Berdasarkan waktu petikan, terdapat tiga jenis petikan yang dilakukan di Perkebunan Rancabali yaitu petikan jendangan, petikan gendesan dan petikan
produksi . Pemetikan jendangan disebut juga tipping adalah pemetikan yang
dilakukan pada tahap awal setelah perdu dipangkas, yang tujuannya adalah untuk membentuk bidang petik yang lebar dan rata dengan ketebalan lapisan daun yang
cukup agar tanaman mempunyai potensi produksi daun yang tinggi. Pemetikan dilaksanakan dua sampai tiga bulan setelah tanaman dipangkas.
Pemetikan gendesan adalah pemetikan yang dilakukan pada kebun yang akan dipangkas produksi. Semua pucuk yang memenuhi syarat untuk diolah pada
pemetikan ini akan dipetik tanpa memperhatikan daun yang ditinggalkan. Tujuan pemetikan ini adalah untuk memanfaatkan tunas-tunas dan daun-daun muda yang
ada pada perdu, yang apabila tidak terpetik maka akan terbuang dengan adanya pemangkasan. Pemetikan produksi atau juga disebut pemetikan biasa adalah
pemetikan yang dilaksanakan setelah pemetikan jendangan selesai dilakukan, yang dilakukan terus secara rutin.
5.6 Kegiatan Pengolahan Teh Hitam
Pada pokoknya kegiatan pengolahan teh hitam orthodoks terdiri dari kegiatan penerimaan bahan baku pucuk, pembeberan, pelayuan, penyalinan turun
layu, penggilingan, oksidasi enzymatis, pengeringan, sortasi dan pengepakan. a. Penerimaan Bahan Baku Pucuk
Bahan baku pucuk pertama kali diterima oleh petugas penimbangan. Bahan baku pucuk biasanya berasal dari kebun Rancabali maupun kebun seinduk.
Petugas penimbangan melakukan penimbangan pada jembatan timbang.
Pucuk yang diterima harus sesuai dengan berat hasil penimbangan, kemudian diserahkan ke unit pembeberan.
b. Pembeberan Bahan baku pucuk yang sudah ditimbang, kemudian diangkut dengan
Monorail untuk dimeberkan di Withering Trough, kemudian diangin-
anginkan. Pembeberan dilakukan dengan maksud untuk memeriksa kadar air pucuk segar.
c. Pelayuan Setelah pembeberan akan diteruskan dengan proses pelayuan. Proses pelayuan
bertujuan untuk menguapkan sebagian air yang ada pada daun teh dan tangkainya sehingga daun menjadi lemas dan mudah digulung. Selama proses
pelayuan, pucuk teh mengalami perubahan kimia dan perubahan fisika. Perubahan kimia selama pelayuan dimulai dengan resporasi daun teh yang
menghasilkan protein serta peningkatan enzim dan protein mengalami penurunan diimbangi dengan kenaikan kandungan asam amino seperti lisin,
leussin dan valin. Perubahan fisika yang terjadi selama proses pelayuan adalah terjadinya penurunan kadar air dari 72-80 menjadi 50 yang
mengakibatkan daun menjadi lentur. Bila dalam Thermometer Dry Wet terdapat selisih suhu udara kering dan
basah dibawah 2 º C atau 4 º F maka akan diberikan udara panas dengan menggunakan heater sehingga selisih udara kering dan basah diatas 2 °C atau
4 °F. Apabila cuaca cerah maka pemakaian udara panas hanya digunakan beberapa saat untuk menghemat bahan bakar. Pelayuan dilakukan selama 12 –
24 jam atau sesuai kebutuhan.
d. Penyalinan Turun Layu Penyalinan diperiksa secara indrawi dilihat dan diraba oleh mandor turun
layu. Apabila daun dapat membentuk sebuah bola pada saat dikepel-kepel, maka berarti pelayuan telah cukup. Indikator lainnya adalah tidak patahnya
tangkai pucuk bila dibengkokkan atau adanya bekas jari pada daun saat ditekan. Untuk memeriksa kecukupan layuan dilakukan pengujian kadar air
pucuk layu dan kerataan layuan oleh petugas uji mutu. Apabila hasil pelayuan tidak sesuai dengan standar, maka untuk hasil pucuk layu yang kadar airnya
dibawah standar kurang layu dilakukan perpanjangan pelayuan dan mengatur kembali urutan turun layu, untuk hasil layu yang kadar airnya diatas
standar lewat layu dilakukan pengaturan tanda urutan turun layu menjadi urutan paling awal. Pucuk layu yang akan digiling pada proses penggilingan
ditimbang dan dicatat. e. Penggilingan
Penggilingan adalah perlakuan fisik terhadap pucuk layu untuk memberikan efek fisis maupun kimia terhadap pucuk tersebut. Pada dasarnya, penggilingan
merupakan upaya menggulung, meremas dan memotong pucuk layu menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Tujuan penggilingan adalah meremas cairan
sel daun agar terjadi reaksi fermentasi serta mengupayakan bentuk dan ukuran-ukuran tertentu dari daun sesuai keinginan konsumen.
