Perubahan Penggunaan Lahan pada Periode Tahun 1990 - 2000 dan 2000 - 2008

5.3 Perubahan Penggunaan Lahan pada Periode Tahun 1990 - 2000 dan 2000 - 2008

Pada peta penggunaan lahan tahun 1990, 2000, dan 2008, dapat dilihat bahwa telah terjadi beberapa perubahan bentuk maupun luasan penggunaan lahan. Hasil proses overlay tumpang-tindih masing-masing peta penggunaan lahan menunjukkan luas perubahan penggunaan lahan. Proporsi perubahan luas penggunaan lahan yang terjadi dalam periode tahun 1990 - 2000 dan tahun 2000 – 2008 disajikan pada Gambar 23. Pada tahun 1990 - 2000 besar perubahan penggunaan lahan sekitar 14.840 ha sedangkan pada tahun 2000 - 2008 perubahan yang terjadi sebesar 20.020 ha. Dari Gambar 23 diketahui bahwa pada periode tahun 1990 - 2000 tipe penggunaan lahan yang mengalami perubahan luasan terbesar adalah hutan yaitu penurunan luasan sebesar 26,8 dari total perubahan luasan yang terjadi. Artinya telah terjadi pengalihan fungsi hutan menjadi tipe penggunaan lahan lainnya. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat pentingnya fungsi hutan dalam sistem tata air sampai ke hilir. Kemudian perubahan ini diikuti oleh penambahan luasan kebun jati sebesar 17,9, dan penurunan luasan sawah sebesar 16,7. Gambar 9 Perubahan Luasan Penggunaan Lahan Peroide Tahun 1990 - 2000 dan 2000 - 2008 Ket : angka di atas diagram menunjukkan persentase luas terhadap total BDA : badan air KCK : kebun coklat KTB : kebun tebu MRV : mangrove SMK : semak HTN : hutan KJT : kebun jati KTH : kebun teh PMK : pemukiman SNG : sungai KCP : kebun campuran KKR : kebun karet LDG : ladang SWH : sawah TMB : tambak Pada periode pengamatan selanjutnya yaitu tahun 2000 - 2008 telah terjadi perubahan tipe penggunaan lahan dengan pola yang berbeda dari periode sebelumnya. Dapat diketahui bahwa pada periode ini perubahan luasan terbesar terjadi pada pemukiman, yaitu penambahan luasan sebesar 36,6, penambahan ini sekitar tiga kali lipat dari penambahan luas pada periode sebelumnya yang hanya berkisar 12,5 dari total perubahan luas penggunaan lahan. Perubahan luas terbesar kedua adalah kebun jati yang mengalami penurunan luasan sebesar 18,1 dari luas total perubahan, dan diikuti penurunan luasan kebun campuran sebesar 16,3. Mengingat penambahan pemukiman sampai tiga kali lipat dari perubahan luas pada periode sebelumnya, tidak menutup kemungkinan bahwa peningkatan ini berhubungan dengan penurunan luas penggunaan lahan lainnya seperti kebun campuran dan penggunaan lahan lain. Peningkatan luas pemukiman ini berkaitan dengan jumlah penduduk yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990 - 2000, pertumbuhan penduduk di daerah penelitian rata-rata 0,42 sedangkan pada tahun 2000 - 2008 mencapai 0,84. Gambar 23 juga memperlihatkan beberapa pola perubahan yang sama dari periode pertama yaitu pada tahun 1990 - 2000 dan periode selanjutnya yaitu tahun 2000 - 2008. Misalnya hutan dan sawah memiliki pola yang sama yaitu mengalami penurunan, dan penurunan luasan ini sekitar sepertiga dari penurunan luasan pada periode sebelumnya. Kebun campuran dan kebun jati juga memiliki pola yang sama, yaitu meningkat di periode 1990 - 2000, kemudian menurun di periode 2000 - 2008. Kebun tebu, pemukiman dan semak juga memiliki pola yang sama, yaitu selalu meningkat dari tahun ke tahun berikutnya. Sedangkan beberapa penggunaan lahan lainnya terlihat sangat sedikit sekali perubahan yang terjadi yaitu 5 dan bahkan ada yang tidak berubah. Table 5 dan Tabel 6 menunjukkan matriks perubahan penggunaan lahan pada masing-masing periode. Tabel 5 menunjukkan perubahan luasan penggunaan lahan terbesar pada tahun 1990 - 2000 terjadi pada hutan yaitu penurunan luasan sebesar 26,8. Perubahan ini meliputi penggunaan lahan hutan berubah menjadi semak 1,1, kebun jati 0,8 dan sisanya menjadi ladang dan sawah. Semak merupakan suatu bentuk peralihan dari satu penggunaan lahan menjadi bentuk penggunaan lahan lainnya. Misalnya, hutan yang akan dialih fungsikan menjadi ladang. Sebelum digunakan sebagai ladang, ada fase-fase dimana lahan tersebut tidak dimanfaatkan, seperti pada saat penebangan hutan, pengeringan lahan untuk mengatur kelembaban tanah, dan persiapan lahan lainnya. Oleh sebab itu luas hutan yang terkonversi menjadi semak sangat tinggi. Gambar 23 juga menunjukkan bahwa penambahan luas pemukiman pada periode tahun 2000 - 2008 mencapai 36,6, yang merupakan perubahan luasan penggunaan lahan terbesar. Tabel 6 menunjukkan bahwa penambahan luas pemukiman tersebut berasal dari sawah 2,3, dan kebun campuran 0,7 serta beberapa penggunaan lahan lainnya dengan proporsi masing-masing 0,5. Pada periode ini, hampir semua tipe penggunaan lahan berubah menjadi pemukiman, kecuali badan air, sungai dan tambak. 5.4 Faktor Sosial dan Ekonomi yang Mempengaruhi Perubahan Luasan Penggunaan Lahan Periode Tahun 1990 - 2000 dan 2000 - 2008 Dari 15 lima belas tipe penggunaan lahan, tujuh diantaranya tidak dapat dianalisis dengan metode Analisis Regresi Berganda Multiple Regression Analysis karena beberapa alasan, yaitu pertama luasan penggunaan lahan relatif tetap karena sangat dipengaruhi oleh keberadaan volume air yang terekam pada saat perekaman data oleh satelit seperti pada badan air dan sungai. Ketika musim hujan, dengan intensitas hujan yang lebih tinggi akan menyebabkan volume air meningkat, tetapi ketika musim kemarau, dengan intensitas hujan yang sedikit akan menyebabkan volume air menurun. Kedua karena populasi data sebagai syarat dilakukannya analisis tidak mencukupi, yaitu jumlah data kurang dari jumlah peubah yang digunakan. Hal ini terjadi pada lima penggunaan lahan lainnya yaitu kebun coklat, kebun karet, kebun teh, mangrove dan tambak. Kelima penggunaan lahan ini memiliki pola yang mengumpul dan juga tidak terjadi perubahan luasan yang nyata dari tahun ke tahun. Analisis statistika tahun 1990 - 2000 per kecamatan menghasilkan beberapa persamaan yang disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Persamaan Regresi, Koefisien Determinasi, Nilai F hitung, Nilai F tabel dan Nilai Probabilitas Kritis Analisis Tahun 1990 - 2000 per Kecamatan Persamaan Regresi R 2 F hitung F tabel P Y 1 = - 0,730 + 2,370X 3 - 36,30X 5 + 352X 6 + 1,390X 8 0,63 2,55 3,48 0,15 Y 2 = 0,026 + 0,053X 2 + 0,400X 5 + 8,20X 6 + 0,009X 7 + 0,401X 8 0,43 1,65 2,85 0,23 Y 3 = 0,248 + 0,004X 2 + 36,70X 5 + 989X 6 0,95 20,19 4,76 0,02 Y 4 = - 0,003 + 0,010X 1 - 0,001X 7 + 0,114X 8 0,86 2,01 