Penyamakan Kajian Implementasi Produksi Bersih di Industri Penyamakan Kulit (Kasus Desa Cibuluh, Kecamatan Bogor Utara)

4 bulu scudding bertujuan menghilangkan sisa-sisa bulu beserta akarnya yang masih tertinggal pada kulit Fahidin dan Muslich, 1999. d. Pembuangan kapur deliming bertujuan menghilangkan kapur dan menetralkan kulit dari suasana basa akibat pengapuran, menghindari pengerutan kulit ketika pengasaman, serta menghindari timbulnya endapan kapur yang dapat bereaksi dengan bahan penyamak. Proses pembuangan kapur biasanya menggunakan garam ammonium sulfat ZA yang nantinya dicampur dengan asam sulfat. e. Pengikisan protein bating bertujuan melanjutkan pembuangan semua zat-zat bukan kolagen yang belum terhilangkan dalam proses pengapuran. Pengikisan protein ini dilakukan oleh enzim protease. Pengikisan ini diutamakan untuk globular protein yang terdapat diantara serat kulit dan elastin. Dengan terurainya protein ini maka akan terdapat banyak ruang kosong diantara serat- serat kulit sehingga kulit samakan menjadi lebih lunak dan lemas. Waktu bating yang berlebihan dapat menyebabkan kulit menjadi menipis karena banyak protein yang terhidrolisis mengakibatkan kekuatan tarik menjadi rendah, sedangkan waktu bating yang terlalu singkat menyebabkan terjadinya pemisahan serat-serat fibril yang tidak sempurna dan penetrasi bahan penyamak kurang merata. f. Pengasaman pickling berfungsi mengasamkan kulit sampai pH tertentu untuk menyesuaikan dengan penyamak krom yang mempunyai pH 2.5 - 3. Selain itu, pengasaman juga dilakukan untuk menghilangkan noda hitam pada kulit akibat proses sebelumnya, menghilangkan unsur besi pada kulit serta menghilangkan noda putih karena pengendapan CaCO 3 yang menyebabkan cat dasar tidak merata Purnomo, 1987. 2. Penyamakan Penyamakan bertujuan mengubah kulit mentah yang mudah rusak oleh aktivitas kajian lapanganorganisme, kimia maupun fisik menjadi kulit tersamak yang lebih tahan terhadap pengaruh- pengaruh tersebut. Bahan penyamak dapat berasal dari bahan nabati tumbuh-tumbuhan, mineral, dan minyak. Bahan penyamak nabati dapat berasal dari kulit akasia, manggis, buah pinang, gambir dan lain-lain. Bahan penyamak mineral adalah garam-garam yang berasal dari logam-logam aluminium, zirkonium, dan kromium. Bahan penyamak dari minyak dapat berasal dari minyak ikan hiu atau ikan lainnya. Penggunaan bahan penyamak akan mempengaruhi sifat fisik dari kulit, seperti kelemasan, ketahanan terhadap panasdingin, terhadap gesekan, dan lain-lain Purnomo, 1987. Kulit yang disamak dengan penyamak nabati akan berwarna seperti warna bahan penyamaknya, mempunyai ketahanan fisik yang kurang baik terhadap panas. Sifat dari kulit yang disamak yaitu agak kaku tetapi empuk, cocok untuk bahan dasar ikat pinggang dan tas. Mekanisme pada penyamakan nabati yaitu mereaksikan gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam zat penyamak dengan struktur kolagen kulit dan membuat reaksi ikatan dari molekul zat penyamak dengan molekul zat penyamak lainnya hingga seluruh ruang kosong yang terdapat diantara rantai kolagen terisi seluruhnya. Proses penyamakan akan berlangsung sempurna jika kolagen telah menyerap kira-kira separuh dari berat zat penyamak yang digunakan. Dalam penyamakan nabati, pH dan kepekatan dari larutan bahan penyamaknya harus diatur. Pada pH tinggi, bahan penyamak nabati mempunyai zarah- zarah yang lebih halus dibanding pada pH rendah. Pada kepekatan rendah, penyamak nabati mempunyai ukuran zarah yang lebih kecil dibanding pada kepekatan tinggi. Dengan demikian, kondisi yang diberlakukan pada penyamakan nabati adalah dimulai dengan pH tinggi dan kepekatan rendah kemudian diakhiri dengan pH rendah dan kepekatan tinggi Purnomo, 1987. Bahan penyamak mineral yang paling banyak digunakan yaitu krom. Hal ini karena krom memiliki sifat-sifat khusus yang berhubungan dengan struktur molekul bahan krom itu sendiri. Penyamakan menggunakan krom menghasilkan kulit dengan tekstur yang lebih lemas dibanding 5 penyamak nabati, tahan terhadap panas yang tinggi, daya tarik tinggi dan memungkinkan hasil yang lebih baik bila dilakukan pengecatan. Kulit ini