2.1.2 Pengertian Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan adalah setiap bentuk campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual
Vink, 1975; Supryati, 2006. Dalam penggunaan lahan ini manusia berperan sebagai pengatur ekosistem, yaitu dengan menyingkirkan komponen-komponen
yang dianggapnya tidak berguna ataupun dengan mengembangkan komponen yang diperkirakan akan menunjang penggunaan lahannya Mather, 1986;
Gandasasmita, 2001. Kebutuhan manusia hampir tidak terbatas, oleh karena itu penggunaan
lahan menjadi dinamis dan bervariasi menurut tempat dan waktu sejalan dengan perkembangan kebutuhan hidup dan kemampuannya dalam memanipulasi kondisi
fisik lahan. Dengan demikian, untuk memahami pola penggunaan lahan di suatu wilayah, terlebih dahulu harus dipahami dinamika sosial dan ekonomi yang
berkembang dalam masyarakatnya Gandasasmita, 2001.
2.1.3 Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan oleh aktifitas terhadap suatu lahan yang berbeda dengan aktifitas sebelumnya, baik untuk tujuan
komersial maupun untuk industri Kristiani, 2007. Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian bersifat irreversible tidak dapat balik, karena
untuk mengembalikannya membutuhkan modal yang sangat besar. Tipe penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain faktor manusia, dan lingkungan fisik lahan tersebut. a
Faktor Manusia Dalam hal ini terkait pada kualitas dan kuantitas manusianya. Kualitas
manusia dapat dinilai dari umur, kepribadian, dan pendidikan serta segala sesuatu yang menentukan kualitas diri manusia tersebut dalam menentukan
keputusan Mather, 1986. Sedangkan kuantitas manusia terkait dengan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk yang semakin tinggi,
berdampak pada tekanan populasi yang semakin besar, dan hal ini merupakan pendorong utama terhadap perubahan lahan pertanian di negara berkembang.
b Faktor fisik lingkungan
Faktor fisik lingkungan yang mempengaruhi pola penggunaan lahan adalah elevasi, lereng, keadaan tanah, ketersediaan air, dan faktor iklim. Faktor lereng
dan ketinggian tempat mempunyai hubungan yang erat dengan kelembaban tanah dan suhu, oleh karena itu sangat berperan dalam proses pelapukan dan
perkembangan tanah. Peranan elevasi berpengaruh terhadap peluang untuk pengairan, sedangkan lereng terkait dengan kemudahan pengelolaan dan
kelestarian lingkungan. Tanah berhubungan dengan fungsinya sebagai sumber hara, yang paling sering dimodifikasi agar penggunaan lahan yang diterapkan
mendapatkan hasil yang maksimal Gandasasmita, 2001.
2. 2 Pemetaan Penggunaan Lahan 2.2.1 Penginderaan Jauh
Penginderaan Jauh
remote sensing adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui
analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji Lillesand dan Kiefer, 1994.
Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Objek yang diindera
adalah objek yang terletak di permukaan bumi, atmosfer, dan antariksa. Data penginderaan jauh dapat berupa citra imaginery, grafik, atau data numerik. Data
tersebut dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah atau fenomena yang diteliti Purwadhi, 2001.
Batas kemampuan sensor dalam memisahkan setiap objek disebut dengan resolusi. Resolusi suatu sensor merupakan indikator tentang kemampuan sensor
atau kualitas sensor dalam merekam objek. Di dalam citra resolusi merupakan parameter limit atau daya pisah objek yang masih dapat dipisahkan. Empat
resolusi yang biasa digunakan sebagai parameter kemampuan sensor, yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, dan resolusi temporal.
Resolusi spasial adalah ukuran objek terkecil yang masih dapat direkam, dibedakan, dan dikenali pada citra. Semakin kecil ukuran objek yang dapat
direkam semakin baik kualitas sensornya. Resolusi spektral merupakan daya pisah objek berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman
data. Resolusi radiometrik adalah kemampuan sistem sensor untuk mendeteksi perbedaan pantulan terkecil, atau kepekaan sensor terhadap perbedaan terkecil
kekuatan sinyal. Resolusi temporal merupakan jangka waktu sensor melakukan perekaman ulang terhadap kenampakan objek yang sama Purwadhi, 2001. Citra
Landsat mempunyai resolusi spektral 30 x 30 m
2
, resolusi spektral 0,45-12,5 µm yang terbagi ke dalam 8 band, resolusi temporal 16 hari, dan resolusi radiometrik
8 bit 256 level. Analisis data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta
tematik, data statistik, dan data lapangan. Hasil analisis yang diperoleh dapat berupa informasi tentang bentang alam, kondisi lokasi, kondisi sumberdaya alam,
dan juga jenis penutupan lahan daerah yang dikaji. Informasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan
dan pengembangan daerah tersebut. Aplikasi pemetaan penggunaan lahan dengan menggunakan citra satelit
memiliki keuntungan yaitu liputannya yang luas dan berulang efektif untuk pengumpulan dan kemudahan mengupdate data penggunaan lahan. Landsat
merupakan data penginderaan jauh yang memiliki cakupan yang luas dan kualitas resolusi spasial yang semakin membaik dari waktu ke waktu.
