Komponen Pembentuk Sabun Sabun

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta f. Triklosan Triklosan berupa serbuk putih kristal halus, memiliki titik leleh pada suhu 57 C dan terlindung dari cahaya. Triklosan praktis tidak larut dalam air; larut dalam alkohol, dalam aseton, dan metil alkohol; sedikit larut dalam minyak. Triklosan adalah antiseptik bisfenol klorinasi, efektif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif tetapi memiliki aktivitas rendah terhadap Pseudomonas spp serta aktif juga terhadap jamur. Triklosan biasa digunakan sebagai antimikroba atau pengawet dalam produk sabun, krim dan larutan dalam konsentrasi sampai 2 Sweetman, 2009. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan 2008, triklosan digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik dengan konsentrasi maksimal 0,3. Sabun batang sangat efektif dalam menghilangkan microbial flora yang diketahui menyebabkan infeksi kulit, jerawat, dan bau tak sedap selama proses mencuci atau mandi. Penambahan antimikroba pada sabun batang memberi manfaat untuk penggunaan jangka panjang, terutama antara mencuci dan mandi. Karena masalah keamanan dari berbagai antimikroba yang digunakan dalam sabun batangan, jumlah agen antimikroba yang digunakan mengalami penurunan sejak tahun 1970an. Trichlorocarbanilide TCC, trikloro difenil hidroksietil triclosan, dan para-chloro m-xylenol PCMX yang umum digunakan dalam sabun batangan saat ini. TCC sebagian besar efektif terhadap bakteri gram positif sedangkan triclosan dan PCMX telah terbukti efektif terhadap kedua bakteri gram positif dan gram negatif Barel et al., 2009. g. Kokamidopropil betain Alkil betain adalah turunan N-trialkil asam amino [R 1 R 2 R 3 ]N + CH 2 COOH, yang diklasifikasikan sebagai kationik karena menunjukkan muatan positif permanen. Karena betain juga memiliki kelompok fungsional bermuatan negatif dalam kondisi pH netral dan basa, maka disebut sebagai surfaktan amfoterik. Muatan positif dari betain berasal dari nitrogen kuartener sedangkan situs anioniknya berasal dari karboksilat betaine, sulfat sulfobetaine atau sultaine, atau fosfat phospho betaine atau phostaine Paye et al., 2006. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Betain adalah surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah dan pengemulsi yang baik, khususnya dengan keberadaan surfaktan anionik. Betain memiliki efek iritasi yang rendah pada mata dan kulit, bahkan dengan adanya betain dapat menurunkan efek iritasi surfaktan anionik. Hal ini terbukti dari penelitian Teglia dan Secchi 1994, cocamidopropril betaine dapat menurunkan iritasi dengan efek yang mirip dengan wheat protein ketika ditambahkan ke dalam larutan sodium lauryl sulfate. Baik wheat protein maupun cocamidopropyl betaine dapat melindungi kulit dari iritasi Barel et al., 2009. h. Parfum fragrance Fragrance merupakan bahan aditif yang penting pada produk cleansing yang dapat memengaruhi penerimaan konsumen. Penggunaan fragrance umumnya untuk menutupi karakteristik bau dari asam lemak atau fase minyak. Fragrance yang digunakan tidak boleh menyebabkan perubahan stabilitas atau perubahan produk akhir. Jumlah fragrance yang digunakan pada sabun batangan biasanya berkisar dari 0,3 kulit sensitif sampai 1,7 untuk sabun deodorant Barel et al., 2009.

2.4.5 Syarat Mutu Sabun Mandi Menurut SNI

Spesifikasi persyaratan mutu yang harus dipenuhi pada produk sabun mandi menurut SNI 06-3532-1994 disajikan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Syarat Mutu Sabun Mandi Standar Nasional Indonesia, 1994 No. Uraian Satuan Tipe 1 Tipe 2 Superfat 1. Kadar Air Maks. 15 Maks. 15 Maks. 15 2. Jumlah Asam Lemak 10 64-70 70 3. Alkali bebas dihitung sebagai NaOH Maks. 0,1 Maks. 0,1 Maks. 0,1 4. Asam lemak bebas dan atau lemak netral 2,5 2,5 2,5 – 7,5 5. Minyak Mineral - Negatif Negatif Negatif UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5 Natrium Lauril Sulfat

Natrium lauril sulfat NLS adalah campuran dari natrium alkil sulfat, natrium dodesil sulfat, C 12 H 25 SO 4 - Na + , sangat larut dalam air pada suhu kamar dan digunakan dalam farmasi sebagai pembersih kulit sebelum operasi, yang memiliki sifat bakteriostatik terhadap bakteri Gram-positif bakteri dan juga dugunakan pada shampoo. NLS juga merupakan komponen dari emulsifying wax Attwood et al., 2012. Natrium Lauril Sulfat termasuk kedalam golongan surfaktan anionik. Natrium Lauril Sulfat NLS memiliki panjang rantai karbon 12 dan merupakan salah satu surfaktan yang paling umum. Surfaktan ini kurang ditoleransi oleh kulit. Ketika panjang rantai meningkat, yakni di kisaran C14- C18, penetrasi surfaktan melalui stratum korneum menurun seiring dengan potensi iritasi dan kapasitas busa yang menurun. Rantai dengan jumlah karbon yang lebih rendah dari 12 ditoleransi lebih baik oleh kulit daripada SLS tetapi menunjukkan bau yang lebih menonjol. Kombinasi dengan surfaktan lain dapat meningkatkan kompatibilitas NLS terhadap kulit sekaligus menghasilkan busa yang lebih baik. Lauril sulfat tersedia dalam bentuk berbagai garam: SLS, amonium lauril sulfat ALS, magnesium lauril sulfat [Mg LS 2], dan trietanolamin lauril sulfat teals. Toleransi lauril sulfat terhadap kulit berturut-turut sebagai berikut: Mg LS 2 teals NLS ALS Paye et al., 2006.

2.6 Bentonit

Tanah yang digunakan dalam formulasi sabun untuk menyucikan najis mughalladzah pada penelitian ini adalah bentonit. Menurut Husnain 2010, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat butiran mineral-mineral padat dan dari bahan-bahan organik yang melapuk Anggraeni, 2014. Berdasarkan zahir hadis, hukum menyamak dengan tanah pada tempat yang terkena najis mughalladzah, Nabi Muhammad SAW tidak memperincikan bentuk dan keadaan tanah yang boleh digunakan untuk menyucikan najis mughalladzah. Ini seolah-olah menunjukkan semua jenis tanah yang ada di atas muka bumi ini boleh digunakan untuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyamak. Imam Al-Sharbini menyebutkan semua jenis tanah sekalipun debu pasir Mughni al- Muhtaj, Juzu’ 1, Hlm 137. Tanah yang dicampur dengan benda asing tidaklah menjadi halangan selama ia tidak mengubah keaslian tanah dan suci. Sedangkan dari aspek tanah yang digunakan, Rasulullah SAW tidak pernah menyatakan lapisan tanah yang ke berapa perlu digunakan, karena pada asasnya tanah atau pasir adalah suci Fatwa Malaysia, 2006. Bentonit adalah koloid aluminium silikat terhidrasi terutama terdiri dari montmorilonite Al 2 O 3 .4SiO 2 .H 2 O, mungkin juga mengandung kalsium, magnesium dan besi. Bentonit berupa kristal, mineral seperti clay, tidak berbau, kuning pucat hingga krem keabu-abuan, berbentuk bubuk halus yang bebas dari gift. Terdiri dari partikel sekitar 1-2 mm. Dalam bidang farmasi, bentonit biasanya digunakan untuk memformulasi suspensi, gel dan sol. Selain itu juga digunakan untuk mensuspensikan serbuk dalam sediaan cair dan mempersiapkan basis krim yang mengandung agen pengemusi minyak dalam air Rowe et al., 2009. Bentonit merupakan jenis tanah liat dengan proporsi mineral montmorillonit mineral tanah liat yang tinggi, yang dihasilkan dari dekomposisi abu vulkanik. Dengan plastisitas tinggi, bentonit sangat menyerap air dan memiliki susut tinggi dan swelling charateristics Asad et al., 2013.

