multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya sehingga dapat diperkirakan besarnya nilai koefisien variabel ini.
7.2.2 Variabel yang Tidak Berpengaruh Nyata Terhadap Produktivitas 7.2.2.1 Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian diperoleh bahwa pada taraf nyata 20 persen variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya tingkat
produktivitas kerja buruh pengolahan di PTPN VIII Kebun Rancabali. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya t
hitung
dari variabel ini sebesar 1.04 yang berarti lebih kecil dari nilai t
tabel
sebesar 1.282. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa buruh pengolahan laki-laki mempunyai tingkat produktivitas yang lebih
besar dibandingkan dengan buruh pengolahan perempuan. Umumnya, buruh pengolahan laki-laki mempunyai tenaga yang lebih besar dalam bekerja
dibandingkan dengan buruh perempuan. Akan tetapi, buruh perempuan bisa mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi pula dalam bekerja. Hal ini
disebabkan karena di dalam setiap bagian proses pengolahan teh, setiap pekerjaan selalu menggunakan mesin ataupun alat bantu untuk memudahkan dalam bekerja
sehingga tingkat produktivitas kerja buruh pengolahan perempuan pun akan sama dengan buruh pengolahan laki-laki.
Peubah bebas variabel jenis kelamin mempunyai koefisien regresi sebesar 1.653. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kondisi yang sama, tingkat
produktivitas kerja buruh pengolahan laki-laki lebih besar sebesar 1.653 kgHKE dibandingkan dengan buruh pengolahan perempuan.
7.2.2.2 Tingkat Pendidikan
Hasil pengolahan data penelitian menunjukkan bahwa pada taraf nyata 20 persen, variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat
produktivitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t
hitung
dari variabel ini sebesar |-1.19| yang berarti lebih kecil daripada t
tabel
sebesar 1.282, sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan
semakin tinggi pula tingkat produktivitas kerja buruh pengolahan. Pihak perkebunan telah menetapkan bahwa syarat menjadi buruh pengolahan minimal
tamatan SD, sehingga banyak buruh pengolahan hanya lulusan SD dan SMP, hal ini disebabkan karena pekerjaan sebagai buruh pengolahan adalah pekerjaan kasar
yang lebih memerlukan tenaga daripada ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh buruh tersebut, sehingga tingkat pendidikan tidak dipermasalahkan oleh pihak
manajemen perkebunan. Besarnya koefisien variabel tingkat pendidikan formal yang diperoleh dari
hasil analisis regresi adalah –0.6809. Angka ini menunjukkan bahwa jika pendidikan formal bertambah 1 tahun ceteris paribus, maka tingkat produktivitas
kerja akan menurun sebesar 0.6809 kgHKE.
7.2.2.3 Alokasi Waktu Kerja
Hasil analisis regresi diperoleh koefisien regresi sebesar 0.4088. Hal ini berarti apabila terjadi penambahan satu jam kerja dalam sehari akan
meningkatkan jumlah produksi kering sebanyak 0.4088 kgHKE. Berdasarkan hasil pengolahan data, variabel alokasi waktu kerja tidak berpengaruh nyata
terhadap tingkat produktivitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t
hitung
yang diperoleh
dari variabel ini sebesar 0.75 yang berarti lebih kecil dari nilai t
tabel
yang diperoleh dari persamaan ini sebesar 1.282, pada taraf nyata 20 persen. Hal ini tidak sesuai
dengan hipotesis awal bahwa semakin banyak alokasi waktu yang digunakan untuk bekerja, maka akan semakin besar pula tingkat produktivitas kerjanya.
Semakin lama alokasi waktu kerja yang digunakan, belum tentu produktivitasnya pun akan semakin besar. Hal ini dapat saja disebabkan produksi yang dihasilkan
oleh salah satu bagian dalam proses pengolahan tidak berjalan dengan baik, sehingga diperlukan waktu yang lebih lama untuk mengolahnya kembali sesuai
dengan standar mutu yang telah ditentukan oleh pihak perkebunan. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh rusaknya salah satu mesin pengolahan sehingga
diperlukan waktu yang lebih lama dalam pengolahan teh karena tidak berfungsinya salah satu mesin pengolahan.
7.2.2.4 Jumlah Pendapatan diluar Penghasilan Buruh Pengolahan
Selain pendapatan yang diperoleh dari penghasilan sebagai buruh pengolahan, pendapatan total keluarga juga dapat berasal dari usaha lain seperti
bertani, berdagang, serta dari usaha rumah tangga lainnya yang dilakukan oleh anggota keluarga yang lain. Jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha diluar
penghasilan buruh pengolahan yang dilakukan responden diduga mempengaruhi produktivitas kerja buruh pengolahan.