2.2.2 Interpretasi Citra
Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti pentingnya objek yang
tergambar pada citra Estes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986. Kunci interpretasi citra mempunyai 9 sembilan unsur, yaitu 1 ronawarna, 2 ukuran,
3 bentuk, 4 tekstur, 5 pola, 6 tinggi, 7 bayangan, 8 situs dan 9 asosiasi Sutanto, 1986. Keterangan setiap unsur interpretasi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Unsur-unsur dalam Interpretasi Citra
Unsur Keterangan
interpretasi Rona
Menunjukkan adanya tingkatan keabuan yang teramati pada foto udara hitam putih dan dapat diwujudkan dengan nilai densitas cara logaritmik
antara hitam dan putih, dengan berpedoman pada skala keabuan. Warna
Warna dapat dipresentasikan terhadap 3 unsur hue, value, chroma, dan mengelompokkannya dalam berbagai kelas. Perbedaan warna pada
kertas cetakan atau transparansi lebih mudah dikenali daripada perbedaan rona pada foto udara hitam putih.
Ukuran Memiliki dua aspek dan biasanya memerlukan sebuah stereoskop untuk
pengamatan tiga dimensional. Ukuran objek bermanfaat dalam pengenalan objek tertentu seperti pohon tua, dewasa, muda, pohon
anakan dan semak. Bentuk
Bentuk dan ukuran sering berasosiasi sangat erat. Bentuk menunjuk pada konfigurasi umum suatu objek sebagaimana terekam pada citra
penginderaan jauh. Tekstur
Perbedaan tekstur dapat dikenali pada semua skala foto udara dengan resolusi spasial citra satelit yang semakin baik. Tekstur merupakan
frekuensi perubahan rona dalam citra foto udara. Bayangan
Berasosiasi dengan bentuk dan tinggi objek. Pola
Merupakan sebuah karakteristik makro yang digunakan untuk mendeskripsi tata ruang pada citra, termasuk didalamnya pengulangan
kenampakan-kenampakan alami. Sering berasosiasi dengan geologi, topografi, tanah, iklim, dan komunitas tanaman.
Situs Menjelaskan tentang posisi muka bumi dari citra yang diamati dalam
kaitannya dengan kenampakkan disekitarnya atau berkonotasi terhadap gabungan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi karakteristik
makro objek. Asosiasi
Menunjuk suatu komunitas objek yang memiliki keseragaman tertentu atau beberapa objek yang berdekatan secara erat dimana masing-masing
membentuk keberadaan yang lainnya. Tinggi
Unsur pengenalan objek yang paling penting pada foto udara.
Secara umum interpretasi visual dilakukan pada data penginderaan jauh dalam bentuk peta analog seperti foto udara. Namun interpretasi visual juga dapat
dilaksanakan pada data format digital yang tersedia langsung pada komputer.
Kelebihan dari interpretasi visual secara langsung di komputer ini lebih mudah dan dapat mendeteksi obyek melalui pengaturan komposisi band citra. Dan
perkembangan satelit penginderaan jauh yang menyediakan citra satelit beresolusi tinggi yang melebihi data foto udara memungkinkan interpretasi visual
bermanfaat dalam kegiatan interpretasi citra. Interpretasi citra secara visual menurut Vink 1975 dilakukan melalui
enam tahap yaitu deteksi, identifikasi, analisis, deduksi, klasifikasi dan idealisasi. Kegiatan deteksi merupakan kegiatan penyadapan data secara selektif atas obyek
yang tampak langsung dan tidak tampak langsung atau sulit dikenali. Obyek yang dikenali kemudian dipisahkan dengan cara penarikan garis batas antara kelompok
yang memiliki kesamaan wujud. Proses deduksi pada dasarnya untuk memastikan obyek berdasarkan konvergensi bukti atau ciri-ciri yang mengarah pada obyek
tersebut. Berikutnya dilakukan klasifikasi atau pengelompokkan obyek ke dalam kelas-kelas berdasarkan kesamaan antara obyek dan secara idealis merupakan
kegiatan menggambar hasil interpretasi yang dilakukan Wasit, 2010. Interpretasi citra selain didasarkan pemahaman tentang obyek bedasarkan
unsur-unsur interpretasi yang dikenali. Pengenalan obyek juga sangat tergantung pada data citra penginderaan jauh yang tersedia baik foto udara maupun citra
satelit. Citra foto udara skala besar atau citra satelit beresolusi tinggi senantiasa akan memperlihatkan unsur-unsur interpretasi citra secara jelas, sedangkan yang
berskala kecil atau beresolusi rendah obyek sulit dikenali hanya didasarkan pada pembeda warna atau bentuk. Sebagai pelengkap agar interpretasi berlangsung
dengan mudah maka data dasar tersedia dan pengalaman interpreter terhadap lokasi yang dikaji yang memadai sangat membantu interpreter dalam pengenalan
obyek sebenarnya.
2.3 Sistem Informasi Geografi
Sistem informasi geografi terdiri dari tiga kata yaitu sistem, informasi dan geografi. Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang