Latar Belakang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alokasi Produk dan Marketed Surplus Padi di Kabupaten Karawang

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan memegang peranan penting dalam kehidupan umat manusia. Tanpa pangan, manusia sulit untuk bertahan hidup. Tanpa pangan tidak akan ada kehidupan. Karena pentingnya peran pangan dalam kehidupan, maka pangan juga memerankan peranan penting dalam perekonomian. Hal itu terlihat dari kontribusi Pendapatan Domestik Bruto PDB di mana tanaman pangan memberikan kontribusi terbesar, khususnya di Indonesia, yakni sebesar 6,8 persen dari keseluruhan PDB sektor pertanian BPS 2009. Komoditas tanaman pangan tediri dari dua bagian besar, yaitu: padi-padian cereals dan umbi-umbian tubers padi, jagung, sorgum, kedelai, kacang hijau, dan gandum termasuk ke dalam cereals sedangkan ubi kayu dan ubi jalar termasuk ke dalam tubers. Ada beberapa sumber pangan penting di dunia, antara lain : beras atau padi, gandum, jagung, dan kentang. Padi, gandum, dan jagung merupakan komoditas pangan yang mengandung karbohidrat yang cukup tinggi dibandingkan tanaman pangan lain. Beras atau padi adalah salah satu sumber bahan pangan terpenting. Kandungan karbohidrat beras adalah yang tertinggi di atas kandungan karbohidrat tanaman pangan lain. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 gram Nutrisi Satuan Beras Gandum Sorgum Jagung Karbohidrat Gram 78,9 74,1 73,0 72,4 Protein Gram 6,8 11,8 11,0 10,0 Lemak Gram 6,8 1,2 73,0 10,0 Kalori Gram 360,0 - 332,0 361,0 Vitamin B1 Mg - - 0,4 2,3 Serat - - 0,4 - 2,3 Air - - 12 - 13,5 Sumber: Ditjen Tanaman Pangan, Direktorat Budidaya Serealia 2009 Di Indonesia, beras adalah bahan pangan utama. Sebagian besar masyarakat Indonesia mengonsumsi padi-padian untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Dapat dilihat dari Tabel 2 bahwa masyarakat Indonesia mengonsumsi lebih banyak beras daripada bahan pangan lain selain beras. Tabel 2. Data Konsumsi Pangan Per Kapita Indonesia Komoditas pangan Konsumsi per kapita kgorangtahun Padi 139 Gandum 17,1 Jagung 70 Kedelai 40 Sumber: Badan Pusat Statistik 2010 diolah Pemenuhan beras atau padi sebagai bahan pangan pokok saat ini mayoritas masih dipenuhi dari produksi dalam negeri. Namun, produksi padi masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat. Perbandingan produksi dan konsumsi beras nasional Indonesia ditunjukkan pada Tabel 3 sebagai berikut. Tabel 3. Produksi, Konsumsi dan Impor Beras Nasional Tahun 1961-2010 Tahun Jumlah Penduduk jiwa Produksi juta ton Konsumsi juta ton Impor juta ton 1971 119.208.229 13,72 14,21 0,52 1980 147.490.298 22,29 21,50 0,54 1990 179.378.946 29,04 30,12 0,19 2000 206.264.595 32,96 35,88 1,50 2001 - 32,96 36,38 3,50 2002 - 33,41 36,50 2,75 2003 - 35,02 36,00 0,65 2004 - 34,83 35,85 0,50 2005 - 34,96 35,74 0,54 2006 - 35,30 35,90 2,00 2007 - 37,00 36,35 0,35 2008 - 38,31 37,10 0,25 2009 - 36,37 38,00 1,15 2010 237.556.363 38,00 38,55 0,95 Sumber : USDA 2011 1 dan BPS 2011 Tabel 3 menunjukkan produksi beras dari tahun 1961 sampai tahun 2010. Selama kurun waktu 39 tahun tersebut, terjadi peningkatan produksi beras sebesar 292,45 persen, atau sekitar 7,01 persen per tahunnya. Walaupun laju produksi beras lebih besar dari laju konsumsi, meningkatnya laju produksi beras belum mampu menutup konsumsi yang tumbuh sebesar 262,58 persen. Masih rendahnya produksi beras disebabkan oleh berbagai macam hal antara lain rendahnya produktivitas, dan konversi lahan sawah yang semakin tinggi. Untuk mencukupi konsumsi domestik ini pemerintah melakukan impor beras. Impor beras yang 1 [ USDA] www.indexmundi.com [ Diakses 30 April 