Hal ini dikarenakan dalam ARIMA, pemilihan model juga perlu mempertimbangkan faktor parsimoni. Parsimoni adalah konsep yang
mengutamakan kesederhanaan dalam suatu model. Konsep tersebut menekankan lebih baik memilih model dengan parameter sedikit daripada parameter banyak,
serta mengutamakan jumlah lag yang lebih sedikit Santoso, 2009.
Sumber: Data Sekunder, 2014 diolah
Gambar 15. Fungsi Autokorelasi untuk Harga Bawang Merah Setelah Second Differencing
Sumber: Data Sekunder, 2014 diolah
Gambar 16. Fungsi Autokorelasi Parsial untuk Harga Bawang Merah Setelah
Second Differencing
Model peramalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ARIMA p, d, q. Penggunaan model ARIMA ditentukan oleh data yang tidak
stasioner dan tidak ditemukannya pola musiman. Nilai p menunjukkan orde dari bagian AR Autoregressive atau autokorelasi, nilai d menunjukkan parameter
Lag
A ut
oc or
re la
ti on
28 26
24 22
20 18
16 14
12 10
8 6
4 2
1.0 0.8
0.6 0.4
0.2 0.0
-0.2 -0.4
-0.6 -0.8
-1.0
Autocorrelation Function for C5
with 5 significance limits for the autocorrelations
Lag
Pa rt
ia l A
ut oc
or re
la tio
n
28 26
24 22
20 18
16 14
12 10
8 6
4 2
1.0 0.8
0.6 0.4
0.2 0.0
-0.2 -0.4
-0.6 -0.8
-1.0
Partial Autocorrelation Function for C5
with 5 significance limits for the partial autocorrelations
differencing dalam data, dan nilai q menunjukkan orde dari bagian MA Moving
Average atau rata-rata bergerak.
Berdasarkan estimasi model yang telah dilakukan dengan menggunakan cara trial by error mencoba-coba maka model ARIMA terbaik yang dapat
digunakan adalah pada ARIMA 2,1,3. Hal ini disebabkan karena model ini telah memenuhi kriteria model ARIMA terbaik untuk digunakan. Kriteria yang
dipenuhi oleh model ARIMA 2,1,3, yaitu: 1. Model Parsimonious, model tentatif yang diperoleh yaitu model ARIMA
2,1,3 sudah menunjukkan bentuk paling sederhana. 2. Banyaknya parameter yang signifikan, hal ini ditunjukkan pada hasil
estimasi output dimana p-value koefisien kurang dari taraf nyata α = 0,05.
3. Kondisi invertibilitas, ditunjukkan oleh jumlah koefisien AR dan MA dimana masing-masingnya harus kurang dari 1. Hasil estimasi output
jumlah koefisien AR dan MA masing-masing adalah -1,0128 dan -0,6899. 4. Proses iterasi yang konvergen. Hal ini ditunjukkan dari pernyataan relative
change in each estimate less than 0,0010 pada hasil iterasi.
5. Residual atau error peramalan bersifat acak, ditunjukkan oleh indikator Box-Ljung Statistic
y ang lebih besar dari taraf nyata α = 0,05.
6. Model memiliki nilai MS sebesar 21.548.766 yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan model tentatif alternatif lainnya.
Berdasarkan kriteria model terbaik tersebut maka akan dilakukan peramalan time series harga bawang merah di Indonesia dengan menggunakan
model ARIMA 2,1,3. Peramalan ini dilakukan untuk melihat harga bawang merah di Indonesia selama dua belas bulan ke depan.
Persamaan model ARIMA 2,1,3 untuk harga bawang merah di Indonesia adalah:
Y-Y
t-1
= 396 – 0,3106 Y
t-1
- Y
t-2
- 0,7022 Y
t-2
- Y
t-3
– 0,4676 ε
t-1
- ε
t-2
– 0,6007 ε
t-2
- ε
t-3
+ 0,3784 ε
t-3
- ε
t-4
+ ε
t
Y = 396
– 0,3106 Y
t-1
– 0,3916 Y
t-2
+ 0,7022 Y
t-3
– 0,4676 ε
t-1
– 0,1331 ε
t-2
+ 0,979 ε
t-3
– 0,3784 ε
t-4
+ ε
t
Hasil dari peramalan menggunakan model 2,1,3 menunjukkan bahwa harga bawang merah di Indonesia akan mengalami fluktuasi namun cenderung
ada peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata perubahan harga per bulan diprediksi sebesar 2,01. Harga tertinggi terjadi pada bulan Juni 2014 sebesar Rp
28.009,8kg, sedangkan harga terendah terjadi pada bulan Agustus Rp 22.209,7kg. Adanya prediksi harga bawang merah yang meningkat karena
seringkali pada bulan-bulan tertentu tingkat konsumsi masyarakat tidak seimbang dengan jumlah produksi bawang merah di Indonesia. Adapun hasil estimasi model
ARIMA 2,1,3 dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
Tabel 7. Hasil Peramalan Harga Bawang Merah di Indonesia Model ARIMA 2, 1, 3
Tahun Bulan
Harga Rpkg Perubahan Harga
2014 Juni
28.009,8 23,78
Juli 25.195,3
-10,05 Agustus
22.209,7 -11,85
September 25.509,2
14,86 Oktober
26.977,0 5,75
November 24.600,4
-8,81 Desember
24.704,0 0,42
2015 Januari
26.736,6 8,23
Februari 26.428,7
-1,15 Maret
25.493,2 -3,54
April 26.396,0
3,54 Mei
27.168,6 2,93
Rata-rata perubahan harga 2,01
Sumber: Data Sekunder, 2014 diolah
Harga aktual bawang merah di Indonesia jika dibandingkan dengan harga bawang merah hasil peramalan pada bulan Juni, Juli, dan Agustus 2014 memiliki
selisih yang tidak besar. Nilai selisih terbesar terjadi pada bulan Agustus 2014 sebesar Rp 2.558,19 sedangkan nilai selisih terkecil terjadi pada bulan Juni 2014
yaitu sebesar Rp -2.195,15. Perbandingan harga bawang merah aktual dengan harga bawang merah hasil peramalan pada bulan Juni, Juli, Agustus 2014 dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Perbandingan Harga Bawang Merah Aktual dengan Harga Bawang Merah Hasil Peramalan
Harga Aktual Harga Hasil Peramalan
Selisih Juni
25.814,65 28.009,8
-2.195,15 Juli
27.224,06 25.195,3
2.028,76 Agustus
24.767,89 22.209,7
2.558,19
Sumber: Data Sekunder diolah dan Kemendag, 2014
Memasuki bulan puasa pada bulan Juni 2014, harga beberapa barang kebutuhan pokok terpantau relatif stabil. Kondisi tersebut ditunjang oleh
tersedianya pasokan yang cukup untuk komoditas barang kebutuhan pokok salah satunya bawang merah Kemendag, 2014. Pada bulan Juli 2014 harga bawang
merah aktual meningkat dari Rp 25.814,65 menjadi Rp 27.224,06. Hal ini dikarenakan adanya hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Juli 2014 sehingga
permintaan bawang merah meningkat yang menyebabkan harga juga ikut meningkat. Memasuki bulan Agustus, harga bawang merah aktual lebih rendah
dan relatif lebih stabil dibandingkan pada bulan Juli.
VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI HARGA
BAWANG MERAH DI INDONESIA
Analisis faktor-faktor yang memengaruhi harga riil bawang merah di Indonesia dapat dilakukan dengan mengestimasi faktor-faktor terkait
menggunakan model regresi. Hasil estimasi menggunakan E-views 6 menghasilkan model sebagai berikut:
PBM
t
= -16275,88 – 0,012197 QBM
t
- QBM
t-1
+ 0,0477 CBM
t-1
+ 5,1707 PIBM
t
- PIBM
t-1
+ 0,3623 PBM
t-1
Keterangan: PBM
t
= Harga riil bawang merah di Indonesia Rpkg QBM
t
- QBM
t-1
= Selisih jumlah penawaran bawang merah Indonesia tahun t dengan tahun t-1 Ton
CBM
t-1
= Lag jumlah konsumsi bawang merah Indonesia Ton PIBM
t
- PIBM
t-1
= Selisih harga riil bawang merah internasional tahun t dengan tahun t-1 USTon
PBM
t-1
= Lag harga riil bawang merah di Indonesia Rpkg
a. Uji Ekonomi
Berdasarkan model regresi harga riil bawang merah di Indonesia tanda parameter sudah sesuai dengan teori ekonomi Tabel 9. Lag jumlah konsumsi
bawang merah di Indonesia dan selisih harga riil bawang merah internasional memiliki tanda positif yang berarti setiap peningkatannya akan berpengaruh pada
peningkatan harga riil bawang merah di Indonesia, sedangkan variabel selisih jumlah penawaran bawang merah Indonesia memiliki tanda negatif yang berarti
setiap peningkatannya akan berpengaruh pada penurunan harga riil bawang merah di Indonesia.
1. Elastisitas untuk Selisih Jumlah Penawaran Bawang Merah di Indonesia Harga riil bawang merah di Indonesia tidak responsif terhadap perubahan
jumlah penawaran bawang merah di Indonesia baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal ini dikarenakan harga riil bawang merah di Indonesia
lebih ditentukan oleh lag harga riil bawang merah di Indonesia sehingga selisih
jumlah penawaran bawang merah Indonesia t dengan t-1 hanya mampu mebuat perubahan kecil terhadap harga riil bawang merah di Indonesia.
2. Elastisitas untuk Lag Jumlah Konsumsi Bawang Merah di Indonesia Harga riil bawang merah di Indonesia responsif terhadap perubahan jumlah
konsumsi bawang merah di Indonesia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dapat dilihat dari nilai elastisitas jangka pendek dan jangka
panjang yang kurang dari 1. Kondisi ini dapat dilihat pada saat hari-hari besar keagamaan konsumsi masyarakat terhadap bawang merah mengalami peningkatan
sehingga harga bawang merah mengalami peningkatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan hari-hari biasanya.
3. Elastisitas untuk Selisih Harga Riil Bawang Merah Internasional Periode t dengan t-1
Harga riil bawang merah di Indonesia tidak responsif terhadap perubahan harga rill bawang merah internasional baik dalam jangka pendek maupun dalam
jangka panjang. Hal ini dikarenakan harga bawang merah di Indonesia lebih ditentukan oleh lag harga riil bawang merah di Indonesia sehingga selisih harga
riil bawang merah internasional tahun t dengan t-1 hanya membuat perubahan kecil terhadap harga riil bawang merah di Indonesia.
Tabel 9. Hasil Estimasi Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Harga Bawang Merah di Indonesia
No Variabel
Estimasi Parameter
Elastisitas Prob|t|
VIF SR
LR
1 Intercept
-16275,88 -
- 0,000435
2 DQBM
-0,012197 -0,027999
-0,04390623 0,0845
1,049 3
LCBM 0,0477
2,344022131 3,675744285
0,000175 2,357
4 DPIBM
5,1707 -0,01464825
-0,02297043 0,1936
1,060 5
LPBM 0,3623
0,1023 2,356
Prob F 0,000097
LM-test 0,9069
R
2
0,7742 Uji White
0,1825 Dh
0,4349 Jarque-Bera
26,34
Keterangan: be
rpengaruh nyata pada taraf α = 5 berpengaruh nyata pada taraf α = 10
ber pengaruh nyata pada taraf α = 20
b. Uji Statisik
1. Uji-F
Nilai probabilitas F-stat model ini adalah sebesar 0,000097. Nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata 5 0,05 sehingga keadaan tersebut dapat dikatakan
tolak H yang dapat disimpulkan bahwa minimal terdapat satu variabel yang
berpengaruh nyata dalam mempengaruhi harga riil bawang merah di Indonesia dalam tingkat signifikansi 95.
Model harga riil bawang merah Indonesia memiliki nilai R-squared sebesar 77,42. Nilai R-squared menjelaskan bahwa sebesar 77,42 keragaman
pada harga riil bawang merah di Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat pada model, yaitu selisih jumlah penawaran bawang merah di
Indonesia pada tahun t dengan t-1, lag jumlah konsumsi bawang merah di Indonesia, selisih harga riil bawang merah internasional pada tahun t dengan t-1,
dan lag harga riil bawang merah di Indonesia sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model tersebut.
