VI ALOKASI PRODUK
6.1 Alokasi Produk Hasil Panen
Dari hasil pengamatan di lapangan, alokasi produk atau hasil panen baik petani padi sawah maupun petani padi ladang antara lain di antaranya: natura
panen, share pemilik lahan, natura pengaturan air, penjualan, dan penyimpanan stock.
1. Natura Panen bawon
Natura panen adalah potongan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani untuk membayar tenaga kerja saat memanen lahan padi miliknya. Berdasarkan
hasil pengamatan, hanya tenaga kerja saat panen saja yang dibayar dengan sistem natura. Untuk tenaga selama proses budidaya dibayar dengan uang tunai. Variasi
cara panen petani padi di Kabupaten Karawang antara lain :
Tabel 23. Sebaran Petani Berdasarkan Cara Panen di Kabupaten Karawang
Tahun 2010
Sumber: Data Primer
Dari Tabel 23 dapat dilihat bahwa pada petani padi sawah, variasi sistem panen lebih beragam dari petani padi ladang. Hal ini disebabkan petani padi
sawah yang menggunakan lebih dari satu cara panen mempunyai persil lebih dari satu sehingga memungkinkan cara panennya berbeda-beda setiap persil.
Cara Panen Petani Padi Ladang
n Panen Sendiri
16 53,30
Bawon 14
46,70 Jumlah
30 100,00
Petani Padi Sawah n
Bawon 50
83,30 Tebas dan Panen
Sendiri 3
5,00 Bawon dan Tebas
2 3,30
Bawon dan Panen Sendiri
5 8,30
Jumlah 60
100,00
a. Panen Sendiri Panen sendiri adalah cara panen petani oleh anggota keluarga petani itu
sendiri. Cara panen ini biasanya digunakan oleh petani yang mengusahakan lahan kurang dari 1 hektar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan jika dipanen oleh
keluarga sendiri maka tidak perlu biaya untuk membayar tenaga kerja untuk pemanenan dan hasil yang didapat juga akan lebih banyak dan pasti.
b. Bawon Panen Natura
Bawon adalah istilah panen natura di Kabupaten Karawang di mana sistem pembayaran tenaga kerja panennya menggunakan proporsi hasil panen yang
didapat dari lahan yang dipanen. dari total 90 petani responden, yang menggunakan sistem panen ini sebanyak 71 petani 78,9, mayoritas dari
petani pola usahatani padi sawah. Ada 2 sistem panen bawon yang dikenal di Kabupaten Karawang, yaitu sistem ceblok atau sitem tertutup, dan bradagan
atau sitem terbuka. Sistem tertutup yaitu sistem bawon yang proses pemanenannya hanya
dikuasai oleh satu kelompok saja sedangkan sistem terbuka yaitu sistem bawon yang pelaksanaan panennya boleh dilakukan oleh siapa saja. Sistem tertutup
punya konsekuensi tambahan, yaitu kelompok yang ingin memanen lahan seorang petani, mereka harus melakukan penyemaian. Namun dalam
pelaksanaannya kini, sitem ceblok atau tertutup lebih sering digunakan karena sistem terbuka atau bradagan sangat rawan kecurangan dalam kegiatan
pembagian hasil panennya. Proporsi hasil panen yang digunakan bervariasi, antara lain : 1:7, 1:6, dan 1:5. Proporsi 1:7 dan 1:6 biasanya dipakai oleh petani
padi sawah sedangkan proporsi 1:5 biasanya digunakan oleh petani padi ladang. Besaran real natura yang harus dikeluarkan petani pada musim tanam
yang diamati, yaitu 1,43 ton untuk petani padi sawah dan 0,28 ton untuk petani padi ladang. Proporsi dari produksi kotornya sendiri yaitu 14 persen pada petani
padi dsawah dan 15 pada petani padi ladang. Dari hasil pengamatan, alasan petani melakukan sistem panen bawon, yaitu :
Tabel 24. Sebaran Jumlah Petani Berdasarkan Alasan Penggunaan Sistem Panen
Natura bawon Tahun 2010 Alasan
n Kurang Tenaga Kerja
15 21,10
Menghemat Biaya Panen 12
16,90 Tanggung Jawab Sosial
23 32,40
Kepastian hasil 21
29,60 Jumlah
71 100,00
Sumber: Data Primer
Alasan menghemat biaya panen timbul akibat petani kekurangan uang tunai untuk membayar tenaga kerja sehingga pembayaran secara natura lebih
dipilih petani. Alasan kurangnya tenaga kerja disebabkan lahan yang diusahakan petani terlalu luas untuk dipanen oleh anggota keluarga petani sehingga petani
lebih memilih menggunakan sistem natura untuk memanen lahannya. Selain itu, buruh tani setempat lebih senang dibayar menggunakan sistem natura
dibandingkan sistem lainnya, seperti Rpkg atau upah harian. Sistem natura dinilai lebih adil dan manusiawi oleh tenaga kerja maupun pemilik lahan dikarenakan
proses pemanenan adalah proses yang lebih lama dari kegiatan usahatani lainnya. Selain itu, petani bisa menghemat biaya pengangkutan, karena biaya natura sudah
termasuk biaya pengangkutan hasil panen baik itu ke tempat penyimpanan gabah petani, maupun ke tempat tengkulak.
Pemanenan dengan sistem natura atau bawon ini juga memberikan hasil yang lebih pasti bagi petani dan pemanen. Jika dipanen dengan sistem tebas, maka
petani tidak tahu berapa sebenarnya hasil yang didapat karena hasil panennya dibeli dengan sistem borongan sehingga hasil yang didapat tergantung pada tawar-
menawar petani dengan penebas. Kepastian hasil ini juga disebabkan karena petani biasanya mempekerjakan buruh tani yang sudah sangat dikenalnya, agar
kecurangan yang terjadi saat pemanenan bisa diminimalisir. Namun kebanyakan petani beralasan mereka melakukan sistem panen
bawon karena merasa ada tanggung jawab sosial terhadap buruh tani di sekitar mereka. Sebenarnya, memanen dengan dengan sistem pembayaran tunai sepert
Rpkg atau upah harian bisa memberikan lebih banyak hasil terhadap petani, tetapi karena alasan sosial tersebut petani lebih banyak yang menggunakan sistem
bawon ini.
c. Tebas Sistem tebas atau borongan dilakukan petani dengan menjual padinya
kepada pembeli beberapa hari sebelum dipanen. Petani tidak tahu pasti berapa hasil padi yang didapatnya, karena hasil yang didapat tergantung dari tawar-
menawar petani denagn pembeli atau yang biasa disebut penebas. Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa sistem tebas hanya dilakukan oleh
petani petani padi sawah di Kabupaten Karawang. Dari hasil diskusi dengan tokoh petani setempat juga didapat bahwa kini petani mulai meninggalkan cara panen
ini karena diniali melanggar ajaran agama. Menurut ulama setempat, cara tebas termasuk transaksi yang melanggar aturan jual beli karena nilai barang yang
ditransaksikan tidak pasti nilainya, hanya berdasarkan perkiraan atau tebakan pembeli. Dalam transaksi tebas, padi atau hasil panen yang dibeli penebas dari
petani nilainya tidak berdasarkan berapa banyak atau hasil timbangan saat panen, tetapi berdasarkan perkiraan penebas dan petani beberapa hari sebelum padi
dipanen. 2.
Natura pengaturan air Berdasarkan pengamatan, pembayaran natura pengaturan hanya dilakukan
oleh petani padi sawah. Hal ini disebabkan pada budidaya padi ladang tidak memerlukan banyak air dan hanya mengandalkan air hujan untuk pengairannya.
Meskipun lahan sawah di Kabupaten Karawang telah dilengkapi dengan sistem irigasi teknis, tetapi dalam pelaksanaannya perlu adanya pihak yang mengatur
jalannya aliran air ke setiap lahan petani. Hal ini disebabkan jika irigasi digunakan secara bersama-sama, maka air irigasi yang tersedia tidak akan mencukupi untuk
mengairi lahan sawah petani sehingga perlu ada pihak yang mengatur distribusinya.
Pemerintah desa telah menyediakan perangkat khusus yang menangani masalah distribusi pengairan. Petugas ini di namakan Mitra Cai mitra air atau
ulu-ulu dalam bahasa setempat. Sebagai imbalannya, petani menyisishkan 20-30 kilogram gabahnya untuk setiap hektar lahannya saat panen atau dengan proporsi
1 persen dari produksi total.
3. Natura Pemilik Lahan Pembayaran natura pemilik lahan hanya dilakukan oleh petani penggarap,
khususnya penggarap dengan sistem sakap. Bagian yang disisihkan yaitu setengah dari hasil produksi bersih, yaitu produksi kotor yang telah dipotong natura panen
dan pengaturan air. Pembagian hasil 50:50 yang paling lazim dilakukan antara pemilik lahan
dan petani penggarap karena biaya produksi pun ditanggung oleh kedua belah pihak. Hasil panen yang dibagi pun hasil panen bersih. Artinya, marketable
surplus lah yang dibagi rata oleh petani penggarap dan pemilik lahan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, hanya petani pada pola usahatani
sawah saja yang harus mengeluarkan natura ini. Hal itu disebabkan pada pola usahatani padi ladang, meskipun status penguasaan lahan petani seluruhnya
penggarap, tetapi petani tidak perlu mengeluarkan natura untuk pemilik lahan, karena lahan tersebut dipinjamkan secara cuma-cuma, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Besaran atau jumlah rata-rata yang secara real dikeluarkan yaitu sebanyak
0,32 ton atau 3 persen dari total produksi. Rendahnya proporsi ini disebabkan petani yang status penguasaaan lahannya sebagai penggarap pada pola usahatani
padi sawah sangat sedikit dibandingkan dengan petani yang menggarap lahan miliknya sendiri.
4. Marketable surplus Marketable surplus adalah hasil produksi bersih yang bisa dijual karena
telah dipotong natura panen, pengaturan air, dan pemilik lahan jika itu petani penggarap. Meskipun bisa dijual seluruhnya, tetapi petani baik itu padi ladang
maupun padi sawah masih menyisihkan sebagian hasil panen mereka untuk kebutuhan benih musim tanam selanjutnya, konsumsi rumah tangga, dan
cadangan. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian dalam menerjemahkan dan menganalisis dari marketable dan marketed surplus itu sendiri.
Seperti yang terlihat pada Gambar 6 dan 7, bahwa proporsi marketable surplus antara pola usahatani padi sawah dan ladang relatif sama. Keduanya
mempunyai marketable surplus sebesar 85 persen dari produksi total.
Gambar 6. Alokasi Natura Petani Pola Usahatani Padi Sawah di Kabupaten
Karawang MT Akhir 2010 Namun, meskipun besaran proporsi dari marketable surplus yang hampir
sama, natura-natura yang dikeluarkan antara pola usahatani padi sawah dan ladang sangat berbeda. pada pola usahatani padi sawah, seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, petani harus mengeluarkan natura untuk panen, pengaturan air, dan pemilik lahan. Lain halnya dengan pola usahatani padi ladang, yang harus
mengeluarkan natura hanya untuk pemanenan saja.
