Najis dan Cara Menghilangkannya Thaharah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Surfaktan merupakan molekul yang terdiri dari gugus liofilik solvent- loving dan gugus liofob solvent-fearing. Jika pelarut dimana surfaktan tersebut akan digunakan adalah air atau aqueous solution, maka masing-masing istilah hidrofilik dan hidrofobik digunakan. Dalam istilah sederhana, surfaktan mengandung setidaknya satu kelompok non-polar dan satu kelompok polar atau ion, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1 Farn, 2006. Gambar 2.1 Struktur surfaktan secara sederhana Farn, 2006

2.3.2 Klasifikasi Surfaktan

Berdasarkan gugus hidrofilik, surfaktan dibagi menjadi empat macam: 1. Surfaktan anionik, yaitu bagian aktif permukaan dari molekul bermuatan negatif, seperti R-COONa + sabun, RC 6 H 4 SO 3 - Na + alkilbenzena sulfonat Rosen, 1978. Dalam larutan air, surfaktan anionik membentuk ion bermuatan negatif pada pH netral sampai basa. Gugus terionisasi dapat menjadi karboksilat, sulfat, sulfonat, atau fosfat. Di antara surfaktan yang paling sering digunakan dalam produk perawatan kulit, yaitu alkyl sulfates and alkyl ethoxylated sulfates dengan daya busa yang tinggi. Surfaktan anionik umumnya digunakan kombinasi dengan surfaktan lain nonionik atau amphoterics sehingga dapat memperbaiki dalam toleransi kulit, dalam kualitas busa atau dalam viskositas produk Paye et al.,2006. 2. Surfaktan kationik, yaitu bagian aktif permukaan dari molekul bermuatan positif, seperti RNH 3 + Cl - garam dari amin rantai panjang, RNCH 3 3 + Cl - ammmonium klorida kuartener Rosen, 1978. Surfaktan kationik juga terdapat pada produk perawatan diri sebagai pengemulsi dalam beberapa kosmetik dan sebagai agen bakterisida Paye et al., 2006. Surfaktan kationik kompatibel dengan surfaktan nonionik dan zwiterionik. Bagian aktif permukaan memiliki muatan positif, sehingga adsorbsi sangat kuat ke permukaan paling solid sekalipun yang biasanya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bermuatan negatif, dan dapat memberi karakteristik khusus untuk substrat. Namun, kebanyakan jenis surfaktan ini tidak kompatibel dengan surfaktan anionik kecuali amina oksida. Umumnya lebih mahal daripada surfaktan anionik atau nonionik dan menunjukkan daya detergensi yang rendah serta daya suspensi yang rendah untuk karbon Rosen, 2012. 3. Surfaktan amfoterik Zwiterrion, yaitu bagian aktif permukaan dari molekul bermuatan positif dan negatif, seperti RN + H 2 CH 2 COO - asam amino rantai panjang, RN + CH 3 2 CH 2 CH 2 SO 3 - sulfobetain Rosen, 1978. Penggunaan surfaktan amfoter secara terminologi masih lebih mengikat, dimana muatan molekul harus berubah dengan pH, menunjukkan bentuk zwitterionic pada pH menengah yaitu, sekitar titik isoelektrik. Dengan demikian, sifat surfaktan ini dipengaruhi oleh pH, yaitu sekitar titik isoelektrik menunjukkan bentuk zwiterionik, menunjukkan kelarutan terendah; pada kondisi basa bentuk anionik lebih dominan, memberikan busa dan detergensi; sedangkan dalam kondisi asam, bentuk kationik lebih dominan, memberikan substantivitas surfaktan. Surfaktan amfoterik umumnya digunakan sebagai tensioactives sekunder untuk efek stabilisasi busa, kapasitas penebalan dan mengurangi iritasi kulit pada alkil sulfat dan sulfat alkil etoksi Paye et al., 2006. Surfaktan amfoterik kompatibel dengan semua jenis surfaktan lain, kurang mengiritasi kulit dan mata dibandingkan jenis lainnya dan dapat teradsorbsi ke permukaan negatif atau positif tanpa membentuk film yang hidrofobik. Surfaktan amfoterik sering tidak larut dalam sebagian besar pelarut organik, termasuk etanol Rosen, 2012. 4. Surfaktan nonionik, yaitu bagian aktif permukaan tidak bermuatan ion, seperti RCOOCH 2 CHOHCH 2 OH monogliserida dari asam lemak rantai panjang, RC 6 H 4 OC 2 H 4 x OH polioksietilen alkilfenol Rosen, 1978. Surfaktan nonionik tidak terdisosiasi menjadi ion dalam media berair. Umumnya memberikan daya busa yang rendah hingga sedang. Surfaktan nonionik memiliki kompatibilitas yang baik terhadap kulit dan mata serta potensi anti-iritasi ketika dikombinasikan dengan surfaktan anionik dalam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta rasio konsentrasi yang tepat. Oleh karena itu banyak produk untuk kulit sensitif, bayi, atau wajah menggunakan surfaktan nonionik sebagai surfaktan utama Paye et al., 2006. Surfaktan nonionik kompatibel dengan semua jenis surfaktan lain. Umumnya tersedia sebagai 100 bahan aktif bebas dari elektrolit. Dapat dibuat tahan untuk air keras, kation logam polivalen, elektrolit pada konsentrasi tinggi; larut dalam air dan pelarut organik, termasuk hidrokarbon. POE nonionik umumnya zat pendispersi yang baik untuk karbon Rosen, 2012. Gambar 2.2 Kelompok gugus hidrofil dari surfaktan Farn, 2006

2.4 Sabun

2.4.1 Pengertian Sabun

Sabun adalah garam dari logam alkali, biasanya natrium atau kalium dari asam lemak rantai panjang. Ketika asam lemak disaponifikasi oleh logam natrium atau logam kalium maka akan terbentuk garam yang disebut sabun dengan gliserol sebagai produk sampingan Barel et al., 2009. Sabun merupakan tipe surfaktan yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan tegangan antarmuka serta memiliki sifat penyabunan, dispersibilitas, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta emulsifikasi dan pembersih Mitsui, 1997. Menurut Standar Nasional Indonesia 1994, sabun mandi adalah senyawa natrium dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa dengan atau penambahan zat lain serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Menurut Cavith 2001, molekul sabun terdiri dari rantai karbon, hidrogen dan oksigen yang disusun dalam bagian kepala dan ekor. Bagian kepala merupakan gugus hidrofilik rantai karboksil yang berfungsi untuk mengikat air, sedangkan bagian ekor merupakan gugus hidrofobik rantai hidrokarbon yang berfungsi untuk mengikat kotoran dan minyak Purnamawati, 2006. Gambar 2.3 Pembentukan lapisan tipis diatas permukaan air Purnamawati, 2006 Komposisi asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaannya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam lemak tak jenuh akan menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara Maripa dkk, 2015.

2.4.2 Metode Pembuatan Sabun

Secara umum, metode pembuatan sabun terbagi menjadi dua, yaitu: a. Reaksi penyabunan saponifikasi, yaitu reaksi antara minyak atau lemak dengan alkali menghasilkan gliserol dan asam lemak sabun Parasuram, 1995.