2011] dilakukan untuk menutupi selisih produksi dan konsumsi berdampak kepada meningkatnya stok dan penurunan harga beras. Penyediaan beras menjadi hal penting yang harus diperhatikan, hal ini disebabkan produksi bersifat musiman sedangkan konsumsi bersifat kontinyu. Meskipun sebagian dari produksi beras di Indonesia berlangsung sepanjang tahun, produksi bulanan yang berbeda beda dan penyimpanan diperlukan untuk menjamin suplai untuk konsumsi sehari-hari. Di Indonesia saat ini, masih terjadi lag penyediaan beras. Hal itu disebabkan produksi padi masih bergantung pada musim sedangkan konsumsi beras berlangsung secara kontinyu. Gambar 1. Pola Panen Padi di Indonesia Tahun 2008-2010 Sumber: Data Startegis BPS, 2010 [diolah] Seperti yang terlihat pada Gambar 1, bahwa produksi beras di Indonesia masih fluktuatif bergantung pada musim. Beras tersedia melimpah pada Bulan Februari-Maret sedangkan beras pada Bulan Nopember-Desember jauh menurun. Pada bulan Maret supply beras lebih tinggi dibandingkan musim panen lainnya, yakni pada bulan Agustus. Hal itu disebabkan ada beberapa lokasi di Indonesia yang hanya bisa melakukan panen sebanyak satu kali. Dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, hal yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa jumlah produksi dari petani tidak semuanya dijual ke pasar Suryanarayana, 1995 dalam Nusril dan Sukiyono, 2007. Jumlah beras yang beredar di masyarakat bergantung pada besarnya marketed surplus petani atau jumlah kelebihan hasil panen yang dijual petani. Petani masih mengeluarkan hasil produksinya untuk kebutuhan pangan keluarga, upah-upah tenaga kerja yang berbentuk natura padiberas atau dikeluarkan untuk sewa lahan. Makin besar marketed surplus, makin besar pula beras atau padi yang beredar di pasar. Dikarenakan adanya gap produksi dan konsumsi, maka pemerintah sejak tahun 1969 menerapkan kebijakan jangka pendek maupun jangka panjang yang dimulai pada Pembangunan Lima Tahun Pelita 1 hingga Pelita 5. Program yang diterapkan yaitu Bimbingan Massal Bimas dan Intensifikasi Massal Inmas yang bertujuan untuk meningkatkan hasil pertanian terutama padi dan perbaikan sarana penunjangnya, yaitu sarana irigasi dan transportasi. Selain itu juga diterapkan program untuk menaikkan posisi tawar petani dengan kebijakan harga dasar pembelian gabah petani HPP, agar saat panen harga padi petani tidak jatuh dan juga subsidi pupuk agar usahatani padi petani semakin efisien. Kemudian dilanjutkan dengan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional P2BN pada tahun 2007 yang masih berlangsung sampai sekarang yang berbasis penggunaan padi hibrida untuk meningkatkan produksi. Dengan adanya kebijakan-kebijakan tersebut, dengan luas lahan yang semakin berkurang produksi padi nasional tetap relatif meningkat. Dengan naiknya paroduksi, maka secara teoritis pendapatan petani juga akan naik seperti yang tersaji pada Tabel 3. Padi di Indonesia tidak hanya dihasilkan oleh padi sawah saja. Secara umum, jenis lahan sawah di Indonesia terbagi dua, yaitu lahan basah dan kering. Sampai tahun 2009, luas lahan kering atau padi ladang di Indonesia mencapai 1 juta hektar, sedangkan luas panen sawah mencapai 12 juta hektar BPS 2010. Untuk produksi, Jawa Timur dan Jawa Barat adalah dua propinsi terbesar penghasil padi ladang. Jawa Barat memiliki lahan padi ladang seluas 121.000 hektar, sedangkan Jawa Timur mempunyai daerah pengembangan padi ladang seluas 500.000 hektar. Namun, saat ini produktivitas rata-rata padi ladang masih lebih rendah daripada padi sawah, yaitu 2,9 ton per hektar, sedangkan padi mencapai 3,5 ton per hektar BPS 2009. Petani tanaman pangan padi di