Gambar 7. Alokasi Natura Petani Pola Usahatani Padi Ladang di Kabupaten
Karawang MT Akhir 2010 3
1
14
85
natura pemilik lahan natura pengaturan air
natura panen marketable surplus GKP
15.20
84.70
natura panen marketable surplus
Proporsi natura panen pada pola usahatani padi ladang yang lebih besar lah yang menyebabkan besaran marketable surplus pada padi ladang sma dengan
pola usahatani padi sawah. Pada pola usahatani padi sawah, proporsi natura panen sebesar 1:6, sedangkan pada pola usahatani padi ladang sebesar 1:5. Hal itu
menyebabkan meskipun pengeluaran natura pada pola usahatani padi ladang lebih sedikit jenisnya, tetapi pegeluaran natura yang lebih besar untuk pemanenan,
menyebabkan besaran marketable surplus yang timbul sama. 5. Marketed surplus Penjualan
Marketed surplus adalah kelebihan dari produksi yang dijual oleh petani. Selain untuk disimpan, hasil panen padi juga dijual oleh petani. Berdasarkan
pengamatan, ada dua waktu petani menjual hasil panennya, yaitu: jual panen sekaligus dan jual bertahap. Jual sekaligus adalah penjualan gabah petani setelah
panen dilaksanakan , yakni kurang dari 7 hari Ellis et all 1992. Sedangkan jual bertahap adalah penjualan gabah bertahap adalah penjualan gabah yang telah
disimpan petani lebih dari 7 hari dan telah mengalami proses penjemuran. Gabah yang dijual saat panen atau jual sekaligus adalah gabah kering
panen. Artinya, gabah tersebut belum melalui proses penjemuran. Kadar air gabah pun masih tinggi, yaitu 25-30 persen. Lain halnya dengan gabah yang dijual
bertahap. Gabah yang dijual bertahap adalah gabah yang telah dijemur hingga kadar airnya mencapai 14-15 persen atau gabah kering giling GKG. Selain itu,
gabah yang dijual ini merupakan stok cadangan petani atau kelebihan dari stok konsumsi yang disimpan petani.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, dari besaran marketable surplus yang muncul, petani tidak menjual seluruh produknya, tetapi disimpan sebagian
sebagai stok atau cadangan. Stok atau cadangan tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain benih, konsumsi, dan penjualan bertahap.
Proporsi marketable surplus yang dijual pada periode pengamatan yaitu sebesar 67 persen pada pola usahatani padi sawah dan 10 persen pada pola
usahatani padi ladang.
Gambar 8. Alokasi Marketable Surplus Petani Pola Usahatani Padi Sawah
MT Akhir 2010 Proporsi marketed surplus dari marketable surplus yang lebih kecil pada
pola usahatani padi ladang disebabkan karena pada pertani padi ladang, mereka mengusahakan padi tujuan utamanya adalah untuk memenuhi konsumsi rumah
tangga. Sehingga, proporsi yang dialokasikan lebih besar dibandingkan petani pada pola usahatani padi sawah.
Gambar 9. Alokasi Marketable Surplus Petani Pola Usahatani Padi Ladang MT
Akhir 2010
67 18
marketed surplus GKP
distok
9.70
75
marketed surplus GKP
distok
Marketed Surplus erat kaitannya dengan luas lahan atau skala produksi. Hal itu disebabkan secara teori semakin luas lahan yang diusahakan, maka
marketed surplus bisa semakin tinggi.
Tabel 25. Hubungan Luas Lahan Padi Petani dengan Proporsi Marketed surplus
Tahun 2010 Luas Lahan
Rata-rata marketed surplus padi sawah
Rata-rata marketed surplus padi ladang
1 ha 58,20
2,00 1-2 ha
57,40 2-3 ha
51,70 3-4 ha
71,00 5 ha
79,40 36,70
Sumber: Data Primer
Dapat dilihat pada Tabel 25 bahwa luas lahan mempengaruhi jumlah marketed surplus berbanding lurus dengan luas lahan yang dikuasai. Namun ada
perbedaan di mana marketed surplus petani sawah yang luasan lahannya kurang dari 1 ha lebih besar daripada yang luasannya 1-2 dan 2-3 hhektar. Hal tersebut
disebabkan hasil panen petani yang luas lahannya kurang dari satu hektar lebih sedikit dibandingkan petani dengan luasan 1-2 dan 2-3 hektar sehingga untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangganya, petani tersebut harus menjual lebih banyak hasil panennya.
Selain itu, pada pola usahatani padi ladang, yang melakukan penjualan dalam bentuk GKP hanya pada petani dengan luasan kurang dari satu hektar dan
lebih dari 5 hektar, hal itu disebabkan pada luasan lebih dari 5 hektar, petani telah cenderung telah bersifat komersil, sehingga petani mengusahakan padi bukan
hanya untuk konsumsi, tetapi juga untuk mendapatkan keuntungan. 6. Stok
Stok adalah persediaan yang disimpan agar bisa digunakan sewaktu- waktu. Berdasarkan pengamatan, stok gabah masih dilakukan oleh petani, baik itu
petani padi sawah maupun padi ladang. Jenis stoknya, antara lain: stok benih, stok konsumsi, dan stok cadangan.
