 3.1.Central Composite Design
● = Titik level desain 2k
x = Titik tambahan untuk central composite design o = Center Points / Titik origin
α = Star Points
Secara umum, CCD terdiri dari beberapa titik antara lain :
1. Titik Cube, jumlah titik yaitu: 2k dan membentuk koordinat (±1, ±1, ±1) 2. Titik star, jumlah titik yaitu: 2k membentuk koordinat (±α,0,0),(0, ± α,0) dan
(0,0, ± α)
3. Titik centre, jumlah titik yaitu: ne0 + ns0 dan membentuk koordinat (0,0,0). ne0 adalah jumlah blok cube dan nso adalah jumlah blok star.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan jumlah titik centre antara lain:
(12)
3. Memberikan deteksi yang bagus untuk uji ketidaksesuain model orde tiga 4. Memberikan rangsangan terhadap desain robust.
Setelah desain eksperimen dilakukan, data yang dikumpulkan akan digunakan untuk menaksir koefisien bo,b1,…,bi. Cara yanakan untuk menentukan koefisien prediktor sama dengan cara yang digunakan sewaktu menentukan koefisien predictor pada model orde pertama.
Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde kedua.Ketidaksesuaian menyataka deviasi respon terhadap model yang dibangun.Dalam uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah dilakukan. Uji ketidaksesuaian dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Tabel 3.3.Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua
Df SS MS Fhit Ftabel
Model pertama K � ��(��) � �=1 ��� ��� /���
��(�1.�2)
Model Orde Kedua
K(k+1)/2 �0(0�)+ ∑��=1���(���) + ∑ ��<� ��(���) +�2/ �
��� ��� /���
��(�1.�2)
Ketidaksesuai an
n2-(k(k+3)/2) Melalui pengurangan
��1 ��� /���
��(�1.�2)
Error n1-1 �(�
1� − ���)2 ���
Total n1+n2-1
� ��2− �2/� �
(13)
Keterangan:
df = degree of freedom (derajat kebebasan), diasosiasikan dengan bagian yang dibutuhkan dalam membangun model.
SS = sum of square (jumlah kuadrat) menyatakan jumlah kuadrat pengaruh suatu perlakuan berhubungan hasil pengamatan
MS = Mean Square (rata kuadarat), menyatakan perbandingan SS dengan df k = jumlah variabel independen ; N = jumlah perlakuan
n1 = jumlah perlakuan di titik pusat ; yiu = respon perlakuan titik pusat n2 = jumlah perlakuan titik cube & titik α ; ���= rata-rata respon dititik pusat bi = koefisien b ke I ; yu = respon perlakuan ke u iy = hasil perkalian X’Y ; v1 = df pembilang
G = jumlah hasil percobaan CCD ; v2 = dferror
Setelah uji ketidaksesuaian maka dilakukan penentuan titik optimum dari model orde kedua. Penentuan tititk optimum ataupun variabel predictor adalah sebagai berikut :
Y = b0x0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 +b11x12 + b22x22 + b33x32 + b12x1x2 + b13x1x3 +
b23x2x3
�� ��1
= �1 + 2�11�1+�12�2 +�13�3 = 0 ��
��2
=�2+ 2�22�2+�22�2 +�23�3 = 0 ��
��3
(14)
Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan pendekatan matriks sehingga dapat membentuk persamaan matriks sebagai berikut:
�
2�11 �12 �13 �12 �22 �23 �13 �23 2�33
� ���12 �3 �=� −�1 −�2 −�1 �
���12 �3
�=�
2�11 �12 �13 �12 �22 �23 �13 �23 2�33
� −1
x � −�1 −�2 −�1 �
Ada hal yang harus dilakukan ketika model yang dibangun terdapat ketidaksesuaian sebelum dilanjutkan dengan penentuan titik optimum yaitu: Pemilihan ulang faktor dalam eksperimen dimana faktor yang dipilih adalah faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap respon, dan dengan melakukan transformasi respon, dimana transformasi respon dapat secara serempak menyederhanakan hubungan fungsional dan memperbaiki kebutuhan yang berkenaan dengan asumsi distribusi.
Beberapa transformasi yang sering digunakan antara lain : 1. logaritma
Y’ = log Y
Digunakan apabila efek-efek bersifat multiplikatif atau apabila simpangan baku berbanding lurus dengan rata-rata.
2. Akar kuadrat
(15)
Digunakan apabila ragam berbanding lurus dengan rata-rata (misalnya jika data asli Y merupakan sampel dari populasi berdistribusi Poisson)
3. Arc sinus Y’ = arc sin √�
Jika μ = rata-rata populasi dan ragam berbanding lurus dengan μ (1- μ)
(misalnya jika data asli merupakan sampel dari populasi berdistribusi binomial).
4. Kebalikan Y’ = 1/Y
Digunakan jika simpangan baku berbanding lurus dengan rata-rata kuadrat. Berikut ini adalah penelitian terdahulu mengenai pengendalian kualitas menggunakan Response Surface Methodology dalam aplikasi pemecahan masalah yang dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Penelitian Terdahulu
No Jurnal/ Penulis Variabel
1. Aplikasi Response Surface Methodology Pada Optimalisasi Kondisi Proses Pengolahan Alkali Treated Cottonii (ATC)
(Sitti Nurmiah, Jurusan Ilmu Pangan Fakultas Pertanian IPB)
− Konsentrasi KOH
− Suhu
− Waktu
2. Metode Permukaan Respon Dan Aplikasinya Pada Optimasi Eksperimen Kimia
(Nuryanti, Pusat Pengembangan Energi Nuklir-Batan
− Suhu
− Tekanan
− pH
3. Optimasi Kualitas Warna Minyak Goreng dengan Metode Response Surface
− Suhu
− Waktu pengadukan
(16)
(Didik Wahyudi, Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Petra)
3.7. Teori Desain Eksperimen2
1. Bagaimana pengaruh minyak yang diukur.
Desain eksperimen adalah suatu rancangan (dengan tiap langkah tindakan yang betul-betul terdefinisikan) sedemikian sehingga informasi yang berhubungan dengan atau yang diperlukan untuk persoalan yang diselidiki dapat dikumpulkan. Dengan kata lain, desain sebuah eksperimen merupakan langkah-langkah lengkap yang perlu dilakukan sebelum eksperimen dilakukan agar data yang diperlukan dapat diperoleh sehingga akan membawa analisis objektif dan kesimpulan yang berlaku. Sebagai contoh misalnya untuk menentukan pengaruh minyak dan oli dalam pembakaran di mesin, maka akan timbul pertanyaan-pertanyaan berikut:
2. Karakteristik apa yang harus dianalisis.
3. Faktor-faktor mempengaruhi karakteristik yang harus dianalisis tersebut. 4. Faktor-faktor manakah yang penting untuk dianalisis.
5. Berapa kali eksperimen harus dilakukan. 6. Metode analisis mana yang harus dianalisis. 7. Berapa besar pengaruh yang dinggap penting.
8. Perlukah eksperimen kontrol dilakukan untuk dijadikan perbandingan. 9. Bagaimana eksperimen harus dilakukan.
2
(17)
Contoh diatas memperlihatkan bahwa suatu desain untuk mengerjakan eksperimen perlu dibuat selengkap mungkin dan dilakukan dengan sebaik-baiknya.
3.7.1. Tujuan Desain
Tujuan yang ingin dicapai dari desain eksperimen adalah untuk memperoleh atau mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang diperlukan dan berguna dalam melakukan penyelidikan persoalan yang akan dibahas.
Musa dan Nasoetion (1989) menyatakan bahwa perancangan yang baik harus bersifat:
a. efektif yaitu kemampuan dalam mencapai tujuan, sasaran,, dan kegunaan yang digariskan
b. terkelola yaitu berkenaan dengan kenyataan adanya berbagai keterbatasan atau kendala yang terdapat dalam pelaksanaan percobaan maupun analisis data. c. Efisien yaitu berkenaan dengan dana, sumber daya, dan waktu.
d. Dapat dipantau, dikendalikan, dan dievaluasi
3.7.2. Perlakuan dan Satuan Percobaan
Perlakuan adalah sekumpulan kondisi tertentu yang diberikan kepada setiap satuan percobaan.Perlakuan berfungsi untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh setiap kondisi dalam ruang lingkup rancangan yang dipakai.
Satuan percobaan adalah satuan terkecil dari bahan percobaan yang memperoleh perlakuan.Sebagai contoh, jenis pupuk, takaran pupuk, jenis
(18)
pestisida, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.Pemberian pupuk yang berbeda terhadap suatu satuan percobaan berarti menciptakan kondisi tertentu sehingga pengaruh yang ditimbulkan dapat diamati.Begitu pula pemberian jenis pestisida yang berbeda dan perlakuan lainnya.
Hal lain yang erat hubungannya dengan satuan percobaan adalah satuan pengamatan. Satuan pengamatan adalah satuan terkecil dari objek yang diamati.Satuan pengamatan dalam keadaan tertentu dapat dikategorikan sebagai satuan percobaan.tetapi dalam keadaan yang lain dapat dikatakan berbeda dari satuan percobaan. Sebagai contoh, pada satu petak sawah dilakukan pengamatan untuk produksi pada setiap petakan. Dalam kasus ini satuan pengamatan sama dengan satuan percobaan. Apabila yang diamati adalah jumlah anakan per rumpun maka satuan pengamatan tidak sama dengan satuan percobaan melainkan bagian dari satuan percobaan.