Hasil pengolahan data penelitian menunjukkan bahwa pada taraf nyata 20 persen, jumlah pendapatan diluar penghasilan sebagai buruh pengolahan tidak
berpengaruh nyata terhadap tingkat produktivitas kerja. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t
hitung
dari variabel ini sebesar |-0.27| yang berarti lebih kecil daripada nilai
t
tabel
pada persamaan ini sebesar 1.282. Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis awal tidak sesuai dimana semakin besar jumlah
pendapatan diluar penghasilan sebagai buruh pengolahan akan menyebabkan menurunnya tingkat produktivitas kerja. Hal ini disebabkan karena jumlah
pendapatan diluar tersebut biasanya dihasilkan oleh anggota keluarga lainnya baik itu istri, ibu, ataupun bapak, sehingga tidak akan mengganggu produktivitas kerja
responden yang memang bekerja hanya sebagai buruh pengolahan. Selain itu, hasil pendapatan diluar buruh pengolahan pun tidak terlalu besar sehingga buruh
pengolahan pun harus tetap bekerja dengan giat agar mendapatkan penadapatan yang lebih besar lagi.
Hasil regresi menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi dari variabel jumlah pendapatan diluar penghasilan sebagai buruh pengolahan ini bernilai -
0.362. Karena satuan yang digunakan dalam variabel ini adalah Rp 00.000tahun, maka peningkatan pendapatan diluar penghasilan buruh pengolahan yang
dilakukan responden sebesar Rp 100.000tahun akan menyebabkan tingkat produktivitas menurun sebesar 0.362 kgHKE.
7.2.2.5 Jumlah Pengeluaran Keluarga
Hasil regresi menunjukkan nilai koefisien variabel jumlah pengeluaran keluarga yaitu sebesar -0.087. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dalam
jumlah pengeluaran rata-rata keluarga sebesar Rp 100.000 per tahun akan menurunkan produktivitas sebesar 0.087 kgHKE. Berdasarkan hasil pengolahan
data penelitian diperoleh bahwa pada tingkat kepercayaan 80 persen variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat produktivitas kerja. Selain itu,
ditunjukkan oleh nilai t
hitung
yang diperoleh dari persamaan ini untuk variabel tersebut adalah sebesar |-0.08| jauh lebih kecil daripada t
tabel
sebesar 1.282 pada taraf nyata 20 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yaitu semakin
banyak jumlah pengeluaran rata-rata keluarga setiap bulannya akan meningkatkan produktivitas kerja buruh pengolahan. Semakin banyak jumlah pengeluaran
keluarga setiap bulannya, akan dapat membuat produktivitas buruh pengolahan menjadi menurun. Hal ini disebabkan karena buruh pengolahan akan mencoba
mencari pendapatan lain diluar penghasilan sebagai buruh pengolahan. Walaupun buruh pengolahan mencari pendapatan sampingan setelah bekerja sebagai buruh
pengolahan, tetap saja hal tersebut dapat membuat produktivitas kerjanya menurun karena buruh pengolahan tidak bisa berkonsentrasi lagi dalam bekerja
karena disebabkan kelelahan dalam bekerja dan kurangnya istirahat yang seharusnya dilakukan.
7.2.2.6 Cuti Tahunan
Variabel cuti tahunan mempunyai nilai koefisien sebesar –0,2013 yang artinya apabila penambahan cuti tahunan yang diperoleh buruh pengolahan akan
dapat menurunkan tingkat produktivitas kerja sebesar 0,2013 kgHKE. Pada taraf nyata 20 persen nilai cuti tahunan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat
produktivitas kerja, selanjutnya dapat dilihat pada nilai t
hitung
yang diperoleh adalah sebesar |-0.52| yang berarti jauh lebih kecil daripada nilai t
tabel
dalam persamaan ini sebesar 1.282. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal, dimana
semakin banyak buruh pengolahan mengambil cuti tahunan sampai saat ini akan dapat menurunnya tingkat produktivitas kerja buruh pengolahan. Setiap buruh
pengolahan akan mendapat jatah cuti tahunan sebanyak 12 hari, dan buruh pengolahan pun bebas untuk mengambil jatah cutinya setiap saat diperlukan. Cuti
tahunan tidak membawa pengaruh dapat menurunkan tingkat produktivitas karena cuti tahunan merupakan hal yang sudah diberikan oleh pihak perkebunan kepada
karyawannya.
7.2.2.7 Hubungan Sesama Buruh Pengolahan
Dari hasil pengolahan data pada tingkat kepercayaan 80 persen, hubungan sesama buruh tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya tingkat produktivitas
kerja, hal ini dapat dilihat dari nilai t
hitung
yang diperoleh dari persamaan ini adalah |-0.62| yang berarti lebih kecil dari nilai t
tabel
sebesar 1.282. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana semakin menyenagkan hubungan dengan sesama
buruh pengolahan akan dapat meningkatkan produktivitas kerja buruh pengolahan. Hubungan sesama buruh pengolahan dianggap sebagai hubungan
yang biasa saja seperti hubungan teman lainnya sehingga buruh pengolahan pun tidak merasa dengan baiknya hubungan sesama buruh pengolahan akan dapat
meningkatkan produktivitas kerja, karena selain itu dalam bekerja pun kadang- kadang terjadi konflik antara sesama buruh.
Dari hasil analisis regresi, diketahui bahwa nilai koefisien variabel hubungan dengan sesama buruh pengolahan adalah –0.3948. Hal ini menunjukkan
bahwa buruh pengolahan yang menganggap hubungan dengan sesama buruh pengolahan menyenangkan akan menurunkan tingkat produktivitas kerja sebesar
0.3948 kgHKE.
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat