n = 21 S= koefisien Skewness
K= koefisien Kurtosis Hipotesis pada uji normalitas adalah sebagai berikut:
H = error term terdistribusi normal
H
1
= error term tidak terdistribusi normal Kriteria pengujian:
P-value uji JB taraf nyata α maka terima H
, artinya error term terdistribusi normal;
P-value uji JB taraf nyata α maka tolak H
, artinya error term tidak terdistribusi normal
Taraf nyata yang digunakan dalam pengujian ini sebesar 0,05 5
2. Uji Multikolinearitas
Untuk menentukan masalah multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor
VIF. Masalah multikolinearitas pada suatu model persamaan linear regresi berganda akan selalu ditemukan, tetapi ada
yang serius dan ada yang tidak serius. Masalah multikolinearitas menjadi sangat serius jika nilai VIF lebih besar dari 10 sedangkan masalah
multikolinearitas dianggap tidak serius jika nilai VIF lebih kecil sama dengan 10.
Gujarati 2006 menyatakan bahwa keberadaan multikolinearitas dapat diukur dengan VIF. Rumus VIF dapat dituliskan sebagai berikut:
VIF
j
= , j = 1, 2, …, k …………………………………..4.7
R
2 j
ini adalah koefisien determinasi dari regresi variabel independen ke-j terhadap sisa variabel-variabel independen k-1. Untuk variabel
independen dimana k = 2, maka r
2 j
merupakan akar dari koefisien korelasi r mereka.
3. Uji Autokorelasi
Salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar estimasi parameter dalam model regresi linear berganda bersifat BLUE adalah autokorelasi
yaitu cov u
i
, u
j
= 0, i ≠ j. Artinya tidak ada korelasi antara U
i
dan U
j
untuk U
i
dan U
j
atau dapat dituliskan dengan EU
i
, U
j
= 0, i ≠ j. Asumsi ini mengandung arti nilai-nilai faktor gangguan U yang berurutan tidak
tergantung secara temporer, yaitu gangguan yang terjadi pada satu titik observasi tidak berhubungan dengan faktor-faktor gangguan lainnya.
Autukorelasi dari metode OLS akan menghasilkan underestimated standart error parameter
. Selanjutnya nilai statistik t dan F juga R
2
cenderung menjadi overestimated, sehingga memberikan kesimpulan yang menyesatkan tentang arti statistik dan hasil dari koefisien parameter
estimasi. Uji yang sering digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji
Durbin-Watson yang didefinisikan sebagai berikut: dw =
∑ ̂
̂ ∑
̂
…………………………………………4.8 dimana
̂ adalah nilai sisa residuals. Nilai statistik dw sama dengan 21
– ρ. Dimana ρ adalah koefisien korelasi antara error episode waktu t dengan error periode waktu t
– 1 yang didefinisikan sebagai:
ρ = ………………………………………………..4.9
Persamaan yang didalamnya terdapat variabel bedakala lag endogenous variable
uji serial korelasi dengan menggunakan Durbin Watson tidak valid untuk digunakan Pindyc dan Rubinfeld 1991 dalam
Novindra 2011. Sebagai penggantinya untuk mengetahui apakah terdapat serial korelasi autocorrelation atau tidak dalam setiap persamaan maka
digunakan statistic DH Durbin-h statistics. Persamaan berikut merupakan formula untuk memperoleh nilai DH atau h
hitung
Durbin-h statistics
. h
hitung
=
√
.......................................................4.10 keterangan:
d = d
w
statistik n
= 21, dan β
4
= parameter estimasi dari lag-variabel dependen PBM
t-1
.