cocok untuk kulit atasan sepatu, baju, sarung tangan, dan lain-lain. Mekanisme dari penyamakan krom yaitu membentuk ikatan dengan asam-asam amino dalam struktur protein kolagen yang reaktif. Besar kecilnya molekul krom akan berpengaruh terhadap daya penetrasinya. Hal ini erat kaitannya dengan basisitas dari krom. Proses penyamakan diawali dengan basisitas yang rendah sekitar 33 dan diakhiri dengan basisitas yang tinggi sekitar 66. Pada basisitas rendah, krom mempunyai daya penetrasi yang baik terhadap jaringan kulit walaupun daya ikatnya terhadap kulit lemah. Pada basisitas tinggi, daya penetrasi krom rendah namun daya ikatnya tinggi sehingga krom mampu berikatan dengan jaringan kulit secara sempurna Purnomo, 1987. 3. Pasca penyamakan Pasca penyamakan bertujuan membentuk sifat-sifat tertentu pada kulit terutama berhubungan dengan kelemasan, kepadatan, dan warna kulit. Proses tersebut terdiri atas netralisasi, pewarnaan, perminyakan, pengecatan, pengeringan, pelembaban, dan pelemasan Fahidin dan Muslich, 1999. a. Penetralan neutralization bertujuan mengurangi kadar asam dari kulit yang disamak menggunakan krom agar tidak menghambat proses pengecatan dasar dan perminyakan Purnomo, 1985. b. Pewarnaan dasar memiliki fungsi sebagai pemberian warna dasar pada kulit tersamak seperti yang diinginkan. Pemberian warna disesuaikan dengan bentuk produk akhir yang direncanakan. c. Peminyakan fat liquoring bertujuan melicinkan serat kulit sehingga lebih tahan terhadap gaya tarikan, menjaga serat kulit agar tidak lengket sehingga lebih lunak dan lemas, dan memperkecil daya serap, serta membuat kulit lebih fleksibel mudah dilekuk dan tidak mudah sobek. d. Pengecetan bertujuan memenuhi selera konsumen. Pengecatan zat warna hanya melekat di permukaan dalam media bahan perekat yang fungsinya melekatkan warna dan memperbaiki permukaan kulit. e. Pengeringan bertujuan menghentikan semua reaksi kimia di dalam kulit. f. Pelembaban biasanya dilakukan selama 1-3 hari pada udara biasa agar kulit menyesuaikan dengan kelembaban udara disekitarnya. Proses ini menyebabkan jumlah air bebas atau air tidak terikat di dalam kulit meningkat sehingga kulit siap menerima perlakuan fisik pada proses pelemasan. g. Pelemasan dilakukan dengan tujuan melemaskan kulit dan mengembalikan luas kulit yang hilang mengkerut selama proses pengeringan. Mutu kulit samak leather selain dipengaruhi oleh proses yang dilakukan di industri penyamakan kulit, juga sangat bergantung pada mutu kulit mentah sebagai bahan dasarnya. Sementara itu, mutu kulit mentah dipengaruhi oleh kerusakan kulit yang terjadi pada saat hewan hidup, pemotongan, dan pengawetan. Purnomo 1985, membagi kerusahan kulit mentah menjadi: a. Kerusakan antemoterm, yaitu kerusakan yang terjadi pada hewan hidup. b. Kerusakan postmortem, yaitu kerusakan yang terjadi pada waktu pengulitan, pengawetan, penyimpanan, dan transportasi. Selain kerusakan tersebut, mutu kulit juga dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, dan umur ternak waktu dipotong. Pada setiap spesies terdapat perbedaan antara kulit hewan jantan dan betina. Kulit hewan betina mempunyai rajah yang lebih halus dan bobot rata-rata lebih ringan daripada kulit hewan jantan, tetapi mempunyai daya tahan renggang yang lebih besar dibanding jantan. Perbedaan yang dipengaruhi oleh umur hewan dapat menurunkan mutu kulit samak. Kulit hewan muda pada umumnya mempunyai struktur yang halus dan kompak, tetapi kurang tahan terhadap pengaruh dari luar. Pada hewan tua, lapisan rajah makin kuat dan kasar. 6

2.4 Produksi Bersih

