Pengolahan Limbah Daging menjadi Lemak

27 lemak. Hasil perhitungan teknoekonomi diketahui bahwa harga 1 kg lemak hasil ekstraksi adalah Rp 1,250,-. Aspek Teknis Tahapan yang dilakukan untuk mengambil lemak tallow menurut Sutyasmi et al. 2006 dalam Priyatno 2009 adalah mencacah daging untuk memperluas permukaan kontak dengan enzim, kemudian memasukkannya kedalam reaktor dan ditambahkan enzim savinase enzim protease. Pengadukan di dalam reaktor dilakukan selama 30 – 60 menit dengan suhu 50 o C - 60 o C. Emulsi lemak akan berada di permukaan, kemudian dipisahkan dari lapisan yang ada dibawahnya. Emulsi lemak yang sudah diambil kemudian ditambahkan hidrogen peroksida dan asam asam sulfat atau asam klorida dan dipanaskan dengan pemanas uap hingga mencapai titik didihnya. Dari proses ini dapat dihasilkan lemak sampai 90. Secara teknis, pengolahan limbah daging ini relatif mudah untuk dilakukan mengingat luasan lahan yang dibutuhkan pun tidak terlalu besar dan tidak perlu dilakukan penambahan pekerja untuk mengolahnya, karena kegiatan ini dapat dilakukan oleh seorang pekerja saja dan waktunya pun fleksibel. Bahan yang diperlukan pun cukup mudah diperoleh di pasaran. Aspek Lingkungan Pengolahan daging ini dapat mengurangi cemaran bau yang ditimbulkan dari penumpukan limbah daging. Hilangnya bau yang ditimbulkan dari limbah daging karena limbah tersebut langsung terjemur dibawah sinar matahari. Aspek Ekonomi Jika pengolahan ekstraksi lemak ini dilakukan oleh industri penyamakan Haji Ali Ahmad, maka dari 525 kg limbah daging akan diperoleh lemak maksimum sebesar 0.42 x 5255 kg = 44.1 kg lemak dengan harga Rp 1,250,- kg x 44.1 kg = Rp 55,125,-. Dengan begitu, untuk satu bulan produksi dengan asumsi pengolahan daging dari proses fleshing dilakukan sebanyak 12 kali 12 hari dan dalam sehari hanya dilakukan satu kali batch produksi dengan kapsitas 1.5 ton, maka dapat diperoleh keuntungan sebesar 12 x Rp 55,125,- = Rp 661,500,- per bulan. Untuk dapat melakukan pengolahan daging ini secara mandiri, berarti industri harus mengeluarkan biaya pembelian reaktor, enzim protease, hidrogen peroksida dan asam sulfat. Jika dilakukan analisis biayanya, maka akan diperoleh : a. Biaya pembelian reaktor = Rp 650,000.- narasumber b. Biaya pembelian wadah tabung = Rp 100,000,- narasumber Total biaya investasi = Rp 750,000,- c. Biaya enzim protease = Rp 326,000,-kg Nextag, 2011 d. Biaya hidrogen peroksida = 6 x Rp 2,800,-kg = Rp 16,800,-bulan dengan asumsi 1 kg hidrogen peroksida digunakan untuk dua kali ekstraksi dan harga bersumber dari Anonim, 2011 e. Biaya asam sulfat = 6 x Rp 3,000,-kg = Rp 18,000,-bulan dengan asumsi 1 kg asam sulfat digunakan untuk dua kali ekstraksi dan harga bersumber dari industri Haji Ali Ahmad, 2011 Total biaya operasi = Rp 360,800,-bulan Biaya penjualan lemak = Rp 1,250,- kg x 44.1 kg x 12 = Rp 661,500,-bulan harga bersumber dari Sri Sutyasmi dkk. 2006 dalam Priyatno 2009 Net profit = Rp 661,500,- - Rp 360,800,- = Rp 300,700,-bulan Pay back period = Rp 750,000,- : Rp 300,700,- = 2.5 bulan 28