Indonesia adalah petani kecil dengan kepemilikan lahan sangat sempit yaitu rata-rata 0,6 ha Firmansyah,1999 dalam Nusril dan Sukiyono, 2007. Perbedaan jenis lahan bisa berdampak pada pola tanam dan teknologi budidaya padi. Hal itu berimplikasi pada perbedan hasil produksi padi yang dihasilkan. Perbedaan jenis lahan bisa mengakibatkan perbedaan karakteristik perilaku petani itu sendiri. Dengan adanya perbedaan- perbedaan tersebut, maka ada perlakuan yang bebeda-beda pula dari para petani terhadap produksi padinya sehingga akan memberikan pengaruh terhadap supply beras ke masyarakat. Sebagai kebutuhan pokok, padi pada dasarnya adalah komoditi subsisten. Petani sebagai produsen juga bisa berperan sebagai konsumen. Dengan rata-rata kepemilikan 0,6 ha maka sebagian besar petani di Indonesia mengusahakan padi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, jika ada kelebihan, jumlah itu lah yang dipasarkan oleh petani sebagai supply beras ke masyarakat marketed surplus. Wilayah-wilayah Indonesia yang menghasilkan beras tinggi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Lampung, Banten, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pulau Jawa merupakan daerah yang berasnya sebagian besar untuk wilayah Barat Indonesia yang mencakup Pulau Sumatra, Kalimantan, Bali, dan Pulau Jawa itu sendiri. Nusa Tenggara dan Sulawesi merupakan daerah pemasok Indonesia bagian tengah dan timur yang mencakup Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua. Jawa Barat merupakan sentra padi di Indonesia. Produksi padi Jawa Barat adalah yang tertinggi dibandingkan dengan propinsi lainnya. Sehingga, Jawa Barat adalah pemasok utama untuk wilayah barat Indonesia Sumatera, Jawa, Kalimantan. Tabel 4. Data Produksi 5 Sentra Padi Indonesia Tahun 2009 Propinsi Produksi ton Jawa Barat 11.322.681 Jawa Tengah 9.600.415 Jawa Timur 11.259.085 Sulawesi Selatan 4.324.178 Nusa Tenggara Barat 1.870.775 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010 [diolah] Kabupaten Karawang merupakan salah satu sentra penting padi di Propinsi Jawa Barat. Karawang berperan sebagai daerah surplus padi bagi daerah perkotaan yang mengalami defisit pangan di Jawa bagian barat. Tabel. 5 Surplus Padi Kabupaten Karawang Tahun 2005-2009 Tahun Jumlah Penduduk Kebutuhan Beras Ton Produksi ton Surplus Beras ton 2005 1.971.463 266.147 689.693 423.546 2006 2.009.647 271.302 699.510 428.208 2007 2.055.469 277.488 714.195 436.707 2008 2.094.408 282.745 727.968 445.223 2009 2.133.992 288.089 790.166 502.077 Sumber : Dishutbun Kabupaten Karawang 2010 [diolah] Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa selama lima tahun terakhir Kabupaten Karawang mengalami surplus beras. Meskipun jumlah penduduk terus meningkat sebesar sepuluh persen, surplus beras Kabupaten Karawang mengalami peningkatan sebesar 18 persen. Tabel 6. Data Produksi 3 Sentra Padi Berdasarkan Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2009 Sumber: Badan Pusat Statistik,2010 [diolah] Produksi padi Kabupaten Karawang pada tahun 2009 adalah sebesar 1.067.691, atau 10 persen dari total produksi padi Jawa Barat yang mencapai sebelas juta ton. Seperti yang terlihat di Tabel 6, meskipun masih lebih sedikit dari Kabupaten Indramayu dan Subang, namun letak geografisnya yang lebih dekat ke perkotaan seperti Jakarta, maka Karawang adalah sentra padi terpenting dilihat dari posisi perdagangan. Selain itu, posisi geografis Kabupaten Karawang yang paling dekat ke pusat pemerintahan, membuat akses terhadap kebijakan begitu dekat. Tahun Kotakabupaten Produksi 2009 Kab Indramayu 1.321.016 2009 Kab Subang 1.105.550 2009 Kab Karawang 1.067.691

1.2 Perumusan Masalah