Pada tahun 19891990 UNEP United Nations Environment Program memperkenalkan konsep Produksi Bersih yang didefinisikan sebagai : Suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Produksi bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang diterapkan untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan lingkungan. Strategi konvensional dalam pengelolaan limbah didasarkan pada pendekatan pengelolaan limbah yang terbentuk end-of pipe treatment. Pendekatan ini terkonsentrasi pada pembuangan limbah dan upaya pengolahannya. Strategi ini dinilai kurang efektif karena bobot pencemaran dan kerusakan lingkungan terus meningkat. Menurut BAPEDAL 1996 dalam Indrasti dan Fauzi 2009 kendala yang muncul dalam penerapan end of pipe treatment diantaranya adalah : a. Sifat pendekatan adalah reaktif, artinya bereaksi setelah limbah terbentuk. b. Limbah tetap terbentuk sehingga memberi peluang pengembangan teknologi pengolahan limbah, tetapi upaya mengurangi limbah pada sumbernya cenderung tidak dilakukan. c. Tidak efektif memecahkan masalah lingkungan karena sering kali kegiatan pengelolaan limbah ini hanya mengubah bentuk limbah dan memindahkannya dari satu media ke media lain. d. Upaya ini meningkatkan biaya produksi, tetapi tidak setinggi upaya perbaikan kerusakan dan pencemaran. e. Peraturan perundang-undangan yang ada masih terpusat pada pembuangan limbah, belum mencakup upaya pencegahan. Produksi bersih bertujuan mengefisienkan penggunaan sumber daya bahan baku, energi, dan air dan mengurangi limbah industri. Teknologi produksi bersih merupakan gabungan antara teknik pengurangan limbah pada sumber pencemar dan teknik daur ulang. Dalam produksi bersih, limbah yang dihasilkan dalam keseluruhan proses produksi merupakan indikator ketidakefisienan proses produksi. Oleh karena itu, apabila dilakukan optimasi proses, limbah yang dihasilkan juga akan berkurang Indrasti dan Fauzi, 2009. Aplikasi produksi bersih dalam suatu industri dapat diterapkan pada unsur-unsur sebagai berikut : a. Proses produksi Aplikasi produksi bersih pada proses produksi mencakup peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pemakaian bahan baku, energi dan sumber daya lainnya serta mengganti atau mengurangi penggunaan bahan berbahaya dan beracun, sehingga mengurangi jumlah dan toksisitas limbah serta emisi yang dikeluarkan. b. Produk Produksi bersih memfokuskan pada upaya pengurangan dampak keseluruhan daur hidup produk, mulai dari bahan baku sampai pembuangan akhir setelah produk tidak digunakan. c. Jasa Produksi bersih menitikberatkan pada upaya penggunaan proses 3R reduce, reuse, recycle secara menyeluruh pada setiap kegiatannya, mulai dari penggunaan bahan baku sampai ke pembuangan akhir. Menurut Indrasti dan Fauzi 2009, secara garis besar, pemilihan penerapan produksi bersih dapat dikelompokan menjadi lima bagian, yaitu: a. Good house-keeping Mencakup tindakan prosedural, administratif maupun instutusional yang dapat digunakan perusahaan untuk mengurangi terbentuknya limbah dan emisi. 7 b. Perubahan material input Bertujuan mengurangi atau menghilangkan bahan berbahaya dan beracun yang digunakan dalam proses produksi. Perubahan material ini juga termasuk pemurnian bahan dan substitusi bahan. c. Perubahan teknologis Mencakup modifikasi proses dan peralatan yang dilakukan untuk mengurangi limbah dan emisi. Selain perubahan peralatan, perubahan teknologi ini juga dapat mencakup perubahan tata letak pabrik, penggunaan peralatan otomatis dan perubahan kondisi proses. d. Perubahan produk Meliputi substitusi produk, konservasi produk, dan perubahan komposisi produk. e. On-site reuse Merupakan upaya penggunaan kembali bahan-bahan yang terkandung dalam limbah, baik digunakan kembali pada proses awal maupun sebagai material input dalam proses yang lain. Penerapan produksi bersih di suatu industri dapat dikatakan pula sebagai upaya minimisasi limbah. Menurut UNEP dan ISWA 2002 dalam Indrasti dan Fauzi 2009, ada tiga tahapan utama dalam penerapan minimisasi limbah pada industri, yaitu: 1. Perencanaan dan struktur organisasi Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah membentuk kesepakatan manajemen, membuat program perencanaan, menentukan tujuan dan prioritas serta membentuk tim audit. 2. Mengidentifikasi limbah Tahapan untuk mengidentifikasi limbah adalah mengidentifikasi proses produksi, menetapkan input proses, menetapkan output proses, membuat neraca massa, mengidentifikasi peluang, dan membuat studi kelayakan. 3. Penerapan, pengawasan dan pengontrolan Hal-hal yang perlu dilakukan diantaranya adalah menyiapkan rencana pelaksanaan, mengidentifikasi sumber, melaksanakan pengukuran, dan mengevaluasi kinerja yang telah dilakukan.