Analisis Pemecahan Masalah Kesimpulan dan Saran Steepest Descent

4.9. Analisis Pemecahan Masalah

Pada tahap ini akan dianalisis hasil-hasil pengolahan data. Analisis dilakukan berdasarkan hasil yang diperoleh untuk menentukan titik optimal proses.

4.10. Kesimpulan dan Saran

Langkah terakhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan yang berisi hal-hal penting dalam penelitian tersebut. Selain itu, peneliti akan memberikan saran yang bermanfaat bagi perusahaan dan peneliti selanjutnya. Universitas Sumatera Utara BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data Orde Pertama

Pengumpulan data orde pertama adalah pengumpulan data-data yang dilakukan pada tahap identifikasi untuk menunjang penelitian yang dilakukan. Data-data yang dikumpulkan yaitu: faktor yang diteliti, titik setting faktor, range tiap faktor, dan pengumpulan data hasil eksperimen dimana pencatatan dilakukan hanya pada green tea dengan kualitas rendah diluar kualitas strength.

5.1.1. Penentuan Faktor Penelitian

Penentuan faktor penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 buah faktor yakni temperature, tekanan, dan kecepatan.Simbol yang digunakan untuk identifikasi faktor dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Simbol Faktor Simbol Faktor X 1 Temperature X 2 Tekanan X 3 Kecepatan Sumber: Hasil Penelitian

5.1.2. Penetapan Titik Setting Faktor

Penetapan titik setting faktor pada mesin produksi green tea didasarkan pada kondisi yang biasa digunakan pabrik ketika berproduksi.Setting yang ditetapkan ini adalah setting mesin yang disimbolkan dengan angka 0, karena Universitas Sumatera Utara merupakan pusat dari level penelitian.Penetapan titik setting faktor dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2. Titik Setting Faktor Faktor Titik Setting Faktor Temperature 110 C Tekanan 0,4 psi Kecepatan 150 rpm Sumber: PT. Mitra Kerinci

5.1.3. Penetapan Range Faktor

Penetapan range faktor perlu ditetapkan dalam penelitian ini karena penelitian ini menggunakan desain eksperimen 2 k yang menghendaki adanya level rendah dan level tinggi dari faktor yang diteliti. Level tinggi masing-masing faktor akan disimbolkan dengan angka +1, sedangkan level rendah dari masing-masing faktor akan disimbolkan dengan angka -1. Penetapan range dari masing-masing faktor dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Range Faktor Faktor -1 +1 Temperature 105 C 110 C 115 C Tekanan 0,3 psi 0,4 psi 0,5 psi Kecepatan 140 rpm 150 rpm 160 rpm Sumber: Hasil Penelitian

5.1.4. Pengumpulan Data Hasil Eksperimen

Setelah penetapan faktor dan level masing-masing faktor, maka langkah selanjutnya yang dilakukan dilakukan adalah melakukan pengumpulan data untuk kualitas yang masih rendah diluar kualitas strength. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengadakan suatu eksperimen. Perlakuan yang dilakukan Universitas Sumatera Utara ada sebanyak 12 buah perlakuan. Perlakuan tersebut berasal dari 8 perlakuan untuk desain 2 k dan 4 perlakuan pada titik pusat Cochran,W.G dan Cox, G.M, 1962. Hasil eksperimen yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Hasil Ekspertimen Orde Pertama Perlakuan X X 1 X 2 X 3 Y Kg 1 1 -1 -1 -1 778 2 1 1 -1 -1 1165 3 1 -1 1 -1 776 4 1 1 1 -1 1168 5 1 -1 -1 1 1166 6 1 1 -1 1 778 7 1 -1 1 1 1164 8 1 1 1 1 387 9 1 778 10 1 1167 11 1 1165 12 1 776 Sumber: Hasil Penelitian Desain 2 k menyatakan desain memiliki 2 level perlakuan dengan k faktor. Dalam percobaan, faktor yang digunakan ada tiga yaitu temperature X 1 untuk mesin ECP pada sumbu x, tekanan X 2 untuk mesin OTR pada sumbu y, dan kecepatan X 3 untuk mesin Bolteapada sumbu z. Level percobaan ada 2 level, yaitu: level tinggi +1 dan level rendah -1. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.1. Desain 2 k