2. Uji-t
1 Selisih Jumlah Penawaran Bawang Merah di Indonesia Tahun t dengan t-1 Hasil p-value dari uji t yang diperoleh menunjukkan variabel selisih jumlah
penawaran bawang merah di Indonesia memiliki koefisien sebesar -0,012197 dengan nilai probabilitas t-stat sebesar 0,0845 nilai tersebut lebih kecil taraf nyata
α = 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa selisih jumlah penawaran bawang merah di Indonesia tahun t dengan t-1 berpengaruh terhadap harga riil bawang
merah di Indonesia. Hal ini berarti setiap peningkatan penawaran bawang merah di Indonesia sebesar 1.000 ton maka harga riil bawang merah di Indonesia
menurun sebesar 12,197 Rpkg. Jumlah produksi bawang merah di Indonesia ditentukan oleh musim panen dan cuaca. Pada kondisi bawang merah sedang
mengalami musim panen, jumlah produksi dan stok di pasar akan meningkat. Jika hal itu terjadi sedangkan jumlah konsumsi tetap atau ceteris paribus akan
menyebabkan harga riil bawang merah di Indonesia menurun. 2 Lag Jumlah Konsumsi Bawang Merah di Indonesia
Lag jumlah konsumsi bawang merah di Indonesia memiliki koefisien sebesar 0,0477 dengan nilai probabilitas t-stat sebesar 0,000175 lebih kecil dari
taraf nyata α = 5. Hal ini menunjukkan bahwa lag jumlah konsumsi bawang merah di Indonesia berpengaruh terhadap harga riil bawang merah di Indonesia
sehingga perubahan dari jumlah konsumsi bawang merah di Indonesia akan memengaruhi harga riil bawang merah di Indonesia. Peningkatan jumlah konsumi
bawang merah di Indonesia sebesar 1.000 ton maka harga riil bawang merah di Indonesia meningkat sebesar 47,7 Rpkg. Jumlah konsumsi bawang merah di
Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri olahan makanan.
Adanya penimbunan yang dilakukan oleh distributor dan pedagang besar dapat menyebabkan jumlah persediaan bawang merah di Indonesia tidak dapat
memenuhi jumlah konsumsi bawang merah di Indonesia. Adanya kesenjangan gap antara jumlah konsumsi dan jumlah stok yang ada menyebabkan harga riil
bawang merah di Indonesia dapat mengalami peningkatan Rachmat et al 2012. 3 Selisih Harga Riil Bawang Merah Internasional Tahun t dengan t-1
Variabel selisih harga riil bawang merah internasional memiliki nilai koefisien sebesar 5,1707 dengan nilai probabilitas t-stat sebesar 0,1936 lebih kecil
dari taraf nyata 20. Hal ini menunjukkan bahwa selisih harga riil bawang merah internasional tahun t dengan t-1 berpengaruh terhadap harga riil bawang merah di
Indonesia sehingga perubahan dari harga riil bawang merah internasional akan memengaruhi harga riil bawang merah di Indonesia. Peningkatan harga riil
bawang merah internasional sebesar 1.000 USTon menyebabkan harga riil bawang merah di Indonesia meningkat sebesar 5.170,7 Rpkg. Harga riil bawang
merah internasional mempunyai korelasi yang positif dengan harga riil bawang merah di Indonesia. Hal ini dikarenakan ketika harga riil bawang merah
internasional yang masuk mengalami penurunan maka harga riil bawang merah di Indonesia pun akan mengalami penurunan. Tujuannya adalah agar bawang merah
di Indonesia dapat bersaing dengan bawang merah impor dari segi harga jual Stato, 2007.
4 Lag Harga Riil Bawang Merah di Indonesia Variabel lag harga riil bawang merah di Indonesia memiliki nilai
probabilitas sebesar 0,1023 berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 10, kondisi
ini menunjukkan bahwa harga riil bawang merah di Indonesia memerlukan