3.7.3. Galat Percobaan
Galat percobaan adalah ukuran keragaman di antara semua pengamatan dari satuan-satuan percobaan yang mendapat perlakuan sama. Sebagai contoh, dua petak sawah yang berukuran sama dengan jenis padi yang sama dan perlakuan pupuk yang sama, tetapi tidak memberikan respons yang sama. Keragaman ini dapat ditimbulkan oleh dua hal.Pertama, akibat perbedaan yang memang sudah ada di dalam bahan percobaan itu sendiri. Kedua, akibat kekurang-cermatan dalam menyelenggarakan percobaan sehingga kondisi-kondisi yang seharusnya diciptakan sama tidak terpenuhi secara sempurna.
(19)
Pada setiap percobaan kesalahan percobaan harus diusahakan sekecil-kecilnya dengan menyediakan bahan percobaan yang seragam dan menggunakan rancangan percobaan yang tepat. Steel dan Torrie (1980) mengusulkan tiga upaya untuk mengendalikan galat, yaitu dengan rancangan percobaan, peubah konkomitan, dan penentuan ukuran percobaan.
Pengendalian galat dengan rancangan percobaan berarti merancang model analisis sedemikian rupa sehingga sumber-sumber galat dapat diidentifikasi dan disisihkan dari galat yang sebenarnya. Pengendalian galat dengan peubah konkomitan berarti memasukkan peubah lain yang disebut peubah konkomitan ke dalam analisis sehingga peran peubah ini dalam galat percobaan dapat dibebaskan. Bangun dan ukuran satuan percobaan berpengaruh terhadap ketepatan percobaan. Bentuk petak yang relatif panjang dan sempit biasanya memberikan ketepatan yang tinggi. Sedangkan untuk kelompok yang biasa adalah yang berbentuk bujur sangkar. Kriteria ini akan memberikan keragaman antarsatuan percobaan dalam kelompok minimal dan keragaman antarkelompok maksimal. Untuk mengetahui ukuran dan bangun satuan percobaan atau kelompok diperlukan suatu percobaan keseragaman, yaitu percobaan yang diselenggarakan tanpa perlakuan yang berbeda.
3.7.4. Prinsip Dasar Dalam Desain Eksperimen
Asas-asas atau prinsip dasar dari perancangan percobaan adalah: 1. Pengulangan (replikasi)
(20)
Pengulangan adalah melakukan suatu perlakuan terhadap lebih dari satu unit eksperimen. Fungsi dari pengulangan adalah:
a. Memberikan taksiran kekeliruan eksperimen yang dapat dipakai untuk menentukan besar selang kepercayaan atau dapat digunakan sebagai satuan dasar pengukuran untuk penetapan taraf signifikansi dari perbedaan-perbedaan yang diamati
b. Dapat menghasilkan taksiran yang lebih akurat untuk kekeliruan eksperimen
c. Memungkinkan untuk memperoleh taksiran yang lebih baik mengenai efek rata-rata suatu faktor
Jumlah replikasi dianggap telah cukup baik bila memenuhi persamaan berikut: (t-1) (r-1) ≥ 15
Dimana t = jumlah perlakuan r = jumlah replikasi
2. Pengacakan (randomization)
Dimaksudkan bahwa unit eksperimen yang akan dikenai perlakuan harus dipilih secara acak atau sebaliknya. Pengacakan ini berfungsi untuk :
a. Menghindari adanya kekeliruan sistematik
b. Memenuhi asumsi independen antar pengamatan (kekeliruan) pada suatu analisis statistika
c. Menghindari bias
(21)
Kontrol lokal merupakan sebagian daripada keseluruhan prinsip desain yang harus dilaksanakan. Biasanya merupakan langkah-langkah atau usaha-usaha yang berbentuk penyeimbang, pemblokan, dan pengelompokan unit-unit eksperimen yang digunakan dalam desain. Jika replikasi dan pengacakan pada dasarnya memungkinkan berlakunya uji keberartian, maka kontrol menyebabkan desain lebih efisien, yaitu menghasilkan proses pengujian dengan kuasa yang lebih tinggi.
3.7.5. Rancangan Lingkungan
Pada prinsipnya rancangan lingkungan berguna untuk membagi seluruh satuan percobaan ke dalam kelompok-kelompok sehingga keragaman di dalam kelompok relatif kecil.Apabila bahan atau lingkungan percobaan relatif seragam atau dapat diseragamkan seperti halnya dalam rumah kaca maka percobaan dapat dilakukan tanpa pengelompokan.Dalam hal ini pengacakan perlakuan terhadap seluruh satuan percobaan dapat dilaksanakan secara sempurna.Rancangan lingkungan ini disebut rancangan acak lengkap (completely randomized design) yang disingkat RAL.
Apabila satuan-satuan percobaan tidak dapat diseragamkan maka pengelompokan harus dilakukan. Berbagai bentuk klasifikasi telah dihasilkan berdasarkan cara pengelompokannya. Secara garis besar rancangan lingkungan berupa rancangan kelompok lengkap teracak dan rancangan kelompok tak lengkap. Rancangan kelompok lengkap teracak yang akan dibahas adalah rancangan acak kelompok (completely randomized block design) yang disingkat
(22)
RAK, dan rancangan bujur sangkar latin (latin square design) yang disingkat RBSL.
Rancangan kelompok tak lengkap banyak jenisnya, tetapi yang dibahas disini adalah rancangan petak terbagi (split plot design) yang disingkat RPT. Namun, tidak tertutup kemungkinan bahwa dalam penelitian ditemui kondisi-kondisi lingkungan dan perlakuan yang menghendaki rancangan percobaan yang lain, Rancangan yang terbaik dalam situasi tertentu adalah rancangan yang sederhana tetapi dapat memenuhi ketelitian yang dikehendaki.
3.7.6. Rancangan Perlakuan
Rancangan perlakuan terdiri dari langkah-langkah yang harus ditempuh untuk memilih perlakuan yang akan dicoba dengan mempertimbangkan karakteristik bahan percobaan dan sumber daya yang akan dikorbankan. Gugus perlakuan-perlakuan yang mempunyai ciri yang sama disebut faktor. Tiap perlakuan dalam satu faktor disebut taraf (level) dari faktor tersebut. Suatu perlakuan dapat berupa suatu taraf dart suatu faktor, tetapi dapat pula berupa kombinasi dari dua faktor atau lebih. Dalam hal yang pertama rancangan perlakuan itu disebut percobaan berfaktor tunggal sedangkan dalam hal kedua disebut percobaan berfaktor ganda atau percobaan faktorial.
Sebagai contoh, perlakuan 40 kg N/ha adalah sebuah Perlakuan yang berupa taraf dari faktor yang diberi nama pupuk N. Sedangkan perlakuan 40 kg N/ha dan 20 kg P/ha adalah perlakuan yang terdiri dari kombinasi antara salah satu taraf dari faktor pupuk N dengan salah satu taraf dart faktor pupuk P.
(23)
Taraf dari faktor dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif. Taraf dari faktor pupuk N yang terdiri dari nl= 30 kg N/ha, n2 = 40 kg N/ha, n3= 50 kg N/ha disebut bersifat kuantitatif sedangkan taraf dari factor varietas padi yang terdiri dart vl= IR-38, v2 = IR-40, v3 = IR-42 disebut bersifat kualitatif.
Pada percobaan faktorial, tiap satuan percobaan mendapat perlakuan kombinasi taraf dari dua faktor atau lebih sehingga pengaruh yang ditimbulkan oleh setiap faktor terhadap bahan percobaan dapat bersifat bebas dan tidak bebas.Dalam hal yang pertama, kedua factor disebut tak berinteraksi.sedang dalam hal kedua, kedua faktor disebut berinteraksi. Perlakuan-perlakuan yang dipilih untuk dicoba haruslah perlakuan yang layak dan masuk akal. Pemilihan perlakuan dalam merancang suatu percobaan harus dilandasi oleh teori yang kokoh sehingga perbedaan pengaruh yang diperoleh akan memberikan hasil yang berarti
3.7.7. Langkah-langkah Desain Eksperimen
Tindakan berikut merupakan tahapan yang harus diperhatikan dalam implementasi suatu eksperimen yaitu:
1. Mengenal dan menyatakan masalah
Walaupun pernyataan ini cukup jelas tetapi dalam prakteknya sering tidak sederhana untuk merealisasikan bahwa suatu masalah membutuhkan adanya eksperimen serta tidak pula sederhana membentuk suatu pernyataan yang jelas dan dapat diterima secara umum dari masalah ini. Untuk itu biasanya
(24)
memerlukan pendekatan tim (engineer, penjamin mutu, pabrikasi pemasaran, manajemen, pelanggan, dan operator)
2. Memilih faktor-faktor, taraf-tarafnya dan rentang-rentangnya
Faktor dibedakan kedalam faktor desain potensial dan faktor gangguan.Faktor desain potensial adalah faktor yang mana peneliti menginginkan mengubah-ubahnya dalam eksperimen. Faktor jenis ini dibagi kedalam tiga kelompok, faktor desain (faktor yang dipilih untuk dikaji didalam eksperimen), faktor konstan (adalah variabel yang dapat mempengaruhi pada respon akan tetapi keberadaannya didalam eksperimen bukan menjadi perhatian utama), dan faktor yang memberikan variasi (dikaitkan dengan unit eksperimen dan material yang tidak homogen).
Faktor gangguan dikelompokkan menjadi faktor terkontrol, tidak terkontrol, dan noise,
3. Menentukan variabel respon
Dalam memeilih variabel respon peneliti akan beranggapan bahwa variabel ini menyediakan informasi bermanfaat tentang proses yang sedang dipelajari. Sering kali rataan dan deviasi standar (atau keduanya) dari karakteristik yang diukur akan merupakan variabel respon. Mengukur kemampuan (kekeliruan eksperimen) adalah juga suatu faktor penting. Jika pengukuran kemampuan tidak cukup, hanya faktor-faktor yang relatif besar akan akan terdeteksi oleh peneliti atau boleh jadi penambahan ulangan akan diperlukan. Langkah point 1 s/d 3 diatas merupakan proses yang cukup penting selanjutnya disebut sebagai perencanaan sebelum eksperimen.