6,59 0,47 Y 5 = 0,0449 + 0,151X 2 - 4,27X 5 - 0,001X 7 + 0,227X 8 0,24 0,63 3,26 0,65 Y 6 = - 0,003 + 0,0126X 2 + 0,0302X 3 + 13,3X 6 - 0,009X 7 + 0,186X 8 0,41 2,05 2,71 0,13 Y 7 = 0,293 + 0,104X 2 + 0,751X 3 + 0,32X 5 + 58X 6 - 0,043X 7 0,22 0,86 2,71 0,53 Y 8 = - 0,025 + 0,360X 3 + 3,2X 5 - 0,036X 7 + 0,91X 8 0,36 0,69 3,63 0,63 Sumber : hasil analisis dengan Minitab Dari delapan model yang diperoleh, model dengan persamaan yang memiliki hubungan erat atau yang paling baik adalah model persamaan perubahan luas kebun jati, dengan nilai R 2 0,95. Artinya model mampu menerangkan 95 variasi yang terjadi. Nilai P persamaan dalam Analysis of Variance 95 selang kepercayaan model. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan semua peubah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan yang terjadi. Sedangkan model dengan persamaan paling buruk adalah perubahan luas sawah dengan nilai R 2 hanya 0,22. Dalam hal ini, perubahan yang terjadi pada sawah masih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, seperti faktor fisik dan teknologi yang berkembang. Pada analisis tahun 2000 - 2008 per kecamatan, juga menghasilkan delapan persamaan yang disajikan oleh Tabel 9. Berbeda dengan hasil analisis pada periode sebelumnya, pada periode ini persamaan yang memiliki hubungan erat atau yang paling baik adalah model persamaan perubahan luas kebun tebu, dengan nilai R 2 yaitu 0,95 dimana model mampu menerangkan 95 variasi yang terjadi. Nilai P persamaan ini dalam Analysis of Variance sama dengan selang kepercayaan yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan semua peubah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan yang terjadi. Model dengan persamaan paling buruk adalah perubahan luas pemukiman dengan nilai R 2 hanya 0,06. Hal ini karena masih banyak faktor lain yang mempengaruhinya, seperti faktor kelembagaan ataupun regulasi. Tabel 9 Persamaan Regresi, Koefisien Determinasi, Nilai F hitung, Nilai F tabel dan Nilai Probabilitas Kritis Analisis Tahun 2000 - 2008 per Kecamatan Persamaan Regresi R 2 F hitung F tabel P Y 1 = 1,17 + 0,047X 3 - 21,9X 5 - 0,0267X 7 + 6,35X 8 0,50 1,49 3,48 0,31 Y 2 = 0,035 + 0,031X 3 - 0,094X 5 + 4,98X 6 - 0,004X 7 + 0,490X 8 0,30 0,87 2,90 0,53 Y 3 = 0,074 + 0,646X 2 + 0,138X 3 - 90X 5 0,63 1,69 4,76 0,34 Y 4 = 0,010 + 0,039X 2 + 0,052X 8 0,95 18,73 6,94 0,05 Y 5 = 0,001 + 0,004X 2 + 7,33X 5 - 0,010X 7 + 0,312X 8 0,40 1,84 3,06 0,19 Y 6 = 0,11 + 0,001X 2 + 0,009X 3 + 0,407X 5 - 0,006X 7 + 0,047X 8 0,06 0,21 2,71 0,96 Y 7 = 0,819 + 0,005X 2 + 0,040X 3 - 0,0337X 7 + 1,21X 8 0,08 0,33 2,90 0,85 Y 8 = 0,235 + 8,9X 5 + 20X 6 - 0,045X 7 0,14 0,33 3,86 0,80 Sumber : hasil analisis dengan Minitab Analisis tahun 2000 - 2008 per desa juga menghasilkan delapan model persamaan yang disajikan pada Tabel 10. Model yang paling baik adalah model persamaan perubahan luas kebun tebu, dengan nilai R 2 yaitu 0,58. Artinya model mampu menerangkan 58 variasi yang terjadi. Nilai P persamaan ini dalam Analysis of Variance 95 selang kepercayaan yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan semua peubah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan yang terjadi. Model dengan persamaan yang paling buruk adalah perubahan luas sawah dengan nilai R 2 hanya 0,04. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak faktor lain yang lebih berperan dalam mempengaruhi perubahan luas sawah, seperti faktor fisik dan teknologi. Tabel 10 Persamaan Regresi, Koefisien Determinasi, Nilai F hitung, Nilai F tabel dan Nilai Probabilitas Kritis Analisis Tahun 2000 - 2008 per Desa Persamaan Regresi R 2 F hitung F tabel P Y 1 = 0,353 + 0,067X 3 + 0,47X 4 + 0,0X 6 0,06 1,00 2,76 0,34 Y 2 = 0,093 + 0,0119X 3 + 0,214X 4 + 0,044X 5 + 0,095X 8 0,05 1,39 2,45 0,24 Y 3 = 0,451 + 0,098X 1 + 0,013X 3 + 6,96X 5 + 0,269X 8 0,06 0,66 2,61 0,62 Y 4 = 0,122 + 0,283X 2 + 0,256X 8 0,58 7,55 3,81 0,01 Y 5 = 0,113 + 0,003X 1 + 0,332X 5 + 4,73X 6 + 0,111X 8 0,05 0,93 2,53 0,45 Y 6 = 0,072 + 0,027X 2 + 0,009X 3 + 0,162X 5 + 1,08X 6 + 0,259X 8 0,18 7,81 2,21 0,00 Y 7 = 0,616 + 0,015X 2 + 0,719X 4 + 0,126X 5 + 5,23X 6 0,04 1,69 2,37 0,16 Y 8 = 0,293 + 0,172X 2 + 106X 6 + 0,077X 8 0,12 2,37 2,76 0,08 Sumber : hasil analisis dengan Minitab Secara umum, dilihat dari jumlah peubah muncul di semua persamaan perubahan luas penggunaan lahan di DAS Cipunagara dan sekitarnya analisis per kecamatan pada rentang periode tahun 1990 - 2000 dan tahun 2000 - 2008, dipengaruhi aksesibilitas jarak ke pasar dan kerapatan jalan. Sedangkan menurut hasil analisis desa pada tahun 2000 - 2008 faktor yang secara umum menyebabkan perubahan penggunaan lahan adalah aksesibilitas kerapatan jalan. Adapun model persamaan perubahan luas penggunaan lahan untuk masing-masing penggunaan lahan adalah sebagai berikut :

a. Faktor yang mempengaruhi perubahan luas penggunaan lahan hutan

Model persamaan perubahan penggunaan lahan hutan pada analisis kecamatan tahun 1990 - 2000 yaitu Y 1 = - 0,730 + 2,37X 3 - 36,3X 5 + 352X 6 + 1,39X 8 Tabel 8 dengan R 2 cukup besar yaitu 0,63, artinya model tersebut mampu menerangkan 63 variasi yang terjadi. Pada tahun 2000 - 2008 model persamaannya menjadi Y 1 = 1,17 + 0,047X 3 - 21,9X 5 - 0,0267X 7 + 6,35X 8 Tabel 9, dengan R 2 0,50. Namun berdasarkan Analysis of Variance yang menunjukkan uji signifikasi secara menyeluruh, kedua model memiliki nilai F hitung F tabel dan nilai P 95, hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan tidak semua peubah bebas memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan 95. Sedangkan pada analisis per desa pada tahun 2000 - 2008 persamaannya menjadi Y 1 = 0,353 + 0,067X 3 + 0,47X 4 + 0,0X 6 Tabel 10, dengan R 2 0,06 dan nilai F hitung F tabel serta nilai P 95. Artinya secara umum model ini kurang baik, dan peubah bebas yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan yang terjadi. Berdasarkan nilai koefisien regresi, pada analisis kecamatan tahun 1990 - 2000 peubah perubahan kerapatan penduduk X 3 merupakan peubah yang berpotensial mempengaruhi perubahan luas hutan dengan nilai P 0,06. Pada analisis tahun 2000 - 2008 per kecamatan faktor yang berpotensi mempengaruhi perubahan adalah keratapatan jalan X 8 dengan nilai P 0,06. Dan pada analisis tingkat desa faktor yang berpotensi mempengaruhi perubahan adalah perubahan kerapatan penduduk X 3 dan kerapatan jalan X 8 dengan nilai P mendekati tingkat kepercayaan yang digunakan yaitu 95 Lampiran 2.

