Gelombang Laut Energi Laut

III KERANGKA PEMIKIRAN Meningkatnya perekonomian masyarakat memicu peningkatan kebutuhan energi terutama energi listrik. Ketersediaan listrik dalam kehidupan manusia sudah menjadi kebutuhan primer. Disisi lain, sumber penyediaan pembangkit listrik masih terpaku pada sumberdaya non renewable yaitu fosil, sehingga seiring berjalannya waktu maka sektor energi mulai mengalami penurunan sumber penyediaan energi listrik. Dalam pemenuhan ketersediaan listrik, pembangkit listrik yang masih tergantung pada sumberdaya fosil akan mengeksploitasi sumberdaya alam dan menimbulkan efek negatif bagi lingkungan di sekitarnya. Seiring dengan peningkatan ekonomi masyarakat, permintaan energi listrik dari berbagai sektor akan terus meningkat. Berdasarkan RUPTL PT.PLN Tahun 2010 hingga 2019, kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 55.000 Mega Watt MW sehingga rata-rata peningkatan kebutuhan listrik mencapai 5.500 MW per tahun. PT. PLN akan memenuhi kebutuhan listrik tersebut sebanyak 32.000 MW 57 persen, sedangkan sisanya yakni 23.500 MW akan dipenuhi oleh pengembang listrik swasta Adhi 2011. Pemenuhan kebutuhan listrik yang semakin meningkat akan memerlukan jenis-jenis bahan bakar yang dapat dijadikan sumber pembangkit listrik. Rencana Umum Diversifikasi Energi mencantumkan bahwa terdapat jenis-jenis bahan bakar yang akan digunakan pada pembangkit listrik yaitu BBM, gas, batubara, biofuel, panas bumi, dan Energi Baru Terbarukan EBT lain. Jenis EBT lain meliputi biomassa, nuklir, air, surya, angin, Coal Bed Methane CBM, hidrogen, oil shale, dan biogenic gas BP-PEN 2006. Hingga tahun 2010 dalam BP-PEN tersebut pemerintah belum mengakomodasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya energi laut dalam tataran kebijakan. Pada tahun 2014 pemerintah mulai memperlihatkan keseriusannya dalam pengembangan energi laut melalui pembuatan Peta Potensi Energi Laut 2014 dan mempersiapkan pilot project pembangkit listrik tenaga laut. Disamping memenuhi kebutuhan listrik diperlukan pula pengelolaan yang berkelanjutan terhadap pemanfaatan sumber pembangkit listrik. Merujuk pada UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi, Pasal 3 menyebutkan bahwa dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, maka salah satu tujuan pengelolaan energi adalah terjaminnya pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan serta terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup. Selain itu, pada Perpres No.5 Tahun 2006 tentang KEN memiliki empat kebijakan utama yang salah satunya adalah pelestarian lingkungan dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. KEN memiliki sasaran mewujudkan energi primer mix atau bauran energi yang optimal pada tahun 2025, salah satu sasarannya adalah mengoptimalkan EBT lainnya menjadi lebih dari 5 persen. Pada UU No.30 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 6 menyebutkan bahwa sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. Sesuai dengan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN, hasil atau pendapatan yang diperoleh dari kelompok sumber daya alam diarahkan untuk percepatan pertumbuhan ekonomi, salah satunya adalah memperkuat pendanaan dalam pencarian sumber-sumber energi alternatif yang menjadi jembatan dari energi fosil ke energi yang terbarukan, termasuk di dalamnya tertera energi arus laut. Pegembangan energi arus laut sebagai energi alternatif yang sedang dikembangkan saat ini adalah PLTAL yang terletak di Selat Nusa Penida. Salah satu perusahaan swasta yang telah melakukan proyek percontohan turbin PLTAL tersebut adalah PT.T-Files Indonesia. Keberadaan PLTAL ini mampu menjadi sumber alternatif pemasok listrik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar Selat Nusa Penida khususnya masyarakat Desa Toyopakeh. Penelitian ini akan mengidentifikasi manfaat-manfaat yang telah dirasakan oleh masyarakat Desa Toyopakeh dari penerangan PLTAL. Apabila masyarakat telah merasakan manfaat maka diperlukan penelitian mengestimasi nilai willingness to pay WTP. Hal ini dilakukan untuk mengetahui preferensi dan respon masyarakat Desa Toyopakeh terhadap pengelolaan PLTAL, dan seberapa besar kesediaan masyarakat Desa Toyopakeh untuk membayar pengelolaan PLTAL supaya penerangan yang dihasilkan dapat terus dirasakan.