(25)
4. Memilih desain eksperimen
Jika perencanaan sebelum eksperimen sebelumnya telah dikerjakan dengan benar, langkah ini adalah relatif mudah.Pemilihan desain meliputi penentuan ukuran sampel (banyaknya ulangan), pemilihan urutan pengerjaan yang sesuai dalam eksperimen, dan menentukan apakah perlu tidaknya pemblokan atau pembatasan pengacakan.
5. Menyelenggarakan desain eksperimen
Didalam penyelenggaraan (persiapan, pelaksanaan, pengontrolan, dan pencatatan atau pengukuran terhadap respon hasil eksperimen) harus benar-benar dilakukan dengan serius, penuh ketekunan dan kesabaran agar hasil eksperimen menghasilkan data yang diharapkan.
6. Analisis data statistik
Metode-metode statistik akan digunakan untuk menganalisis data sehingga hasil-hasil dan kesimpulan menjadi objektif. Terdapat beberapa paket software yang menyediakan analisis data , misalnya excel, Minitab, SAS, SPSS, Design Expert dan Matlab.
7. Menyimpulkan dan merekomendasikan
Tatkala data telah dianalisis, peneliti harus menggambarkan kesimpulan praktis tentang hasil dan merekomendasikan suatu tindakan berikutnya.Metode-metode grafik sering digunakan pada tahap ini.
(26)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen (experimental
research). Penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab-akibat dan berapa besar hubungan tersebut dengan cara
mengenakan perlakuan (treatment) pada satu atau lebih kelompok eksperimen dan
membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yaitu kelompok yang tidak dikenakan perlakuan. 3
3
Sinulingga, Sukaria. 2013. Metode Penelitian. Medan: USU Press 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah diPT. Mitra Kerinci Kebun Liki, Sei Lambai Sangir Kabupaten Solok Solok Selatan, Sumatera Barat, provinsi Sumatera Barat. Waktu penelitian adalah bulan Agustus dan Oktober 2015.
4.3. Objek Penelitian
Objek penelitian yang diamati adalah bagian produksi yang memproduksi green tea pada PT. Mitra Kerinci.
(27)
4.4. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah peralatan yang digunakan dalam melakukan penelitian. Instrumen yang digunakan saat pengumpulan data adalah data-data saat pengukuran variabel-variabel dependen dan independen yaitu pena, lembar pengamatan, Microsoft Office Excel, dan Minitab.
4.5. Identifikasi Variabel Operasional
Penentuan variabel penelitian didasarkan atas studi pendahuluan terhadap objek studi dan studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Sesuai dengan objek penelitian dan metode yang akan digunakan, variabel-variabel penelitian yang akan diamati terdiri dari 2 unsur utama, yaitu:
1. Variabel bebas (independent)
Variabel bebas merupakan variabel penelitian yang mempengaruhi dan menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dari penelitian ini adalahtemperature, tekanan, dan kecepatan.
2. Variabel terikat (dependent)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari variabel bebas.Variabel terikat dari penelitian ini adalah kualitas dari produk green tea.
Adapun kaitan variabel terikat dengan variabel bebas dituangkan dalam kerangka berpikir penelitian pada Gambar 4.1.
(28)
Temperature
Tekanan
Kecepatan
Setting mesin Kualitas green tea
Gambar 4.1. Kerangka Konseptual
4.6. Identifikasi Kebutuhan Data
Berdasarkan cara memperolehnya, maka sumber data yang diperoleh dari penelitian ini adalah
1. Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara mencari atau menggali secara langsung dari objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini yaitu data hasil eksperimen dari kualitas green tea.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain/perusahaan sehingga tidak perlu lagi digali atau dicari.Data sekunder tersebut yaitu data mengenai gambaran umum perusahaan dan data historis perusahaan.
4.7. Penentuan Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah berupa:
(29)
1. Teknik observasi, melakukan pengamatan langsung pada objek penelitian untuk menggali dan mengukur segala informasi atau data yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah dan juga untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas green tea.
2. Teknik wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara dan diskusi dengan pihak perusahaan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan guna menunjang pencapaian tujuan. Wawancara dan diskusi dengan pihak perusahaan dibutuhkan sebagai studi pendahuluan untuk mengidentifikasi dan menyusun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas green tea.
3. Teknik kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan penerapan metode RSM dalam menemukan titik setting terbaik.
4.8. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan adalah: 1. Analisis dengan Metode Response Surface:
a. Penentuan model orde pertama
Dalam hal ini, orde pertama merupakan model matematis untuk perolehan titik optimal pada langkah selanjutnya.Dalam hal ini dilakukan pendekatan matriks.
b. Uji ketidaksesuaian model orde pertama.
Uji ketidaksesuaian terhadap model orde pertama dilakukan sebagai dasar untuk melangkah ke arah wilayah titik optimum faktor.Uji ini bertujuan
(30)
melihat kesesuaian model yang dibangun terhadap data hasil eksperimen.Dalam hal ini digunakan software MINITAB untuk menganalisis uji ketidakesesuaian model.
c. Melakukan metode steepest descent.
Metode steepest descent dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari koefisien model model orde pertama dimana hasil percobaan yang menghasilkan cacat yang paling minimum digunakan sebagai dasar acuan untuk penentuan level dari faktor Central Composite Design.
d. Penentuan orde kedua
Dalam hal ini, orde kedua merupakan model matematis kedua untuk memperoleh koefisiennya.Dalam hal ini dilakukan pendekatan matriks. e. Uji ketidaksesuaian model orde kedua.
Uji ketidaksesuaian model terhadap model orde kedua dilakukan sebagai dasar untuk penentuan titik optimum faktor.Uji ini bertujuan melihat kesesuaian model yang dibangun terhadap data hasil eksperimen.Dalam hal ini digunakan software MINITAB untuk menganalisis uji regresi dan ketidaksesuaian model.
(31)
Mulai
Adakah ketidaksesuaian model
orde pertama? Penentuan koefisien b0,
b1, b2, dan b3
Uji ketidaksesuain model orde pertama
Perhitungan Steepest Descent
Penentuan Model Orde Kedua
Uji ketidaksesuaian model orde kedua
Perhitungan titik optimum
Selesai Melakukan transformasi
respon
Adakah ketidaksesuaian model
pertama
Adakah ketidaksesuaian model
orde kedua? Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
(32)
4.9. Analisis Pemecahan Masalah
Pada tahap ini akan dianalisis hasil-hasil pengolahan data. Analisis dilakukan berdasarkan hasil yang diperoleh untuk menentukan titik optimal proses.
4.10. Kesimpulan dan Saran
Langkah terakhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan yang berisi hal-hal penting dalam penelitian tersebut. Selain itu, peneliti akan memberikan saran yang bermanfaat bagi perusahaan dan peneliti selanjutnya.
(33)
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan Data Orde Pertama
Pengumpulan data orde pertama adalah pengumpulan data-data yang dilakukan pada tahap identifikasi untuk menunjang penelitian yang dilakukan. Data-data yang dikumpulkan yaitu: faktor yang diteliti, titik setting faktor, range tiap faktor, dan pengumpulan data hasil eksperimen dimana pencatatan dilakukan hanya pada green tea dengan kualitas rendah (diluar kualitas strength).
5.1.1. Penentuan Faktor Penelitian
Penentuan faktor penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 buah faktor yakni temperature, tekanan, dan kecepatan.Simbol yang digunakan untuk identifikasi faktor dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Simbol Faktor
Simbol Faktor
X1 Temperature
X2 Tekanan
X3 Kecepatan Sumber: Hasil Penelitian
5.1.2. Penetapan Titik Setting Faktor
Penetapan titik setting faktor pada mesin produksi green tea didasarkan pada kondisi yang biasa digunakan pabrik ketika berproduksi.Setting yang ditetapkan ini adalah setting mesin yang disimbolkan dengan angka 0, karena
(34)
merupakan pusat dari level penelitian.Penetapan titik setting faktor dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2. Titik Setting Faktor
Faktor Titik Setting Faktor Temperature 1100C
Tekanan 0,4 psi Kecepatan 150 rpm
Sumber: PT. Mitra Kerinci
5.1.3. Penetapan Range Faktor
Penetapan range faktor perlu ditetapkan dalam penelitian ini karena penelitian ini menggunakan desain eksperimen 2k yang menghendaki adanya level rendah dan level tinggi dari faktor yang diteliti. Level tinggi masing-masing faktor akan disimbolkan dengan angka +1, sedangkan level rendah dari masing-masing faktor akan disimbolkan dengan angka -1. Penetapan range dari masing-masing faktor dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3.Range Faktor
Faktor -1 0 +1
Temperature 1050C 1100C 1150C
Tekanan 0,3 psi 0,4 psi 0,5 psi
Kecepatan 140 rpm 150 rpm 160 rpm
Sumber: Hasil Penelitian
5.1.4. Pengumpulan Data Hasil Eksperimen
Setelah penetapan faktor dan level masing-masing faktor, maka langkah selanjutnya yang dilakukan dilakukan adalah melakukan pengumpulan data untuk kualitas yang masih rendah (diluar kualitas strength). Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengadakan suatu eksperimen. Perlakuan yang dilakukan
(35)
ada sebanyak 12 buah perlakuan. Perlakuan tersebut berasal dari 8 perlakuan untuk desain 2k dan 4 perlakuan pada titik pusat (Cochran,W.G dan Cox, G.M, 1962).