5.5.5 Penggunaan Kembali Limbah Krom dengan Cara Daur Ulang

Pada proses penyamakan, menurut Wiegant WM, et al. 1999 dalam Prayitno 2009, hanya sekitar 70 bahan penyamak krom yang dapat masuk dan diikat oleh serat kulit. Ini berarti 30 nya akan dikeluarkan sebagai limbah. Krom yang dibuang adalah krom valensi III yang tidak toksik, namun bila tidak segera ditangani maka karena pengar uh udara dan panas matahari akan dapat teroksidasi menjadi krom valensi VI yang bersifat toksik dan mudah larut. Di industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad, untu k memproses 1,500 kg kulit pikel diperlukan bahan penyamak krom sebanyak 90 kg. Tiga puluh persen dari berat ini akan dikeluarkan sebagai limbah atau sekitar 27 kg. Harga bahan penyamak krom saat ini adalah Rp 13,300,-kg, maka krom yang dibuang akan seharga Rp 359,100,-. Dalam Prayitno 2009, telah dilakukan sebuah penelitian di tahun 2002 oleh I Nyoman, S.M mengenai pembuatan kulit wet blue dengan memanfaatkan kembali limbah krom. Limbah krom diendapkan dengan natrium karbonat kemudian dilakukan penyaringan dan pengeringan. Dalam prosesnya, krom hasil pengendapan dilarutkan dalam asam sulfat hingga pH 3 - 5. Dengan menggunakan perbandingan bahan krom dari limbah dan bahan krom baru adalah 60 : 40 akan diperoleh kulit wet blue yang tidak beda nyata dengan kulit wet blue yang diproses menggunakan krom baru. Aspek Teknis Limbah krom dari penyamakan dapat digunakan kembali dengan terlebih dahulu diendapkan menggunakan larutan yang bersifat basa. Koagulan yang terbaik adalah MgO. Secara teknis, penggunaan kembali limbah krom dengan pengendapan ini cukup sederhana. Limbah krom diendapkan menggunakan MgO selama kurang lebih 10 jam. Setelah krom mengendap, cairan beningan dan endapan dipisahkan. Cairan dipindahkan ke bak lain dengan pipa penyedot tetapi jangan sampai endapannya ikut tersedot. Cairan tersebut bila benar-benar bebas dari endapan akan mengandung krom kurang dari 2 ppm sehingga dapat langsung dibuang. Endapan yang diperoleh kemudian ditambahkan asam sulfat. Endapan tersebut akan larut dalam waktu sekitar 15 menit dan akan memberikan suatu larutan krom sebesar 50 gram krom oksidaliter. Cara daur ulang seperti ini, cukup memungkinkan untuk diterapkan di industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad, mengingat industri ini pun sudah melakukan penambahan MgO pada limbah kromnya. Namun, cairan beningan yang terpisah dari endapan unfix krom ini tidak dibuang, melainkan langsung digunakan kembali untuk proses penyamakan. Dengan adanya wadah penampung untuk cairan beningan ini, maka endapan krom dapat dimaksimalkan penggunaannya dengan penambahan larutan asam sulfat. Aspek Lingkungan Penggunaan kembali atau daur ulang krom sangat penting dilakukan karena dengan daur ulang ini akan mengurangi kadar krom yang terkandung dalam air limbah buangan sehingga bahayanya terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Aspek Ekonomi Prayitno 2009 pun menyebutkan bahwa dari 100 L air limbah krom akan diperoleh 10 kg krom hasil pengolahan kembali dan hasil perhitungan tekno ekonomi krom tersebut senilai Rp 3,500,- kg. Asumsi yang digunakan antara lain: bak penampung dengan volume 1.5 m 3 atau dengan ukuran 1.5 m x 1 m x 1 m, proses tanning dilakukan sebanyak 3 kali 3 hari dalam sepekan. a. Biaya pemasangan batu bata 1.5 m 2 = 1.5 x Rp 100,000,-m 2 = Rp 150,000,- harga pemasangan bersumber dari Anonim 1995 dalam Prayitno 2009 29 b. Biaya pembelian pipa 1 inchi = 3 meter x Rp 9,000,-meter = Rp 27,000,- harga pipa bersumber dari Permadi, 2010 c. Biaya pembelian pompa 200 watt = 1 x Rp 485,000,- = Rp 485,000,- harga pompa bersumber dari Pursud, 2010 Total biaya investasi = Rp 662,000,- d. Biaya pembelian MgO = Rp 5,000,-kg industri Haji Ali Ahmad, 2011 e. Biaya pembelian asam sulfat = Rp 3,000,-kg industri Haji Ali Ahmad, 2011 Total biaya operasi = Rp 8,000,- x 12 hari = Rp 96,000,-bulan Penghematan krom = 1,582 L100 L x 10 kg x Rp 3,500,-kg x 12 hari = Rp 6,644,400,-bulan Net saving = Rp 6,644,400,- - Rp 96,000,- = Rp 6,548,400,-bulan Pay back period = Rp Rp 662,000,- : Rp 6,548,400,- = 0.1 bulan

5.6 Skala Prioritas Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kajian

Lapangan Setelah mengkaji opsi produksi bersih dari aspek teknis, lingkungan dan ekonomi maka dapat dilakukan penentuan skala prioritas. Penentuan skala prioritas ini dilakukan dengan pemberian bobotpenilaian terhadap masing-masing opsi. Penentuan bobot yang digunakan didasarkan pada beberapa pertimbangan seperti teknologi, kemampuan SDM untuk melakukannya dan kemudahan mendapatkan bahan. Bobot diberikan dengan kisaran 1 sampai 3. Penjelasan mengenai pembobotan ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kriteria pembobotan aspek teknis, lingkungan dan ekonomi Aspek Nilai Bobot Keterangan Teknis 3 Sangat mudah untuk diterapkan kemudahan teknologi, SDM, dan sebagainya 2 Relatif mudah dalam penerapannya ada beberapa kendala 1 Sulit untuk diterapkan kesulitan teknologi atau memperoleh bahan Lingkungan 3 Memberikan efek yang signifikan terhadap perbaikan lingkungan 2 Memberikan sedikit efek terhadap perbaikan lingkungan 1 Tidak ada efek terhadap perbaikan lingkungan Ekonomi 3 Pay back period kurang dari satu bulan 2 Pay back period antara 1 – 12 bulan 1 Pay back period lebih dari 12 bulan Setelah menentukan nilai pembobotan seperti pada tabel diatas, maka langkah selanjutnya adalah memberikan pembobotan terhadap opsi produksi bersih pada industri penyamakan kulit. Besarnya pembobotan masing-masing opsi disajikan pada Tabel 5. Dari tabel tersebut, terlihat bahwa skala prioritas untuk penerapan produksi bersih adalah penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang, pemisahan limbah cair dari bulu dan daging, penggunaan kembali air buangan pre soaking untuk proses pre soaking pada batch selanjutnya, kemudian dilanjutkan dengan pengolahan limbah daging menjadi lemak, dan yang terakhir mendesain instalasi pembuangan air ke IPAL dengan pipa langsung dari molen.