2.7 Sifat Fisika Kimia Sabun

Secara umum, sifat fisik dalam sabun terdiri dari kekerasan, stabilitas busa, bilangan titer, mudah dibilas Girgis, 1998, tegangan permukaan, tegangan antar muka dan stabilitas emulsi Bird, 1998. Sedangkan sifat kimia pada sabun umumnya berupa pH, kadar air, jumlah asam lemak total, alkali bebas, asam lemak bebas dan minyak mineral Girgis, 1998 dalam Anggraeni, 2014. a. Kekerasan Kekerasan menggambarkan ketahanan terhadap kerusakan mekanis. Bila sabun terlalu lunak, maka akan sukar untuk ditekan pada proses UIN Syarif Hidayatullah Jakarta finishing Barel et al., 2009. Kekerasan sabun dipengaruhi oleh asam lemak jenuh yang digunakan pada pembuatan sabun. Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, tetapi memiliki titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. Asam lemak jenuh biasanya berbentuk padat pada suhu ruang, sehingga akan menghasilkan sabun yang lebih keras Gusviputri et al., 2013. b. pH Sabun pada umumnya mempunyai pH sekitar 10 Mitsui, 1997. Sabun yang baik memiliki pH yang tidak jauh dari pH normal kulit yaitu 5,5-6,5 sampai pH netral 7. Wasitaatmadja 1997 menjelaskan bahwa pH merupakan parameter yang sangat penting dalam suatu produk kosmetik karena pH dari kosmetik yang dipakai mempengaruhi daya absorbsi kulit. Kosmetik dengan pH yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat meningkatkan daya absorbsi kulit sehingga kulit menjadi teriritasi Ayu et al., 2010. c. Busa Busa adalah suatu dispersi koloid dimana gas terdispersi dalam fase kontinyu yang berupa cairan Schramn, 2005. Busa merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan mutu sabun mandi. Pada peng- gunaannya, busa berperan dalam proses pembersihan dan melimpahkan wangi sabun pada kulit. Adanya senyawa tidak jenuh asam lemak tidak jenuh dalam campuran minyak, tidak akan menstabilkan busa Gromophone, 1983 dalam Hernani et al., 2010. d. Kadar Air Menurut Spitz 1996, banyaknya air yang ditambahkan pada sabun akan berpengaruh terhadap kelarutan sabun. Semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah menyusut pada saat digunakan Hernani et al., 2010. Prinsip dari pengujian kadar air dalam sabun adalah pengukuran kekurangan berat setelah pengeringan pada suhu 105 C SNI, 1994. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta e. Jumlah Asam Lemak Jumlah asam lemak adalah keseluruhan asam lemak baik asam lemak yang terikat dengan natrium maupun asam lemak bebas ditambah lemak netral trigliserida netral lemak yang tidak tersabunkan. Untuk sabun yang mengandung banyak zat organik seperti silikat dan titandioksida dipergunakan cara ekstraksi dengan dietil eter atau petroleum eter SNI, 1994. f. Asam Lemak Bebas atau Alkali Bebas Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam contoh sabun, tetapi yang tidak terikat sebagai senyawa natrium maupun senyawa trigliserida lemak netral. Adanya asam lemak bebas dapat diperiksa apabila pada pengujian alkali bebas ternyata tidak terjadi warna merah dari indikator phenolphtalein setelah pendidihan dalam alkohol netral. Asam lemak bebas yang melarut dalam alkohol netral selanjutnya dititrasi dengan KOH alkoholis SNI, 1994. g. Minyak Mineral Minyak mineral tidak mungkin dapat disabunkan seperti halnya asam lemak bebas dan lemak netral, sehingga meskipun sudah disabunkan dengan KOH berlebihan akan tetap sebagai minyak dan pada penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai adanya kekeruhan SNI, 1994.