Hasil eksperimen yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Hasil Ekspertimen Orde Pertama
Perlakuan X0 X1 X2 X3 Y (Kg)
1 1 -1 -1 -1 778
2 1 1 -1 -1 1165
3 1 -1 1 -1 776
4 1 1 1 -1 1168
5 1 -1 -1 1 1166
6 1 1 -1 1 778
7 1 -1 1 1 1164
8 1 1 1 1 387
9 1 0 0 0 778
10 1 0 0 0 1167
11 1 0 0 0 1165
12 1 0 0 0 776
Sumber: Hasil Penelitian
Desain 2k menyatakan desain memiliki 2 level perlakuan dengan k faktor. Dalam percobaan, faktor yang digunakan ada tiga yaitu temperature (X1) untuk
mesin ECP pada sumbu x, tekanan (X2) untuk mesin OTR pada sumbu y, dan
kecepatan (X3) untuk mesin Bolteapada sumbu z. Level percobaan ada 2 level,
(36)
Gambar 5.1. Desain 2k
5.2. Pengolahan Data Orde Petama 5.2.1. Penentuan Koefisien b0, b1, b2, dan b3
Penentuan koefisien b0, b1, b2, dan b3 untuk menentukan model orde
pertama ditentukan terlebih dahulu dengan pendekatan matriks. Langkah–langkah penentuan koefisien fungsi model orde pertama adalah sebagai berikut:
1. Daftarkan nilai dari prediktor x seperti maktriks dibawah ini. X Y
2. Membuat persamaan normal dengan bentuk (ij) X’X dan (iy) X’Y. Bentuk X’ (matriks X tranponse)
1 -1 -1 -1 1 1 -1 -1 1 -1 1 -1 1 1 1 -1 1 -1 -1 1 1 1 -1 1 1 -1 1 1
1 1 1 1
1 0 0 0
1 0 0 0
1 0 0 0
1 0 0 0
778 1165 776 1168 1166 778 1164 387 778 1167 1165 776 0,0,0 Ttik Pusat 1,-1,-1 1,-1, 1 -1,-1, 1 -1,-1, 1 1, 1, 1 -1, 1, 1
-1, 1, -1 1, 1, -1
X2
X1
(37)
X’ =
Bentuk X’X dan X’Y
X’X X’Y
Pembuatan matriks transpose berdasarkan prinsip pengubahan bentuk entry matriks dari baris k menjadi kolom k dan sebaliknya dari kolom n menjadi baris n. Prinsip perhitungan perkalian pada matriks adalah perkalian antara baris k dan kolom n. Dengan prinsip baris k matriks X1:
X01 X11 … Xk1
Dikalikan dengan kolom n matriks X2 :
X01
X02
. X0n
Dimana angka yang dikalikan adalah pasangan antara angka matriks pertama Xkn
dengan angka matriks kedua Xkn. Contoh perhitungan akan diperlihatkan pada
bagaimana munculnya angka 8 pada matriks X'X yang terletak di kolom 2 baris 2. Perhitungan adalah sebagai berikut:
Baris 2 pada matriks X’ sebagai berikut:
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
-1 1 -1 1 -1 1 -1 1 0 0 0 0 -1 -1 1 1 -1 -1 1 1 0 0 0 0 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 0 0 0 0
11268 -386 -392 -392 12 0 0 0
0 8 0 0 0 0 8 0 0 0 0 8
(38)
-1 1 -1 1 -1 1 -1 1 0 0 0 0
Kolom 2 pada matriks X sebagai berikut:
Pemisalan: pengalian antar baris 2 matriks X’ dan kolom 2 matriks X adalah sebagai berikut:
(-1 x -1) + (1 x 1) + (-1 x -1) + (1 x 1) + (-1 x -1) + (1 x 1) + (-1 x -1) + (1 x 1) + (0 x 0) + (0 x 0) + (0 x 0) + (0 x 0) = 8
Perhitungan lainnya dapat menggunakan cara yang sama.
3. Membuat inverse dari matriks X’X menjadi bentuk (X’X)-1
Pembuatan inverse dengan menggunakan metode reduksi baris. Perhitungan matriks (X’X)-1 adalah sebagai berikut ini:
X’X I
1 0 0 0 Baris 1/9 0 1 0 0 Baris 2/8 0 0 1 0 Baris 3/8 0 0 0 1 Baris 4/8
-1 1 -1
1 -1
1 -1
1 0 0 0 0
12 0 0 0 0 8 0 0 0 0 8 0 0 0 0 8
(39)
(X’X)-1
0.0833 0 0 0
0 0.125 0 0
0 0 0.125 0
0 0 0 0.125
4. Menentukan koefisien regresi bn
Perhitungan mengalikan matriks (X’X)-1 dengan matriks X’Y sebagai berikut:
(X’X)-1 X’Y
0.0833 0 0 0
0 0.125 0 0
0 0 0.125 0
0 0 0 0.125
Hasil yang diperoleh dari perkalian yaitu: bo: 939
b1: -48
b2: -49
b3: -49
Prinsip perhitungan perkalian pada matriks adalah perkalian antara baris k dan kolom n, dengan prinsip baris k matriks X1:
X01 X11 … Xk1
Dikalikan dengan kolom n matriks X2
X01
X02
. X0n
11268 -386 -392 -392
(40)
Contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai b1 = -48 adalah sebagai berikut:
(0 * 11286) + (0,125 * -386) + (0 * -392) + (0 * -392) = -48,25 = -48
Dari langkah-langkah perhitungan diatas maka telah dapat diperoleh persamaan model orde pertama yaitu: Y= 939 – 48X1 – 49X2 – 49X3
5.2.2. Uji Ketidaksesuaian Model Orde Pertama
Uji ketidaksesuaian terhadap model orde pertama dilakukan sebagai dasar untuk melangkah kearah perhitungan steepest descent.Pengujian untuk melihat ketidaksesuaian model yang digunakan dengan memperhatikan nilai lack of fit.Lack of fit merupakan suatu nilai yang menunjukkan penyimpangan atau ketidaktepatan model.yang digunakan.Bila tidak terdapat lack of fit maka model yang digunakan sudah tepat, sedang bila terdapat lack of fit maka model yang digunakan tidak tepat, Dalam pengujian model pertama dianalisis dengan menggunakan software Minitab.Adapun hasil pengujian adalah sebagai berikut ini.
Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3
The regression equation is Y = 939 - 48 X1 - 49 X2 - 49 X3 Analysis of Variance
Source DF SS MS F Regression 3 57040 19013 0.22 Residual Error 8 687296 85912
Lack of Fit 5 535971 107194 2.13 Pure Error 3 151325 50442
(41)
Hipotesis adalah sebagai berikut ini:
H0 = Tidak terdapat Lack of fit terhadap model yang digunakan.
H1= Terdapat Lack of fit terhadap model yang digunakan.
Pengujian: Fhitung < Ftabel (0,05, 5, 3) (2,13 < 9,01) maka H0 diterima dan
disimpulkan bahwa tidak terdapat lack of fit yang berarti model orde pertama yang digunakan sudah tepat.
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa model orde pertama yang dibangun sesuai dengan percobaan yang dilakukan. Hal ini berarti model yang dibangun relevan untuk digunakan dalam tahap yang selanjutnya yaitu: tahap steepest descent, suatu tahap yang bertujuan mencari setting baru untuk percobaan selanjutnya.
5.3. Steepest Descent
Steepest Descent adalah suatu prosedur pergerakan fungsi pada titik yang diberikan yaitu x yang akan memberikan nilai dari fungsi yang diminimisasi. Cara perhitungan Metode Steepest Descent dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Perhitungan Metode Steepest Descent
Keterangan X1 X2 X3
(1) Perubahan relatif pada unit desain
(b) b1 b2 b3
(2) unit origin (1 unit desain) (A+1- A-1)/2 (B+1- B-1)/2 (C+1- C-1)/2 (3) perubahan relatif pada unit origin (1)1 * (2)1 (1)2 * (2)2 (1)3 * (2)3
(4) Perubahan per n pada variabel (Δ) (3)1 / (3)1 (3)2 / (3)1 (3)3 / (3)1
Keterangan:
(42)
A-1 = Nilai level rendah temperature B+1 = Nilai level tinggi tekanan B-1 = Nilai level rendah tekanan C+1 = Nilai level tinggi kecepatan C-1 = Nilai level rendah kecepatan
Contoh pengerjaan metode Steepest Descent dengan persamaan linier orde pertama Y= 939 – 48X1 – 49X2 – 49X3 adalah sebagai berikut ini:
1. Perubahan relatif pada unit desain (b)
Nilai b didapat berdasarkan perhitungan sebelumnya yaitu b1 = -48, b2=-49, dan
b3=-49
2. Unit origin (1 unit desain)
Untuk menghasilkan unit origin untuk X1 menggunakan rumus (A+1- A-1)/2. A+1 merupakan nilai X1 dengan level +1, sedangkan A-1 merupakan nilai X1 dengan
level -1 sehingga didapatkan (115-105)/2 = 10/2 = 5. Untuk unit origin X2 dan X3
juga dilakukan berdasarkan cara tersebut. 3. Perubahan relatif pada unit origin
Perubahan relatif pada unit origin untuk X1 merupakan perkalian antara nilai b1
dan juga unit origin pada X1 yaitu: -48 x 5 = -240
4. Perubahan per n pada variabel (Δ)
Perubahan per n pada variabel (Δ) pada X1adalah -240/-240 =1
Perubahan per n pada variabel (Δ) pada X2adalah -4,9/-240 =0,02
(43)
Untuk menghitung pergerakan level pada n=1 adalah level (n-1) + (Δ), dimana X1= 110 + 1 = 111
X2= 0,4 + 0,02 = 0,42 ≈ 0,4
X3= 150 + 2 = 152
Hasil pengumpulan data Metode Steepest Descent dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Perhitungan Pergerakan Level Pada Metode Steepest Descent
Keterangan X1 X2 X3
(1) Perubahan relatif pada unit
desain (b) -48 -49 -49
(2) unit origin (1 unit desain) 5 0.1 10 (3) perubahan relatif pada unit
origin -240 -4,9 -490
(4) Perubahan per n pada variabel
(Δ) 1 0.02 2
Pergerakan Steepest Descent X1 X2 X3 Y (Kg)
Level Awal (origin=0) 110 0.4 150
Pergerakan Level (0+n); n=1 111 0.42 ≈ 0,4 152 1168 Pergerakan Level (0+n); n=2 112 0.44≈ 0,4 154 1164 Pergerakan Level (0+n); n=3 113 0.46 ≈ 0,5 156 778 Pergerakan Level (0+n); n=4 114 0.48 ≈ 0,5 158 774 Pergerakan Level (0+n); n=5 115 0.50 ≈ 0,5 160 776 Pergerakan Level (0+n); n=6 116 0.52 ≈ 0,5 162 388 Pergerakan Level (0+n); n=7 117 0.54 ≈ 0,5 164 778 Pergerakan Level (0+n); n=8 118 0.56≈ 0,6 166 1167
Sumber: Hasil Penelitian
Setelah mendapatkan nilai level dari pergerakan steepest descent maka dilakukan penetapan setting mesin sesuai dengan nilai tersebut. Dari hasil pengumpulan data yang telah dikumpulkan maka dapat ditentukan titik origin untuk penelitian selanjutnya yang bertujuan untuk membuat untuk membuat model orde kedua. Untuk n = 1, percobaan dilakukan pada temperature (X) 1110C, tekanan (X)
(44)
0,4psi, serta kecepatan (X3) 152 rpm, dimana hasil percobaan memberikan hasil
sebanyak 1168 Kg green tea. Demikian seterusnya untuk percobaan berikutnya. Penentuan titik origin adalah berdasarkan kepada pergerakan level yang memberikan jumlah green tea yang paling minimum yaitu n = 6, dimana X1 =
1160C; X2= 0,52 psi ≈ 0,5 psi; X3 = 162 rpm dengan hasil 388 Kg green tea.