5.2. Pengolahan Data Orde Petama

5.2.1. Penentuan Koefisien b , b

1 , b 2 , dan b 3 Penentuan koefisien b , b 1 , b 2 , dan b 3 untuk menentukan model orde pertama ditentukan terlebih dahulu dengan pendekatan matriks. Langkah–langkah penentuan koefisien fungsi model orde pertama adalah sebagai berikut: 1. Daftarkan nilai dari prediktor x seperti maktriks dibawah ini. X Y 2. Membuat persamaan normal dengan bentuk ij X’X dan iy X’Y. Bentuk X’ matriks X tranponse 1 -1 -1 -1 1 1 -1 -1 1 -1 1 -1 1 1 1 -1 1 -1 -1 1 1 1 -1 1 1 -1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 778 1165 776 1168 1166 778 1164 387 778 1167 1165 776 0,0,0 Ttik Pusat 1,-1,-1 1,-1, 1 -1,-1, 1 -1,-1, 1 1, 1, 1 -1, 1, 1 -1, 1, -1 1, 1, -1 X2 X1 X3 Universitas Sumatera Utara X’ = Bentuk X’X dan X’Y X’X X’Y Pembuatan matriks transpose berdasarkan prinsip pengubahan bentuk entry matriks dari baris k menjadi kolom k dan sebaliknya dari kolom n menjadi baris n. Prinsip perhitungan perkalian pada matriks adalah perkalian antara baris k dan kolom n. Dengan prinsip baris k matriks X 1 : X 01 X 11 … X k1 Dikalikan dengan kolom n matriks X 2 : X 01 X 02 . X 0n Dimana angka yang dikalikan adalah pasangan antara angka matriks pertama X kn dengan angka matriks kedua X kn . Contoh perhitungan akan diperlihatkan pada bagaimana munculnya angka 8 pada matriks XX yang terletak di kolom 2 baris 2. Perhitungan adalah sebagai berikut: Baris 2 pada matriks X’ sebagai berikut: 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 -1 1 -1 1 -1 1 -1 1 -1 -1 1 1 -1 -1 1 1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 11268 -386 -392 -392 12 0 8 8 8 Universitas Sumatera Utara -1 1 -1 1 -1 1 -1 1 Kolom 2 pada matriks X sebagai berikut: Pemisalan: pengalian antar baris 2 matriks X’ dan kolom 2 matriks X adalah sebagai berikut: -1 x -1 + 1 x 1 + -1 x -1 + 1 x 1 + -1 x -1 + 1 x 1 + -1 x -1 + 1 x 1 + 0 x 0 + 0 x 0 + 0 x 0 + 0 x 0 = 8 Perhitungan lainnya dapat menggunakan cara yang sama. 3. Membuat inverse dari matriks X’X menjadi bentuk X’X -1 Pembuatan inverse dengan menggunakan metode reduksi baris. Perhitungan matriks X’X -1 adalah sebagai berikut ini: X’X I 1 0 Baris 19 1 0 Baris 28 1 0 Baris 38 1 Baris 48 -1 1 -1 1 -1 1 -1 1 12 0 8 8 8 Universitas Sumatera Utara X’X -1 0.0833 0.125 0.125 0.125 4. Menentukan koefisien regresi b n Perhitungan mengalikan matriks X’X -1 dengan matriks X’Y sebagai berikut: X’X -1 X’Y 0.0833 0.125 0.125 0.125 Hasil yang diperoleh dari perkalian yaitu: b o : 939 b 1 : -48 b 2 : -49 b 3 : -49 Prinsip perhitungan perkalian pada matriks adalah perkalian antara baris k dan kolom n, dengan prinsip baris k matriks X 1: X 01 X 11 … X k1 Dikalikan dengan kolom n matriks X 2 X 01 X 02 . X 0n 11268 -386 -392 -392 Universitas Sumatera Utara Contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai b 1 = -48 adalah sebagai berikut: 0 11286 + 0,125 -386 + 0 -392 + 0 -392 = -48,25 = -48 Dari langkah-langkah perhitungan diatas maka telah dapat diperoleh persamaan model orde pertama yaitu: Y= 939 – 48X 1 – 49X 2 – 49X 3

5.2.2. Uji Ketidaksesuaian Model Orde Pertama

Uji ketidaksesuaian terhadap model orde pertama dilakukan sebagai dasar untuk melangkah kearah perhitungan steepest descent.Pengujian untuk melihat ketidaksesuaian model yang digunakan dengan memperhatikan nilai lack of fit.Lack of fit merupakan suatu nilai yang menunjukkan penyimpangan atau ketidaktepatan model.yang digunakan.Bila tidak terdapat lack of fit maka model yang digunakan sudah tepat, sedang bila terdapat lack of fit maka model yang digunakan tidak tepat, Dalam pengujian model pertama dianalisis dengan menggunakan software Minitab.Adapun hasil pengujian adalah sebagai berikut ini. Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3 The regression equation is Y = 939 - 48 X1 - 49 X2 - 49 X3 Analysis of Variance Source DF SS MS F Regression 3 57040 19013 0.22 Residual Error 8 687296 85912 Lack of Fit 5 535971 107194 2.13 Pure Error 3 151325 50442 Total 11 744336 Universitas Sumatera Utara Hipotesis adalah sebagai berikut ini: H = Tidak terdapat Lack of fit terhadap model yang digunakan. H 1 = Terdapat Lack of fit terhadap model yang digunakan. Pengujian: Fhitung Ftabel 0,05, 5, 3 2,13 9,01 maka H diterima dan disimpulkan bahwa tidak terdapat lack of fit yang berarti model orde pertama yang digunakan sudah tepat. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa model orde pertama yang dibangun sesuai dengan percobaan yang dilakukan. Hal ini berarti model yang dibangun relevan untuk digunakan dalam tahap yang selanjutnya yaitu: tahap steepest descent, suatu tahap yang bertujuan mencari setting baru untuk percobaan selanjutnya.