a. Stok Benih
Dari total 90 responden, 53 petani melakukan stok benih atau menyisihkan sebagian produknya untuk digunakan sebagai benih pada musim tanam
selanjutnya. Keperluan benih petani relatif tidak jauh berbeda di setiap musim. Petani padi sawah memerlukan 20-30 kilogram benih setiap hektarnya, sedangkan
petani padi ladang memerlukan 50-60 kilogram benih tiap hektarnya. Namun, hanya petani padi sawah yang menyisihkan sebagian hasil panennya untuk stok
benih musim selanjutnya. Alasan petani melakukan stok benih, antara lain :
Tabel 26. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Petani Melakukan Stok Benih
Tahun 2010 Alasan Petani Melakukan Stok Benih
n Harga Benih di Luar Mahal
7 13,20
Petani mempercayai kualitas gabah sendiri lebih baik dari pada benih lain
14 26,00
Hasil lebih pasti bila menggunakan benih dari hasil panen 22
42,00 Sulit Mendapat Benih dari Luar
1 2,00
Sudah Tahu Cara Menangkarkan Benih 9
16,98 Jumlah
53 100,00
Sumber: Data Primer
Sebanyak 13 persen petani melakukan stok benih karena harga benih dari luar mahal. Hal tersebut disebabkan jika petani menggunkan benih dari hasil
panen, maka biaya untuk membeli benih bisa dihemat. Harga benih di toko atau kios terdekat yaitu Rp 6000 – Rp 7000 per kilogram. Petani bisa menghemat Rp
120.000 – Rp. 140.000 tiap hektarnya untuk membeli benih jika menggunakan benih dari hasil panen musim sebelumnya.
16 persen petani beralasan bahwa mereka melakukan stok benih karena mereka telah tahu bagaimana cara menangkarkan benih. Hal itu disebabkan
karena penyuluh setempat sering melakukan penyuluhan bagaimana cara memilih benuh dari lahan para petani. Bila petani ingin mengganti varietas untuk musim
berikutnya, maka petani bisa menukar benihnya dengan petani lain yang menyimpan stok benih varietas yang ingin ditanam petani untuk musim
selanjutnya. Dua alasan dengan persentase tertinggi petani melakukan stok benih yaitu
hasil lebih pasti menggunakan benih sendiri dan petani percaya bahwa kualitas benih sendiri daripada benih dari luar. Hal itu timbul akibat seringnya petani
mengalami kegagalan di masa lampau saat meggunakan benih yang bersala dari luar atau membeli dari kios atau bantuan benih dari pemerintah. Benih yang
berasal dari hasil panen sendiri bisa memberikan kepastian mengenai kualitas maupun hasil yang akan didapat petani dibandingkan benih yang dibeli dari luar
atau bantuan pemerintah.
Tabel 27. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Petani Tidak Melakukan Stok
Benih Tahun 2010 Alasan Tidak Melakukan Stok Benih
n jika stok kualitas tidak bagus
6 20,00
kualitas gabah kurang bagus untuk benih 24
80,00 Jumlah
30 100,00
Sumber: Data Primer
Tidak dilakukannya stok benih oleh petani padi ladang disebabkan oleh kurang baiknya kualitas gabah padi ladang untuk digunakan sebagai benih musim
tanam berikutnya. Saat ini varietas padi lokal seperti gajah, dan bulu sudah jarang digunakan oleh petani ladang di Kabupaten Karawang. petani ladang saat ini lebih
suka menggunakan benih padi seperti varietas yang ditanam petani padi sawah, seperti Ciherang dan IR 64. Oleh karena itu, untuk keperluan benih, petani ladang
di Kabupaten Karawang mendapatkannya dari kios terdekat atau membeli dari petani padi sawah.
b. Stok Konsumsi
Untuk konsumsi beras rumah tangga, petani baik ladang maupun sawah masih menggunakan beras dari hasil panen yang disimpan. Ada 49 petani padi
sawah yang mengonsumsi beras dari hasil panen, sedangkan seluruh petani padi ladang mengonsumsi beras dari hasil panennya.
Ada dua jenis konsumsi beras di tingkat rumah tangga petani di Kabupaten Karawang, yaitu konsumsi makan, dan konsumsi sosial. Konsumsi makan adalah
konsumsi makan anggota keluarga yang masih jadi tanggungan petani sedangkan konsumsi sosial adalah konsumsi makan non tanggungan petani, keperluan
keagamaan, dan adat istiadat. Yang termasuk konsumsi non tanggungan petani yaitu konsumsi makan pekerja di sawah, dan keluarga atau kerabat yang bukan
tanggungan petani tetapi ikut mengonsumsi padi dari petani. Konsumsi keagamaan yaitu zakat fitrah, sedangkan konsumsi adat istiadat yaitu konsumsi
beras untuk memberi pihak lain lain sedang mangadakan acara adat, seperti pernikahan, atau kematian. Di Kabupaten Karawang terdapat budaya yang disebut
lawangan. Budaya ini mengharuskan rumah tangga memmberikan sumbangan berupa sejumlah beras kepada pihak yang sedang mengadakan upacara adat dan
pihak yang menerima bantuan beras itu harus mengembalikan jika pihak yang memberi sumbangan beras mengadakan upacara adat.
Tabel 28. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Melakukan Stok Konsumsi
Tahun 2010 Petani Padi Ladang
Petani Padi Sawah Alasan Melakukan Stok Konsumsi
n n
Harga Beras di Luar Mahal 11
13,41 8
9,76 Kualitas Beras di Toko Lebih Jelek
0,00 2
2,44 Lebih Bangga Mengonsumsi yang
Ditanam Sendiri 15
18,29 23
31,71 KebiasaanBudaya
4 4,88
14 17,07
Kebutuhan Sendiri Harus Didahulukan
0,00 2
2,44 Jumlah
30 36,59
49 63,41
Sumber: Data Primer
Faktor kebanggaan adalah alasan utama petani dalam melakukan stok konsumsi. Meskipun kualitas beras dari hasil lahannya belum tentu lebih baik dari
kualitas beras dari luar, tetapi petani merasa lebih bangga jika mengonsumsi beras hasil dari padi yang ditanamnya sendiri. Kemudian alasan ekonomi dan
kebiasaan yang membuat petani melakukan stok untuk konsumsi. c.