5.4. Penentuan Model Orde Kedua
5.4.1. Penentuan Koefisien b0, b1, b2, b3, b11, b22, b33, b12, b13, b23
Nilai faktor yang telah diketahui pada langkah diatas akan digunakan pada percobaan ini, dimana terlebih dahulu ditentukan level tertinggi dan level terendah dari masing-masing faktor dengan acuan terhadap unit origin. Pengaturan nilai dari faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Nilai Faktor Setelah Stepest Descent
Faktor -1 0 1
Temperature 111 116 121
Tekanan 0,4 0,5 0,6
Kecepatan 152 162 172
Sumber: Hasil Penelitian
Didalam Central Composite Design (CCD) terdapat star points (a) ditentukan oleh rumus: � = 2k/4 . Dalam hal ini nilai α adalah 23/4 adalah ± 1,68. Penggambaran central composite design dapat dilihat pada Gambar 5.2.
(45)
Gambar 5.2.Central Composite Design
Central Composite Design menyatakan desain yang memiliki 2 level perlakuan
ditambah dengan level ± α dengan k faktor. Dalam percobaan, faktor yang
digunakan ada tiga, masing–masing: temperature(X1) untuk sumbu x, tekanan(X2)
untuk sumbu y dan kecepatan(X3) untuk sumbu z.
Level percobaan yang digunakan ada 2, yaitu: level tinggi (+1) dan level rendah
(-1) ditambah level ± α, yaitu: ± 1,68. Penentuan nilai faktor menggunakan teknik
interpolasi sebagai berikut:
�� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;
Keterangan:
Xi = Nilai level ±� (± 1,68)
∆�+1,−1 = Selisih nilai faktor level tinggi (+1) dan level rendah (-1) setelah steepest descent.
Xorigin = Nilai level awal setelah steepest descemt
�� = nilai faktor i
0
1,-1,-1
1,-1, 1 -1,-1, 1
-1,-1, 1 1, 1, 1 -1, 1, 1
-1, 1, -1 1, 1, -1 0 , 1,68 , 0
1,68 , 0 , 0
0 , -1,68 , 0 -1,68 , 0 , 0
0 , 0 , -1,68
0 , 0 , -1,68
a
X2
X1
(46)
Penentuan nilai faktor pada star points (α) untuk temperature adalah sebagai berikut ini:
1. Nilai star points (α=1,68) �� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;
�� = 1,68�121−2111�+ 116 �� = 1,68(5) + 116 �� = 124,4 ≈124
2. Nilai star point (α= -1,68) �� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;
�� =−1,68�121−2111�+ 116;
�� =−1,68(5) + 116 �� = 107,6 ≈108
Penentuan nilai faktor pada star points (α) untuk tekanan adalah sebagai berikut ini:
1. Nilai star points (α=1,68) �� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;
�� = 1,68�0,6−20,4�+ 0,5 �� = 1,68(0,1) + 0,5 �� = 0,668 ≈0,7
(47)
2. Nilai star point (α= -1,68) �� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;
�� =−1,68�0,6−20,4�+ 0,5 �� =−1,68(0,1) + 0,5 �� = 0,332 ≈0,3
Penentuan nilai faktor pada star points (α) untuk kecepatan adalah sebagai berikut ini:
1. Nilai star points (α=1,68) �� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;
�� = 1,68�172−2152�+ 162 �� = 1,68(10) + 162 �� = 178,8 ≈179
2. Nilai star point (α= -1,68) �� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;
�� =−1,68�172−2152�+ 162 �� =−1,68(10) + 162 �� = 145,2 ≈145
Nilai α untuk masing-masing faktor dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8. Nilai α untuk Masing-Masing Faktor
α Temperature Tekanan Kecepatan
1,68 124 0,7 179
-1,68 108 0,3 145
(48)
Setelah nilai dari faktor diketahui maka akan dilakukan pengumpulan data untuk pembuatan model orde kedua. Pengumpulan data ini adalah berdasarkan ketentuan perlakuan yang berlaku dalam Central Composite Design (CCD) (Cochran,W.G dan Cox, G.M, 1962). Hasil eksperimen orde kedua dapat dilihat pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9. Data Hasil Eksperimen Orde Kedua
Perlakuan X0 X1 X2 X3 X12 X22 X32 X1X2 X1X3 X2X3 Y
1 1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 776
2 1 1 -1 -1 1 1 1 -1 -1 1 778
3 1 -1 1 -1 1 1 1 -1 1 -1 1165
4 1 1 1 -1 1 1 1 1 -1 -1 384
5 1 -1 -1 1 1 1 1 1 -1 -1 1165
6 1 1 -1 1 1 1 1 -1 1 -1 386
7 1 -1 1 1 1 1 1 -1 -1 1 775
8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 387
9 1 -1.68 0 0 2.83 0 0 0 0 0 385
10 1 1.68 0 0 2.83 0 0 0 0 0 773
11 1 0 -1.68 0 0 2.83 0 0 0 0 386
12 1 0 1.68 0 0 2.83 0 0 0 0 778
13 1 0 0 -1.68 0 0 2.83 0 0 0 776
14 1 0 0 1.68 0 0 2.83 0 0 0 385
15 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1165
16 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 776
17 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 775
18 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 777
19 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1166
20 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 778
Sumber: Hasil Penelitian
Untuk menentukan model orde kedua, koefisien dari model ditentukan terlebih dahulu dengan pendekatan matriks. Langkah – langkah penentuan koefisien fungsi model orde kedua adalah sebagai berikut:
(49)
1. Daftarkan nilai dari faktor xiu matriks X dan nilai respon yu, matriks Y seperti
matriks dibawah ini.
X Y
1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1
1 1 -1 -1 1 1 1 -1 -1 1
1 -1 1 -1 1 1 1 -1 1 -1
1 1 1 -1 1 1 1 1 -1 -1
1 -1 -1 1 1 1 1 1 -1 -1
1 1 -1 1 1 1 1 -1 1 -1
1 -1 1 1 1 1 1 -1 -1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 -1.68 0 0 2.83 0 0 0 0 0
1 1.68 0 0 2.83 0 0 0 0 0
1 0 -1.68 0 0 2.83 0 0 0 0
1 0 1.68 0 0 2.83 0 0 0 0
1 0 0 -1.68 0 0 2.83 0 0 0
1 0 0 1.68 0 0 2.83 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2. Membuat persamaan normal dengan bentuk (ij) X’X dan ( iy) X’Y Bentuk X’ (Matriks X transpose) sebagai berikut:
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 -1 1 -1 1 -1 1 -1 1 -1.68 1.68 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 -1 1 1 -1 -1 1 1 0 0 -1.68 1.68 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 0 0 0 0 -1.68 1.68 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 2.83 2.83 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 2.83 2.83 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 2.83 2.83 0 0 0 0 0 0 1 -1 -1 1 1 -1 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 -1 1 -1 -1 1 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 -1 -1 -1 -1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
776 778 1165 384 1165 386 775 387 385 773 386 778 776 385 1165 776 775 777 1166 778
(50)
Bentuk X’X dan X’Y sebagai berikut
X’X X’Y 14736 -1294.16 264.56 -1046.88 9093.14 9110.12 9101.63 -392 -388 -384
3. Membuat inverse dari matriks X’X menjadi bentuk (X’X)-1. Bentuk dari matriks X’X sebagai berikut.
0.1666 0 0 0 -0.0568 -0.057 -0.057 0 0 0
0 0.073 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0.073 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0.07 0 0 0 0 0 0
-0.057 0 0 0 0.069 0.007 0.007 0 0 0
-0.057 0 0 0 0.007 0.069 0.007 0 0 0
-0.057 0 0 0 0.007 0.007 0.069 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0.125 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0.125 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.125
4. Menentukan koefisien regresi bn. perhitungan mengalikan matriks (X’X)-1
dengan matriks X’Y sebagai berikut.
