UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kecenderungan lebih aman terhadap efek iritasi kulit, dimana bila surfaktan yang digunakan pada konsentrasi lebih dari 4 dapat menimbulkan iritasi pada kulit
Williams dan Schmitt, 2002 dalam Hardian, 2014 serta dari segi ekonomis dapat mengurangi biaya produksi, maka NLS 4 dipilih sebagai konsentrasi terbaik
dalam memberikan tinggi dan stabilitas busa sabun padat bentonit.
4.4 Evaluasi Mutu Sabun Mandi Menurut Standar Nasional Indonesia
SNI Tabel 4.4 Hasil Pengujian Mutu Sabun Mandi Menurut SNI
No Karakteristik
Satuan Hasil
Pengujian Persyaratan
1 Kadar Air
24,82 Maks. 15
2 Jumlah Asam
Lemak 0,23
70 3
Alkali Bebas dihitung sebagai
NaOH 0,00
Maks 0,1
4 Minyak Mineral
-
Negatif Negatif
4.4.1 Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terdapat di dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Pengukuran kadar air perlu untuk dilakukan karena akan berpengaruh terhadap kualitas sabun Hambali dkk, 2004. Menurut Spitz 1996,
banyaknya air yang ditambahkan pada sabun akan berpengaruh terhadap kelarutan sabun. Semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka sabun akan
semakin mudah menyusut pada saat digunakan Hernani et al., 2010. Kadar air juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dari sabun padat. Semakin tinggi
kadar air sabun maka tingkat kekerasan sabun akan semakin lunak, sebaliknya semakin rendah kadar air sabun maka tingkat kekerasan sabun akan semakin keras
Hardian dkk, 2014. Berdasarkan pengujian yang dilakukan diketahui bahwa kadar air sabun
padat bentonit yang diperoleh sebesar 24,82. Kadar air sabun yang dihasilkan tersebut melebihi persyaratan kadar air sabun mandi menurut SNI yaitu maksimal
15. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya air yang ditambahkan saat proses pembuatan sabun dan hasil samping proses penyabunan Karo, 2011. Villela dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suranyi 1996 menyatakan bahwa asam lemak RCOOH yang bereaksi dengan NaOH akan membentuk sabun RCOONa dan air H
2
O Widiyanti, 2009.
4.4.2 Jumlah Asam Lemak
Asam lemak merupakan komponen utama penyusun minyak atau lemak. Pengukuran jumlah asam lemak dilakukan untuk mengetahui jumlah asam lemak
yang terdapat dalam sabun dengan cara memutus ikatan antara asam lemak dengan natrium pada sabun menggunakan asam kuat Widiyanti, 2009. Jenis
asam lemak yang digunakan menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan. Jumlah asam lemak pada sabun menunjukkan total jumlah asam lemak yang
tersabunkan dan asam lemak bebas yang terkandung pada sabun. Asam lemak yang terkandung dalam sabun dapat berasal dari asam stearat dan minyak nabati
yang digunakan sebagai bahan baku. Menurut SNI 1994, jumlah asam lemak yang baik dalam sabun mandi adalah minimal 70. Artinya bahan-bahan yang
ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam sabun sebaiknya kurang dari 30. Hal ini dimaksudkan untuk mengefisienkan proses pembersihan kotoran berupa
minyak atau lemak pada saat sabun digunakan Karo, 2011.
Menurut William dan Schmitt 2002, dalam suatu formulasi, asam lemak berperan sebagai pengatur konsistensi. Asam lemak diperoleh secara alami
melalui saponifikasi trigliserida. Ditambahkan pula oleh Spitz 1996, bahwa asam lemak memiliki kemampuan terbatas untuk larut dalam air. Hal ini akan
membuat sabun menjadi lebih tahan lama pada kondisi setelah digunakan Hambali dkk, 2004, sehingga jika jumlah asam lemak sabun rendah maka sabun
akan cepat habis ketika digunakan Karo, 2011.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan diketahui jumlah asam lemak sabun padat bentonit diperoleh sebesar 0,23. Jumlah asam lemak yang
dihasilkan tersebut sangat rendah sehingga tidak memenuhi persyaratan menurut SNI yaitu minimal 70. Hal ini dapat disebabkan karena dalam formulasi sabun
padat bentonit ditambahkan beberapa bahan tambahan seperti bentonit, gliserin, NLS, betain dan bahan lainnya dengan jumlah yang tinggi sehingga sabun padat
bentonit memiliki lebih sedikit stok sabun dibandingkan dengan sabun mandi