Stok Cadangan Berdasarkan hasil pengamatan, petani di Kabupaten Karawang pada
umumnya tidak mengalokasikan khusus sebagian gabah hasil panennya untuk stok cadangan. Petani tidak menyimpan kebutuhan konsumsinya secara pas, tetapi
menyimpan lebih banyak dari kebutuhan konsumsi. kelebihan atau selisih inilah yang disebut stok cadangan yang dijual secara bertahap.
Dari jumlah yang distok, petani biasanya menjual produknya tersebut marketed surplus dalam bentuk gabah kering giling GKG. Tujuan penjualan
pun bermacam-macam, terutama yang bersifat insidental dan memerlukan jumlah uang yang cukup besar, seperti membayar uang sekolah anak dan membayar
cicilan kredit. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian juga dalam menerjemahkan marketed surplus, karena penjualan petani bukan hanya di waktu panen, tetapi
juga di waktu jeda ke musim tanam selanjutnya juga petani melakukan penjualan.
Dari hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa petani pola usahatani padi sawah memiliki proporsi penjualan stok gabah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan petani pada pola usahatani padi ladang.
Gambar 10. Alokasi Stok Petani Pola Usahatani Padi Sawah MT Akhir 2010
Dari Gambar 10 dan 11, dapat dilihat bahwa petani padi sawah rata-rata menjual 73 persen gabah yang disimpannya, sedangkan petani padi ladang rata-
rata hanya menjual 28 persen dari stok gabahnya. Hal ini dikarenakan petani ladang memmpunyai skala produksi yang lebih kecil. Hal ini mengakibatkan
jumlah yang distok pun lebih kecil, sehingga bila dipotong untuk konsumsi, maka proporsi yang bisa dijual pada padi ladang lebih kecil atau sedikit. Selain itu, pola
tanam padi ladang yag hanya setahun sekali menyebabkan priode waktu konsumsi rumah tangga padi ladang lebih lama dibandingkan padi sawah yang pola
tanamnya dua kali setahun. 6
21
73
benih konsumsi
marketed surplus GKG
Gambar 11. Alokasi Stok Petani Pola Usahatani Padi Ladang MT Akhir 2010
Namun, jika dilihat dari proporsi keseluruhan, marketed surplus bertahap atau dalam bentuk GKG pada pola usahatani padi sawah masih jauh lebih kecil
dari pada marketed surplus dalam bentuk gabah kering panen atau GKP. Proporsi marketed surplus GKP pada pola usahatani padi sawah adalah sebesar 67 persen
dan marketed surplus dalam bentuk GKG sebesar 11 persen. Berbeda dengan pola usahatani padi ladang yang proporsi marketed
surplus dalam bentuk GKPnya lebih kecil dibandingkan marketed surplus dalam bentuk GKG. Proporsi marketed surplus GKP pada pola usahatani padi ladang
adalah sebesar 11 persen dan marketed surplus GKG sebesar 21 persen. 5.1 Perilaku Stok Petani
Bagian perilaku stok petani ini akan membahas bagai mana petani memperlakukan gabah yang disimpannya sebagai stok.
5.1.1 Akses penjemuran Sebelum menyimpan gabah, petani perlu melakukan penjemuran untuk
menurunkan kadar air agar gabah yang disimpan tetap bagus kualitasnya meski disimpan lama. Para petani menjemur gabahnya hingga kadar air gabah mencapai
kadar 14-15. Dengan kadar air seperti itu, kualitas gabah akan tetap baik hingga masa simpan satu tahun. Dari gabah kering panen hingga menjadi gabah
kering simpan atau giling, penyusutan berat gabah petani rata-rata mencapai 20.
71.80 28.20
konsumsi marketed surplus GKG
Artinya, jika satu ton gabah kering panen dijemur, maka akan menghasilkan rata- rata 800 kilogram gabah kering giling.
Waktu penjemuran yang diperlukan untuk mencapai kadar air yang diperlukan yaitu dua hari, dengan asumsi sinar matahari terik sepanjang hari. Jika
matahari kurang terik, maka waktu penjemuran bisa mencapai tiga sampai empat hari.
Tabel 29. Sebaran Petani Berdasarkan Akses Penjemuran Gabah Tahun 2010
Tempat Menjemur Gabah Petani Padi Sawah
Petani Padi Ladang n
n Milik Sendiri lantai jemur
halaman 40
46,50 26
30,23 Penggilingan RMU
2 2,32
4 4,65
LapanganTempat Umum 14
16,27 Jumlah
56 65,09
30 34,01
Sumber: Data Primer
Umumnya 76,73 petani menjemur gabah hasil penennya di lahan mereka sendiri, baik itu di halaman rumah maupun di lantai jemur. Sisanya
sebanyak 14 persen dan 6 persen petani menjemur gabah mereka di penggilingan dan tempat umum.
Petani yang menjemur gabah di penggilingan, mereka bisa menggunakan fasilitas lantai jemur milik penggilingan terdekat dengan konsekuensi mereka juga
hasrus menitipkan gabah yang akan mereka stok dan menggilingnya di penggilingan tersebut. Untuk petani yang menjemur di tempat umum, mereka
mengunakan lapangan umum terdekat, atau di pinggir jalan raya dengan alat bantu terpal agar tidak banyak kotoran yang bercampur dengan gabah yang dijemur.