5.3. Steepest Descent

Steepest Descent adalah suatu prosedur pergerakan fungsi pada titik yang diberikan yaitu x yang akan memberikan nilai dari fungsi yang diminimisasi. Cara perhitungan Metode Steepest Descent dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Perhitungan Metode Steepest Descent Keterangan X1 X2 X3 1 Perubahan relatif pada unit desain b b1 b2 b3 2 unit origin 1 unit desain A +1 - A -1 2 B +1 - B -1 2 C +1 - C -1 2 3 perubahan relatif pada unit origin 1 1 2 1 1 2 2 2 1 3 2 3 4 Perubahan per n pada variabel Δ 3 1 3 1 3 2 3 1 3 3 3 1 Keterangan: A + = Nilai level tinggi temperature Universitas Sumatera Utara A -1 = Nilai level rendah temperature B +1 = Nilai level tinggi tekanan B -1 = Nilai level rendah tekanan C +1 = Nilai level tinggi kecepatan C -1 = Nilai level rendah kecepatan Contoh pengerjaan metode Steepest Descent dengan persamaan linier orde pertama Y= 939 – 48X 1 – 49X 2 – 49X 3 adalah sebagai berikut ini: 1. Perubahan relatif pada unit desain b Nilai b didapat berdasarkan perhitungan sebelumnya yaitu b 1 = -48, b 2 =-49, dan b 3 =-49 2. Unit origin 1 unit desain Untuk menghasilkan unit origin untuk X 1 menggunakan rumus A +1 - A -1 2. A +1 meru pakan nilai X 1 dengan level +1, sedangkan A -1 merupakan nilai X 1 dengan level -1 sehingga didapatkan 115-1052 = 102 = 5. Untuk unit origin X 2 dan X 3 juga dilakukan berdasarkan cara tersebut. 3. Perubahan relatif pada unit origin Perubahan relatif pada unit origin untuk X 1 merupakan perkalian antara nilai b 1 dan juga unit origin pada X 1 yaitu: -48 x 5 = -240 4. Perubahan per n pada variabel Δ Perubahan per n pada variabel Δ pada X 1 adalah -240-240 =1 Perubahan per n pada variabel Δ pada X 2 adalah -4,9-240 =0,02 Perubahan per n pada variabel Δ pada X 3 adalah -490-240 =2 Universitas Sumatera Utara Untuk menghitung pergerakan level pada n=1 adalah level n- 1 + Δ, dimana X 1 = 110 + 1 = 111 X 2 = 0,4 + 0,02 = 0,42 ≈ 0,4 X 3 = 150 + 2 = 152 Hasil pengumpulan data Metode Steepest Descent dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Perhitungan Pergerakan Level Pada Metode Steepest Descent Keterangan X 1 X 2 X 3 1 Perubahan relatif pada unit desain b -48 -49 -49 2 unit origin 1 unit desain 5 0.1 10 3 perubahan relatif pada unit origin -240 -4,9 -490 4 Perubahan per n pada variabel Δ 1 0.02 2 Pergerakan Steepest Descent X 1 X 2 X 3 Y Kg Level Awal origin=0 110 0.4 150 Pergerakan Level 0+n; n=1 111 0.42 ≈ 0,4 152 1168 Pergerakan Level 0+n; n=2 112 0.44 ≈ 0,4 154 1164 Pergerakan Level 0+n; n=3 113 0.46 ≈ 0,5 156 778 Pergerakan Level 0+n; n=4 114 0.48 ≈ 0,5 158 774 Pergerakan Level 0+n; n=5 115 0.50 ≈ 0,5 160 776 Pergerakan Level 0+n; n=6 116 0.52 ≈ 0,5 162 388 Pergerakan Level 0+n; n=7 117 0.54 ≈ 0,5 164 778 Pergerakan Level 0+n; n=8 118 0.56 ≈ 0,6 166 1167 Sumber: Hasil Penelitian Setelah mendapatkan nilai level dari pergerakan steepest descent maka dilakukan penetapan setting mesin sesuai dengan nilai tersebut. Dari hasil pengumpulan data yang telah dikumpulkan maka dapat ditentukan titik origin untuk penelitian selanjutnya yang bertujuan untuk membuat untuk membuat model orde kedua. Untuk n = 1, percobaan dilakukan pada temperature X 1 111 C, tekanan X 2 Universitas Sumatera Utara 0,4psi, serta kecepatan X 3 152 rpm, dimana hasil percobaan memberikan hasil sebanyak 1168 Kg green tea. Demikian seterusnya untuk percobaan berikutnya. Penentuan titik origin adalah berdasarkan kepada pergerakan level yang memberikan jumlah green tea yang paling minimum yaitu n = 6, dimana X 1 = 116 C; X 2 = 0,52 psi ≈ 0,5 psi; X 3 = 162 rpm dengan hasil 388 Kg green tea.

5.4. Penentuan Model Orde Kedua