Dalam penggilingan, hal yang perlu diperhatikan adalah waktu penggilingan. Waktu penggilingan yang digunakan di pabrik pengolahan adalah 30-40
menit. Selama penggilingan daun mengalami kerusakan pada sel-selnya, sehingga substrat akan bercampur dengan enzim dan akan terjadi reaksi
oksidasi pada saat berhubungan dengan udara. Dengan demikian, sebetulnya pada tahap penggilingan ini proses fermentasi sudah terjadi. Pada saat
penggilingan, aroma telah terbentuk. Oleh karena itu, suhu dan waktu penggilingan harus diperhatikan agar aroma tidak hilang. Suhu pada saat
penggilingan yang digunakan adalah 19-24 °C dengan kelembaban 96-98 . f. Oksidasi Enzymatis Fermentasi
Fermentasi adalah proses reaksi kimia yang melibatkan enzim. Tujuan fermentasi adalah membentuk teaflavin dan tearubugin dengan perbandingan
tertentu. Selama fermentasi, daun mengalami perubahan yaitu perubahan warna daun menjadi coklat akibat oksidasi polifenol membentuk teaflavin
yang berwarna kuning dan tearubugin yang berwarna coklat tua. Bubuk hasil penggilingan difermentasikan dengan menghamparkannya di
meja fermentasi. Tebal hamparan tiap jenis bubuk diatur sama, yaitu sekitar 2,5-7 cm. Suhu di ruang fermentasi sama dengan suhu di ruang penggilingan
yaitu sekitar 19-24 °C dengan kelembaban 90-98 . Waktu fermentasi dihitung sejak pucuk layu masuk Open Top Roller OTR
sampai bubuk siap untuk dikeringkan. Dengan demikian lama penghamparan bubuk pada meja fermentasi berbeda-beda sesuai dengan waktu yang
ditentukan oleh masing-masing jenis bubuk pada tahap penggilingan. Dari hasi penelitian dan pengalaman, untuk mendapatkan mutu teh hitam yang
diharapkan, pabrik menetapkan waktu fermentasi sebagai berikut : Bubuk I 105 menit, Bubuk II 110 menit, Bubuk III 120 menit, dan Bubuk IV
Badag 125 menit. g. Pengeringan
Pengeringan teh bertujuan untuk menghentikan proses fermentasi dan menguapkan air sampai kadar ± 3 . Faktor-faktor yang harus diperhatikan
dalam proses pengeringan adalah: kadar air basah, suhu udara masuk dan udara keluar, waktu pengeringan dan ketebalan daun teh diatas trays.
Pengeringan dilakukan dengan mengatur pengisian baki bubuk teh ke roda trollys
secara teratur sesuai dengan bubuk yang akan dimasukkan ke masing- masing mesin pengering yang telah dipanaskan.
Mandor pengeringan memeriksa bubuk teh yang keluar dari mesin pengering setiap seri secara indrawi dilihat, diraba, dan dicium untuk mengetahui
kematangan bubuk, jika belum matang maka bubuk teh ditahan di mesin pengering sampai menjadi matang. Bubuk teh yang keluar dari mesin
pengering diambil contohnya setiap dua jam sekali untuk diserahkan kepada petugas uji mutu untuk dilakukan pengujian kadar air dan pengujian Inner –
Outer. h. Sortasi
Sortasi adalah proses pemisahan partikel teh berdasarkan ukuran, berat jenis dan kandungan tulang atau serat, sehingga diperoleh partikel teh yang seragam
sesuai dengan standar yang ditentukan. Selain itu juga untuk memisahkan teh kering dari kotoran, debu dan ranting-ranting yang terbawa. Bila ada bubuk
hasil pengeringan yang kurang matang baleuy diinformasikan ke unit kerja pengeringan untuk dilakukan pengeringan ulang. Pemeriksaan teh jadi hasil
sortasi dilakukan oleh Sinder Pabrik atau Mandor Basah Kering dan Mandor Sortasi yang dilakukan secara visual dengan menggunakan melamin putih dan
hitam. Pada prinsipnya, pengelompokkan jenis bubuk teh kering didasarkan pada keseragaman berat jenis, ukuran dan elektrostatis.
i. Pengepakan Pengepakan bertujuan untuk mempermudah dalam pengangkatan serta
melindungi teh agar tidak mengalami perubahan yang dapat menurunkan kualitas teh. Pengepakan pabrik pengolahan dilakukan dengan menggunakan
paper sack , yang bagian dalamnya dilapisi oleh kertas alumunium foil, dengan
tujuan untuk melindungi teh dari uap air dan sinar ultraviolet.