b. Faktor yang mempengaruhi perubahan luas penggunaan lahan kebun

campuran Model dengan perubahan penggunaan lahan kebun campuran pada analisis kecamatan pada tahun 1990 - 2000 yaitu Y 2 = 0,026 + 0,053X 2 + 0,400X 5 + 8,20X 6 + 0,009X 7 + 0,401X 8 Tabel 8, dengan R 2 0,43 dimana model tersebut hanya mampu menerangkan 43 variasi yang terjadi. Pada tahun 2000 - 2008 model persamaannya menjadi Y 2 = 0,035 + 0,031X 3 - 0,094X 5 + 4,98X 6 - 0,004X 7 + 0,490X 8 Tabel 9, dengan R 2 0,30. Namun berdasarkan Analysis of Variance yang menunjukkan uji signifikasi secara menyeluruh, kedua model memiliki nilai F hitung F tabel dan nilai P 95. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan tidak semua peubah bebas memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan 95. Sedangkan pada analisis per desa pada tahun 2000 - 2008 yang sama persamaannya menjadi Y 2 = 0,093 + 0,0119X 3 + 0,214X 4 + 0,044X 5 + 0,095X 8 Tabel 10, dengan R 2 hanya 0,05 dan nilai F hitung F tabel serta nilai P 95. Artinya secara umum model ini kurang baik, dan peubah bebas yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan yang terjadi. Berdasarkan nilai koefisien regresi, pada analisis kecamatan tahun 1990 – 2000 dan 2000 - 2008 tidak ada peubah yang memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan luas kebun campuran. Begitu pula pada analisis per desa tahun 2000 - 2008.

c. Faktor yang mempengaruhi perubahan luas penggunaan lahan kebun

jati Model dengan perubahan penggunaan lahan kebun jati pada analisis kecamatan pada tahun 1990 - 2000 yaitu Y 3 = 0,248 + 0,004X 2 + 36,70X 5 + 989X 6 Tabel 8. Model ini memiliki R 2 0,95, artinya model tersebut mampu menerangkan 95 variasi yang terjadi dengan nilai F hitung F tabel dan nilai P 95. Pada tahun 2000 - 2008 model persamaannya menjadi Y 3 = 0,074 + 0,646X 2 + 0,138X 3 - 90X 5 Tabel 9, dengan R 2 0,63 dan nilai F hitung F tabel serta nilai P . Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan model pada tahun 1990 - 2000 cukup bagus dan semua peubah bebas memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan luasan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan 95. Sedangkan model tahun 2000 - 2008 secara keseluruhan baik, tetapi tidak semua peubah bebas memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan yang terjadi. Sedangkan pada analisis per desa pada tahun 2000 - 2008 persamaannya menjadi Y 3 = 0,451 + 0,098X 1 + 0,013X 3 + 6,96X 5 + 0,269X 8 Tabel 10, dengan R 2 hanya 0,06 dan nilai F hitung F tabel serta nilai P 95. Artinya secara umum model ini kurang baik, dan peubah bebas yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan yang terjadi. Berdasarkan nilai koefisien regresi, pada analisis kecamatan tahun 1990 - 2000 peubah yang berpotensial mempengaruhi perubahan luas kebun jati secara nyata adalah jumlah pasar X 5 . Hal ini ditunjukkan oleh nilai P 0,05 yang sama dengan tingkat kepercayaan yang digunakan Lampiran 2. Pada analisis tahun 2000 - 2008 per kecamatan maupun per desa, tidak ada faktor yang secara nyata mempengaruhi perubahan.