20 0 0 0 13.66 13.66 13.66 0 0 0
0 13.64 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 13.64 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 13.64 0 0 0 0 0 0
13.66 0 0 0 24 8 8 0 0 0
13.66 0 0 0 8 24 8 0 0 0
13.66 0 0 0 8 8 24 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 8 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 8 0
(51)
(X’X)-1 X’Y
Berikut ini adalah contoh perhitungan X’X-1 baris 1dengan kolom X’Y (nilaib0):
(0,1666 x 14736) + (0 x -1294,16) + (0 x 264,56) + (0 x -1046,88) + (-0,0568 x 9093,14) + (-0,057 x 9110,12) +(-0,057 x 9101,63) + (0 x -392) + (0 x -388) + (0 x -384) = 901
Hasil perkalian matriks menghasilkan nilai-nilai berikut ini: b0 = 901
b1 = -94,8
b2 = 19,4
b3 = -76,7
b11= -80,6
b22= -79,5
b33 = -80
b12 = -49
b13 = -48
b23 = -48
0.1666 0 0 0 -0.0568 -0.057 -0.057 0 0 0
0 0.073 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0.073 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0.073 0 0 0 0 0 0
-0.057 0 0 0 0.069 0.007 0.007 0 0 0
-0.057 0 0 0 0.007 0.069 0.007 0 0 0
-0.057 0 0 0 0.007 0.007 0.069 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0.125 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0.125 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.125
14736 -1294.16 264.56 -1046.88 9093.14 9110.12 9101.63 -392 -388 -384
(52)
Dari langkah perhitungan diatas maka telah diperoleh persamaan model orde kedua yaitu:
Y = 901 – 94,8X1 + 19,4X2 – 76,7X3 – 80,6X12 – 79,5X22 - 80X32 – 49X1X2 -
48X1X3 – 48X2X3
5.4.2. Uji Ketidaksesuaian Model Orde Kedua
Uji ketidaksesuaian terhadap model orde kedua dilakukan sebagai dasar untuk menentukan titik optimum faktor.Uji ini bertujuan melihat kesesuaian model yang dibangun terhadap data hasil eksperimen.Dalam pengujian model ke dua ini dianalisis dengan menggunakan software MINITAB 15.0. Adapun hasil analisis dengan software tersebut adalah :
Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X11, X22, X33, X12, X13, X23
The regression equation is
Y = 901 - 94.8 X1 + 19.4 X2 - 76.7 X3 - 80.6 X11 - 79.5 X22 - 80.0 X33 – 49 X12 - 48 X13 - 48 X23
Analysis of Variance
Source DF SS MS F Regression 9 495299 55033 0.55 Residual Error 10 995002 99500
Lack of Fit 5 793235 158647 3.93 Pure Error 5 201767 40353
Total 19 1490301
1. Pengujian regresi
H0 = Model yang digunakan tidak memberikan pengaruh terhadap kualitas rendah yang dihasilkan.
H1= Model yang digunakan memberikan pengaruh terhadap kualitas rendah yang dihasilkan.
(53)
Pengujian:
Fhitung < Ftabel (0,05, 9, 10) (0,55 < 3,02) maka H0 diterima dan disimpulkan
bahwa model yang digunakan tidak memberikan pengaruh terhadap kualitas rendah yang dihasilkan.
2. Pengujian lack of fit
H0 = Tidak terdapat Lack of fit dalam model yang digunakan.
H1= Terdapat Lack of fit pada model yang digunakan.
Pengujian: Fhitung < Ftabel (0,05, 5, 5) (3,93 < 5,05) maka H0 diterima dan
disimpulkan bahwa tidak terdapat Lack of Fit yang berarti model yang digunakan sudah tepat.
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa model orde kedua yang dibangun sesuai dengan percobaan yang dilakukan.Hal ini berarti model yang dibangun relevan untuk menentukan titik optimum dari masing-masing faktor.
5.5. Penentuan Titik Optimum Faktor
Penentuan titik optimum faktor dilakukan dengan pendekatan matriks.Input dari matriks pertama adalah persamaan untuk model orde pertama, sedangkan input dari matriks kedua adalah hasil percobaan dari perlakuan yang diberikan pada desain model orde kedua.
Persamaan model orde kedua yang diperoleh yaitu:
Y = 901 – 94,8X1 + 19,4X2 – 76,7X3 – 80,6X12 – 79,5X22 - 80X32 – 49X1X2 -
(54)
Dari persamaan yang diperoleh maka koefisien masing-masing variabel diubah ke dalam bentuk matriks. Pembentukan matriks dan penentuan titik optimum dicari dengan cara perkalian dan invers matriks yang prinsip pengerjaannya telah dijelaskan pada perhitungan sebelumnya. Hasil perhitungan dapat dilihat pada cara dibawah:
�� ��1= 0
b1 + 2b11X1 + b12X2 + b13X3 = 0
-94,8 + 2(-80,6) X1 + (-49) X2 + (-48) X3= 0
161,2 + 49 X2 + 48 X3 = -94,8
�� ��2= 0
b2 + 2b22X2 + b12X1 + b23X3 = 0
19,4 + 2(-79,5) X2 + (-49) X1 + (-48) X3= 0
49 X1 + 159 X2 + 48 X3 = 19,4
�� ��3= 0
b3 + 2b33X3 + b13X1 + b23X2 = 0
-76,7 + 2(-80) X3 + (-48) X1 + (-48 X2)= 0
48 X1 + 48 X2 + 160 X3 = -76,7
Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan pendekatan matriks dengan persamaan |�| x |�| = |�| sebagai berikut:
(55)
A X B 161,2 49 48
X X1
=
-94,8
49 159 48 X2 19,4
48 48 160 X3 -76,7
X1
=
0.0072 -0.0017 -0.0016 X
-94,8 X2 -0.0017 0.0073 -0.0017 19,4
X3 -0.0016 -0.0017 0.0072 -76,7
X1 -0.59 X2 = 0,43 X3 -0.43
Setelah titik level masing – masing faktor diketahui, maka selanjutnya adalah menentukan setting optimum dari faktor tersebut yang ditentukan dengan menggunakan teknik interpolasi sebagai berikut:
�� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;
Keterangan:
Xi = Nilai level X baru setelah perhitungan orde 2
∆�+1,−1 = Selisih nilai faktor level tinggi (+1) dan level rendah (-1) setelah steepest descent.
Xorigin = Nilai level awal setelah steepest descemt
�� = nilai faktor i
X1
=
161,2 49 48
-1
X
-94,8
X2 49 159 48 19,4
(56)
Perhitungan nilai optimum secara teoritis adalah sebagai berikut: 1. Nilai optimum untuk temperature:
�� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;
�� =−0,59�121−2111�+ 116 �� =−0,59(5) + 116 �� = 113
2. Nilai optimum untuktekanan: �� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;
�� = 0,43�0,6−20,4�+ 0,5 �� = 0,43(0,1) + 0,5 �� = 0,54 ≈0,5
3. Nilai optimum untuk kecepatan: �� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;
�� =−0,43�172−2152�+ 162 �� =−0,43(10) + 162 �� = 157,7≈158
Nilai titik setting optimum secara teoritis dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10. Titik Setting Optimum
Faktor Titik Setting Temperature 113
Tekanan 0,5
Kecepatan 158
(57)
BAB VI
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
6.1. Analisis Model Orde Pertama
Model orde pertama dibuat sebagai pendekatan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen. Pengumpulan data penelitian menggunakan 12 perlakuan (dapat dilihat pada Tabel 5.4).Hasil penelitian yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan pendekatan matriks. Dari hasil pengolahan data, diperoleh model orde pertama adalah:
Y= 939 – 48X1 – 49X2 – 49X3
Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian model pada orde pertama dengan memperhatikan nilai lack of fit. Dari hasil pengujian yang dilakukan diketahui bahwa H0 diterima, hal ini dilihat dari Fhitung (2,13) yang
lebih kecil dari Ftabel (9,01). H0 yang diterima menunjukkan bahwa tidak terdapat
lack of fit dalam persamaan orde pertama.Nilai lack of fit yang tidak terdapat dalam persamaan orde pertama menunjukkan bahwa tidak terdapat penyimpangan pada model karena lack of fit merupakan nilai yang menunjukkan suatu penyimpangan atau ketidaktepatan model yang digunakan. Dengan tidak terdapatnya suatu penyimpangan pada model yang digunakan maka dengan kata lain model orde petama yang digunakan sudah tepat dan dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap Steepest Descent.
(58)
6.2. Analisis Steepest Descent
Setelah model orde pertama diperoleh, langkah selanjutnya adalah melakukan prosedur Steepest Descent dengan tujuan mencari wilayah yang memberikan nilai minimum dari fungsi model orde pertama.Hasil yang diperoleh dari prosedur ini dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Perhitungan Pergerakan Level Pada Metode Steepest Descent
Pergerakan Steepest Descent X1 X2 X3 Hasil Percobaan (Kg)
Level Awal (origin=0) 110 0.4 150
Pergerakan Level (0+n); n=1 111 0.42 ≈ 0,4 152 1168 Pergerakan Level (0+n); n=2 112 0.44≈ 0,4 154 1164 Pergerakan Level (0+n); n=3 113 0.46 ≈ 0,5 156 778 Pergerakan Level (0+n); n=4 114 0.48 ≈ 0,5 158 774 Pergerakan Level (0+n); n=5 115 0.50 ≈ 0,5 160 776 Pergerakan Level (0+n); n=6 116 0.52 ≈ 0,5 162 388 Pergerakan Level (0+n); n=7 117 0.54 ≈ 0,5 164 778 Pergerakan Level (0+n); n=8 118 0.56≈ 0,6 166 1167
Sumber: Hasil Penelitian
Hasil Tabel 6.1. menunjukkan level yang memberikan nilai jumlah outputgreen tea terendah berada pada level pergerakan n=6 yang menghasilkan green tea sebesar 388 kg dengan temperatur X1= 1160C, tekanan X2= 0,5 psi dan
kecepatan X3= 162 rpm. Green tea dengan jumlah terendah yang dipilih pada
tahap ini karena semakin kecil jumlah green tea yang dihasilkan, menunjukkan bahwa setting tersebut merupakan setting mesin terbaik.Hal ini dikarenakan setting mesin tersebut menghasilkan jumlah green tea berkualitas rendah paling sedikit dan sesuai dengan tujuan awal penelitian yaitu meminimasikan fungsi.