5.1.2 Akses penyimpanan Setelah melewati proses penjemuran, gabah akan melalui proses
penyimpanan. Berdasarkan pengamatan, ada beberapa lokasi yang dipakai petani untuk menyimpan stok gabahnya.
Tabel 30. Sebaran Petani Berdasarkan Lokasi Stok Gabah Tahun 2010
Lokasi Menyimpan Stok Gabah
Petani Padi Sawah Petani Padi Ladang
n n
Gudang milik sendiri 20
23,25 1
1,16 Dapur
16 18,60
Dalam Rumah 18
20,93 25
29,06 Penggilingan
1 1,16
4 4,65
Gudang dititipkan 1
1,16 Jumlah
56 65,10
30 34,90
Sumber: Data Primer
Mayoritas petani menyimpan stok gabahnya di rumah baik itu spesifik, yaitu di dalam dapur 16, maupun tidak secara spesifik 49,99. Sisanya,
petani ada yang menyimpannya di ruangan khusus, yaitu gudang 24,41 dan diditipkan di penggilingan dan gudang milik petani lain. Hal ini sesuai atau sama
dengan Ellis et al 1992 yang menunjukkan bahwa 95 petani menyimpan stok gabah mereka di rumah. Dari Tabel 30 juga dapat disimpulkan bahwa petani padi
sawah lebih mempunyai banyak akses tempat penyimpanan stok gabah dibandingkan petani padi ladang.
Tabel 31. Rata-rata Luas Tempat Simpan Gabah Berdasarkan Luas Lahan yang
Diusahakan Petani Tahun 2010 Kategori Luas
Lahan Rata-rata Luas tempat Menyimpan Gabah m
2
Petani Sawah Petani Ladang
0,49 ha 11,00
6,00 0,5-0,99 ha
5,40 7,00
1-1,99 ha 6,87
7,87 2-4,99 ha
15,05 227,00
5 ha 38,25
50,00
Sumber: Data Primer
Selain itu, berdasarkan Tabel 31, luas tempat menyimpan gabaha petani relatif berbanding lurus dengan luas lahan padi yang diusahakan. Semakin luas
lahan padi yang diusahakan, maka semakin luas pula tempat yang disediakan petani untuk menyimpan persediaan atau stok gabahnya.
5.1.3 Bentuk Penyimpanan dan Masa Penyimpanan Stok Petani di Kabupaten Karawang seluruhnya menyimpan stok dalam bentuk
gabah kering gimpan. Hal itu disebabkan jika stok disimpan dalam bentuk gabah
kering akan lebih awet dan kualitasnya tidak akan berubah. Jika disimpan dalam bentuk beras, maka masa simpannya akan menjadi lebih pendek.
Untuk kebutuhan konsumsi, petani menggiling gabah secara berkala atau sedikit-demi sedikit tergantung kebutuhan. Petani ladang rata-rata menggiling
gabah sitap 24 hari sedangkan petani padi sawah rata-rata mengging gabah setiap 18 hari. Lebih tingginya frekuensi penggilingan gabah petani padi sawah
disebabkan karena akses penggilingan di sekitar padi sawah yang lebih mudah dan kebutuhan beras sosial petani padi sawah lebih tinggi sehingga agar kualitas
beras yang dihasilkan baik, maka petani padi sawah menggiling gabah lebih sering daripada petani padi ladang.
Masa simpan terlama gabah petani yaitu satu musim. Setelah satu musim, gabah dapat dipastikan habis, baik itu dikonsumsi maupun dijual. Jika dalam
jangka waktu satu musim gabah tidak dijual, maka kualitas gabah akan turun dan bila dijual pun harganya akan lebih rendah dari gabah yang baru dipanen.
7. Cara Penjualan Hasil Panen Di Kabupaten Karawang, ada tiga cara penjualan hasil panen petani, antara
lain: tebas, sekaligus, dan bertahap. Cara penjualan tebas adalah penjualan panen secara borongan. Hasil panen hanya melalui perkiraan penebas dan harga
borongan didapat atas hasil tawar-menawar antara penebas dan petani. Setelah transaksi berlangsung, maka petani lepas dari tanggung jawab pemanenan, karena
pemanenan akan dilakukan oleh penebas. Cara penjualan sekaligus adalah cara penjualan yang dilakukan sesaat setelah pemanenan. Nilai transaksi berdasarkan
hasil panen yang didapat petani. Tanggung jawab pemanenan ada di petani. Pada petani lahan sawah, pembeli dalam hal ini tengkulak biasanya menjemput gabah
yang akan dibelinya hingga ke lahan petani, sehingga transaksi biasanya dilakukan di lahan petani. Lain halnya dengan penjualan bertahap. Pada cara
penjualan ini, petani juga melakukan penjualan di lahan seperti penjualan sekaligus, tetapi tidak semua gabah yang dipanen dijual, melainkan disimpan, dan
baru dijual di kemudian hari. Dari informasi yang didapat di lapangan, cara panen tidak mempengaruhi
jumlah marketed surplus. Yang dipengaruhi adalah penghasilan atau uang tunai hasil penjualan panen. Hal tersebut disebabkan dari ketiga cara penjualan, harga
yang dipakai saat transaksi berbeda-beda. Harga penjualan dengan tebas umumnya lebih rendah karena cara pembelian ini bersifat borongan. Pemanenan
pun dilakukan oleh pembeli atau penebas sehingga perlu biaya tambahan. Harga cara penjualan sekaligus adalah harga gabah kering panen atau gabah basah.