Tabel 8. Jenis-Jenis Teh berdasarkan Mutu di PTPN VIII Kebun Rancabali No
Jenis Mutu
1 2
3 4
5 6
7 Broken Orange Pecco I
Broken Orange Pecco Broken Orange Pecco Fanning
Pecco Fanning Dust
Broken Pecco Broken Tea
I
8 9
10 11
12 13
14 15
16 17
Pecco Fanning II Dust II
Broken Pecco II Broken Tea II
Broken Pecco II AMG Broken Pecco II S
Broken Tea II AMG Broken Tea S
Dust III Dust IV
II
18 Fluff III
j. Pemasaran Hasil produksi teh Perkebunan Rancabali sebagian besar adalah untuk tujuan
ekspor, sekitar 80 dan hanya sebagian kecil saja sekitar 20 untuk pasar domestik. Hal ini tidak terlepas darai Tri Dharma Perkebunan yang
diantaranya adalah menghasilkan devisa untuk negara. Saluran pemasaran
yang dilakukan oleh Perkebunan Rancabali adaalah melalui Kantor Pemasaran Bersama KPB, dengan sistem penentuan harga jual berdasarkan pelelangan
atau auction sale. Pelelangan dilakukan stiap minggu paada hari rabu di Jakarta. Sebelum dilakukan pelelangan, perkebunan mengirimkan sample ke
kantor direksi. Sampel ini diambil pada saat pengepakan, sebanyak 31 buah untuk satu chop 40 sack. Dari 31 sampel, 29 buah dikirim ke KPB, 1 sampel
untuk bagian Teknologi direksi dan 1 buah dijadikan arsip perkebunan. Selain melalui sistem pelelangan, Perkebunan Rancabali juga melakukan
sistem penjualan dalam bentuk Long Term Contract LTC daan Free Sale. Dalam prakteknya Perkebunan Rancabali lebih banyak memakai sistem
pelelangan, karena dengan sistem ini lebih menguntungkan karena harga teh di pasaran berfluktuatif. Sedangkan untuk sistem kontrak dilakukan apabila
harga teh daalam kondisi kurang menguntungkan, dengan sistem ini diharapkan adanya kepastian pembeli di saat harga sedang jatuh.
Tabel 9. Perbandingan Setiap Bagian Pengolahan dengan Kapasitas Kerja Pabrik No
Bagian Kapasitas
Konversi Kapasitas terhadap Rata-Rata
Kering 1.
Pemeberan 900 Kg kering HKE
8,19 2.
Pelayuan 1100 Kg kering HKE
10 3.
Penyalinan 1050 Kg kering HKE
9,54 4.
Penggilingan 500 Kg kering HKE
4,54 5.
Pengeringan 1600 Kg kering HKE
14,54 6.
Sortasi 400 Kg kering HKE
3,64 7.
Pengepakan 1000 Kg kering HKE
9,09
Rata-Rata 110 Kg kering HKE
Sumber: RKAP Bagian Pengolahan PTPN VIII Kebun Rancabali, 2005
Untuk mengukur tingkat produktivitas kerja khusus buruh olah adalah
dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari setiap badian dalam
pengolahan. Setiap hasil produksi yang dihasilkan oleh setiap buruh olah selalu dibandingkan dengan kapasitas kerja pabrik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 9. Berdasarkan jumlah produksi teh kering setiap bulan selama tahun 2005 ini seperti terdapat pada Lampiran 2, nilai produksi yang dihasilkan oleh
PTPN VIII Kebun Rancabali setiap bulannya berfluktuasi. Hal ini disebabkan karena jumlah pucuk teh basah yang diterima oleh bagian pengolahan tidak sama
setiap harinya .
VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN
Karakteristik umum responden yang terdapat di PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Rancabali terdiri dari faktor jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,
masa kerja, status kerja, alokasi waktu kerja, sistem bekerja, jumlah tanggungan keluarga, jumlah pendapatan pokok buruh pengolahan, jumlah pendapatan selain
sebagai buruh pengolahan, jumlah pengeluaran rata-rata, tunjangan, bonus akhir tahun, cuti tahunan, persepsi kepuasan kompensasi yang diterima, persepsi
hubungan dengan mandor, persepsi hubungan sesama buruh pengolahan dan tingkat produktivitas kerja buruh pengolahan. Penjelasan dari masing-masing
faktor tersebut yaitu sebagai berikut:
6.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Produktivitas Kerja