Analisis Model Regresi Berganda

Tabel 10 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Indramayu Tahun 2011-2013 Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi 2011 6,48 2012 6,52 2013 6,67 Sumber : BPS Kabupaten Indramayu, 2014 Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat PDRB kabupaten Indramayu dari tahun 2011 sampai 2013 terlihat memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang selalu meningkat. Pada tahun 2013 laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,67 persen yang meningkat 0,15 persen dari tahun sebelumnya. Di Kabupaten Indramayu musim hujan berlangsung pada bulan Oktober - Maret dan kemarau pada April – September. Kabupaten Indramayu memiliki suhu rata-rata 30 C dan curah hujan rata-rata sebesar 110 mmhari pada tahun 2013, sedangkan pada tahun 2012 suhu udara rata-rata di Kabupaten Indramayu adalah 30 C dan curah hujan rata-rata sebesar 79 mmhari. Hal ini menunjukkan adanya perubahan pada curah hujan yang berpengaruh terhadap kondisi lingkungan terutama kondisi pertanian di Kabupaten Indramayu.

5.2. Karakteristik Usaha Tani Responden

Penelitian ini dilakukan terhadap petani yang sangat rentan terkena dampak akibat variabilitas cuaca. Penelitian ini memilih sampel di Kabupaten Indramayu. Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan produksi padi di setiap daerah yang mengalami dampak variabilitas cuaca seperti kemarau panjang dan curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan bencana banjir. Kecamatan Kandanghaur, Kecamatan Losarang dan Kecamatan Bongas dipilih dengan kriteria mewakili daerah sentra produksi padi yang terkena dampak bencana banjir dan kekeringan serta mengalami kerugian cukup besar. Untuk itu, peneliti mengambil sampel di Kecamatan Kandanghaur terdiri dari dua desa, Kecamatan Losarang terdiri dari tiga desa, dan Kecamatan Bongas terdiri dari tiga desa. Berikut adalah tabel wilayah penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Kabupaten Indramayu. Tabel 11 Wilayah studi penelitian Kecamatan DesaKelurahan Jumlah responden Kandanghaur Wirakanan 11 Kertawinangun 12 Karang Mulya 11 Losarang Santing 17 Muntur 16 Bongas Plawangan 17 Kerta Mulya 16 Total 100 Dari Tabel 11 diatas dapat terlihat bahwa wilayah studi penelitian ini difokuskan pada tiga kecamatan yang terdiri dari tujuh desa. Jumlah responden yang diambil yaitu 100 petani. Penelitian ini mengkaji tentang nilai kerugian petani padi akibat variabilitas cuaca dan proses adaptasi yang dilakukan petani di Kabupaten Indramayu. Karakteristik responden berdasarkan sosial ekonominya dapat dijelaskan dalam kriteria di bawah ini.

5.2.1. Tingkat Usia

Tingkat usia menjadi salah satu kriteria yang mencerminkan tingkat kedewasaan dan pola pikir seseorang dalam mengambil suatu tindakan atau keputusan dalam hidupnya, misalnya jenis pekerjaan dan alokasi pendapatan yang diterima. Karakteristik responden berdasarkan tingkat usia dapat dilihat pada Gambar 5 berikut. Sumber : Data primer diolah, 2015 Bersarkan data yang dipeoleh, responden memiliki tingkat usia yang bervariasi yaitu dari 28 tahun hingga 75 tahun. Usia responden sebagian besar berada pada kisaran 46-55 tahun sebanyak 32 dan 35-45 tahun sebanyak 26 yang merupakan usia produktif petani. Responden dengan usia kurang dari 35 tahun sebanyak 12 dan usia lebih dari 65 tahun sebanyak 12. 25-35 tahun 14 36-45 tahun 22 46-55 tahun 33 56-65 tahun 18 66-75 tahun 13 Gambar 5 Karakteristik responden berdasarkan tingkat usia

5.2.2. Lama Pendidikan

Selain tingkat usia, lama pendidikan formal juga merupakan faktor yang mempengaruhi pola pikir seseorang dalam mengambil suatu tindakan atau keputusan dalam hidupnya. Lamanya pendidikan formal mempengaruhi persepsi dan pola adaptasi petani terhadap variabilitas cuaca. Persentase lama pendidikan formal dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6. Sumber : Data primer diolah, 2015 Lama pendidikan mayoritas responden adalah 5-9 tahun dengan presentase sebesar 75. Lama pendidikan responden tertinggi yaitu berkisar 10-15 tahun dan hanya mencapai presentase sebesar 9. Faktor lamanya pendidikan yang rendah yang dimiliki petani ini pada umumnya dikarenakan kondisi perekonomian keluarga yang tidak mencukupi untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

5.2.3. Luas dan Status Kepemilikan Lahan

Responden memilki luas lahan yang bervariasi, yaitu antara 0,35-7 hektar. Responden yang melakukan kegiatan usahatani pada lahan kurang dari 1 hektar mencapai 65 dan yang bertani pada lahan antara 1-1,5 hektar sebanyak 20, sedangkan petani yang melakukan kegiatan usahatani pada lahan lebih dari 1,5 hektar adalah sebanyak 15. Karakteristik responden berdasarkan luas kepemilikan lahan dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 6 Karakteristik responden berdasarkan lama pendidikan 0-4 tahun 16 5-9 tahun 75 10-15 tahun 9 Sumber : Data primer diolah, 2015 Status kepemilikan lahan reponden pada umumnya berstatus pemilik yaitu sebanyak 63. Sementara itu untuk kepemilikan lahan responden berstatus penyewa sebanyak 30 dan sisanya sebanyak 7 berstatus pemilik sekaligus penyewa. Presentase status kepemilikan lahan dapat dilihat pada Gambar 8. Sumber : Data primer diolah, 2015