Sedangkan penjualan bertahap menggunakan harga gabah basah dan gabah kering panen sehingga hasil penjualannya akan lebih banyak karena harga gabah kering
simpan umumnya lebih tinggi dari gabaha kering panen atau gabah basah.
Tabel 32. Sebaran Petani Berdasarkan Cara Penjualan Hasil Panen
Tahun 2010 Cara Penjualan
Padi Sawah Padi Ladang
n n
tidak menjual 1
1,00 17
19,00 Bertahap
33 37,00
12 13,00
Sekaligus 21
23,00 1
1,00 tebas dan bertahap
4 4,00
0,00 tebas dan sekaligus
1 1,00
0,00 Jumlah
60 67,00
30 33,33
Sumber: Data Primer
Petani di Kabupaten Karawang, baik itu petani padi sawah maupun padi ladang paling banyak melakukan penjualan secara bertahap 45, kemudian
diikuti dengan penjualan secara sekaligus 23. Untuk cara penjualan kombinasi antara tebas, bertahap, dan sekaligus, hal itu dilakukan oleh petani yang
mempunyai lahan lebih dari satu persil sehingga memungkinkan petani tersebut menerapkan cara penjualan yang berbeda untuk setiap persilnya.
Untuk petani yang menjual hasil panennya secara sekaligus, petani tersebut umumnya melakukan penjualan saat panen atau beberapa hari setelah
panen. Hal tersebut dimungkinkan karena tengkulak di sana juga telah terbiasa menjemput hasil panen yang kan dibelinya hingga ke lahan atau ke pinggir jalan
yang terdekat dari lahan petani. Itu cukup menguntungkan petani karena bisa menghemat biaya pengangkutan dan pengemasan.
Di musim terakhir akhir 2010, ada petani yang tidak melakukan penjualan hasil panen. Untuk petani padi sawah, hal tersebut dikarenakan
lahannya puso total sehingga padinya tak bisa dipanen sama sekali. Lain halnya
dengan petani padi ladang. Meraka tidak melakukan penjualan karena hasil panennya habis untuk konsumsi rumah tangga.
Tabel 33. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Mengunakan Cara Penjualan Tebas
Tahun 2010 Alasan
n Mengurangi risiko
2 40,00
Lebih Praktis 3
60,00 Jumlah
5 100,00
Sumber: Data Primer
Alasan mengurangi risiko muncul karena sistem tebas biasa digunakan oleh petani yang letak sawahnya berada jauh dari kediaman petani. Beberapa hari
menjelang panen petani tersebut biasanya menjual padinya secara borongan. Hal itu disebabkan karena jika tidak dijual secara borongan, tindak pencurian sering
muncul jika sawah petani tidak diawasi. Jika dijual secara tebas, maka risiko pencurian tersebut bisa dihindari dan tanggung jawab pemanenan berpindah ke
penebas sehingga petani tidak perlu repot untuk memanen. Alasan lain yang timbul dari petani adalah petani tersebut tidak ingin
repot. Jika hasil panennya dijual secara tebas, maka petani langsung mendapat uang hasil penjualan padinya tersebut sehingga tidak perlu repot memanen dan
menjual ke tengkulak.
Tabel 34. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Melakukan Penjualan Bertahap
Tahun 2010 Padi Sawah
Padi Ladang Alasan Jula Bertahap
n n
Untuk Keperluan Sosial 2
4,08 Motif jaga-jaga
20 40,80
12 24,78
KebiasaanBudaya 2
4,08 Menunggu harga baik
13 25,53
Jumlah 37
55,22 12
24,78
Sumber: Data Primer
Alasan petani yang menjual hasil panennya secara bertahap yaitu yang terbanyak adalah karena motif jaga-jaga 64. Selanjutnya, alasan petani yaitu
menunggu harga baik 25,5, kebiasaan atau budaya 4,08, dan untuk keperluan sosial 4,08. Alasan motif jaga-jaga yaitu petani bisa menjual gabah
yang mereka simpan jika dalam jangka waktu satu musim ada kebutuhan mendadak. Dengan kata lain, stok gabah cadangan ini berfungsi sebagai aktiva
lancar petani yang bisa dijual sewaktu-waktu. Motif jaga-jaga di sini juga ada yang maksudnya untuk keperluan modal musim selanjutnya. Jika pada musim
tanam selanjutnya petai kurang biaya untuk membayar faktor produksi seperti tenaga kerja, maka petani juga bisa menjual gabah yang disimpannya.
Alasan menunggu harga baik berlaku bagi petani yang sudah bersifat komersial, artinya petani tersebut menginginkan hasil panennya dijual pada saat
harga lebih tinggi dari harga panen. Saat pertengahan musim tanam selanjutnya, atau dua sampai tiga bulan setelah panen, biasannya harga gabah terutama gabah
kering simpan akan naik karena pasokan gabah ke pasaran menurun. Di saat itu lah petani biasanya menjual gabah yang disimpannya untuk mendapatkan
penghasilan yang lebih tinggi. Alasan kebudayaan dan keperluan sosial adalah petani yang konsumsi
beras untuk keperluan sosialnya tinggi, biasanya setiap akan mengonsumsi beras tersebut, petani bisa menggunakan atau menggiling hasil panennya agar tidak
perlu membeli beras dari pasar.