Nilai setting ini kemudian menjadi titik origin untuk langkah selanjutnya, karena hasil steepest descent menunjukkan bahwa nilai optimum berada disekitar
(59)
daerah hasil perhitungan tersebut.Untuk itulah dilakukan eksplorasi menuju wilayah optimum dengan penentuan titik di level 1 dan -1.Hasil penentuan yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 6.2. Titik ini akan digunakan sebagai titik untuk penentuan model orde kedua.
Tabel 6.2. Nilai Faktor Setelah Stepest Descent
Faktor -1 0 1
Temperatu re
111 116 121
Tekanan 0,4 0,5 0,6
Kecepatan 152 162 172
Sumber: Hasil Penelitian
6 .3. Analisis Model Orde Kedua
Nilai faktor baru yang telah ditentukan dari steepest descent selanjutnya akan digunakan untuk penentuan model orde kedua menggunakan Central Composite Design (CCD). Dalam CCD terdapat star points (a), dimana nilai a adalah ± 1,68. Nilai setting untuk a = ± 1,68 pada masing–masing faktor dapat dilihat pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Nilai α untuk Masing-Masing Faktor
α Temperatu
re
Tekanan Kecepatan
1,68 124 0,7 179
-1,68 108 0,3 145
Sumber: Hasil Penelitian
Penggunaan CCD memiliki 20 perlakuan (dapat dilihat pada Tabel 5.11), dimana perlakuan ini lebih banyak jika dibandingkan dengan desain model orde pertama karena bertujuan untuk eksplorasi disekitar wilayah optimum.Setting
(60)
faktor yang telah ditentukan tersebut digunakan dalam pengumpulan data. Pengolahan data model orde kedua memperoleh hasil sebagai berikut:
Y = 901 – 94,8X1 + 19,4X2 – 76,7X3 – 80,6X12 – 79,5X22 - 80X32 – 49X1X2 -
48X1X3 – 48X2X3
Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde kedua. Dari hasil pengujian regresi yang dilakukan diketahui bahwa H0 diterima,
dapat dilihat dari nilai Fhitung (0,55) yang lebih kecil dari Ftabel (3,02). Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa model yang digunakan tidak memberikan pengaruh terhadap output yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengujian lack of fit diketahui bahwa H0 diterima, dapat dilihat dari nilai Fhitung (3,93) lebih kecil
dibandingkan dengan Ftabel (5,05). Hasil ini menunjukkan tidak terdapat penyimpangan pada model yang digunakan.Model tidak memberikan efek terhadap output dan tidak terdapat suatu penyimpangan, sehingga menunjukkan bahwa model yang digunakan sudah relevan untuk menentukan titik optimum faktor.
6.4. Analisis Penentuan Titik Optimum Faktor
Penentuan titik optimum faktor adalah berdasarkan model orde kedua yang diperoleh. Hasil penentuan titik optimum adalah sebagai berikut:
1. Temperatur mesin ECP = 113ºC. 2. Tekanan mesin OTR = 0,5 psi 3. Kecepatan mesin boltea= 158 rpm
(61)
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penerapan Response Surface Methodology dan analisa yang telah dibahas pada bab sebelumnya adalah sebagai berikut ini:
1. Hasil identifikasi awal menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas strength adalah faktor temperature, tekanan, dan kecepatan mesin pengolahan green tea.
2. Hasil percobaan yang dilakukan pada faktor temperature, tekanan, dan kecepatan adalah sebagai berikut ini:
a. Percobaan model orde pertama, diperoleh fungsi yaitu: Y= 939 – 48X1 – 49X2 – 49X3
Pengujian yang dilakukan pada model orde pertama memberikan kesimpulan bahwa model yang dibangun sudah tepat digunakan karena tidak terdapat lack of fit, hal ini terlihat dari Fhitung< Ftabel (2,13< 9,01). b. Percobaan steepest descent memberikan titik minimum pada pergerakan
level n=6 dengan jumlah green tea sebesar 388 kg dengan temperatur (X1)
= 1160C, tekanan (X2) = 0,5 psi dan kecepatan (X3) = 162 rpm.
c. Percobaan model orde kedua yang diperoleh yaitu:
Y = 901 – 94,8X1 + 19,4X2 – 76,7X3 – 80,6X12 – 79,5X22 - 80X32 –
(62)
Pengujian regresi pada model orde kedua memberikan kesimpulan bahwa model orde kedua yang dibangun tidak memiliki efek terhadap kualitas rendah yang dihasilkan dengan nilai Fhitung < Ftabel (0,55< 3,02). Pengujian untuk lack of fit juga memberikan hasil bahwa model yang digunakan sudah tepat karena tidak terdapat penyimpangan dimana hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung <Ftabel (3,93< 5,05)
3. Titik optimum yang hasilkan yaitu: Temperatur (X1) = 1130C, Tekanan (X2) =
0,5 psi, dan kecepatan (X3) = 158 rpm
7.2. Saran
Saran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian adalah sebagai berikut ini:
1. Selama proses produksi berlangsung hendaknya menjaga kebersihan tempat untuk menghindari benda asing yang ikut dalam pengolahan green tea.
2. Karyawan pada bagian produksi green tea harus memperhatikan dengan teliti kondisi operasi yang dijalankan.
3. Perlu adanya ketelitian dalam proses produksi agar kadar air teh hijau sesuai dengan standar.
4. Perusahaan dapat menerapkan Response Surface Methodology (RSM) dalam perbaikan kualitas green tea sehingga didapatkan titik setting yang terbaik
(63)
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan
Perusahaan didirikan dengan nama PT. Perkebunan Mitra Kerinci pada tanggal 17 Juli 1990 berdasarkan SK Mentan dan Menkeu tentang persetujuan usaha patungan antara PTP. VIII (sekarang PTP. Nusantara IV) dengan PT. PPEN Rajawali Nusantara Indonesia yaitu BUMN dibawah departemen keuangan. Sejak tanggal 24 Juli 1996 disepakati pengalihan permodalan PT. Mitra Kerinci menjadi 100% milik PT. PPEN Rajawali Nusantara Indonesia dan disahkan dalam RUPSLB tanggal 1 desember 1998.
PT Mitra Kerinci ini adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan teh berikut pengolahan teh pada pabriknya, dengan kapasitas produksi mencapai 20.000 ton pucuk teh basah atau 4.000 ton produk teh jadi per tahun. PT Mitra Kerinci memproduksi teh hitam dengan kapasitas pabrik 25.000 kg pucuk basah per hari dan teh hijau dengan kapasitas pabrik 35.000 kg pucuk basah per harinya. PT. Mitra Kerinci memproduksi 2 jenis teh yaitu:
1. Black Tea (Teh Hitam) 2. Green Tea (Teh Hijau)
2.2. Lokasi Perusahaan
Kegiatan operasional perusahaan terbagi menjadi dua, yaitu kegiatan administrasi yang terletak di kantor pusat Jalan Patimura No. 8 Padang, Sumatra
(64)
Barat dan kegiatan produksi teh yang terletak di Kebun Liki yang lokasinya di Desa Sei Lambai, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan Sumatera Barat.
2.3. Visi dan Misi PT Mitra Kerinci
Sebuah perusahaan sudah pasti memiliki arah dan tujuan yang ingin dicapai sejak awal berdirinya. Arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan diterjemahkan ke dalam visi perusahaan, sedangkan cara untuk mencapai tujuan perusahaan rangkum menjadi misi perusahaan.
PT Mitra Kerinci merupakan salah satu anak perusahaan dari sebuah BUMN besar PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). Perusahaan ini memiliki visi ”Sebagai perusahaan terbaik dalam industri teh, serta siap menghadapi tantangan dan unggul dalam kompetisi lokal maupun global dengan bertumpu pada kemampuan sendiri dan mau memenuhi harapan Stakeholder”. Sedangkan misi PT Mitra Kerinci adalah ”Menjadi badan usaha yang professional di bidang industri teh yang mandiri, produktif, berdaya saing tinggi dan menguntungkan (provit motive)”.
Perusahaan tersebut memiliki tujuan untuk turut serta melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dan menunjang program pemerintah dalam bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya serta membangun sektor industri teh pada khususnya.Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan menjalankan usaha di bidang industri teh secara profesional agar dapat menunjang kelangsungan hidup perusahaan, peningkatan kesejahteraan karyawan, dan pengembalian kepada pemegang saham.
(65)
Pada tahun 2007 level eksekutif menyusun strategi PT Mitra Kerinci berfokus pada usaha penekanan harga pokok produksi, efisiensi bahan bakar minyak dengan penggunaan alternatif bahan bakar dari cangkang kelapa sawit, mekanisasi pemetikan serta investasi pembangkit tenaga listrik tenaga hydro. Sedangkan pada tahun 2008 dengan level eksekutif yang berbeda, strategi PT Mitra Kerinci fokus pada penekanan harga pokok produksi, peningkatan kualitas (grade) teh, penerapan program lay off karyawan yaitu penggantian karyawan tetap menjadi karyawan kontrak serta alternatif bahan bakar hasil forestry utuk strategi jangka menengah
2.4. Daerah Pemasaran
PT. Mitra Kerinci memiliki daerah pemasaran yang meliputi wilayah dalam negeri dan sebagian diekspor ke luar negeri seperti Taiwan, Moroko, Malaysia Singapura, dan sebagian ke daerah Eropa.