5.2.4. Lama Bertani

Responden dalam penelitian ini pada umumnya telah bertani dalam kurun waktu yang cukup lama. Hal ini ditunjukkan dengan responden sebanyak 36 telah bertani selama 10-20 tahun, 29 telah bertani selama 21-30 tahun, 20 telah bertani selama 31-40 tahun, dan sisanya sebanyak 15 telah bertani selama lebih dari 40 tahun. Presentase lama bertani dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 7 Karakteristik responden berdasarkan luas kepemilikan lahan Gambar 8. Karakteristik responden berdasarkan status kepemilikan lahan Pemilik 63 Penyewa 30 Pemilik dan Penyewa 7 1 hektar 65 1-1,5 hektar 20 1,5 hektar 15 Sumber : Data primer diolah, 2015 Gambar 9 Karakteristik responden berdasarkan lama bertani 10 - 20 tahun 36 21 - 30 tahun 29 31 - 40 tahun 15 40 tahun 20

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Persepsi terhadap Variabilitas Cuaca

Variabilitas cuaca telah mengakibatkan kerugian bagi petani di Kabupaten Indramayu. Untuk menilai persepsi petani padi terhadap variabilitas cuaca, peneliti mengambil 100 responden petani di Kabupaten Indramayu yang sangat rentan terhadap dampak variabilitas cuaca seperti bencana kekeringan dan kebanjiran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap variabilitas cuaca. Hal ini dikarenakan informasi dan ilmu pengetahuan yang mereka miliki tentang variabilitas cuaca berbeda- beda.

6.1.1. Persepsi Petani Padi terhadap Variabilitas Cuaca

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, survei melalui pertanyaan pertama mayoritas responden yaitu sebanyak 60 menilai sangat setuju dan 40 menilai setuju bahwa perubahan pola curah hujan terjadi dalam 5 tahun terakhir ini. Hal ini menandakan bahwa petani di Kabupaten Indramayu merasakan adanya variabilitas cuaca. Pertanyaan kedua yaitu sebanyak 54 dan 43 petani menilai sangat setuju dan setuju bahwa peningkatan frekwensi banjir terjadi dalam 5 tahun terakhir ini. Nilai tersebut menandakan bahwa mayoritas petani di Kabupaten Indramayu banyak yang mengalami kerugian akibat bencana banjir yang melanda lahan padi mereka. Pertanyaan ketiga yaitu sebanyak 58 petani menilai sangat setuju bahwa peningkatan frekuensi kekeringan terjadi dalam 5 tahun terakhir ini. Petani tersebut banyak yang mengalami puso akibat kekeringan yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Pertanyan keempat yaitu sebanyak 59 petani menilai sangat setuju bahwa perubahan pola tanam disebabkan oleh pergeseran curah hujan. Pertanyaan kelima yaitu sebanyak 65 petani menilai tidak setuju dengan terjadinya kenaikan permukaan air laut yang diakibatkan oleh variabilitas cuaca. Mayoritas petani di Kabupaten di Indramayu menyatakan bahwa mereka tidak merasakan adanya kenaikan permukaan air laut. Namun sebesar 14 menyatakan sangat setuju dengan pernyatan tersebut karena menurut petani disana lahan padi mereka sangat berdekatan dengan garis pantai. Adanya variabilitas cuaca tersebut juga didukung dengan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Jatiwangi yang menunjukkan bahwa data curah hujan selama 10 tahun terakhir yaitu pada tahun 2004 sampai dengan 2013 di wilayah Kabupaten Indramayu cenderung berubah. Perubahan terjadi terutama pada bulan masa tanam padi yaitu saat Musim Hujan MH dan Musim Kemarau I MK I. Bulan MH untuk menanam padi di Indramayu yaitu Oktober, November dan Desember sedangkan untuk bulan MK I yaitu Februari, Maret dan April. Perubahan ini menandakan bahwa petani sudah seharusnya melakukan startegi dan adaptasi terhadap variabilitas cuaca. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dari variabilitas cuaca tersebut. Grafik curah hujan selama 10 tahun terakhir untuk MH bulan Oktober, November dan Desember di Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Gambar 10. Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Jatiwangi Dapat dilihat pada Gambar 10 bahwa curah hujan tertinggi selama 10 tahun terakhir untuk bulan Oktober yaitu pada tahun 2010, untuk bulan November curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2010 dan untuk bulan Desember curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2007. Perubahan pola curah hujan tersebut dapat mempengaruhi produktivitas padi yang mengakibatkan kerugian seperti terkena bencana banjir. Kerugian tersebut berdampak pada hasil panen yang berkurang dan menyebabkan petani mengeluarkan biaya yang lebih untuk melakukan replanting. Masa tanam padi selanjutnya adalah MK I yaitu pada bulan Februari, Gambar 10 Data curah hujan mm MH bulan Okober , November , Desember tahun 2004-2013 di Kabupaten Indramayu 0,000 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Cura h H uja n m m Tahun