Tabel 35. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Penjualan Cara Sekaligus
Tahun 2010 Alasan
n Kebutuhan Uang Tunai
15 62,50
Petani Enggan Melakukan Kegiatan Pasca Panen
9 37,50
Jumlah 24
100,00
Sumber: Data Primer
Berdasarkan pengamatan, penjualan dengan cara sekaligus hanya digunakan oleh petani padi sawah. Alasan petani melakukan penjualan sekaligus
yaitu karena kebutuhan uang tunai. Hal tersebut dikarenakan modal untuk membiayai usahatani petani tersebut pada musim itu sebagian besar berasal dari
modal pinjaman. Pinjaman tersebut harus segera dibayar setelah panen. Oleh karena itu, agar bisa membayar cicilan utang tersebut, maka petani melakukan
penjualan secara sekaligus.
Tabel 36. Distribusi Jumlah Petani Berdasarkan Proporsi Modal Sendiri Petani
Terhadap Modal Total Tahun 2010 proporsi modal
sendiri Sekaligus
n Tidak
menjual n
Bertahap n
Tebas dan bertahap
n Tebas
dan sekaligus
n 25
7 1
25-50 2
1 2
51-75 4
2 75
1 1
100 9
17 39
5 Jumlah
13 18
42 4
1
Sumber: Data Primer
Dari Tabel 36 dapat dilihat bahwa petani yang melakukan penjualan secara sekaligus, sebagian besar modalnya berasal dari pinjaman. Proporsi pinjamannya
pun lebih dari lima puluh persen dari modal total petani. Alasan lainnya, petani tidak mau repot melakukan penjemuran dan
penyimpanan. Kalaupun melakukan, petani hanya menjemur dan menyimpan hasil panen hanya untuk simpanan keperluan konsumsi rumah tangga atau dalam
jumlah yang kecil. Ada perbedaan yang cukup mencolok dalam bentuk penjualan hasil panen
antra petani padi sawah dan ladang. Petani padi sawah lebih banyak menjual hasil panennya lebih banyak dalam bentuk gabah kering panen, sedangkan petani padi
ladang lebih banyak dalam bentuk gabah kering giling. Dari hasil pengamatan dan data di lapangan, perbedaan perilaku penjualan
petani tersebut salah satunya disebabkan status usahatani petani. Petani padi sawah umumnya menjadikan usahatani padi sebagai matapencaharian utama
sedangkan petani padi ladang seluruhnya menjadikan usahatani padinya sebagai usahatani sampingan. Bagi petani padi sawah, hasil panen harus segera dijual agar
hasil penjualannya bisa segera dipakai untuk berbagai keperluan. Sedangkan bagi petani padi ladang, usahatani padi dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi beras rumah tangga. Jika ada lebih, maka petani baru menjualnya. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari, petani padi ladang lebih
mengandalkan pada penjualan hasil kebun, seperti pisang dan jeruk.
Perbedaan status usahatani tersebut terlihat dari luasan padi yang diusahakan. Petani padi sawah umumnya mengusahakan lebih dari satu hektar
sawah sedangkan petani padi ladang umumnya hanya mengusahakan kurang dari satu hektar.
Penyebab lainnya yaitu kapasitas petani dalam menyimpan hasil panennya. Umumnya petani hanya bisa menyimpan sebagian kecil hasil panennya akrena
akses penyimpanan hasil panen juga lebih banyak di dalam rumah yang kapasitasnya kecil pula. Dengan produktivitas lahan yang lebih rendah daripada
lahan sawah, proporsi hasil panen yang mampu disimpan petani ladang akan lebih besar daripada petani padi sawah.
6.1.2 Saluran Pemasaran Gabah Berdasarkan pengamatan di lapangan, pembeli gabah petani masih
disominasi oleh tengkulak. Ada juga petani padi sawah yang menjual sebagian hasil panennya ke penangkar benih, dalam hal ini Balai Besar Padi, sedangkan
semua petani padi ladang menjual gabahnya kepada tengkulak. Tengkulak di Kabupaten Karawang bukan hanya sekedar berperan sebagai
pengumpul gabah petani saja, tetapi mereka berperan sebagai pengolah. Hal itu disebabkan tengkulak di Kabupaten Karawang pasti mempunyai alat penggilingan
beras sehingga mereka membeli gabah kering panen atau giling dari petani dan menjual beras kepada lembaga pemasar selanjutnya.
Tabel 37. Sebaran Petani Berdasarkan Saluran Pemasaran Gabah Petani
Tahun 2010 Saluran Pemasaran Gabah
Petani Padi Sawah Petani Padi Ladang
n n
Tengkulakpengggilingan 57
65,51 28
32,18 Tengkulak dan Penangkar
Benih 2
2,29 Jumlah
59 67,80
28 32,2
Sumber: Data Primer
Ada beberapa alasan mengapa petani memilih menjual gabahnya kepada tengkulak. Alasan-alasan petani tersebut dapat dilihat di Tabel 38.
Tabel 38. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Pemilihan Tengkulak Sebagai
Saluran Pemasaran Gabah Petani Tahun 2010 Alasan
n Ikatan Kerja sama
3 3,45
Meminjam Uang 6
6,89 Kebutuhan Uang Tunai
Secara Cepat 57
65,51 Lebih Mudah
21 24,13
Jumlah 87
100,00
Sumber: Data Primer
Alasan kebutuhan uang tunai dan kemudahan proses penjualan menjadi alasan utama petani menjual gabahnya kepada tengkulak. Hal tersebut disebabkan
saat panen, tengkulak tidak segan-segan menjemput gabah yang akan dibelinya langsung ke lahan sawah petani. Sedangkan untuk petani padi ladang, tengkulak
adalah satu-satunya saluran pemasaran yang apling dekat dan mudah diakses karen umumnya lapan dan tempat tinggal petani padi ladang berada di pedalaman
atau aksesnya jauh dari perkotaan.
VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI
7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Marketed Surplus