2.5. Struktur Orgnisasi Perusahaan
Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi.
(66)
Struktur Organisasi pada PT. Mitra Kerinci adalah struktur organisasi fungsional. Gambar struktur organisasi PT. Mitra Kerinci dapat dilihat pada Gambar 2.1. DIREKTUR KEPALA PRODUKSI KEPALA TATA USAHA KEPALA TANAMAN ASISTEN TANAMAN KARYAWAN KANTOR MANDOR ASISTEN PENGOLAHAN TATA USAHA UMUM MANDOR SITE MANAGER KERANI PRODUKSI KERANI TANAMAN ASISTEN QUALITY CONTROL
KEPALA TEKNIK Kepala QUALITY
CONTROL MANDOR SENIOR TEKNIK ASISTEN MANAGER TEKNIK KARYAWAN LAB
Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Mitra Kerinci
2.5.1. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab
Tugas dan tanggung jawab masing-masing pimpinan yang tercantum dalam struktur perusahaan adalah sebagai berikut ini:
(67)
1. Direktur
a. Merencanakan strategi perusahaan dan melaksanakannya untuk mencapai tujuan perusahaan.
b. Menciptakan suasana yang baik dalam perusahaan sehingga para karyawan dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik.
c. Memimpin, mendidik, mengarahkan, dan mengawasi pelaksanaan rencana yang telah ditetapan.
d. Memberikan kekuasan kepada para manager dan kepala bagian yang ditunjuk.
e. Bertanggung jawab penuh atas kondisi dan kemajuan perusahaan. 2. Manager
a. Menandatangani dan mengecek dokumen formulir dan laporan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
b. Mengelola seluruh produksi yang dikirim dari kebun sesuai dengan kapasitas optimal pabrik dan menghasilkan produk yang berkualitas sesuai dengan standart yang telah ditetapkan (nasional maupun internasional) c. Menyusun program kerja di kebun dan pabrik
d. Memberikan bimbingan /pelatihan kepada anak buah guna mencapai tingkat batas minimum kemampuan yang diperlukan bagi teamnya dan mendisiplinkan anak buahnya sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku di perusahaan.
3. Kepala Tanaman
(68)
b. Menetapkan jadwal pangkas pada tanaman teh.
c. Mempelajari dan berusaha meningkatkan kualitas tanaman teh agar lebih sehat.
4. Kepala Teknik
a. Melakukan replacement study terhadap fasilitas dibagian produksi.
b. Memberikan laporan tentang batas waktu dan pergantian ataupun perbaikan fasilitas produksi.
5. Kepala TU
a. Membuat draft rancangan kerja pabrik
b. Melakukan pembayaran kewajiban perusahaan terhadap pekerjaan dan mitra kerja
c. Mengendalikan cash flow unit pabrik
d. Menyiapkan pengajuan permintaan barang ke kantor pusat sesuai permintaan unit pabrik
e. Melaksanakan pengadaan barang orderan pembelian lokasi unit pabrik f. Menyiapkan laporan manajemen
6. Kepala Quality Control
a. Membuat draft rencana kerja bagian quality control
b. Melakukan rencana dan pembelajaran dalam peningkatan kualitas teh 7. Kepala pengolahan
a. Menandatangani bon permintaan barang setelah dibuat oleh asisten pengoahan
(69)
c. Mengawasi dan koordinasi dengan bagian terkait prihal pekerjaan penerimaan, pengiraban dan penurunan pucuk segar
8. Asisten Tanaman
a. Memberikan tugas terhadap Mandor dan divisi kebun b. Mengendalikan kegiatan operasional kebun
c. Mengontrol pelaksanaan setiap kegiatan pada tanaman kebun 9. Asisten Manager Teknik
a. Melakukan tindakan perbaikan dan pergantian terhadap fasilitas produksi sesuai dengan hasil replacement study.
b. Bertanggung jawab kepada kepala produksi atas kelayakan fasilitas produksi
10. TU Umum
a. Membantu KTU dalam membuat laporan administrasi dan laporan manajemen
b. Membantu KTU membuat laporan bulanan
c. Membuat laporan pembayaran kewajiban perusahaan terhadap pekerja d. Menentukan jadwal pembayaran yang akan dilakukan perusahaan terhadap
pekerja
11. Asisten Quality Control
a. Memberikan pembagian tugas kepada karyawan lab
b. Mengumpulkan semua data pengujian kualitas dari karyawan lab c. Membantu kepala quality control dalam membuat laporan bulanan
(70)
12. Asisten pengolahan
a. Membuat bon permintaan barang dan menerima barang sesuai dengan permintaan
b. Memeriksa dan menyetujui buku absen pekerja dan jurnal mandor
c. Memeriksa dan menandatangani buku PB-20, AU 26-C, LM-62 dan membubuhkan paraf LM-RNI
d. Membuat buku asisten
e. Mengawasi pekerjaan penerimaan, pengiraban dan penurunan pucuk segar 13. Mandor Tanaman
a. Melaporkan kondisi tanaman kepada asisten tanaman.
b. Mengawasi pekerjaan kerani tanaman dalam hal pemberian pupuk, pangkas dan kesehatan tanaman.
14. Mandor Teknik
a. Mengoptimalkan kerja mesin dan peralatan.
b. Mengontrol dan melaksanakan perawatan mesin sesuai dengan perawatan mesin yang telah ditetapkan.
15. Karyawan Kantor
a. Membantu KTU dalam membuat laporan keuangan pabrik mulai dari produksi, laboratorium dan kantor
b. Membantu KTU dalam melakukan administrasi 16. Mandor Pengolahan
(1)
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB HALAMAN
6.3. Analisis Model Orde Kedua ... VI-3 6.4. Analisis Penentuan Titik Optimum Faktor ... VI-4
VII
KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1
7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(2)
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN 1.1. Persentase Output Masing-Masing Kualitas Green Tea ... I-3 2.1. Jumlah Tenaga Kerja PT. Mitra Kerinci ... II-10 2.2. Material Balance ... II-19 2.3. Karakteristik Kualitas Green Tea ... II-20 3.1. Faktor dan Level dalam Desain Eksperimen ... III-7 3.2. Perhitungan Pergerakan Steepest Descent ... III-8 3.3. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua ... III-12 3.4. Penelitian Terdahulu ... III-15 5.1. Simbol Faktor ... V-1 5.2. Titik Setting Faktor ... V-2 5.3. Range Faktor... V-2 5.4. Hasil Ekspertimen Orde Pertama ... V-3 5.5. Perhitungan Metode Steepest Descent ... V-9 5.6. Perhitungan Pergerakan Level Pada Metode Steepest Descent .. V-11 5.7. Nilai Faktor Setelah Stepest Descent ... V-12 5.8. Nilai α untuk Masing-Masing Faktor ... V-15 5.9. Data Hasil Eksperimen Orde Kedua ... V-16 5.10. Titik Setting Optimum ... V-24
(3)
DAFTAR TABEL (LANJUTAN)
TABEL HALAMAN 6.1. Perhitungan Pergerakan Level Pada Metode Steepest Descent .. VI-2 6.2 Nilai Faktor Setelah Stepest Descent ... VI-3 6.3. Nilai α untuk Masing-Masing Faktor ... VI-3
(4)
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
2.1. Struktur Organisasi PT. Mitra Kerinci ... II-4 3.1. Central Composite Design ... III-10 4.1. Kerangka Konseptual ... IV-3 4.2. Flowchart Pengolahan Response Surface Methodology ... IV-7 5.1. Desain 2k ... V-3 5.2. Central Composite Design ... V-13
(5)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN HALAMAN
1 Tabel F ... L-1 2 Form Tugas Akhir ... L-2 3 Surat Penjajakan ... L-3 4 Surat Balasan Pabrik ... L-4 5 Surat Keputusan Tentang Tugas Sarjana Mahasiswa ... L-5 6 Berita Acara Laporan Tugas Sarjana ... L-6
(6)
ABSTRAK
PT. XYZ merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi green tea. Green tea tersebut terbagi dalam kualitas eksport (kualitas strenght) dan kualitas dalam negeri (kualitas dry, smoky, sour, overfire, dan fruity). PT. XYZ mengalami masalah yaitu banyaknya produk akhir yang tidak sesuai dengan kualitas yang diinginkan perusahaan yaitu produk eksport. Hal ini dapat dilihat dari kualitas dry, smoky, sour, overfire, dan fruity lebih banyak dihasilkan dibandingkan dengan kualitas strength. Faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas adalah karena pengaturan setting mesin pengolahan green tea yang tidak tepat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode untuk mendapatkan setting mesin yang optimal agar kualitas strength lebih banyak dihasilkan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi kondisi optimal yang diinginkan adalah dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Berdasarkan hasil perhitungan orde pertama didapatkan persamaan orde pertama yaitu Y= 939 – 48X1 – 49X2 – 49X3. Setelah itu dilakukan pembuatan model orde kedua dan
menghasilkan model Y = 901 – 94,8X1 + 19,4X2 – 76,7X3 – 80,6X12 – 79,5X22 -
80X32 – 49X1X2 - 48X1X3 – 48X2X3 dimana hasil pengujian yang dilakukan
memberikan kesesuaian untuk melanjutkan ke tahap penentuan titik optimum. Penentuan titik optimum memberikan hasil X1 sebesar 1130C, tekanan (X2)
sebesar 0,5 psi, kecepatan (X3) sebesar 158 rpm.
Kata Kunci: Temperature, tekanan, kecepatan, danResponse Surface Methodology