25
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari petani dan pedagang pengumpul
melalui pengamatan, wawancara, dan kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, dan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat
Satatistika BPS Sumatera Utara dan Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun serta instansi terkait lainnya.
3.4 Metode Analisis Data
Untuk identifikasi masalah pertama digunakan metode analisis deskriptif yaitu dengan menganalisis saluran pemasaran sawi putih mulai dari produsen sampai
konsumen akhir, yaitu melalui survey langsung di lapangan.
Untuk identifikasi masalah kedua juga menggunakan metode analisis deskriptif dengan menganalisis fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang
terlibat dalam saluran tataniaga sawi putih. Untuk identifikasi masalah ketiga dapat dilakukan dengan menggunakan model
perhitungan sebagai berikut: a.
Menghitung Margin Tataniaga Sudiyono, 2004
Mji = Psi-Pbi atau Mji = bti + i
Keterangan : Mji = Margin pada lembaga tataniaga tingkat ke
–i RpKg Psi = Harga jual pada pemasaran tingkat ke
–i RpKg
Universitas Sumatera Utara
26
Pbi = Harga beli pada pemasaran tingkat ke –i RpKg
bti = Biaya pemasaran tingkat ke –i RpKg
i = Keuntungan tataniaga tingkat ke – i RpKg
b. Menghitung share margin setiap lembaga tataniaga Gultom, 1996
Sm =
X 100
Keterangan : Sm = Persentase Margin Share margin dihitung dalam persen
Pp = Harga yang diterima produsen dan pedagang Rp Pk = Harga yang harus dibayar oleh konsumen akhir Rp
c. Menghitung nisbah margin keuntungan adalah sebagai berikut:
Keterangan : I
= Keuntungan Lembaga Pemasaran RpKg Bti
= Biaya Pemasaran RpKg Menurut Thamizhselvan dan Murugan 2012, untuk menghitung efisiensi
tataniaga sawi putih pada masalah ke-4 dapat dianalisis dengan menggunakan empat metode. Maksud digunakannya empat metode ini adalah melihat efisiensi
tataniaga secara menyeluruh jika dilihat dari komponen yang berbeda. Baik dilihat dari segi harga produsen maupun harga konsumen. Empat metode tersebut, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
27
1. Metode Shepherd
ME =
- 1
Keterangan : ME
= Efisiensi Tataniaga V
= Harga Konsumen Rpkg I
= Biaya Tataniaga Rpkg Nilai ME yang tinggi menunjukkan tingkat efisiensi tataniaga yang tinggi dan
sebaliknya, sehingga semakin besar harga yang dibayarkan oleh konsumen maka saluran tataniaga tersebut semakin efisien.
2. Metode Acharya dan Aggarwal
ME =
Keterangan : ME
= Efisiensi Tataniaga FP
= Harga Produsen Rpkg MC
= Biaya Tataniaga Rpkg MM
= Margin Tataniaga Rpkg Nilai ME yang tinggi menunjukkan efisiensi tataniaga yang tinggi dan sebaliknya.
Di dalam metode ini efisiensi tataniaga dilihat dari perbandingan harga yang diterima produsen dengan biaya tataniaga ditambah margin keuntungan. Sehingga
Universitas Sumatera Utara
28
jika harga yang diterima produsen besar maka semakin efisien saluran tataniaga tersebut.
3. Composite Index Method
Pada metode ini digunakan tiga indikator yaitu share produsen, biaya tataniaga, dan marjin keuntungan. Ketiga indikator untuk setiap saluran tataniaga tersebut
akan diberi skor. Misal untuk share produsen, semakin besar share produsen maka semakin baik suatu saluran tataniaga. Karena terdapat empat saluran
tataniaga maka skor mulai 1,2,3,4 sehingga saluran dengan share produsen tertinggi diberi skor 1 dan saluran seterusnya dengan skor 2, 3, dan 4. Total nilai
composite index method diperoleh dengan menjumlahkan nilai skor di setiap saluran kemudian dibagikan jumlah indikator yang digunakan. Indeks efisiensi
tataniaga yang rendah menunjukkan saluran yang lebih efisien. Adapun rumusnya sebagai berikut:
MEI = Keterangan :
MEI = Indeks efisiensi tataniaga
Rj = Total skor indikator setiap saluran
Nj = Jumlah indikator
4. Marketing Efficiency Index Method
Pada metode ini efisiensi tataniaga dihitung dengan rumus :
ME = 1
Universitas Sumatera Utara
29
Efisiensi tataniaga yang tinggi ditunjukkan oleh nilai ME yang tinggi dan sebaliknya. Pada metode ini efisiensi tataniaga terjadi jika biaya tataniaga yang
dikeluarkan lebih kecil dari marjin keuntungan lembaga tataniaga. Menurut Soekartawi 2002, efisiensi tataniaga juga dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut: Ep =
x 100
Dimana: Jika nilai Ep semakin kecil, maka semakin tinggi pula tingkat efisiensi saluran tataniaga.
Maka pasar yang tidak efisien akan terjadi kalau: 1.
Biaya tataniaga semakin besar, dan 2.
Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena itu efisiensi tataniaga akan terjadi kalau:
1. Biaya tataniaga dapat ditekan sehingga keuntungan tataniaga dapat lebih
tinggi. 2.
Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi.
Universitas Sumatera Utara
30
3.5 Definisi dan Batasan Operasional