Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

4.4.1 Analisis Persepsi Petani terhadap Variabilitas Cuaca.

Analisis deskriptif pada penelitian ini diperoleh dari presepsi petani di Kabupaten Indramayu. Pada analisis deskriptif ini menggunakan metode likert dan dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2007 dalam menyajikan data dengan tabel biasa maupun distribusi frekuensi. Pada metode likert sikap atau respons seseorang terhadap suatu objek dapat diukur melalui skala yang berwujud kumpulan pertanyaan-pertanyaan sikap yang ditulis, disusun dan dianalisis sehingga didapat suatu angka dari respons seseorang Risnita 2012. Analisis deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan ataupun informasi mengenai variabilitas cuaca yang didapatkan oleh petani dan melihat sejauh mana petani menyadari akan adanya variabilitas cuaca yang terjadi. Skala Likert pada penelitian ini digunakan untuk mengukur persepsi petani terhadap variabilitas cuaca yang mengacu pada pendapat dan sikap petani. Variabilitas cuaca tersebut sebagai variabel yang akan diukur dengan indikator variabel. Indikator variabel pada Skala Likert ini mempunyai penilaian dari sangat positif sampai dengan negatif. Untuk pengukuran variabel diatas digunakan Skala Likert sebanyak lima tingkat yaitu Sangat Tidak Setuju STS, Tidak Setuju TS, Biasa B, Setuju S, dan Sangat Setuju SS. Setiap jawaban memiliki skor, yaitu: untuk jawaban STS memiliki skor 1, jawaban TS memiliki skor 2, jawaban B memiliki skor 3, jawaban S memiliki skor 4, dan jawaban SS memiliki skor 5. Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 100 orang, maka nilai skala maksimum 500 dan nilai skala minimum 100. Range skala penilaian Skala Likert pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8 Range skala penilaian Kategori penilaian Range skala Sangat Tidak Setuju 100-180 Tidak Setuju 181 – 260 Biasa 261 – 340 Setuju 341 – 420 Sangat Setuju 421 – 500 Sumber: Riduan 2010, data primer 2015, diolah Range skala tersebut dapat menentukan nilai kesesuaian persepsi berdasarkan penilaian petani. Petani yang merasakan adanya tanda-tanda maupun dampak yang ditimbulkan dari variabilitas cuaca akan berada pada range skala setuju sampai dengan sangat setuju. Adapun petani yang menilai bahwa variabilitas cuaca tersebut tidak sesuai dengan yang dirasakan oleh petani akan berada pada range skala tidak setuju hingga sangat tidak setuju. Range biasa dapat diartikan bahwa petani tidak merasakan tanda-tanda maupun dampak yang ditimbulkan dari variabilitas cuaca namun persepsi tersebut perlu dinilai jika melihat pada kondisi lingkungan sekitar.

4.4.2 Dampak Variabilitas Cuaca terhadap Kegiatan Usahatani dan

Rumah Tangga Petani Padi Variabilitas cuaca merupakan salah satu ancaman yang sangat serius terhadap sektor pertanian terutama tanaman pangan padi. Kerentanan tanaman pangan padi terhadap variabilitas cuaca akan berimbas pada luas areal tanam dan panen, produktvitas, dan kualitas hasil. Keadaan ini disebabkan karena pola curah hujan yang tidak menentu sehingga menyebabkan kerugian bagi petani akibat gagal panen maupun puso. Kerugian tersebut dikarenakan lahan persawahan mereka yang tergenang akibat bencana banjir dan kekeringan. Akibatnya petani harus menanggung kerugian karena kehilangan pendapatan rumah tangga dari hasil panen tersebut. Soekartawi 1995 menyatakan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Analisis pendapatan mempunyai manfaat yang sangat besar bagi pemilik faktor produksi. Dalam analisis pendapatan terdapat dua tujuan utama, yaitu a menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha, b menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Jenis-jenis pendapatan yang diperoleh oleh rumah tangga petani padi adalah pendapatan usahatani padi, pendapatan usahatani non- padi, dan pendapatan non usahatani.

4.4.2.1 Perubahan Produktivitas Padi Akibat Variabilitas Cuaca

Variabilitas cuaca pada sektor pertanian berpengaruh terhadap stabilisasi produksi padi yang berdampak pada produktivitas padi. Kondisi ini terjadi akibat kondisi cuaca yang tidak stabil seperti curah hujan yang tidak menentu dan suhu udara yang ekstrim. Akibatnya, pada setiap perubahan stabilisasi produksi pada kondisi cuaca yang berubah akan memakan biaya yang sangat tinggi, misalnya dengan meningkatkan sarana irigasi, pemberian input bibit, pupuk, insektisidapestisida tambahan. Bencana alam seperti bencana banjir dan kekeringan yang terjadi di Indramayu, menyebabkan gagal panen sehingga berimbas pada produksi padi dan berdampak pada kehilangan hasil. Kehilangan hasil yang menimpa petani padi di Kabupaten Indramayu akibat variabilitas cuaca terjadi setiap tahunnya. Jika dilihat selama 5 tahun terakhir, Indramayu berturut-turut mengalami puso akibat kekeringan dan bencana banjir pada tahun 2014. Dampak fenomena variabilitas cuaca telah dirasakan oleh petani padi di Kabupaten Indramayu seperti penambahan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani mereka sebagai pengganti dari kegagalan panen. Kehilangan hasil tersebut tentunya berpengaruh terhadap kesejahteraan petani padi di Kabupaten Indramayu karena sebagian besar dari mereka sangat bergantung terhadap mata pencaharian ini.

4.4.2.2 Nilai Kerugian Petani Padi Akibat Variabilitas Cuaca

Puso yang terjadi akibat kekeringan dan bencana alam banjir menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi petani padi di Kabupaten Indramayu. Pada tahun 2014, Indramayu mengalami dua kali puso yang terjadi pada musim rendeng dan musim sadon yang disebabkan oleh bencana alam banjir dan juga kekeringan. Kondisi curah hujan yang sangat tinggi pada musim tanam pertama menjadi alasan terjadinya puso yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Sedangkan pada musim tanam kedua, curah hujan cenderung menurun sangat drastis yang menyebabkan kemarau panjang sehingga mengakibatkan puso. Kerugian tertinggi yaitu disebabkan oleh puso saat terjadinya kemarau panjang. Hal ini disebabkan pada saat terjadi bencana banjir, petani melakukan replanting sehingga kerugian yang diterima menjadi berkurang karena adanya pemasukan dari hasil panen setelah replanting tersebut. Saat terjadi puso akibat kekeringan, petani enggan untuk mengambil risiko yang besar dan lebih memilih untuk mencari sumber pendapatan lain di luar usahatani padi seperti berdagang, kuli bangunan, maupun berkebun.